Anda di halaman 1dari 11

Balon kateter / Foley Catheter merupakan pilihan lain disamping pemberian

prostaglandin untuk mematangkan serviks pada induksi persalinan. Hal yang harus
diperhatikan adalah tidak boleh memasang balon kateter pada ibu dengan perdarahan.
ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, atau adanya infeksi vagina maupun
infeksi saluran kemih (ISK)

Persiapan Alat untuk Memasang Balon Kateter.


Sarung tangan DTT
Balon kateter ukuran 16-20 CH
Venster klem/Klem Panjang/forceps
Spuit steril yang berisi Aqua Bidestilata10 ml

Cara melakukan induksi persalinan adalah:


Lakukan vulva hygiene
Masukan speculum DTT kedalam vagina, pastikan ukurannya tepat sesuai
dengan berat badan ibu
Masukan balon kateter secara perlahan-lahan kedalam serviks ibu dengan
menggunakan forceps DTT atau klem panjang atau venster klem. Pastikan
ujung balon kateter telah melewati ostium uteri internum (OUI)
Gembungkan balon kateter dengan memasukan cairan sebanyak 10 steril
(aqua bidestilata) sebanyak 10 ml-30ml.
Gulung sisa kateter dan masukan ke dalam vagina, atau dapat juga diplester
pada paha ibu bagian dalam
Diamkan selama 12 jam sambil diobservasi hingga timbul kontraksi uterus
atau maksimal pemasangan 12 jam
Kemudian balon ditarik melawan ostium uterus interna. Untuk menambah
daya traksi, tekanan dapat diberikan dengan menambah beban (seperti 1L
cairan infus) di ujung tali yang terikat dengan kateter dan beban digantung
bebas.
Gaya gravitasi akan menarik balon kateter yang sedang mengembang,
melewati ostium uterus interna dan eksterna. Selain itu, kateter juga dapat
difiksasi di paha bagian dalam.
Kempiskan balon kateter sebelum kateter dikeluarkan
Jika sudah ada pembukaan lebih besar dari balon yang dibuat, kateter akan
keluar dengan sendirinya.

Jangan lakukan pemasangan kateter Foley jika terdapat riwayat perdarahan


atau infeksi pada vagina.

2. Bishop score adalah suatu cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya
terhadap suatu induksi persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks bishop score
rendah artinya serviks belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih
tinggi dibanding servik yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah :

a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang terenggang.


Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting
dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.

b) Pendataran (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada di leher rahim.

c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin kepala


dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh
di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm) sebagai tonjolan tulang.

d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim perempuan


biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon
sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih
tangguh dari pada wanita yang lebih tua
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan bervariasi
antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior
dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina.
Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan
peningkatan kelahiran spontan.

Bishop Score
0 1 2 3
Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Penurunan kepala dari Hodge
-3 -2 -1, 0 +1, +2
III
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Searah sumbu
Posisi serviks Posterior Anterior
jalan lahir
Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.
Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.
Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian
lakukan pengukuran PS lagi.

Perbedaan antara serviks yang belum matang (kiri) dengan skor Bishop yang
rendah dan serviks yang matang (kanan) dengan skor Bishop yang tinggi.
3. Laminaria adalah dilator osmotik alamiah yang terbuat dari batang rumput laut
Laminaria digitata atau L. japonica yang telah dikeringkan. Cara kerjanya
hampir sama dengan dilator hygroskopik sintetik. Sewaktu laminaria ditempatkan
pada endoserviks selama 6-12 jam, diameter laminaria bertambah menjadi 3-4
kali lebih besar dari ukuran semula yakni dari diameter 2 mm menjadi 6 mm
dengan cara menyerap air dari jaringan serviks, secara bertahap laminaria
membesar dan memperlebar kanalis serviks,

Dalam hal merangsang dilatasi serviks, laminaria dilaporkan sama efektifnya


dengan gel PGE2. Kelemahan signifikan dari penggunaan laminaria adalah rasa
tidak nyaman yang dirasakan pasien sewaktu pemasukan dan pada saat dilatasi
serviks berlangsung. Dengan adanya alat pematangan serviks lain yang tersedia,
tidak ada manfaat signifikan yang mendukung pemakaian rutin laminaria. Pada
kondisi klinis yang spesifik di mana prostaglandin harus dihindari atau tidak
tersedia karena harganya yang tinggi, laminaria aman dan efektif untuk
digunakan.

a. Pemasangan Laminaria yang benar


Pemasangan laminaria yang salah. (a) Ujung laminaria melewati ostium uteri
internum. (b) Ujung Laminaria tidak melewati ostium uteri internum.

4. Induksi persalinan adalah perangsangan kontraksi uterus sebelum persalinan


spontan bermula, dengan menggunakan metode mekanik dan atau farmakologik untuk
menyebabkan dilatasi serviks progresif yang diikuti dengan kelahiran konsepsi.

Augmentasi adalah perangsangan kontraksi uterus ketika kontraksi spontan pada


persalinan dianggap tidak adekuat karena kegagalan serviks berdilatasi dan janin tidak
mengalami penurunan.

1. Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin


Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama dirnagsang oleh
prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infuse
intravena (Nalator) dan pervaginam (prostaglandin vagina
suppositoria)
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi
persalinan.
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa
DJJ.
Kaji ulang indikasi
Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg/gel 2-3 mg
ditempatkan pada forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam
kemudian (jika his tidak timbul)
Hentikan pemberian prostaglandin dan mualilah infuse oksitosin, jika :
Ketuban pecah, pematangan serviks telah tercapai, proses persalinan
telah berlangsung, pemakaian prostaglandin telah 24 jam.
2. Pemberian misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pad kasus-
kasus tertentu misalnya,
- Pre-eklamsi berat/eklamsi dan serviks belum matang sedangkan seksio
sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk
bisa hidup.
- Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu dan
terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah.
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan
jika his tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam.
Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberiaan 25 mcg, naikkan dosis
sampai 50 mcg tiap 6 jam
Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4
dosis/200 mcg.
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri.
Oleh karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap
(ada fasilitas operasi).
Jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol

3. Amniotomi
Amniotomi adalah pemecahan selaput amnion secara manual. Amniotomi
bertujun untuk menginduksi persalinan, akselerasi persalinan dengan
mempercepat penurunan kepala bayi, mempermudah proses persalinan
pervaginam yang menggunakan alat, serta memberikan akses untuk menilai
cairan ketuban dan mengestimasi kondisi bayi.
Amniotomi dilakukan dengan prasyarat sebagai berikut:
a) Serviks ibu dinilai telah cukup matang (favorable).
b) Presentasi janin adalah bagian vertex dari kepala dan telah masuk ke dalam
pintu panggul (well engaged)
c) Pada pemeriksaan dalam vagina, tidak teraba tali pusat atau bagian kecil
lain dari janin. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya prolapsus
tali pusat yang merupakan indikasi darurat untuk dilakukan pembedahan
seksio sesaria.
d) Denyut jantung janin harus dipantau dengan ketat sebelum dan sesudah
prosedur amniotomi.

Berikut adalah prosedur amniotomi:

1. Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) dan catat pada partograf.


2. Cuci kedua tangan.
3. Pakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
4. Di antara kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati. Raba
dengan hati-hati selaput ketuban untuk memastikan kepala telah masuk ke
dalam panggul dengan baik dan bahwa tali pusat dan/atau bagian-bagian
kecil dari janin (misalkan tangan) tidak teraba. Jika tali pusat dan/atau
bagian-bagian kecil dari janin bisa dipalpasi, jangan pecahkan selaput
ketuban.
5. Dengan menggunakan tangan lain, tempatkan klem setengah Kocher atau
setengah Kelly desinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan lembut ke dalam
vagina dan pandu klem dengan jari dari tangan yang digunakan untuk
pemeriksaan hingga mencapai selaput ketuban.
6. Pegang ujung klem di antara ujung jari pemeriksaan, gerakkan jari dan
dengan lembut gosokkan klem pada selaput ketuban dan pecahkan.
7. Biarkan air ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk
pemeriksaan.
8. Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah
(lebih banyak dari bercak bercampur darah yang normal). Jika mekonium
atau darah terlihat, bacalah petunjuk langkah-langkah kegawatdaruratan.
9. Cuci kedua tangan
10. Segera periksa ulang DJJ
11. Catat pada partograf waktu dilakukannya pemecahan selaput ketuban, warna
air ketuban dan DJJ.

4. Induksi dengan Oksitosin


- Observasi ketat denyut nadi, tekanan darah, kontraksi dan DJJ.
- Posisikan ibu dengan miring ke sebelah kiri
- Berikan 1 amp oksitosin (10 IU) yang dilarutkan kedalam 500ml cairan
kristaloid dimulai dengan 8 tetes/menit, dan apabila his belum adekuat
dinaikkan 4 tetes per 15 menit, sampai dosis maksimal 20tetes/menit.
- Jika his sudah adekuat, pertahankan tetesan hingga terjadi persalinan.

5. Respiratory Distress Syndrome merupakan sindroma gawat nafas akibat defisiensi


surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang. Dengan
tanda-tanda takipnoe, retraksi dada, sianosis yang menetap atau memburuk pada 48
jam-96 jam pertama kehidupan. Pada keadaan ini terjadi perubahan paru, yaitu
pembentukan jaringan hialin pada membrane paru yang rusak. Kerusakan pada paru
timbul akibat kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat
aktif yang memberikan pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat
mencegah pergesekan dan timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan
mencegah terjadinya kolaps paru.

Etiologi:

1. kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru


2. kelainan jalan nafas/trakea
3. terminumnya air ketuban
4. pembesaran kelenjar thymus
5. kelainan pembuluh darah
6. tersedak makanan

Ciri khas RDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan.
Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit
tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah
tanda dini dari hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus RDS adalah:


1. Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasan dan sianosis sentral.
2. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
3. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
4. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
5. Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah
2. Pemeriksaan Rontgent Dada :
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
3. Tes Fungsi paru :

Pe komplain paru dan volume paru

Pirau kanan-kiri meningkat

Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan
agar tetap dalam batas normal (36,5 - 37) dengan cara meletakkan bayi dalam
inkubator.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks pada bayi premature. pemberian oksigen yang terlalu
banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan kerusakan retina.
Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk pemeriksaan
analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan dengan konsentrasi
tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-
10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125
ml/kgBB/hari.
4. Pemberian antibiotic. bayi perlu mendapat antibiotic untuk mencegah infeksi
sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari atau
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat mahal.
6. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion

Oligohidramnion pada kehamilan aterm mungkin dilakukan penanganan


aktif dengan cara induksi persalinan atau penanganan ekspektatif dengan cara
hidrasi dan pemantauan janin, dan atau USG reguler untuk menilai volume cairan
amnion. Ketika kedua pilihan tersedia, penanganan aktif adalah pendekatan yang
umum dilakukan pada wanita hamil aterm dengan atau tanpa faktor resiko pada ibu
atau fetus.
Penatalaksanaan kasus oligohidramnion pada kehamilan postterm
tergantung pada situasi klinik pasien yang bersangkutan. Pada tahap awal, harus
dilakukan evaluasi terhadap anomali janin dan gangguan pertumbuhan. Pada
kehamilan postterm yang diperberat dengan komplikasi oligohidramnion harus
dilakukan pengawasan ketat karena tingginya risiko morbiditas janin.
Hasil dari kehamilan dengan oligohidramnion intrapartum menurut
beberapa penelitian memiliki hasil yang berbeda-beda. (Cunningham, dkk)
melakukan penelitian terhadap lebih dari 10.500 ibu hamil yang memiliki nilai AFI
intrapartum <5 cm dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai AFI >5 cm.
Menurut hasil penelitian didapatkan bahwa risiko seksio sesarea atas indikasi
gawat janin pada kelompok oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu,
risiko janin dengan skor APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih
tinggi 5 kali lipat.

7. Penyebab yang pasti belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal
agenosis janin. Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang
baik pertumbuhannya dan etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban
pecah dini ( premature rupture of the membrane = PROM ).

Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan :


- Pecahnya membran ketuban
- Penurunan fungsi ginjal atau terjadinya kelinan ginjal bawaan pada janin
sehingga produksi urin janin berkurang, padahal urin janin termasuk salah satu
sumber terbentuknya air ketuban
- Kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta.
- Gangguan pertumbuhan janin
- Penyakit yang diderita ibu seperti Hipertensi, Dibetes mellitus, gangguan
pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimmune seperti Lupus.

Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya.


Mayoritas wanita hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya.
Penyebab oligohidramnion yang telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan
bocornya kantung / membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.
Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat
bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang
diproduksi janin berkurang.
Masalah kesehatan lain yang juga telah dihubungkan dengan
oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE, dan masalah
padaplasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan
darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor
(miscaptopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion
parah dan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi
yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan
sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka
tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama
kehamilan mereka.

Anda mungkin juga menyukai