Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE RENAL FAILURE

I. Konsep Dasar
1.1 Definisi
Menurut Muttaqin (2012: 156), gagal ginjal akut adalah keadaan penurunan
fungsi ginjal secara mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta
gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan
produksi urine dan terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen darah,
peningkatan creatinin serum, dan retensi metabolit yang harus diekskresikan
oleh ginjal).

Menurut Baradero (2008: 109), GGA adalah penurunan fungsi ginjal tiba-tiba
yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan keatinin plasma.
Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml per jam (oliguria), tetapi kadang-
kadang jumlahnya normal atau dapat meningkat.

Menurut Robinson (2014: 13), GGA merupakan suatu gangguan fungsi ginjal
mendadak yang disebabkan oleh obstruksi, penurunan sirkulasi, atau penyakit
parenkim ginjal.

1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin (2012: 156) dan Baradero (2008: 110), etiologi dari GGA
meliputi.
1.2.1 Prarenal masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus.
b. Hipovolemik (perdarahan, luka bakar, kehilangan cairan dari GI,
sirosis, pemakaian diuretik berlebih).
c. Vasodilatasi (sepsis, asidosis, dan anafilaksis).
d. Penurunan curah jantung (disritmia, IMA, GJK, syok kardiogenik,
emboli paru).
e. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).
1.2.2 Renal akibat dari kerusakan struktur glomerulus atau tubulus ginjal.
a. Trauma langsung pada ginjal dan cedera akibat terbakar.
b. Iskemia (pemakaian NSAID, kondisi syok pascabedah).
c. Reaksi transfusi (DIC akibat transfusi tidak cocok).
2

d. Penyakit glomerovaskular ginjal: glomerulonefritis, hipertensi


malignan.
e. Nefritis interstisial akut: infeksi berat, induksi obat-obat
nefrotoksin.
1.2.3 Pascarenal terutama obstruksi aliran urine pada bagian distal ginjal.
Ciri unik pascal renal adalah terjadinya anuria, yang tidak terjadi pada
gagal renal atau pre-renal (Tambayong, 2000).
a. Obstruksi muara VU: hipertrofi prostat, karsinoma.
b. Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan
darah atau sumbatan dari tumor.

1.3 Manifestasi Klinis


Menurut Muttaqin (2012: 157), dan Kusuma (2013: 168), manifestasi klinis
dari GGA terbagi menjadi empat tahapan/stadium yaitu.
1.3.1 Periode awal dengan awitan awal (kerusakan nefron) dan diakhiri
dengan terjadinya oliguria.
1.3.2 Periode oliguria volume urine < 400 ml/24 jam disertai dengan
peningkatan konsentrasi urea, kreatinin, asam urat, kation intraseluler-
kalium dan magnesium. Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk
membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap
ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi
hiperkalemia dapat terjadi.
1.3.3 Periode diuresis pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine
secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun
urine output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih
dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan adanya dehidrasi
selama tahap ini.
1.3.4 Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan
berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali
normal.

Menurut Robinson (2014: 14), manifestasi lain dari GGA seperti.


1.3.1 Riwayat demam yang baru terjadi, menggigil, dan sakit kepala.
1.3.2 Gangguan GI, seperti anoreksi, mual, muntah, diare, dan konstipasi.
1.3.3 Kejang dan koma (stadium lanjut).
1.3.4 Oliguria (< 500 ml/24 jam) atau anuria (< 100 ml/24 jam).
1.3.5 Petekie dan ekimosis.
3

1.3.6 Kulit kering dan gatal, membran mukosa kering, napas bau ureum.
1.3.7 Kelemahan otot (bila ada hiperkalemia)
1.3.8 Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan
yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).

1.4 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2012: 157), pada disfungsi vasomotor, prostaglandin
dianggap bertanggungjawab terjadinya GGA. Dalam keadaan normal,
hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga aliran
darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Iskemia
akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk
menyintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin (aspirin) diketahui
dapat menurunkan aliran darah renal. Teori glomerulus menganggap bahwa
kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal, sehingga gagal menyerap
jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air. Akibatnya makula densa
mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan
merangsang peningkatan produksi renin. Terjadi aktivasi angiotensin II yang
menyebabka vasokonstriksi aferiol aferen sehingga mengkibatkan penurunan
aliran darah ginjal dan laju aliran glomerulus.

Menurut Baradero (2008: 111), kedua ginjal menerima sekitar seperempat


curah jantung sehingga sangat peka terhadap perubahan perfusi. ARF
biasanya disebabkan oleh iskemia, yang menyebabkan kerusakan jaras nefron.
Walaupun keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan hanya
dengan 25% dari nefron yang masih berfungsi. Haluaran urine paling sedikit
400 ml/hari diperlukan untuk ekskresi zat sisa. Berkurangnya GFR yang
terjadi pada ARF merupakan penyebab peningkatan BUN dan kreatinin
serum.

Respons ginjal terhadap hipoperfusi adalah mengeluarkan renin untuk


mmpertahankan perfusi pada glomeruli. ARF dapat terjadi apabila respon ini
tidak efektif untuk mempertahankan fungsi ginjal. Karena fungsi ginjal
berkurang, ada retensi cairan dalam tubuh yang mengakibatkan edema dan
kelebihan beban cairan. Apabila kelebihan cairan menjadi berat, akan terjadi
edema paru dan GJK. Hipervolemia akan disertai hipertensi.
4

Ginjal yang tidak mampu mengekskresikan kelebihan cairan akan


menyebabkan haluaran urine berkurang. Oliguria atau anuria dapat terjadi.
Pasien dengan ARF klasik menunjukkan haluaran urine hanya 50-400 ml/hari
dalam 1-2 hari.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Muttaqin (2012: 160), pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
memastikan diagnosa meliputi.
1.5.1 Urinalisis warna kotor, sedimen kecokelatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan mioglobulin. Berat jenis < 1,020 menunjukkan penyakit
ginjal, pH urine > 7,00 menunjukkan adanya ISK dan GGK.
Osmolalitas < 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal.
1.5.2 Pemeriksaan BUN dan kreatinin terdapat peningkatan tetap BUN
dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme. Serum
kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
1.5.3 Pemeriksaan elektrolit pasien yang mengalami penurunan GFR
tidak mampu mengekskresikan kalium. Katabolisme protein
menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh,
menyebabkan hiperkalemia.
1.5.4 Pemeriksaan pH pasien oliguri akut tidak dapat mengeliminasi
muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh
proses metabolik normal. Mekanisme buffer ginjal normal turun.
Ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan CO2 darah dan pH
darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
1.5.5 Ultrasono ginjal menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
1.5.6 EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda-tanda
perikarditis.

1.6 Komplikasi
Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema
paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan
kesadaran menurun sampai koma.
5

1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Muttaqin (2012: 161), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga
keseimbangan dan mencegah komplikasi meliputi :
1.7.1 Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan caiarn,
protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecendurungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
1.7.2 Penanganan hiperkalemia keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia
merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral
atau melalui retensi enema. Anjurkan pasien diet rendah protein, tinggi
karbohidrat.
1.7.3 Mempertahankan keseimbangan cairan penatalaksanaan
keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran
tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang,
tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan haluaran oral
dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase luka dan
perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
6

1.8 Pathway
7

II. Asuhan Keperawatan


2.1 Pengkajian (Muttaqin, 2012: 159)
2.1.1 Keluhan utama terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain
seperti nyeri, demam, reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada
sebelumnya (prerenal).
2.1.2 Riwayat penyakit sekarang perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output; apakah penurunan jumlah
urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab
(perdarahan pasca melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
mengalami episode serangan infark, riwayat penggunaan obat NSAID
atau pemakaian antibiotik, serta riwayat trauma langsung pada ginjal)
2.1.3 Riwayat kesehatan dahulu kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan, penyakit DM dan
hipertensi, dan riwayat penggunaan obat.
2.1.4 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV klien lemah, terlihat sakit berat, dan
letargi. Sering didapatkan adanya perubahan pada TTV.
b. B1 pada periode oliguria sering didapatkan adanya gangguan
pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap
azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau
urine (fetor uremik). Dapat didapatkan kembali asidosis metabolik.
c. B2 pada kondisi azotemia berat, saat melakukan auskultasi akan
ditemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi
sering didapatkan anemia.
d. B3 gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran. Klien beresiko kejang, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang.
e. B4 penurunan frekuensi dan penurunan urine output < 400
ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang
menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap. Pada
pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat
atau gelap.
f. B5 didapatkan adanya mual, muntah, dan anoreksis sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
8

g. B6 adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder anemia


dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir
sekunder terhadap gagal ginjal
2.2.3 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.

2.3 Intervensi Keperawatan


2.3.1 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, diharapkan terpenuhinya kebutuhan
cairan.
KH: pengeluaran urine normal, tidak ada edema, TTV dalam batas
normal, pemeriksaan laboratorium: natrium dan kaium serum dalam
rentang normal.
Intervensi.
a. Pantau kreatinin dan BUN serum konsul dengan dokter. R/:
Perubahan ini menunjukkan dialisa segera.
1. Kalium serum diatas 5,5 mEq/L.
2. Edema pulmoner (nadi kuat cepat)
3. Perubhan pada status mental dengan peningkatan BUN dan
kreatinin serum
4. Siapkan pasien untuk dialiasa sesuai program
b. Rujuk pasien ke ahli diet untuk penyuluhan diet dan bantuan
dalam merencanakan makanan untuk kebutuhan modifikasi dalam
protein, kalium, fosfor, natrium dan kalori. R/: Ahli diet adalah
spesialis nutrisi dan dapat menjelaskan alasan untuk modifikasi
diet relatif terhadapp gagal ginjal dan dapat membantu pasien
dalam merencanakan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
daam batasan yang diprogramkan
c. Jangan memberi obat-obatan sampai setelah dialisa. Bila TD tetap
dibawah 90/140 mmHg lanjutkan untuk tidak memberikan anti
hipertensi dan sampai TD dalam rentang normal. R/: Kebanyakan
obat-obatan dikeluarkan melalui dialisa.
9

2.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir


sekunder terhadap gagal ginjal.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan
aktivitas sesuai toleransinya.
KH: Berkurangnya keluhan lelah, lemah dan nyeri sendi; frekuensi
jantung kembali dalam rentang normal; Laporan tentang lebihnya
energi
Intervensi.
a. Pantau peningkatan kreatinin dan BUN serum, jumlah makanan
yang dikonsumsi dalam setiap makan, nilai protein serum,
masukan dan haluaran, hasil kalsium serum dan kadar fosfat. R/:
Untuk mengidentifikasi indikasi perkembangan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Konsul dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap. R/: Ini
dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya
penilaian tambahan dalam terapi.
c. Mungkinkan periode istirahat sepanjang hari bantu pasien dalam
merencanakn periode istirahat bila siap untuk pulang dengan
meninjau ulang rutinitas di rumah setiap hari. R/: Istirahat
memungkinkan tubuh untuk menyimpan energi yang digunakan
oleh aktivitas.
d. Bantu pasien dalam merencanakan jadwal aktivitas setiap hari
untuk menghindari immobilisasi dan kelelahan. R/: Immobilisasi
meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang.

2.3.3 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.


Tujuan: dalam waktu 1x24 jam, pasien dapat mengerti tentang
kondisinya.
KH: Mengungkap pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik rencana tindakan, wajah tidak tegang, takut dan gugup.
Intervensi.
a. Berikan informasi tentang sifat gagal ginjal jamin pasien
memahami bahwa gagal ginjal dapat pulih dengan tindakan yang
diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh normal,
pemeriksaan diagnostik, dan tujuan terapi yang diprogramkan. R/:
Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan
selamanya bila gagal ginjal tidak dapat pulih memberi pasien
10

informasi mendorong partisipasi dalam pengambilan keputusan


dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian
maksimum.
b. Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat masalah dan
perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan
untuk memilih terapi. R/: Pengekpresian perasaan membantu
mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal ginjal berdampak
pada seluruh keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit


buku kedokteran EGC.

Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin. Ilmiah
Kedokteran: Yogyakarta.

Natadidjaja, hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara: Jakarta.

Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Balai
Penerbit FKUI: Jakarta.

Wikinson, Judith M. 2006. Buku saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN. Penerbit buku


kedokteran EGC.

Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai