Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr. wb.

Segala ucap syukur alhamdulillah kepada ALLAH S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan
ridha-Nya sehingga Penulis bisa menyusun makalah ini yang berjudul BIDAH sebagai tugas
mata kuliah KEMUHAMMADIYAHAN.

Penulis berharap semoga dengan disusunnya makalah ini akan memberikan manfaat bagi Penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Islam adalah agama yang telah sempurna dan bersifar universal. Universitas Islam selain
bermakna keberlakuan Islam untuk semua manusia,semua bangsa dan negara,juga subtansi
ajarannya. Ajaran Islam,kalau dilakukan oleh siapapun pasti akan membawa pada kebaikan
hidup,walaupun orang tersebut secara formal belum menyatakan keislamannya.Subtansi jaran
islam memuat seluas kehidupan dan persoalan manusia,sehingga islam tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan Alla(hablum minallah)saja,tetapi jiga mengatur hubungan manusia
dengan sesama dalam lingkungan-nya(hablum minannas).

Penulis menyadari pasti ada kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu, penyusun terbuka terhadap
kritik dan saran sehingga bisa menambah kesempurnaan dan memberikan kami tambahan
pengetahuan.

Wassalamualaikum wr.wb
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam hal pergaulan,bahwa pergaulan itu
hendaknya didasarkan atas moral atau budi pekerti yang luhur,bukan atas dasar kemuliaan status
sosial maupun materi dan sesungguhnya dalam kehidupan ini sangat dibutuhkan adanya
pengenalan antara manusia yang satu dengan yang lain.

Selaras dengan ungkapan sebuah syair:Aku mengenali kejelekan bukan untuk kejelekan, namun
agar berjaga-jaga darinya siapa yang tak kenal kebaikan dari kejelekan, ia akan terjerumus ke
dalamnya.

Dengan demikian tidak cukup bagi seseorang dalam beribadah hanya mengetahui sunnah saja,
akan tetapi juga harus mengenali lawannya yakni bidah, seperti dalam hal keimanan tidak cukup
mengerti tauhid saja tanpa mengetahui syirik. Allah subhanahu wa taala telah mengisyaratkan
hal ini dalam firmanNya (yang artinya), Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thoghut
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. (Al Baqoroh: 256).

Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum muslimin
yang begitu hobi melakukan praktek bidah dan khurafat, yang lebih mengenaskan bidah dan
khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan,
lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang. Lebih dari itu ternyata bidah
dan khurafat kini gemar dikampanyekan orang-orang yang bergamis dan berjenggot, tetapi mana
gamis dan mana jenggot?! -yang jelas keduanya tengah didzalimi-. Ironinya model-model yang
seperti inilah yang dijadikan tokoh-tokoh penting bangsa ini, naik daun dan melambung
namanya di hadapan rakyat yang awam akan ilmu agamanya.

Sementara apa yang ada di dalam Kitabullah berisikan perintah untuk ittiba (mengikuti tuntunan
Rosulullah). Allah berfirman (yang artinya), Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran: 31).

Allah juga berfirman (yang artinya), Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu
yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa. (QS Al Anam: 153).

Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum
Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini
kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh
bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi
secara umum dapat diketahui bahwa semua bidah dalam perkara ibadah/agama adalah haram
atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada
perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bidah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah
atau agama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika dikaitkan dengan
hal-hal baru selama itu berupa urusan keduniawian murni misal dulu orang berpergian dengan
unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah bidah namun bidah secara bahasa bukan
definisi bidah secara istilah syariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon,
pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bidah hasanah.

Al-quran dan Al-Hadist sangat kaya dengan berbagai ajaran untuk pedoman iman dan
kehidupan ini. Para penganut ajaran sesat biasanya memberi tekanan khusus pada satu atau dua
ajaran, lalu diinterpretasikan sedemikian rupa dan ditambah dengan ajaran-ajaran pemimpinnya
sehingga menjadi satu doktrin utama dalam aliran itu.

Terilhami oleh suatu ungkapan saya mendengar dan melihat saya ingat, saya berbuat lalu saya
mengerti, maka penulis berasumsi bahwa dengan kajian tentang BIDAH ini menjadikan
masyarakat dengan mendengar,melihat dan berbuat dapat mengerti.

Dan banyak perkataan terlontar, dari orang yang belum paham (atau mungkin salah paham)
tentang bidah. Inti perkataannya menunjukkan bahwa bidah itu sesuatu yang boleh dikerjakan.
Untuk itulah pada makalah ini penulis akan membahas berbagai kerancuan yang sering terdengar
di kalangan masyarakat dan melalui makalah ini diharapkan akan dihasilkan suatu kajian tentang
BIDAH.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam menyusun makalah ini
dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu

1. Bagaimana sesuatu permasalahan,hal,tindakan atau perilaku bisa dikatakan


BIDAH?
2. Bagaimana pesan yang disampaikan dalam makalah yang disusun oleh Penulis
tentangBIDAH ini?
3. Bagaimana tanggapan dan pendapat masyarakat ataupun para ulama
tentangBIDAH?

C. Tujuan

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Penulis menyusun makalah ini adalah sebagai
berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian bidah


2. Untuk mengetahui macam-macam bidah dalam agama Islam
3. Untuk mengetahui hukum perbuatan bidah
4. Untuk mengetahui penyebab-penyebab lahirnya bidah
5. Untuk mengetahui bahaya bidah bagi agama Islam
6. Untuk mengetahui dalil-dalil yang mencela bidah
7. Untuk mengetahui cara menghindarkan diri dari bidah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bidah

1. Menurut Bahasa

Bidah menurut bahasa, diambil dari bida yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh.
Sebelumnya Allah berfirman.Badiiu as-samaawaati wal ardli
Artinya : Allah pencipta langit dan bumi [Al-Baqarah : 117]

Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

Juga firman Allah.


Qul maa kuntu bidan min ar-rusuli
Artinya : Katakanlah : Aku bukanlah rasul yang pertama di antara

Rasul- rasul. [Al-Ahqaf : 9].

Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah
Taala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah
mendahuluiku.

Dan dikatakan juga : Fulan mengada-adakan bidah, maksudnya : memulai satu cara yang
belum ada sebelumnya.Ibtida(membuat sesuatu yang baru) ada dua makna;

1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat(urusan keduniaan),seperti penemuan-


penemuan modern,hal semacam ini boleh saja karena hukum asal dalam adat itu adalah
mubah.
2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena hukum
asal dalam agama adalah tawqif(terbatas pada apa yang diajarkan oleh syariat).
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Barangsiapa yang mengadakan
hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut,
maka perbuatannya di tolak (tidak diterima). Dan di dalam riwayat lain disebutkan : Artinya :
Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka
perbuatannya di tolak.

Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru atau penambahan
dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang
tertentu syarat dan rukunnya.

Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :


Firman Allah taala :

(Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi. (Q.s.2:117)

Firman Allah taala :


Katakanlah (hai Muhammad), Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rosul-

rosul. (Q.s:46:9)


Perkataan

Maknanya: Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang mendahuluinya.

Perkataan

Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada yang menyerupai
sebelumnya. Dari makna bahasa seperti itulah pengertian bidah diambil oleh para ulama.

Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut bidah
(dalam segi bahasa).
Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum perna dikerjakan orang juga disebut bidah
(dalam segi bahasa).
Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama) tanpa adanya
dalil syari (Al-Quran dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya (tidak ditemukan
perkara tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu alayhi wa sallam maka inilah makna
bidah sesungguhnya.

2. Bidah Menurut Istilah

Bidah menurut istilah (syari/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan menyerupai


syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah.
Dalam hal ini Raslullh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda : Barangsiapa yang
mengamalkan suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku, maka tertolak (HR Bukhari
Muslim) dan hadits : Setiap bidah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.
Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bidah adalah al-ikhtira, sesuatu yang diada-adakan
tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : Allhu Badus Samwt.. (Allh-lah
yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada contoh sebelumnya).
Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan Sahabat Umar : sebaik-baik bidah adalah ini
ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih berjamaah

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai bidah :

1. Makna bidah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.
2. Makna bidah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang menyerupai
syariat dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada
Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bidah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara baru
tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian dari agama.
4. Setiap bidah adalah sesat.

B. Macam-macam bidah

1. Izzu bin Abdu Assalam dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi alanam hal:204,
ia menganggap bahwa segala sesuatu yang belum dan tidak pernah dikerjakan oleh
Rasulullah SAW adalah Bidah yang terbagi menjadi lima bagian, Bidah Wajiba
(Wajib), Bidah Muharramah (Haram), Bidah Makruha (Makruh), Bidah Mandubah
(Sunnah) dan Bidah Mubaha (boleh) dan untuk mengetahuinya maka bidah tersebut
haruslah diukur berdasarkan Syari, apabila bidah tersebut termasuk ke dalam sesuatu
yang diwajibkan oleh syari berarti bidaah itu wajib, apabila termasuk perbuatan yang
diharamkan berarti haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian diperkuat oleh Imam
Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa segala sesuatu yang
belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah bidah namun ada yang terpuji dan
ada pula yang tercela
2. Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bidah itu terbagi menjadi:
1. Bidah Wajiba

Contoh:mempelajari ilmu Nahwu untuk lebih memahami kalamullah dan sunnah rasul adalah
sesuatu yang wajib dipelajari dan untuk menjaga syariat maka bidah itu adalah wajib

2. Muharramah

Contoh:Mazhab-mazhab yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan Khawarij, juga termasuk
menciptakan sesuatu yang mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain.

c. Mandubah

Contoh Bidah Mandubah: Pembangunan sekolah, jembatan, shalat tarawih berjamaah di mesjid
dan lain-lain.

d. Mubaha

Contoh Bidah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman serta memperindah
pakaian

Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan shalat, dimana berjabat
tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu, namun orang-orang terbiasa dengan berjabat
tangan dan menjadikannya adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja,
padahal tidak mempunyai dasar dalam syara, namun tidak apa-apa karena asal hukum
berjabatan tangan adalah sunnah.
3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bidah itu terbagi menjadi dua yaitu Bidah
hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah dan rasulnya maka bidah
itu termasuk golongan sesat dan tercela namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah
dianjurkan oleh agama maka bidah itu tergolong kedalam bidah yang terpuji, bahkan
menurut beliau, bidah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun
dikemukakan oleh Ibnu Mandzur. Di dalam Alquran Allah berfirman:Yasalunaka maaza
uhilla lahum qul Uhilla lakumu Atthayyibat yang mengisyaratkan bahwa sesuatu yang
baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar hukumnya
adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:Man
sanna sunnatan hasanatan kana lahu ajruha wa ajru man amila biha wa man sanna
sunnatan sayyiatan kana alaihi wizruha wa wizru man amila biha, barang siapa yang
berbuat sesuatu yang baik maka baginya pahala dan pahala orang-orang yang
mengerjakannya dan barang siapa yang berbuat sesuatu yang buruk maka baginya dosa
dan dosa orang-orang yang berbuat mengikutinya. Hal serupa pernah diucapkan oleh
Umar ra:Nimatil bidatu hazihi, alangkah indahnya bidah ini, karena merupakan
perbuatan baik sehingga termasuk kedalam golongan bidah yang baik dan terpuji
meskipun Rasulullah SAW tidak pernah melakukan yang demikian yaitu melaksanakan
shalat tarawih secara berjamaah dan juga pada zaman Abu bakr, Umar ra lah yang
mengumpulkan orang-orang dan menyunatkan shalat tarawih secara berjamaah di mesjid
dan hal ini beliau namakan bidah Nimatil bidatu hazihi, yang menunjukan bahwa hal
itu pada dasarnya adalah Sunnah berdasarkan sabda Rasul SAW:Alaikum bisunnati wa
sunnati alkhulafa Arrasyidina min badi, dan Sabdanya yang lain:Iqtadauw billazina
min badi, Abi bakr wa umar wa ali, hal ini mengabaikan hadis lain yaitu Kullu
muhdatsatin bidat dan Kullu bidatin Dhalalah, karena yang dimaksud dengan hadis ini
adalah apa-apa yang baru yang bertentangan dengan Syari serta tidak sesuai dengan
agama.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa bidah itu terbagi menjadi hasanah dan sayyiah
sebagaimana dapat dilihat dari perkataan Imam Syafii dan para pengikutnya seperti Izzu bin
Abdu Assalam, An Nawawi dan abu Syamah.
Para ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bidah itu kedalam dua bagian
yaitu :

1. Bidah Amm (umum);

Macam2nya : Filiyyah dan Tarkiyyah, Itiqadiyyah dan Amaliyyah,

Zamaniyyah, Makaniyyah dan Haliyyah, Haqiqiyyah dan Idhafiyyah, Kulliyyah dan Juz-iyyah,
Ibadiyyah dan Adiyyah. (masing2 ada penjelasannya).

2. Bidah Khash (khusus):

Macam2nya : Bidah wajibah, Bidah Mandubah, Bidah Mubahah, Bidah Muharramah, Bidah
Makruhah.

Bidah Haqiqah adalah sesuatu yang baru dan sama sekali tidak ada dalil syarinya, baik dalam
Al Quran, Sunnah, maupun Ijma. Tidak ada istidlal (petunjuk dalil) yang digali oelh para
ulama mutabar

Contoh2 Bidah : (haqiqiyyah)

Bidah Haqiqiyyah : yaitu suatu perbuatan yang tidak ada dalilnya sedikitpun

baik dalil Al-quran, Sunnah rasul, dan ijma maupun istidlal yang mutabar

dari para ahli ilmu agama dengan ringkas atau panjang, contoh2 :

1. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.

2. Menyiksa diri dengan berbagai macam siksa dgn tujuan agar lekas mati

untuk segera memperoleh kemuliaan disyurga.

3. Menyerahkan hukum agama kepada aqal-fikiran manusia, dan menolak

nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.


4. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2 mencari

keuntungan.

5. Mengerjakan rukun sholat dengan dibalik-balik rukunnya, misalnya ruku

2 kali dan sujud satu kali, dll.

6. Puasa (Ramadhan) dimalam hari dan berbuka disiang hari.

7. Mengadakan thawaf ditempat lain (bukan di sekeliling kaba) misalnya

ditempat2 yang dianggap keramat.

8. Ber-wukuf ditempat lain selain dari Arafah, sebagai ganti Arafah.

Bidah Idlafiyyah adalah sesuatu yang secara prinsip memiliki dasar

syariy, tetapi dalam penjelasan dan operasionalnya tidak berdasar dalil syariy.

Contoh Bidah Idhafiyyah

Bidah Idhafiyyah, yaitu suatu perbuatan yang terdapat padanya dua unsur

yang bercampur, yakni bila dilihat atau dihubungkan dengan dalil atau sunnah

kelihatannya bukan perbuatan bidah, tetapi bila dilihat dari sisi yang

lain, per

buatan itu menjadi bidah, contoh ;

1. Sholat Ragha-ib atau sholat 12 rakaat pada malam Jumat minggu pertama

bulan Rajab dengan cara2 tertentu, dilihat dari satu jurusan perbuatan sholat
adalah mengikut sunnah Rasul, tetapi dilihat dari jurusan lain sholat sunnah tsb

tidak pernah diperintahkan/dicontohkan oleh Nabi saw.

2. Sholat Nishfu Syaban, yaitu sholat 100 rakaat pada malam 15 bulan

syaban. ( Tidak ada contoh/perintah dari Rasulullah saw.)

3. Sholat sunnah sehabis Fardhu Subuh dan Fardhu Ashyar, (bahkan sholat

sunnah tsb dilarang Rasulullah).

4. Mengerjakan Adzan dan Iqamat pada sholat hari raya Idul-Fitri, dan sholat

gerhana mata hari/bulan.

5. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan menjadi

kannya sebagai lafaz adzan.

6. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat menguburkan mayat.

7. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan

dibacakan bersama-sama.

Bidah Tarkiyyah adalah sikap meninggalkan perbuatan halal dengan menganggap bahwa
sikapnya itu tadayyun (kesalihan beragama). Sikap ini bertentangan dengan konsep syariah
secara umum. Seperti yang pernah diajukan oleh tiga orang yang bertanya tentang ibadah Nabi,
lalu masing-masing dari tiga ini berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang halal dengan tujuan
agar lebih shalil dalam beragama. Sehingga keluar pernyataan Nabi: barang siapa yang tidak
suka dengan sunnahku, maka ia bukanlah dari ummatku. Muttafaq alaih

Bidah Iltizam adalah pembatasan diri pada syariah yang mutlak, dengan waktu atau tempat
tertentu. Syariah yang mutlak itu bisa berupa ucapan, perbuatan. Seperti bershalawat Nabi, dsb.
Secara prinsip bershalawat diajarkan agama dan diperintahkan untuk banyak melakukannya,
kecuali yang dibaca pada shalat. Bidah dalam hal ini muncul ketika ada pembatasan waktu atau
tempat tertentu, tidak bisa dilakukan di luar waktu atau tempat yang telah ditentukan itu.

Bidah Itiqadiyah adalah bidah dalam pandangan keyakinan,seperti meyakini pandangan


agamanya yang dianggap benar,padahal sesungguhnya tidak benar.

C. Sisi Perbedaan Antara Bidah Dengan Maksiat

Dasar larangan maksiat biasanya dalil-dalil yang khusus, baik teks wahyu (Al-Quran , As-
Sunnah) atau ijma atau qiyas. Berbeda dengan bidah, bahwa dasar larangannya biasanya dalil-
dalil yang umum dan maqaashidusysyariiah serta cakupan sabda Rasulullah Kullu bidatin
dhalaalah (setiap bidaah itu sesat).

1. Bidah itu menyamai hal-hal yang disyariatkan, karena bidah itu disandarkan dan
dinisbatkan kepada agama. Berbeda dengan maksiat, ia bertentangan dengan hal yang
disyariatkan, karena maksiat itu berada di luar agama, serta tidak dinisbatkan padanya,
kecuali jika maksiat ini dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, maka
terkumpullah dalam maksiat semacam ini, maksiat dan bidah dalam waktu yang sama.
2. Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi
dalam meyakini kesempurnaan syariat. Menuduh bahwa syariat ini masih kurang dan
membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Sedangkan maksiat, padanya tidak ada
keyakinan bahwa syariat itu belum sempurna, bahkan pelaku maksiat meyakini dan
mengakui bahwa ia melanggar dan menyalahi syariat.
3. Maksiat merupakan pelanggaran yang sangat besar ditinjau dai sisi melanggar batas-batas
hukum Allah, karena pada dasarnya dalam jiwa pelaku maksiat tidak ada penghormatan
terhadap Allah, terbukti dengan tidak tunduknya dia pada syariat agamanya.
Sebagaimana dikatakan, Janganlah engkau melihat kecilnya kesalahan, tapi lihatlah
siapa yang engkau bangkang .
Berbeda dengan bidah, sesungguhnya pelaku bidah memandang bahwa dia memuliakan
Allah, mengagungkan syariat dan agamanya. Ia meyakini bahwa ia dekat dengan
tuhannya dan melaksanakan perintahNya. Oleh sebab itu, ulama Salaf masih menerima
riwayat ahli bidah, dengan syarat ia tidak mengajak orang lain untuk melakukan bidah
tersebut dan tidak menghalalkan berbohong. Sedangkan pelaku maksiat adalah fasiq,
gugur keadilannya, ditolak riwayatnya dengan kesepakatan ulama.
4. Maka sesungguhnya pelaku maksiat terkadang ingin taubat dan kembali, berbeda dengan
ahli bidah, sesungguhnya dia meyakini bahwa amalanya itu adalah qurbah (ibadah yang
mendekatkan kepada Allah, -pent), terutama ahli bidah kubra (pelaku bidah besar),
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala.
Artinya : Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap baik pekerjaan
yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik [Faathir : 8]
Sufyan At-Tsauri berkata : Bidah itu lebih disukai Iblis daripada maksiat, karena
maksiat bisa ditaubati dan bidah tidak (idharapkan) taubat darinya.
Dalam satu riwayat diceritakan bahwa Iblis berkata, Saya mencelakakan Bani Adam
dengan dosa dan mereka membinasakanku dengan istighfar dan Laailaha illalah.
Tatkala saya melihat itu, maka saya menebar hawa nafsu di antara mereka. Maka mereka
berbuat dosa dan tidak bertaubat, karena mereka beranggapan bahwa mereka berbuat
baik.
5. Jenis bidah besar dari maksiat, karena fitnah ahli bidah (mubtadi) terfdapat dalam dasar
agama, sedangkan fitnah pelaku dosa terdapat dalam syahwat. [3]. Dan ini bisa dijadikan
sebuah kaidah bahwa jika salah satu dari bidah atau maksiat itu tidak dibarengi qarinah-
qarinah (bukti atau tanda) dan keadaan yang bisa memindahkan hal itu dari kedudukan
asalnya.

Diantara contoh bukti-bukti dan keadaan tersebut adalah : Pelanggaran baik maksiat atau
bidah- bisa membesar jika diiringi praktek terus menerus, meremehkannya, terang-terangan,
menghalkan atau mengajak orang lain untuk melakukannya. Ia juga bisa mengecil bahayanya
jika dibarengi dengan pelaksanaan yang sembunyi-sembunyi, terselubung tidak terus menerus,
menyesal dan berusaha untuk taubat , berusaha untuk tidak mengulanginya perbuatannta itu lagi.
Contoh lain : Pelanggaran itu dengan sendirinya bisa membesar dengan besarnya kerusakan yang
ditimbulkan. Jika bahayanya kembali kepada dasar-dasar pokok agama, maka hal ini lebih besar
daripada penyimpangan yang bahayanya hanya kembali kepada hal-hal parsial dalam agama.
Begitu pula pelanggaran yang bahayanya berhubungan dengan agama lebih besar daripada
pelanggaran yang bahayanya yang berhubungan dengan jiwa.
Jadi sebenarnya untuk mengkomparasikan antara bidah dengan maksiat kita harus
memperhatikan situasi dan kondisi, maslahat dan bahayanya, serta akibat yang dtimbulkan
sesudahnya, karena memperingatkan bahaya bidah atau berlebih-lebihan dalam menilai
keberadaannya tidak seyogyanya menimbulkan sekarang atau sesudahnya- sikap meremehkan
dan menganggap enteng keberadaan maksiat itu sendiri, sebagaimana ketika kita
memperingatkan bahawa maksiat atau berlebih-lebihan dalam menilai keberadaannya, tidak
seyogyanya mengakibatkan sekarang atau sesudahnya-sikap meremehkan dan menganggap
enteng keberadaan bidah itu sendiri.

D. Tingkatan Bidah

Kita tidak ragu lagi bahwa bidah memiliki beberapa tingkatan, yaitu dua tingkatan. Bidah yang
muharramah, yaitu bidah yang tidak sampai menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Yang
kedua: Bidah Mukaffirah (yang bisa membuat pelakunya menjadi kafir). Maka bidah itu bisa
jadi muharramah dan bisa jadi mukaffirah. Contohnya: ketika kita mengatakan bahwa
pengkhususan sebagian imam dengan melakukan qunut pada shalat Subuh dengan membaca:
Allahummahdina fiiman hadaita adalah bidah. Ini memang bidah. Setiap bidah adalah sesat
dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Ini adalah bidah Muharramah, tetapi apakah sama
bidah ini dengan bidah thawaf di kuburan?! Apakah sama dengan bidah orang yang meminta
bantuan dan pertolongan kepada selain Allah? Mereka mengatakan: Wahai Rifai tolonglah aku!
dan Wahai Jailani tolonglah aku ?! Ini adalah bidah dan yang tadi juga bidah. Tetapi yang awal
adalah bidah yang muharramah, yang pelakunya akan menjadi fasiq, sedangkan yang kedua
bidah mukaffarah, yang pelakunya bisa menjadi kafir. Dan kaidah pengkafiran itu adalah:
Setelah ditegakkan hujjah kepada pelakunya dan kemudian dia melakukan sikap menentang,
sebagaimana yang telah kita terangkan sebelumnya, adapun bidah yang membawa pelakunya
kepada kekafiran, tidak berarti pelakunya pasti menjadi kafir bila dia melakukannya, kecuali bila
telah ditegakkan hujah kepadanya kemudian dia menentang.
E. Nabi Muhammadd SAW Memperbolehkan Berbuat Bidah Hasanah

Nabi saw memperbolehkan kita melakukan bidah hasanah selama hal itu baik dan tidak
menentang syariah. Sebagaimana sabda beliau saw:

Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan
pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa
membuat-buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang
mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya

(Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan
Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi).

Hadits ini menjelaskan makna Bidah hasanah dan Bidah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau saw tersebut. Bukankah beliau saw menganjurkan? Maksudnya bila
kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka
lakukanlah. Alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik umat. Beliau saw tahu
bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tetapi ribuan tahun akan berlanjut dan
akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalelanya kemaksiatan.
Pastilah diperlukan hal-hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan.
Demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman.
Inilah makna sebenarnya dari ayat:

Hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi
kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki
agama ini. Semua hal baru, yang baik, termasuk dalam kerangka syariah, sudah direstui oleh
Allah dan rasul Nya. Alangkah sempurnanya Islam.
Namun tentunya hal ini tidak berarti membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan
dengan syariah dan sunnah Rasul saw. Atau bahkan menghalalkan apa-apa yang sudah
diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya. Inilah makna hadits beliau saw: Barangsiapa yang
membuat buat hal baru yang berupa keburukan . Inilah yang disebut Bidah Dhalalah.

Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw
memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita
untuk memperbuatnya, agar umat tidak tercekik dengan hal yang ada di zaman kehidupan beliau
saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk
(Bidah dhalalah).

F. Hukum Dan Contoh Bidah

Meski namanya bidah, namun dari segi hukum, hukumnya tetap terbagi menjadi lima perkara
sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada bidah yang hukumnya haram, tapi juga ada bidah yang
hukumnya wajib. Dan ada juga yang hukumnya mubah, makruh dan sunnah.

Di antara contoh bidah dengan kelima hukumnya, adalah:

1. Bidah Yang Hukumnya Wajib

Seperti belajar bahasa Arab dengan ilmu Nahwu dan ilmu Sharf. Jelas sekali
kalau pakai definisi yang mereka buat, mempelajari keduanya tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Bahkan tidak ada seorang pun yang mempelajari kedua
cabang ilmu bahasa Arab itu di masa kenabian.
Umat manusia baru berdondng-bondong belajar ilmu Nahwu dan ilmu Sharf sepeninggal
Rasulullah SAW beberapa tahun kemudian, ketika bendera Islam merambah ke luar dari Jazirah
Arabia.
Secara kriteria, fenomena ini termasuk perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman Nabi
Muhammad SAW. Seharusnya dan sepantasnya perbuatan ini dimasukkan ke dalam kategori
bidah.
Tetapi jelas sekali bahwa seseorang tidak mungkin mengerti perintah Allah dalam Al-Quran dan
As-Sunnah kecuali dengan mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hingga tingkat mahir. Padahal
mengerti perintah Allah dan Rasul-Nya hukumnya wajib.
Maka hukum mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hukumnya juga wajib, walau pun termasuk
kategori bidah, karena di zaman nabi belum ada.

2. Bidah Yang Hukumnya Sunnah

Misalnya mendirikan sekolah dengan sistem pendidikan modern, ada kurikulum,


kelas, ujian, nilai raport, ijazah dan seterusnya. Di zaman Rasulullah SAW jelas tidak ada sistem
seperti ini. Kalau mau jujur, maka mendirikan dan menjalankan sebuah sekolah termasuk
kategori bidah.

Tetapi semua orang di dunia ini sepakat bahwa sekolah itu penting buat mempersiapkan generasi
kita di masa depan. Maka para ulama mengatakan bahwa mendirikan sekolah termasuk hal yang
disunnahkan, meski termasuk bidah.

3. Bidah Yang Hukumnya Mubah

Seperti bersalaman setelah shalat fardhu dengan sesama jamaah shalat. Juga
termasuk berpakaian yang bagus dan memakan makanan yang lezat dan enak. Para ulama
menghukuminya sebagai mubah, walau termasuk kategori bidah.

4. Bidah Yang Hukumnya Makruh

Seperti menghias masjid dengan hiasan mahal terbuat dari emas, perak atau benda
berharga lainnya. Bahkan sebagian ulama seperti Dr. Said Ramadhan Al-Buthi termasuk ikut
mengharamkan penghiasan masjid secara berlebihan.
Sebab hal ini tidak kita dapati di zaman Rasulullah SAW, yaitu di mana orang berlomba untuk
menghias masjid sedemikian rupa dengan mengeluarkan dana yang amat mahal.
Di masa beliau SAW dan juga masa keemasan Islam, keberhasilan suatu masjid diukur dari
seberapa banyak ulama yang bisa dilahirkan dari suatu masjid.
Masjid Nabawi di Madinah adalah contoh di mana masjid melahirkan para pahlawan, ulama dan
duat yang tersebar ke seantero dunia. Ada pun dari segi fisik, bangunannya sangat sederhana.
Tanpa menara menjulang dan tanpa karpet tebal. Boleh dibilang sangat sederhana bahkan ada
bagian yang tidak ada alasnya untuk sekedar shalat.

5. Bidah Yang Hukumnya Haram

Penyimpangan yang nampaknya telah diantisipasi oleh Rasulullah SAW sejak


abad ke-7 masehi dengan statemen beliau bahwa bidah itu sesat dan sesat itu dihari akhir pasti
akan dimasukkan kedalam neraka.

untuk menentukan Bidah tersebut Hasanah (kebaikan) ataupun Dhalalah (Sesat) letaknya pada
efek bagi yang mengerjakan dan para muslimin pada umumnya.
jika memberikan Manfaat kepada Diri yang mengerjakan dan kepada para Muslimin, maka
Bidah tersebut TIDAK SESAT, tetapi justeru menjadi Bidah hasanah (kebaikan)
Contoh:
1.Halal Bil Halal (Emangnya Nabi Pernah Halal Bil Halal ??)
2.Tahlilan
3.Dzikir Berjamaah Dan jika sebaliknya, jika dikerjakan akan memberikan Mudharat, maka
Bidah tersebut masuk kategori Dhalalah(sesat)
contoh:
1.Sholat berbahasa Selain Arab
2.Sholat tidak sesuai tuntunan Rasulullan (sholat sambir bernyanyi, dsb.)
3.Puasa yang tidak sesuai tuntunan Allah swt dan RasulNya

G. Dalil-dalil Bidah

Berikut adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang apabila orang membuat cara-cara baru
dalam ibadah yang tidak ada dalam syariat:

1
:

Dari sahabat Jabir bin Abdillah rodhiallahuanhu bahwasannya Rasulullah
shollallahualaihiwasallam bersabda: Amma badu: sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah
kitab Allah (Al Quran) dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Nabi Muhammad
shollallahualaihiwasallam, dan sejelek-jelek urusan ialah urusan yang diada-adakan, dan setiap
bidah ialah sesat. (Riwayat Muslim, 2/592, hadits no: 867).

2
:
: :

Dari sahabat Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahuanhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah
shollallahualaihiwasallam shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada
kami, lalu beliau memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air
mata berlinang, dan hati tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai
Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang
akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian
agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan senantiasa setia mendengar dan taat ( pada
pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak ethiopia, karena barang siapa yang
berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui banyak perselisihan. Maka
hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Ar rasyidin yang telah
mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan geraham
kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan yang diada-
adakan ialah bidah, dan setiap bidah ialah sesat. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud, 4/200,
hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim
1/37, hadits no: 4, dll).

Pada kedua hadits ini dan juga hadits-hadits lain yang serupa, ada dalil nyata dan jelas nan
tegas bahwa setiap urusan yang diada-adakan ialah bidah, dan setiap bidah ialah sesat.
Rasulullah shollallahualaihiwasallam dalam hadits ini bersabda: setiap bidah ialah
sesat, dalam ilmu ushul fiqih, metode ungkapan ini dikatagorikan kedalam metode-metode yang
menunjukkan akan keumuman, bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa metode ini adalah
metode paling kuat guna menunjukkan akan keumuman, dan tidak ada kata lain yang lebih kuat
dalam menunjukkan akan keumuman dibanding kata ini . [Baca Al Mustasyfa oleh Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghozali 3/220, dan Irsyadul Fuhul oleh Muhammad Ali
As Syaukani 1/430-432].

Muadz bin Jabal ataupun Ayyub tidak membedakan antara bidah hasanah dengan bidah
dhalalah, semuanya dikecam dan dikatakan sesat dan menjauhkan pelakunya dari Allah. Imam
Malik bin Anas menjelaskan, alasan mengapa setiap bidah itu adalah sesat, beliau berkata:

( :


( 3 ) )

Barang siapa pada zaman sekarang mengada-adakan pada ummat ini sesuatu yang tidak
diajarkan oleh pendahulunya (Nabi shollallahualaihiwasallam dan sahabatnya), berarti ia telah
beranggapan bahwa Rasulullah shollallahualaihiwasallam telah mengkhianati kerasulannya,
karena Allah Taala berfirman: Diharamkan bagimu bangkai, darah pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nimat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam menjadi agamamu. Maka barang siapa yang terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang (Al Maidah:
3) sehingga segala yang tidak menjadi ajaran agama kala itu (zaman Nabi
shollallahualaihiwasallam dan sahabatnya) maka hari ini juga tidak akan menjadi ajaran
agama. (Riwayat Ibnu Hazem dalam kitabnya Al Ihkam 6/225).

H. Bahaya Bidah

1. Anggapan baik terhadap bidah berarti menganggap Islam seolah-olah belum

sempurna
Syariat islam telah sempurna, sehingga tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman: Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu,
dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku ridhoi islam sebagai agamamu.( Qs.
Al-Maidah: 3) Dan Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam tidaklah wafat kecuali telah menjelaskan
seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan. Jika demuikian, maka maksud perkataan atau
perbuatan bidah dari pelakunya adalah bahwa agama ini seakan-akan belum sempurna, sehingga
perlu untuk dilengkapi, sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan
diri kepada Allah Subhanahu wa Taala belum terdapat di dalamnya.

Ibnu Majisyun berkata : Aku mendengar Imam malik berkata: Barang siapa yang membuat
bidah dalam islam dan melihatnya sebagai suatu kebaikan, maka Sesungguhnya dia telah
menuduh bahwa Nabi Muhammad rtelah berkhianat, karena Allah Subhanahu wa Taala telah
berfirman Dalam Al-quran , pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamu. Maka apa
yang pada hari itu tidak termasuk sebagai agama maka pada hari inipun bukan termasuk
Agama.( Asy-syatibi dalam Al-Itisam).

2. Amalan bidah tertolak (tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Taala )

Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda: Barang siapa yang membuat hal yang baru dalam
urusan agama kami ini sesuatu yang tidak ada didalamnya, maka ia tertolak. (Bukhari Muslim)

Sebagaimana maklum bahwa syarat di terimanya amalan adalah: ikhlas dan sesuai dengan
sunnah.

3. Bidahmengikuti hawa nafsu

Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah: para pelaku bidah adalah orang-orang
yang mengikuti hawa nafsu dan syubhat. Mereka mengikuti hawa nafsunya dalam sesuatu yang
di sukai dan di benci, mereka menetapkan hukum dengan prasangka dan syubhat. Mereka
mengikuti prasangka dan apa yang di inginkan nafsunya, padahal telah datang petunjuk dari
Tuhan Subhanahu wa Taala mereka. Jika seseorang menggunakan hawa nafsunya dalam
masalah agama maka sungguh dia adalah orang yang difirmankan Allah Subhanahu wa Taala :
Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak
mendapatkan petunjuk dari Allah. (Al-Qashash:50)Bidah lebih di cintai oleh iblis dari pada
perbuatan maksiat

4. Bidah melenyapkan Sunnah

Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu wa Anhu: Tidaklah datang
suatu tahun pada Manusia melainkan mereka membuat bidah dan mematikan sunnah, hingga
bentuk-bentuk bidah menjadi hidup dan sunnah menjadi mati.

Hasan bin Athiyyah : Tidaklah suatu kaum membuat bidah dalam agama mereka melainkan
Allah Subhanahu wa Taala akan mencabut dari mereka sunnah yang sepadan dengan nya,
kemudian tidak akan mengembalikan kepada mereka sampai hari kiamat. betapa indahnya yang
dikatakan oleh sahabat agung Ibnu masud Radhiallahu wa Anhu: Hendaklah kamu
menghindari apa yang baru di buat Manusia dari bentuk-bentuk bidah. Sebab agama tidak akan
hilang dari hati seketika. Tetapi syaithan membuat bidah baru untuknya, hingga iman keluar
dari hati, dan hampir-hampir Manusia meninggalkan apa yang telah di tetapkan Allah Subhanahu
wa Taala kepada mereka berupa shalat, puasa, halal dan haram, sementara mereka masih
berbicara tentang Tuhan Yang Mahamulia. Maka siapa yang mendapatkan masa itu hendaknya
dia lari. Ia di tanya, Wahai Abu Abdurrahman , kemana larinya ? ia menjawab. Tidak
kemana-mana. Lari dengan hati dan agamanya. Janganlah duduk besama-sama dengan ahli
bidah.(Al-Hajjah I/312 oleh Al-Ashbahani)

5. Bidah termasuk sikap ghuluw (melampaui batas syariat)

Imam Al-Bukhari berkata dalam kitab shahihnya, Kitab Al-Itisham bil kitab wa
sunnah: Bab: Apa yang dilarang tentang berlebih-lebihan, perselisihan di dalam ilmu, ghuluw di
dalam agama dan bidah-bidah, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala : Wahai Ahli
kitab janganlah kamu melampauibatas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakanterhadaap Allah kecuali yang benar. (An-Nisa:171)Bidah menyebabkan
perpecahan
Allah Subhanahu wa Taala berfirman: dan bahwa (yang kami peritahkan) ini adalah jalanku
yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan (subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.(Al-Anam 153)

Imam Asy-Syathibi berkata: sirhathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah jalan Allah yang dia
serukan, yaitu As-Sunnah. Sedangkan As-Subul (jalan-jalan lain) adalah jalan-jalan orang-orang
yang berselisih. Yang menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka adalah para ahli bidah(Al-
Itisham I/76 tahqiq Syaikh Salim Al-Hilali)

6. .Pelaku bidah semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Taala

Diriwayatkan dari Al-hasan bahwa dia berkata : shahibu (pelaku) bidah, tidaklah dia
menambah kesungguhan, puasa, dan shalat, kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa
Taala.

Dan dari Ayyub As-Sikhtiyani, dia berkata: tidaklah pelaku bidah menambah kesungguhan
kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa Taala . Pernyatan tersebut diisyaratkan
kebenarannya oleh sabda Rasulullah rtentang khawarij: satu kaum akan keluar di dalam ummat
ini yang kamu meremehkan shalat kamu di bandingkan dengan shalat mereka, mereka membaca
Al-Quran tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat dari agama sebagaimana
melesatnya anak panah dari sasarannya.(HR. Bukhari)

Asy-Syatibi berkata: pertama beliau (Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pent.)


menjelaskan tentang kesungguhan mereka, kemudian beliau menjelaskan tentang jaunya mereka
dari Allah Subhanahu wa Taala .(Al-Itisham I/156).

7.Menangguh dosa bidah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai hari

kiamat.

Dalam hal ini Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda : Barang siapa yang menyeru kepada
petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala yang mengikutinya, hal itu
tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada
kesesatan, maka dia mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi
dosa-dosa mereka sedikitpun.(HR. Muslim)

Sedangkan bidah merupakan kesesatan sebagaimana yang telah di katakan oleh Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam. Inginkah ahli bidah menanggung seluruh dosa orang-orang yang
mengiutinya sampai hari kiamat?! Tidakkah hadis Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam ini
menghentikan mereka!?.

8.Pelaku bidah akan di usir dari telaga Rasululah Shallallahu Alahi wa Sallam

pada hari kiamat

Rasululah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda: Sesung-guhnya aku mandahului dan menanti
kamu di telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya dia minum, dan barang siapa yang minum
niscaya dia tidak akan haus selama-lamanya. Sesungguhnya sekelompok orang akan
mendatangiku, aku mengenal mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku
dengan mereka, maka aku berkata: Sesungguhnya mereka dari pengikutku tetapi di jawab
Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan secara baru setelahmu.
Maka aku (Nabi Shallallahu Alahi wa Sallam) berkata: jauh ! jauh!! Bagi orang-orang yang
merubah agama setelahku. (HR. Bukhari -Muslim)> Pelaku bidah diancam dengan laknat
Allah

I. Cara Menghadapi Bidah

Menghadapai bidah yang menyesatkan ini, kita wajib melakukan sesutu untuk
menghentikannya. Cara efektif dalam menghadapi bidah adalah lewat bentuk-bentuk
pengingkaran/penolakan dengan hikmah (bijak), bashirah (ketajaman mata hati), dialog yang
sehat dan metode-metode lain yang tidak menimbulkan bidah yang lebih besar dari yang hendak
dihapuskan.

Metode efektif menghadapi bidah adalah metode yan dapat diukur tingkat pencapaiannya
dengan biaya yang paling ringan dan korban yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi
bidah tidak baku dan kaku, tetapi berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan waktu bidah
itu muncul.

Rasulullah saw telah memberikan teladan dalam menghadapi bidah dengan hikmah dan
bashirah agar tidak menimbulkan bidah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang
berbeda diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya dalam menghadapi
bidah di Makkah, di Madinah dan di Makkah seusai Fathu Makkah. Hal ini bisa kita lihat dari
sikap Nabi terhadap berhala yang ada di sekitar Kabah, antara sebelum hijrah dan sesudah fathu
Makkah. Dan adakah yang lebih bidah dibandingkan dengan berhala di sekeliling Kabah.

Selain itu hanya iman yang bisa mengatasi berbagai Bidah dan semua kemelut dalam kehidupan
ini,karena ilmu dan teknologi yang canggih sekalipun tidak berdaya menghadapi kepentingan
kepentingan duniawi.Kegelisahan,keraguan,kecurigaan hanya akan hilang oleh iman.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan
hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi
dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad SAW
menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan
tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui bahwa semua bidah
dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa
hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula
penggunaan istilah bidah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana
pandangan orang banyak.
2. Analisis tentang Bidah dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan tentang
agama islam bagi masyarakat.
3. Berkaitan dengan moral dan peran manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai
penyebab terjadinya Bidah yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang
baik dikalangan masyarakat.
4. Iman kita dapat dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang mendekati Bidah.
5. Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan untuk melenyapkan Bidah.

B. Saran

1. Setelah disadari bahwa Bidah kesalahan yang besar yang menyalahi hukum-hukum
Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah masyarakat mampu
meramu pendidikan agama Islam yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan
dalam agama islam.
2. Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat mencari tahu tentang
bidah yang diwajibkan dan diharamkan.
3. Masyarakat hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian sederhana yang
bertujuan untuk menemukan formula-formula baru bagi system pembelajaran agam
islam yang lebih inovatif untuk meningkatkan mutu pendidikan tentang agama islam
yang menambah dan memperkuat iman kita terhadap Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Asyur,Musthafa.1995.Amalan baru dalam pandangan iman as suyutr.Surabaya:Darul Hikmah.

Dr.Muhammad.2006Dzikir Berjamaah antara sunah dan bidah.Solo:Daru alhidayah an-Nabawi

Hasan,ali.2000.Membedah akar bidah.Jakarta Timur:Pustaka Al Kautsar.

Shobron Sudarno.2005.Studi Islam 3.Surakarta : LPD,UMS.

Zuhdi Najmuddin.M. dan Shobahiya Mahasri.2006.Ber-Islam.Surakarta : LPD,UMS.

Shobahiya Mahasri dan Rosyadi Imron.2005.Studi Islam 1.Surakarta : LPD,UMS.

http://www.geogle.com

http://majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-bidah-
dan-maksiat-dalam-agama&catid =18:shirathalmustaqim&Itemid=28

http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=439&bagian=0

http://abusalma.wordpress.com/ebooks

http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/8627070701-bid039ah-hukumnya-mubah-atau-wajib-
adakah.htm

http://datakristen.blogspot.com/

https://singgihcongol.wordpress.com/artikel-2/makalah-bidah/

Anda mungkin juga menyukai