Anda di halaman 1dari 38

2 BAB II

DASAR TEORI

2.1 Longsor Dan Jenisnya


Tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi, yaitu terjadinya
pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan tanah dalam jumlah
yang besar (Nandy, 2007). Pada prinsipnya, tanah longsor terjadi bila gaya
pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan
umumnya dipengaruhi oleh kekuatan kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong
dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah.
Ada 6 jenis tanah longsor, yaitu longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batuan, rayapan tanah dan aliran bahan rombakan.
Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia, sedangkan
longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan
rombakan. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis tanah longsor.
1. Longsoran Translasi
Longsoran Translasi adalah bergeraknya tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk merata atau menggelombang landai.

Gambar 2.1 Longsoran Translasi


Sumber : Nandy 2007

1
2. Longsoran Rotasi
Longsoran Rotasi adalah bergeraknya massa tanah pada bidang gelincir
berbentuk cekung.

Gambar 2.2 Longsoran Rotasi


Sumber : Nandy 2007

3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. *

Gambar 2.3 Pergerakan Blok


Sumber : Nandy 2007

2
4. Runtuhan Batuan
Runtuhan batuan terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
begerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng
yang terjal hingga menggantung terutama didaerah pantai.

Gambar 2.4 Runtuhan batuan


Sumber : Nandy 2007

5. Rayapan Tanah
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hamper
tidak dapt diduga.

Gambar 2.5 Rayapan Tanah


Sumber : Nandy 2007

3
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis materialnya.

Gambar 2.6 Aliran bahan rombakan


Sumber : Nandy 2007

2.2 Tekanan Tanah Lateral


Untuk merancang dinding penahan tanah diperlukan pengetahuan
*
mengenai tekanan tanah lateral. Besar dan distribusi tekanan tanah pada dinding
penahan tanah sangat bergantung pada regangan lateral tanah relatif terhadap
dinding. Dalam beberapa hal, hitungan tekanan tanah lateral ini didasarkan pada
kondisi regangannya. Jika analisis tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya
terjadi, dapat mengakibatkan kesalahan pada perancangan. Untuk itu, pengertian
tentang hubungan regangan lateral dengan tekanan tanah pada dinding sangat
dibutuhkan (Hardiyatmo, 2010).

2.2.1 Tekanan Tanah Saat Diam


Ditinjau pada suatu dinding penahan tanah dengan permukaan tanah
mendatar pada Gambar 2.7. Mula-mula dinding dan tanah urug di belakangnya
pada kondisi diam, sehingga tanah pada kedudukan ini masih dalam kondisi
elastis.

4
Gambar 2.7 Tekanan Tanah Diam

Pada posisi ini, tekanan tanah pada dinding akan berupa tekanan tanah
saat diam (earth pressure at rest) dan tekanan tanah lateral (horisontal) pada
dinding, pada kedalaman tertentu (z) dinyatakan oleh persamaan :
   .    . .
(2.1)
Keterangan :
 : koefisien tekanan tanah saat diam.
*

: berat volume tanah T .

Kedudukan tegangan di dalam tanah yang dinyatakan oleh lingkaran


Mohr saat tanah pada kondisi diam (disebut juga pada kondisi K0) ini diwakili
oleh lingkaran A. Perhatikan bahwa pada kedudukan Ko, lingkaran A tidak
menyinggung garis kegagalan OP (Gambar 2.8).

5
Gambar 2.8 Tekanan Tanah Diam Menurut Lingkaran Mohr
Sumber : Hardiyatmo 2010

2.2.2 Tekanan Tanah Aktif


Tekanan tanah aktif (active earth
* pressure) adalah Tekanan tanah lateral
minimum, yang mengakibatkan keruntuhan geser tanah akibat gerakan dinding
menjauhi tanah di belakangnya. Jika dinding penahan tanah bergeser menjauhi
tanah timbunannya (Gambar 2.9) dan jika gerakan ini diikuti oleh gerakan tanah
di belakang dinding, maka tekanan tanah lateral pada dinding akan berangsur-
angsur berkurang yang diikuti dengan berkembangnya tahanan geser tanah secara
penuh. Pada suatu saat gerakan dinding selanjutnya mengakibatkan terjadinya
keruntuhan geser tanah dan tekanan tanah pada dinding menjadi konstan pada
tekanan minimumnya.

6
Gambar 2.9 Teakanan Tanah Aktif

Kedudukan tegangan saat tanah pada kedudukan keseimbangan limit


aktif terjadi diwakili oleh lingkaran B yang menyinggung garis kegagalan OP
(Gambar 2.10). Jika tegangan vertikal  di titik tertentu di dalam tanah
dinyatakan oleh   .
, maka tekanan tanah lateral pada saat tanah runtuh
adalah:
   .    . .
*
(2.2)

Gambar 2.10 Tekanan Tanah Aktif Menurut Lingkaran Mohr


Sumber : Hardiyatmo 2010

7
Gambar 2.11 Orientasi Garis Keruntuhan Teori Rankine Pada Kedudukan Aktif
Sumber : Hardiyatmo, 2010

Dari pengamatan terhadap Gambar 2.11, dapat ditentukan bahwa:



   45   (2.3)


2.2.3 Tekanan Tanah Pasif


Tekanan tanah pasif (passive earth pressure) adalah tekanan tanah lateral
maksimum yang mengakibatkan keruntuhan geser tanah akibat gerakan dinding
menekan tanah urug. Jika tanah tertekan sebagai akibat dinding penahan
mendorong tanah (Gambar 2.12), maka gaya yang dibutuhkan untuk
*
menimbulkan kontraksi tanah secara lateral lebih besar daripada besarnya tekanan
tanah yang menekan ke dinding. Besarnya gaya ini bertambah dengan
bertambahnya regangan dalam tanah seiring dengan bergeraknya dinding, hingga
sampai suatu regangan tertentu, tanah mengalami keruntuhan geser akibat desakan
dinding penahan, saat mana gaya lateral tanah mencapai nilai yang konstan yaitu
pada nilai maksimumnya.

Gambar 2.12 Tekanan Tanah Pasif


Sumber : Hardiyatmo 2010

8
Kedudukan tegangan saat tanah pada kedudukan keseimbangan limit
pasif terjadi diwakili oleh lingkaran C yang menyinggung garis kegagalan OP
(Gambar 2.13). Jika tegangan vertikal  di titik tertentu di dalam tanah
dinyatakan oleh   .
, maka tekanan tanah lateral pada saat tanah runtuh
adalah:
   .    . .
(2.4)

Gambar 2.13 Tekanan Tanah Pasif Menurut Lingkaran Mohr


Sumber : Hardiyatmo 2010

Gambar 2.14 Orientasi Garis Keruntuhan Teori Rankine Pada Kedudukan Pasif
Sumber: Hardiyatmo 2011

Dari pengamatan terhadap Gambar 2.13, dapat ditentukan bahwa:



   45   (2.5)


9
2.3 Penulangan Tanah
Konsep perkuatan tanah atau tanah bertulang (reinforced earth) pertama
kali diperkenalkan oleh Vidal pada tahun 1969. Hingga saat ini, sistem
penulangan tanah banyak digunakan untuk pembangunan banyak tipe struktur,
seperti: dinding penahan tanah, pangkal jembatan, timbunan badan jalan, penahan
galian dan perbaikan stabilitas lereng alam. Penulangan tanah telah banyak
diaplikasikan dalam pembangunan tanggul, bendungan, fondasi rakit, bangunan-
bangunan pelengkap pelabuhan dan lain-lain (Hardiyatmo, 2010).
Keuntungan penggunaan struktur yang menggunakan sistem tanah
bertulang antara lain:
1. Fleksibel,
2. Tidak mempunyai resiko besar jika terjadi deformasi struktur;
3. Mudah dalam pelaksanaan pembangunan;
4. Lebih ekonomis jika dibandingkan dengan struktur konvensional.

2.3.1 Jenis-jenis Penulangan Tanah


Sistem penulangan tanah dibedakan menurut jenis tulangan yang akan
*
digunakan untuk memperkuat tanah. Jenis-jenis tulangan yang digunakan antara
lain:
1. Tulangan lajur (strip reinforcement).
Pada sistem tulangan lajur (strip reinforcement), suatu material komposit
yang terbentuk diperoleh dengan menempatkan lajur-lajur tulangan metal pada
posisi horisontal diantara lapisan-lapisan tanah urug yang dipadatkan (Gambar
2.15). Permukaan tulangan metal kadang-kadang dibuat kasar untuk menambah
tahanan gesek. Elemen-elemen penutup dinding depan yang diikatkan dengan
tulangan umumnya dibuat dari beton pracetak atau metal.

10
Gambar 2.15 Dinding Tanah Bertulang Dengan Tulangan Lajur
Sumber : Hardiyatmo 2010

2. Tulangan grid (grid reinforcement).


Sistem tulangan grid (grid reinforcement) terdiri dari rakit batang-batang
metal atau polimer yang terdiri atas lembaran yang berlubang-lubang dalam
bentuk empat persegi panjang yang diletakkan dalam posisi horisontal. Skema
dari tulangan grid dapat dilihat pada Gambar 2.16.
*

Gambar 2.16 Dinding Tanah Bertulang Dengan Tulangan Grid


Sumber : Hardiyatmo 2010

3. Tulangan lembaran (grid reinforcement).


Tulangan-tulangan yang berbentuk lembaran umumnya berupa bahan
geotekstil. Tulangan yang terdiri dari lembaran-lembaran geotekstil diletakkan
diantara lapisan-lapisan tanah urug yang keduanya membentuk material komposit.
Pada sistem penulangan ini, transfer tegangan antara tanah dan lembaran-
lembaran geotekstil terutama dari gesekan antara kedua material tersebut.

11
Gambar 2.17 Dinding Tanah Bertulang Dengan Tulangan Lembaran
Sumber : Hardiyatmo, 2010

4. Tulangan batang (rod reinforcement) dengan angker.


Pada sistem tulangan angker, tulangan-tulangan dari baja dibengkok pada
ujungnya membentuk angker (Gambar 2.18). Transfer tegangan dari tanah ke
tulangan, terutama, melalui tahanan tanah pasif dan angker. Namun demikian,
terdapat pula pengaruh tahanan gesek di sepanjang batang silindemya. Elemen-
elemen penutup dinding bagian depan biasanya dibuat dari beton yang diikatkan
pada tulangan- tulangan.
*

Gambar 2.18 Dinding Tanah Bertulang Sistem Angker


Sumber : Hardiyatmo 2010

12
2.4 Geosintetik
Istilah geosintetik terdiri dari dua bagian, yaitu geo yang berhubungan
dengan tanah dan sintetik yang berarti bahan buatan manusia. Berbagai jenis
geosintetik telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1980an. Bahan dasar
geosintetik merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak
bumi (Suryolelono, 1988) dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-
senyawa kimia, pelapukan, keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme.
Polimer utama yang digunakan untuk pembuatan geosintetik adalah Polyester
(PS), Polyamide (PM), Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE). Jadi istilah
geosintetik secara umum didefinisikan sebagai bahan polimer yang
diaplikasikan di tanah (Departemen P. U., 2009).
Teknologi Geosinteik telah berkembang menjadi salah satu pionir
dalam hal perkuatan tanah maupun timbunan di belakang dinding penahan.
Karena dalam prateknya, dinding penahan tanah banyak mengalami kegagalan
seperti rendahnya daya dukung tanah dasar, penurunan yang terlalu besar
dalam jangka waktu lama, kelongsoran dan gelincir serta sampai permasalahan
akibat air tanah pada timbunan di belakang
* dinding. Material geosintetik telah
banyak digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Salah satu
kelebihannya adalah sifatnya yang fleksibel sehingga memberikan ketahanan
yang cukup terhadap beban-beban yang ditanggungnya.

2.4.1 Klasifikasi Geosintetik


Geosintetik adalah suatu produk berbentuk lembaran yang terbuat dari
bahan polimer lentur yang digunakan dengan tanah, batuan, atau material
geoteknik lainnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu pekerjaan,
struktur atau sistem (ASTM D 4439).
Untuk mempermudah pemahaman tentang jenis geosintetik, Gambar
2.19. memperlihatkan pengelompokkan geosintetik yang dimulai dengan
pengelompokkan berdasarkan bentuk fisik, sifat kelulusan air dan proses
pembuatannya; sedangkan klasifikasi tersebut diterangkan secara ringkas seperti
pada Gambar 2.20.

13
Gambar 2.19 Contoh-contoh geosintetik
Sumber : (Geotextile Geomembrane Geogrid Center)
*

Gambar 2.20 Klasifikasi geosintetik


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

14
2.4.1.1 Geosintetik Berbentuk Tekstil
Berdasarkan sifat kelulusan air (permeabilitas), geosintetik berbentuk
tekstil dapat dibagi menjadi kedap air dan lolos air. Geotekstil adalah jenis
geosintetik yang lolos air yang berasal dari bahan tekstil. Geomembran dan
Geosynthetic Clay Liner (GCL) merupakan jenis geosintetik kedap air yang biasa
digunakan sebagai penghalang zat cair. Geotekstil kemudian dikelompokkan
berdasarkan proses pembuatannya. Jenis geotekstil yang utama adalah teranyam
(woven), tak-teranyam (non-woven) dan rajutan (knitted).

a. Tak Teranyam

b. Teranyam

c. Rajutan
Gambar 2.21 Geotekstil lulus air
Sumber : (Departemen P. U., 2009)

15
2.4.1.2 Geosintetik Berbentuk Jaring
Geosintetik berbentuk jaring (web) yang terdiri dari geosintetik dengan
jaring rapat dan jaring terbuka. Net dan matras merupakan salah satu jenis
geosintetik berbentuk jaring rapat. Geogrid merupakan suatu contoh dari jenis
geosintetik yang berbentuk jaring (web) terbuka. Fungsi geogrid yang utama
adalah sebagai perkuatan. Geogrid dibentuk oleh suatu jaring teratur dengan
elemen-elemen tarik dan mempunyai bukaan berukuran tertentu sehingga saling
mengunci (interlock) dengan bahan pengisi di sekelilingnya. Gambar 2.22 dan
Gambar 2.24 secara berturut-turut memperlihatkan contoh geotekstil kedap air,
dan geogrid.

a. Geomembran

b. Geosynthetic Clay Liner


Gambar 2.22 Geotekstil Kedap Air

16
Gambar 2.23 Geogrid

2.4.2 Fungsi Geosintetik


Geosintetik memiliki lima fungsi yaitu sabagai separator, perkuatan,
penyaring, drainase dan penahan.
1. Separator, yaitu pemisah material. Sebagai contoh, bahan ini digunakan
untuk mencegah bercampurnya lapis pondasi jalan dengan tanah dasar
yang lunak sehingga integritas dan tebal rencana struktur jalan dapat
dipertahankan. Bahan geosintetik digunakan di antara dua material tanah
yang tidak sejenis untuk mencegah terjadi.

Gambar 2.24 Separator


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

17
2. Perkuatan, yaitu sifat tarik bahan geosintetik dimanfaatkan untuk
menahan tegangan atau deformasi pada struktur tanah. Untuk fungsi ini,
geosintetik banyak digunakan untuk perkuatan timbunan di atas tanah
lunak, perkuatan lereng dan dinding tanah yang distabilisasi secara
mekanis (mechanically stabilized earth wall, MSEW).

Gambar 2.25 Perkuatan


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

3. Penyaring (filter), yaitu bahan geosintetik digunakan untuk mengalirkan


air ke dalam sistem drainase dan mencegah terjadinya migrasi partikel
tanah melalui filter.

Gambar 2.26 Penyaring


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

18
4. Drainase, yaitu bahan geosintetik digunakan untuk mengalirkan air dari
dalam tanah.

Gambar 2.27 Drainase


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

5. Penahan, yaitu bahan geosintetik digunakan untuk mencegah


perpindahan zat cair atau gas. Sebagai contoh, geomembran pada
kolam penampung limbah berfungsi untuk mencegah pencemaran
limbah cair pada tanah.

Gambar 2.28 Penahan


Sumber : (Departemen P. U., 2009)

19
2.4.3 Pemilihan Jenis Geosintetik
Tabel 2.1 memperlihatkan fungsi utama atau fungsi primer yang dapat
diperoleh dari setiap jenis geosintetik. Akan tetapi, pada beberapa kasus
geosintetik dapat juga memberikan fungsi sekunder atau bahkan fungsi tersier.
Sebagai contoh, geosintetik untuk perkuatan timbunan di atas tanah lunak fungsi
primernya adalah perkuatan, tetapi juga mempunyai fungsi sekunder sebagai
separator dan fungsi tersier sebagai filter.

Table 2.1 Identifikasi Fungsi Geosintetik

Sumber : (Koerner, 2005)

Pemilihan geosintetik dipengaruhi beberapa faktor seperti spesifikasi,


durabilitas, ketersediaan bahan, biaya dan konstruksi. Durabilitas dan sifat-sifat
geosintetik lainnya termasuk biaya tergantung dari jenis polimer yang digunakan
sebagai bahan mentah geosintetik. Tabel 2.2 memperlihatkan sifat umum
beberapa jenis polimer yang sering digunakan dan Tabel 2.3 memperlihatkan
nilai-nilai sifat geosintetik berdasarkan proses pembuatannya geosintetik . Kedua
tabel tersebut dapat membantu memilih jenis geosintetik.
Perlu dipahami bahwa faktor lingkungan dan kondisi lapangan juga
menentukan geosintetik yang akan dipilih. Kadang-kadang, beberapa jenis
geosintetik memenuhi persyaratan yang diinginkan. Dalam kasus ini, geosintetik
harus dipilih berdasarkan nilai ekonomis (rasio biaya-manfaat), termasuk
pengalaman lapangan. Sifat-sifat geosintetik dapat berubah seperti akibat penuaan
(ageing), kerusakan mekanis (terutama saat pemasangan di lapangan), rangkak,

20
hidrolisis atau reaksi dengan air, serangan biologi dan kimia, paparan sinar
matahari dan sebagainya.

Tabel 2.2 Nilai Umum Sifat Polimer

Sumber : (Departemen P. U., 2009)

21
Tabel 2.3 Rentang Umum Sifat-sifat Geosintetik

Sumber : (Departemen P. U., 2009)

Tabel 2.4 memperlihatkan sifat-sifat utama yang perlu diperhatikan


sehubungan dengan fungsi yang direncanakan. Perlu diperhatikan bahwa data
interaksi tanah dengan geosintetik diperlukan untuk perkuatan dan separator. Data
interaksi tersebut dibutuhkan suatu kasus dimana dapat terjadi perbedaan
pergerakan antara geosintetik dan material di sekitarnya yang dapat
membahayakan struktur. Data rangkak tarik juga dibutuhkan untuk memberikan
indikasi durabilitas geosintetik terhadap beban konstan dalam jangka panjang jika
kita menggunakan geosintetik sebagai perkuatan. Data kuat tusuk diperlukan
untuk filter dan separator jika kondisi lapangan dapat mengakibatkan tertusuknya
geosintetik.

22
Tabel 2.4 Sifat Penting Geosintetik Sesuai Fungsinya

Sumber : (Departemen P. U., 2009)

2.5 Geotekstil

Geotekstil adalah suatu material geosintetik yang berbentuk seperti


karpet atau kain. Umumnya material geotekstil terbuat dari bahan polimer
polyester (PET) atau polypropylene (PP). Geotekstil adalah material yang bersifat
permeable (tidak kedap air) dan memiliki fungsi yang bervariasi diantaranya
sebagai lapisan penyaring, lapisan pemisah, lapisan perkuatan, lapisan pelindung,
dan digunakan dalam perencanaan drainase.
Geoteksil dibedakan menjadi dua jenis yaitu woven dan non-woven.
Perbedaan dari kedua jenis geotekstil adalah pada cara pembuatannya. Geotekstil
woven dibuat dengan cara dianyam sedangkan geotekstil non-woven tidak
dianyam sehingga tekstur dari geotekstil woven terlihat lebih teratur dibandingkan
dengan geotekstil nonwoven.
Dalam penggunaannya, geotekstil memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Kenyataan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini.

23
Table 2.5 Kelebihan dan kekurangan geotekstil

Kelebihan Kekurangan
Kekuatan tarik tinggi, Tidak tahan terhadap paparan
Aplikasi cepat dan mudah, sinar matahari,
Memungkinkan penggunaan Mudah rusak, terutama akibat
material sekitar, tusukan benda tajam,
Dapat dibangun lebih tinggi dan Peka terhadap naik turunnya
tegak, temperatur udara,
Tambahan PVC sebagai pelindung Mudah memuai sehingga dapat
terhadap ultraviolet, mengurangi kuat tarik,
Lebih murah dibandingkan beton, Mudah mengalami penurunan
Struktur fleksibel dan tahan tingkat kemampuan penahan
terhadap gaya gempa, gaya tarik, khususnya pada

Tidak beresiko terhadap deformasi geotekstil tanpa PVC

struktur,
Tipe elemen penutup lapisan luar

dinding penahan dapat
dimodifikasi.
Biasanya perbaikan tanah dengan
perkuatan dilakukan secara
horisontal artinya digelar karena
lebih mudah pelaksanaannya
ketimbang arah tegak vertikal.
Perkuatan horizontal dapat
menerima beban tekan dari
permukaan atau tarik dari arah
horizontal. Sedangkan perbaikan
tanah arah vertikal lebih utama
menerima beban vertikal dari
permukaannya tanpa mampu
menerima beban horizontal.
Sumber : (Departemen P. U., 2009)

24
2.6 Perancangan perkuatan Tanah Dengan Geotekstil
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menciptakan desain sebuah dinding penahan tanah jenis MSE dengan
perkuatan geosintetik. Metode tersebut yaitu metode Rankine (Single
Wedge). Metode Rankine hanya berlaku untuk kemiringan tanah 90.
Panjang overlap geosintetik dapat divariasikan seperti ditunjukkan oleh
gambar berikut ini:

Gambar 2.29 Konsep Desain Rankine

Keterangan gambar:
H : tinggi dinding penahan tanah
Sv : spasi antar lapisan perkuatan
LR : panjang nonacting
Lo : panjang overlap
LE : panjang penjangkaran
L : panjang penjangkaran + panjang nonacting
z : kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan tanah
 : sudut geser tanah

Gaya-gaya yang bekerja diantaranya adalah tekanan horizontal tanah


 dan  , koefisien tekanan aktif tanah (Ka), beban hidup (P), beban mati
tambahan (q), dan beban tanah sendiri (Q). Adapun arah gaya ditunjukkan oleh
gambar di berikut ini:

25
Gambar 2.30 Arah-arah Gaya Yang Bekerja

Keterangan gambar:
Pa : total tekanan tanah aktif
 : tekanan lateral tanah pada kedalaman tertentu
Ka : koefisien tekanan tanah aktif
P : beban terpusat

q : beban merata
Q : gaya karena beban tanah sendiri yang runtuh
x : jarak horizontal beban dari dinding penahan tanah
R : jarak radial dari titik beban pada dinding penahan tanah dimana
tekanan
dihitung
! : sudut geser tanah

: berat jenis tanah
c : kohesi tanah
" : sudut friksi antara tanah dengan geosintetik

Berikut ini adalah alur metode perancangan geosintetik pada


dinding penahan tanah menurut metode Rankine:

26
2.6.1 Menghitung Tegangan Izin (Tall)

1
Tall = Tult (2.6)
FS ID FS CR FS CD FS BD
Dimana :
Tult : tegangan tarik batas geosintetik
FSID : faktor parsial kerusakan instalasi saat konstruksi
FSCR : faktor parsial akibat rangkak (creep)
FSCD : faktor parsial akibat degradasi kimia
FSBD : faktor parsial akibat degradasi biologi

Table 2.6 Variasi faktor parsial pada tipe-tipe aplikasi


Variasi Faktor Parsial
Tipe Area Aplikasi Kerusakan Degradasi Degradasi
Rangkak
Instalasi Kimia Biologi
Separation 1,1 - 2,5 1,5 - 2,5 1,0 - 1,5 1,0 - 1,2
Cushioning 1,1 - 2,0 1,2 - 1,5 1,0 - 2,0 1,0 - 1,2
Unpaved roads 1,1 - 2,0 1,5 - 2,5 1,0 - 1,5 1,0 - 1,2
Walls 1,1 - 2,0 2,0 - 4,0 1,0 - 1,5 1,0 - 1,3
Enbankment 1,1 - 2,0 2,0 - 3,5 1,0 - 1,5 1,0 - 1,3
Bearing capacity 1,1 - 2,0 2,0 - 4,0 1,0 - 1,5 1,0 - 1,3
Slope stabilization 1,1 - 1,5 2,0 - 3,0 1,0 - 1,5 1,0 - 1,3
Pavement overlays 1,1 - 1,5 1,0 - 2,0 1,0 - 1,5 1,0 - 1,1
Railroads 1,5 - 3,0 1,0 - 1,5 1,0 - 2,0 1,0 - 1,2
Flexible forms 1,1 - 1,5 1,5 - 3,0 1,0 - 1,5 1,0 - 1,1
Silt fences 1,1 - 1,5 1,5 - 2,5 1,0 - 1,5 1,0 - 1,1
Sumber : (Koerner, 2005)

27
Menghitung Tegangan Lateral Tanah ( h' )

Gambar 2.31 Konsep Dan Teori Tekanan Tanah Untuk Desain


Geotekstil
Sumber
: (Koerner, 2005)

hs' = K a z (2.7)
Dimana :

hs' : tekanan lateral karena beban tanah sendiri # 


Ka : tan 2 45 , koefisien tekanan tanah aktif
2
z : kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan tanah (m)

: berat volume tanah #  



hq' = Ka q (2.8)

Dimana :

hq' : tekanan lateral karena beban luar # 

q : beban merata pada permukaan; dimana besarnya D

jika merupakan tanah timbunan # 

28
D : ketinggian timbunan $%

x2 z
hl' = P (2.9)
R5
Dimana :

hl' : tekanan lateral akibat beban hidup atau terpusat # 

P : beban hidup atau terpusat (kN)


x : jarak horizontal beban dari dinding penahan tanah (m)
R : jarak radial dari titik beban pada dinding penahan tanah
dimana tekanan dihitung
h' = hs + hq + hl (2.10)

Dimana :
h' : tekanan lateral tanah pada kedalaman tertentu akibat berat

tanah sendiri dan beban luar # 

Menghitung Spasi Antar Lapisan Geosintetik (Sv)


Tall
Sv = (2.11)
. FS
'
h

Dimana :
Sv : spasi antar lapisan geometrik (m)
Tall : tegangan izin

h' : tekanan lateral tanah pada kedalaman tertentu # 

FS : faktor keamanan (1,3 1,5)

Menghitung Panjang Penjangkaran Ditambah Panjang


Nonacting (L)
L = LE + LR (2.13)

Dimana :
LE : embedment length / panjang penjangkaran
LR : nonacting lengths / panjang nonacting

29

LR = ( H z ) tan 45 (2.14)
2
Dimana :
H : tinggi dinding penahan tanah (m)
z : kedalaman titik yang ditinjau dari permukaan tanah (m)
: sudut geser tanah

S v h FS
LE = (2.15)
2(c a + .z tan )
Dimana :
Sv : Spasi Antar lapisan geotekstil (m)

h : total tekanan lateral tanah pada kedalaman tertentu # 

FS : faktor keamanan (1,3 1,5)


ca : adhesi tanah antara tanah dengan geotekstil (0,80.c)

: berat volume tanah # 


: sudut friksi antara tanah dengan geosintetik (2/3)

Menghitung Panjang Overlap (Lo)


S v . h' .FS
Lo =
4(c a + .z tan )
(2.16)

Dimana :
Sv : spasi antar lapisan geosintetik (m)

h' : tekanan lateral tanah pada kedalaman tertentu # 

FS : faktor keamanan (1,3 1,5)


ca : adhesi tanah antara tanah dengan geotekstil (0,80.c)

: berat volume tanah # 

: sudut friksi antara tanah dengan geosintetik

30
Menghitung Tekanan Aktif Tanah (Pa)

Gambar 2.32 Diagram tekanan tanah aktif


Sumber : (Koerner, 2005)

(  0,5 .
.  . + (2.17)
,   . -. + (2.18)
.  /  + 0 (2.19)
  (  ,  . (2.20)
Dimana :

Pa : tekanan aktif tanah #

: berat volume tanah # 

H : tinggi dinding penahan tanah (m)



Ka : koefisien tekanan aktif tanah, K a = tan 2 (45 )
2

31
2.7 Kontrol Stabilitas Eksternal

2.7.1 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Geser


Kuat geser material timbunan dan tanah pondasi harus cukup lebih
besar untuk menahan tegangan horisontal akibat beban hidup yang dikenakan
pada massa tanah bertulang. Faktor keamanan untuk dinding penahan agar
dapat menahan kegagalan geser biasanya diambil sebesar 1.5 bagi sebagian
besar perancang dinding penahan tanah. Untuk permukaan dinding vertikal,
faktor aman terhadap pergeseran dinyatakan oleh persamaan :
FK geser 1,5 (2.21)

(c a L) + (w tan )
FK geser = > 1,5 (2.22)
Pa cos

Dimana :

ca : adhesi tanah antara tanah dengan geotekstil (0,80.c) # 

L : panjang penjangkaran + panjang nonacting



w : gaya karena beban tanah sendiri ( w = L H )

: berat volume tanah # 

Pa : tekanan yang menyebabkan gaya geser #

: sudut geser

2.7.2 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Guling


Para engineer desain biasanya akan memakai FS setidaknya sebesar
2.0 untuk kegagalan guling dinding penahan bertulang. Jumlah momen
penahan (Resisting Moment) dibagi dengan jumlah momen penyebab guling
(Driving Moment), nilainya harus lebih besar dari FS.

Faktor keamanan terhadap guling :

( w..x)
FS guling = >2 (2.23)
Pa cos . y

32
Dimana :
w :gaya karena beban tanah sendiri ( w = L H )
H : tinggi dinding penahan tanah (m)

: berat volume tanah # 

ar : 0,5 L

Pa : tekanan yang menyebabkan gaya geser #

y : jarak titik berat gaya tanah bekerja mendorong tanah


dari tanah dasar (m)
Karena sifat struktur dinding penahan bertulang yang fleksibel,
kegagalan struktur akibat guling jarang terjadi.

2.7.3 Faktor Keamanan Terhadap Kegagalan Daya Dukung Tanah


Dasar
Daya dukung tanah dasar harus diperiksa untuk memastikan apakah
beban vertikal yang bekerja akibat berat dinding dan surcharge tidak berlebihan.
Faktor Keamanan (FS) yang biasanya
dipakai untuk tipe kegagalan ini adalah 2.0.
Faktor Keamanan ini lebih rendah dari yang dipakai untuk dinding penahan
konvensional karena sifat fleksibel yang dimiliki oleh dinding penahan
bertulang dan kemampuannya untuk berfungsi maksimal bahkan setelah
menerima differential settlement (penurunan tak seragam) yang cukup besar.
Nilai-nilai faktor daya dukung pondasi dari usulan-usulan Meyerhoff
(1963), Brinch Hansen (1961) dan Vesic (1973) dituliskan dalam tabel berikut :

Table 2.7 Faktor-faktor daya dukung Meyerhoff (1963), Brinch Hansen (1961),
dan Vesic (1973)
Meyerhoff (1963) Hansen (1961) Vesic (1973)
()
Nc Nq N Nc Nq N Nc Nq N
0 5.14 1 0 5.14 1 0 5.14 1 0
1 5.38 1.09 0 5.38 1.09 0 5.38 1.09 0.07
2 5.63 1.2 0.01 5.63 1.2 0.01 5.63 1.2 0.15
3 5.9 1.31 0.02 5.9 1.31 0.02 5.9 1.31 0.24
4 6.19 1.43 0.04 6.19 1.43 0.05 6.19 1.43 0.34
5 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.07 6.49 1.57 0.45
6 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.11 6.81 1.72 0.57

33
7 7.16 1.88 0.15 7.16 1.88 0.16 7.16 1.88 0.71
8 7.53 2.06 0.21 7.53 2.06 0.22 7.53 2.06 0.86
9 7.92 2.25 0.28 7.92 2.25 0.3 7.92 2.25 1.03
10 8.34 2.47 0.37 8.34 2.47 0.39 8.34 2.47 1.22
11 8.8 2.71 0.47 8.8 2.71 0.5 8.8 2.71 1.44
12 9.28 2.97 0.6 9.28 2.97 0.63 9.28 2.97 1.69
13 9.81 3.26 0.74 9.81 3.26 0.78 9.81 3.26 1.97
14 10.37 3.59 0.92 10.37 3.59 0.97 10.37 3.59 2.29
15 10.98 3.94 1.13 10.98 3.94 1.18 10.98 3.94 2.65
16 11.63 4.34 1.37 11.63 4.34 1.43 11.63 4.34 3.06
17 12.34 4.77 1.66 12.34 4.77 1.73 12.34 4.77 3.53
18 13.1 5.26 2 13.1 5.26 2.08 13.1 5.26 4.07
19 13.93 5.8 2.4 13.93 5.8 2.48 13.93 5.8 4.68
20 14.83 6.4 2.87 14.83 6.4 2.95 14.83 6.4 5.39
21 15.81 7.07 3.42 15.81 7.07 3.5 15.81 7.07 6.2
22 16.88 7.82 4.07 16.88 7.82 4.13 16.88 7.82 7.13
23 18.05 8.66 4.82 18.05 8.66 4.88 18.05 8.66 8.2
24 19.32 9.6 5.72 19.32 9.6 5.75 19.32 9.6 9.44
25 20.72 10.66 6.77 20.72 10.66 6.76 20.72 10.66 10.88
26 22.25 11.85 8 22.25 11.85 7.94 22.25 11.85 12.54
27 23.94 13.2 9.46 23.94 13.2 9.32 23.94 13.2 14.47
28 25.8 14.72 11.19 25.8 14.72 10.94 25.8 14.72 16.72
29 27.86 16.44 13.24 27.86 16.44 12.84 27.86 16.44 19.34
30 30.14 18.4 15.67 30.14 18.4 15.07 30.14 18.4 22.4
31 32.67 20.63 18.56 32.67 20.63 17.69 32.67 20.63 25.99
32 35.49 23.18 22.02 35.49 23.18 20.79 35.49 23.18 30.21
33 38.34 26.09 26.17 38.34 26.09 24.44 38.34 26.09 35.19
34 42.16 29.44 31.15 42.16 29.44 28.77 42.16 29.44 41.06
35 42.12 33.3 37.15 42.12 33.3 33.92 42.12 33.3 48.03
36 50.59 37.75 44.43 50.59 37.75 40.05 50.59 37.75 56.31
37 55.63 42.92 53.27 55.63 42.92 47.38 55.63 42.92 66.19
38 61.35 48.93 64.07 61.35 48.93 56.17 61.35 48.93 78.02
39 67.87 55.96 77.33 67.87 55.96 66.76 67.87 55.96 92.25
40 75.31 64.2 93.69 75.31 64.2 79.54 75.31 64.2 109.41
41 83.86 73.9 113.99 83.86 73.9 95.05 83.86 73.9 130.21
42 93.71 85.37 139.32 93.71 85.37 113.96 93.71 85.37 155.54
43 105.11 99.01 171.14 105.11 99.01 137.1 105.11 99.01 186.53
44 118.37 115.31 211.41 118.37 115.31 165.58 118.37 115.31 224.63
45 133.87 134.87 262.74 133.87 134.87 200.81 133.87 134.87 271.75
46 152.1 158.5 328.73 152.1 158.5 244.65 152.1 158.5 330.34
47 173.64 187.21 414.33 173.64 187.21 299.52 173.64 187.21 403.65
48 199.26 222.3 526.45 199.26 222.3 368.67 199.26 222.3 496
49 229.92 265.5 674.92 229.92 265.5 456.4 229.92 265.5 613.14

34
50 266.88 319.06 873.86 266.88 319.06 568.57 266.88 319.06 762.86
Sumber : (Koerner, 2005)
=>?4
2345657 896:5;<  AB (2.24)
=5@4

Dimana :
q ult :daya dukung tanah ( qult = c.N c + q.N q + 0,5. .B.N )

q : berat tanah
c : kohesi tanah
: berat volume tanah
B : lebar dasar pondasi yang kontak dengan tanah
Nc : koefisien daya dukung untuk kohesi
Nq : koefisien daya dukung untuk berat tanah (beban)
N : koefisien daya dukung untuk berat volume tanah
Daya dukung ultimit tanah dasar dapat dihitung dengan menggunakan
Metode Vesic. Vesic menyarankan penggunaan faktor-faktor kapasitas daya
dukung yang diperoleh dari beberapa peneliti yang telah dirangkum sesuai

dengan prinsip superposisi. Diperoleh persamaan daya dukung ultimate untuk
pondasi memanjang:
qu = cN c + p0 N q + 0,5 BN (2.25)

2.8 Stabilitas Internal


Massa tanah bertulang dibagi menjadi dua daerah, zona aktif dan zona
penahan. Zona aktif berada tepat di belakang muka dinding. Pada daerah ini,
tanah cenderung bergerak menjauh dari tanah di belakangnya. Tegangan yang
berasal dari gerakan ini diarahkan keluar dari dinding dan harus ditahan oleh
perkuatan. Gaya-gaya pada perkuatan dipindahkan ke zona penahan dimana
tegangan geser tanah dikerahkan di arah yang berlawanan untuk mencegah
tercabutnya perkuatan. Gambar 2.43 menunjukkan dua daerah yang berbeda.
Perkuatan menahan dua daerah yang berbeda ini bersama-sama sehingga
membentuk massa tanah yang menyatu.

35
Stabilitas internal adalah stabilitas massa tanah bertulang pembentuk
dinding penahan tanah bertulang terhadap pengaruh gaya-gaya yang
bekerja. Analisis stabilitas internal struktur tanah bertulang meliputi resiko-
resiko sebagai berikut : putusnya perkuatan dan tercabutnya perkuatan dari zona
penahan.

Gambar 2.33 Zona Aktif Dan Zona Penahan Dinding


Penahan

2.8.1 Faktor Keamanan Terhadap Putusnya Perkuatan


Perkuatan-perkuatan tidak boleh putus saat menahan tegangan-
tegangan yang dipindahkan oleh tanah ke perkuatan tersebut. Biasanya, faktor
keamanan terhadap putusnya perkuatan diambil sebesar 3.0. Faktor keamanan
terhadap putusnya perkuatan (FKos) dinyatakan dalam persamaan berikut :
Tall
FK OS = > 3,0 (2.26)
T pendorong i

Tmax i = h' S v (2.27)

Dimana :
Tall : tegangan yang dimiliki tiap geotekstil
Tpendorong i : tegangan tarik maksimum pada tiap geotekstil

36
hi : tekanan lateral pada kedalaman tertentu
Sv : spasi pemasangan geotekstil
2.8.2 Faktor Keamanan Terhadap Tercabutnya Perkuatan
Perkuatan-perkuatan harus cukup panjang, sehingga tanah pada zona
aktif yang akan longsor dapat ditahan oleh tahanan geser perkuatan yang
berada pada zona penahan. Gaya tahan perkuatan maksimum per meter lebar
yang dapat dihasilkan dari geser antara tanah dan perkuatan adalah:
T penahan i
FK PO = (2.28)
T pendorong i

T penahan i = 2 L E h' tan (2.29)

Dimana :
Tpenahan i : tegangan penahan yang mencegah geotekstil tercabut dari
tanah yang menjepitnya
Tpendorong i : tegangan tarik maksimum pada tiap geotekstil
LE : panjang penjangkaran
h'
: tekanan lateral pada kedalaman tertentu

: sudut friski antara tanah dengan geotekstil

37
38

Anda mungkin juga menyukai