Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seksio sesarea merupakan salah satu tindakan operasi yang tertua dan
terpenting dalam bidang obstetri. Operasi ini bertujuan mengeluarkan janin
melalui suatu jalan yang dibuat pada dinding perut dan uterus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah kematin janin maupun ibu sehubungan dengan adanya
bahaya atau komplikasi yang akan terjadi bila persalinan dilakukan pervaginam.
Kemajuan di bidang kedokteran yang demikian pesat dan semakin baiknya
kualitas ahli obstetri menjadikan seksio sesarea lebih aman dan penggunaannya
makin meluas. Perkembangan ini akhirnya meningkatkan frekuensi seksio sesarea
yang pada gilirannya juga meningkatkan angka bekas seksio ceasarea (Hendler, I.,
Bojould, E., 2004).
Pada awal abad ke dua puluh suatu diktum once a cesarean always a
caesarean bahwa sekali seksio sesarea maka persalinan berikutnya juga dengan
cara seksio sesarea. Pengamatan ini mulanya di temukan secara kebetulan pada
pasien-pasien dengan riwayat seksio sesarea yang datang sudah dalam persalinan,
yang tadinya direncanakan untuk dilakukkan seksio sesarea ulang. Namun
ternyata dapat dilahirkan pervaginam sebelum operasi dikerjakan. Kenyataan ini
juga menunjukkan bahwa jika ruptur uteri terjadi pada bekas luka seksio sesarea
segmen bawah rahim, maka bahayanya yang timbul tidak sehebat jika terjadi pada
irisan vertikal (Wall, E., Roberts, R., Deutchman, M., Hueston, W., 2005).
VBAC atau Vaginal Birth After Cesarean adalah istilah untuk
mendeskripsikan persalinan pervaginam pada wanita dengan riwayat persalinan
sesarea sebelumnya. Istilah lain yang lazim digunakan adalah TOLAC ( Trial of
Labor after Cesarean) yaitu suatu persalinan percobaan pervaginam pada wanita
dengan riwayat persalinan pervaginam sebelumnya (Valentina C. 2010).
Pada awal abad ke 20 , para peneliti dan dokter percaya pada pasien yang telah
melakukan persalinan sesarea, maka pada kehamilan berikutnya juga akan
dilakukan persalinan sesarea. Studi pada tahun 1960 menyatakan bahwa hal itu
tidak sepenuhnya perlu. Pada tahun 1980, National Institutes of Health ( NIH),

1
mengeluarkan suatu konsessus yang menyatakan pada wanita dengan riwayat
seksio sesarea sebelumnya, VBAC dapat merupakan suatu pilihan (Valentina C.
2010).
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit
Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan
dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang
pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi
atau partus pervaginam pada pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea tidak
bebas dari risiko. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter dan pasien. Angka
keberhasilan partus pervaginam sekitar 50 85 %, dengan komplikasi yang dapat
terjadi adalah ruptura uteri sekitar 0,5 1 %, histerektomi, cedera operasi, dan
infeksi sehingga dapat menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian
ibu dan janin. Dengan adanya pilihan untuk persalinan pervaginam pada pasien
dengan riwayat seksio sesarea ini menurunkan angka kelahiran dengan seksio
sesarea 20,7% pada tahun 1996 (Martel, MJ, 2005).

2.1 Tujuan
Dalam penyusunan laporan kasus ini tentunya memiliki tujuan yang
diharapkan berguna bagi para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri.
Dimana tujuannya dibagi menjadi dua macam yang pertama secara umum laporan
kasus ini bertujuan menambah wawasan mahasiswa/i dalam menguraikan suatu
persoalan secara holistik dan tepat, dan melatih pemikiran ilmiah dari seorang
mahasiswi/i fakultas kedokteran, dimana pemikiran ilmiah tersebut sangat
dibutuhkan bagi seorang dokter agar mampu menganalisis suatu persoalan secara
cepat dan tepat. Sedangkan secara khusus tujuan penyusunan makalah ini ialah
sebagai berikut:
a. Untuk melengkapi persyaratan tugas kepaniteraan klinik stase ilmu kandungan
Rumah Sakit umum daerah dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi tentang
Previous sectio caesarea.
b. Menambah khasanah ilmu pengetahuan para pembaca dan penulis
c. Sebagai bahan referensi mahasiswa/i Fakultas Kedokteran UISU.

2
Itulah merupakan tujuan dalam penyusunan laporan kasus ini, dan juga sangat
diharapkan dapat berguna bagi setiap orang yang membaca laporan kasus ini.
Semoga seluruh tujuan tersebut dapat tercapai dengn baik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010).
Menurut Amru Sofian (2012) Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan
janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Amin & Hardhi, 2013).
Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi) (Rasjidi, 2009).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada dinding
abdomen dan dinding uterus.
Sectio caesarea ulang (repeat caesarean sectio) adalah ibu pada kehamilan
yang lalu mengalami sectio caesarea (previous caesarea sectio) dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang (Prawirohardjo Sarwono,
2000).
Pada awal abad ke 20 , para penelitian dan dokter percaya pada pasien yang
telah melakukan persalinan sesarea, maka pada kehamilan berikutnya juga akan
dilakukan persalinan sesarea. Studi pad tahun 1960 menyatakan bahwa hal itu
tidak sepenuhnya perlu. Pada tahun 1980, National Institutes of Health ( NIH) ,
mengeluarkan suatu konsessus yang menyatakan pada wanita dengan riwayat
seksio sesarea sebelumnya, VBAC dapat merupakan suatu pilihan.
Persalinan pervaginam setelah seksio sesarea atau dikenal juga dengan
Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) adalah proses persalinan pervaginam yang
dilakukan terhadap pasien yang pernah mengalami operasi seksio sesarea pada
kehamilan sebelumnya (Winkjosastro 2005).

4
2.2 Istilah Sectio Caesarea
Menurut Prawirohardjo Sarwono, 2000 ada beberapa istilah sectio caesarea
sebagai berikut:
a. Sectio caesarea primer (efektif)
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.
b. Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal,
baru dilakukan sectio caesarea.
c. Sectio caesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Sectio caesarea post mortem
Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba tiba
sedangkan janin masih hidup.
f. Operasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah
mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi
rahim yang berat.

2.3 Indikasi
Setiap tindakan medis tentunya harus berdasarkan diagnosis media pula.
Terlebih pada tindakan media dengan resiko tinggi, sectio caesarea pada awalnya
dilakukan dengan alasan adanya kelainan pada passage, sehingga kelahiran tidak
dapat melalui jalan normal.
Kelainan power, misalnya akibat daya mengejan ibu yang lemah, ibu yang
berpenyakit jantung atau ibu hamil yang usianya lebih dari 35 tahun. Kelainan

5
passanger, diantaranya bayu terlalu besar (giant baby), bayi melintang, bayi
sungsang. Kelainan passage diantaranya meliputi panggul sempit, trauma
persalinan serius pada jalan lahir, atau adanya infeksi pada jalan lahir yang dapat
menular pada anak, misalnya hepatitis B dan C.
Secara spesifik, indikasi medis dilaksanakannya tindakan sectio caesarea
menurut rasjidi (2009 ) meliputi:
A. Indikasi ibu
a) CPD
b) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
c) Plasenta previa
d) Rupture uteri
e) Partus lama
f) Disfungsi uterus
g) Panggul sempit
h) Distosia serviks
B. Indikasi janin
a) Letak sungsang
b) Gawat janin
c) Makrosomia

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun


1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Menurut
Cunningham (2006) kriteria seleksinya adalah berikut :
a. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
b. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
dan seksio sesarea emergensi.
e. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.

6
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
a. Parut uterus yang tidak diketahui
b. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal
c. Kehamilan kembar
d. Letak sungsang
e. Kehamilan lewat waktu
f. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram
Sementara berdasarkan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia), dilakukan persalinan pervaginam jika:
a. Imbang feto pelvik baik
b. Perjalanan persalinan normal
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas
seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Adapun skoring
yang ditentukan untuk memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio
sesarea menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk memprediksi
persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti tertera pada
tabel dibawah ini:

No Karakteristik Skor
1 Usia < 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam
- Sebelum dan sesudah seksio sesarea 4
- Persalinan pervaginam sesudah seksio sesarea 2
- Persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea 1
- Tidak ada 0
3 Alasan lain seksio sesarea terdahulu 1
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam
keadaan inpartu:
- 75% 2
- 25 75% 1

7
- < 25% 0
5 Dilatasi serviks > 4 1

Dari hasil penelitian flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
Skor Angka keberhasilan (%)
02 42 49 %
3 59 60 %
4 64 67 %
5 77 79 %
6 88 89%
7 93 %
8 95 99 %
10
*tingkat keberhasilan VBAC adalah: 77 79 %.

Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea,
adapun sistem skoring yang digunakan adalah:
No Faktor Tidak Ya
1 Bishop Score > 4 0 4
2 Riwayat persalinan pervaginam sebelum seksio 0 2
sesarea
3 Indikasi seksio sesarea yang lalu:
- Malpresentasi, preeklamsi/eklamsi, kembar 0 6
- HAP, PRM, Persalinan premature 0 5
- Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat 0 4
- Makrosemia, IUGR 0 3

8
Angka keberhasilan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea pada
sistem skoring menurut Weinstein dkk adalah seperti di tabel berikut:
Nilai scoring Keberhasilan
>4 > 58 %
>6 > 67 %
>8 > 78 %
> 10 > 85 %
> 12 > 88 %
*Tingkat keberhasilan VBAC > 78% .

2.4 Kontra Indikasi


Menurut (Caughey, Mann, 2001) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC
adalah :
a. Bekas seksio sesarea klasik
b. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
c. Bekas ruptur uteri
d. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
e. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
f. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
g. Pasien menolak persalinan pervaginal
h. Panggul sempit
i. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal.
Menurut Rasjidi (2009) Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut:
a) Janin mati atau kemungkinan hidup kecil sehingga tidak ada alasan dilakukan
operasi.
b) Janin lahir dari ibu yang mengalami general infeksi dan fasilitas dilakukan
sectio Ekstraperitoneal tak tersedia.
c) Syok Anemia berat.
d) Kelainan kongenital berat.

9
2.5 Persyaratan VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan
staf yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea
emergensi. Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang
telah di-crossmatchdisiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual
ataupun elektronik harus tersedia (Caughey AB, Mann S, 2001).
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan
yang melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio
sesarea emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila
terjadi fetal distress atau ruptur uteri (Jukelevics N, 2000).

2.6 Jenis-Jenis Sectio Caesarea


Menurut Wiknjosastro (2007), Sectio Caesarea dapat diklasifikasikan menjadi
3 jenis, yaitu:
1) Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda
Merupakan jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan cara
menginsisi di segmen bagian bawah uterus. Beberapa keuntungan
menggunakan jenis pembedahan ini, yaitu perdarahan luka insisi yang tidak
banyak, bahaya peritonitis yang tidak besar, parut pada uterus umumnya kuat
sehingga bahaya ruptureuteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa
nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2) Sectio Caesarea Klasik atau Sectio Caesarea Corpora
Merupakan tindakan pembedahan dengan pembuatan insisi memnjang
pada korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika
vesio uterine. Tujuan insisi ini dibuat hanya jika ada halangan untuk
melakukan proses Sectio Caesarea Transperitonealis Profunda, misal karena
uterus melekat dengan kuat pada dinding perut karena riwayat persalinan
Sectio Caesarea sebelumnya, insisi di segmen bawah uterus mengandung

10
bahaya dari perdarahan banyak yang berhubungan dengan letaknya plasenta
pada kondisi plasenta previa. Kerugian dari jenis pembedahan ini adalah lebih
besarnya risiko peritonitis dan 4 kali lebih bahaya rupture uteri pada
kehamilan selanjutnya. Setelah dilakukan tindakan Sectio Caesarea klasik
sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi untuk menghindari risiko
yang ada.
3) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Insisi pada dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus dipisahkan
secara tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah sedangkan lipatan
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus.
Jenis pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi bahaya dari infeksi
puerperal, namun dengan adanya kemajuan pengobatan terhadap infeksi,
pembedahan Sectio Caesarea ini tidak banyak lagi dilakukan karena sulit
dalam melakukan pembedahannya.

Menurut Mochtar arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
dengan berbagai arah sayatan sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T incision)

2.7 Diagnosis
VBAC dapat didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu
dengan adanya parut luka diperut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi VBAC
a) Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan
tipe insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi
lainnya. Bekas seksio sesaria klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang

11
terjadi pada seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas
merupakan kontraindikasi melakukan VBAC.
b) Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,
sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal.
c) Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Insisi uterus dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin
tidak dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan
atau persalinan berikutnya.
d) Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu
Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan
VBAC. Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan
pervaginal sebesar 60 65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan
sebesar 69 73% (Caughey, Mann, 2001).
e) Interval persalinan
Menurut Manuaba (2010), interval persalinan sangat mempengaruhi
kesehatanibu dan janin yang dikandungnya. Seorang wanita memerlukan
waktu selama 2-3 tahun agar dapat pulih secara fisiologis dari satu kehamilan
atau persalinan dan mempersiapkan diri untuk kehamilan yang terlalu dekat
memberikan indikasi kurang siapnya rahim untuk terjadi implantasi bagi
embrio. Menurut Royal College of Obstetricians and Gynaecologist (2007)
bahwa tingkat keberhasilan VBAC bisa menjadi 72-76 % . Sedangkan
menurut American College of Obstetricians and Gynecologists
(2010),keberhasilan VBAC sekitar 6080%. Keberhasilan tersebut tinggi bila
interval persalinan cukup yaitu > 2 tahun. Interval persalinan yang < 2 tahun
dapat meningkatkan risiko terjadinya kematian maternal. Persalinan dengan
interval < 2 tahun merupakan kelompok risiko tinggi untuk perdarahan
postpartum, kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes, 2013). Pernyataan

12
Haresh (2010) memberi kesamaan bahwa salah satu faktor pendukung
keberhasilan VBAC adalah adanya interval persalinan.
Menurut Troyer (2002) pada penelitiannya mendapatkan keberhasilan
penanganan VBAC boleh dihubungkan dengan indikasi seksio sesarea yang lalu.
Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan keberhasilan penangananVBAC
yaitu :
a) Usia maternal
Usia ibu yang aman untuk melahirkan adalah sekitar 20 tahun sampai 35
tahun. Usia melahirkan dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun digolongkan resiko
tinggi. Dari penelitian di dapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 mempunyai
angka resiko seksio sesarea yang lebih tinggi. Wanita yang berumur lebih dari 40
tahun dengan bekas seksio sesarea mempunyai resiko kegagalan untuk persalinan
pervagianl lebih besar tiga kali dari pada wanita yang berumur kecil dari 40 tahun
(Caughey, Man, 2001).
b) Riwayat persalinan pervaginal
Riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah seksio sesarea
mempengaruhi prognosis keberhasilan VBAC (Cunningham,2001). Pasien dengan
bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan pervaginal memiliki angka
keberhasilan persalinan pervagianl yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien
tanpa persalinan pervaginal (Caughey, Man, 2001).
c) Keadaan selaput ketuban
Menurut Carrol (2001) dan Miller (2004) melaporkan pasien dengan pasien
ketuban pacah dini pada usia kehamilan diatas 37 minggu dengan bekas seksio
sesarea (56 kasus) proses persalinannya dapat pervaginal dengan menunggu
terjadinya inpartu spontan dan di dapat angka keberhasilan yang tinggi yaitu 91 %
dengan menghindari pemberian induksi persalinan dengan oksitosin, dengan rata-
rata lama waktu antara ketuban pecah dini sampai terjadinya persalianan adalah
42,6 jam dengan keadaan ibu dan bayi baik.

13
2.8 Penatalaksanaan
Apabila VBAC tidak memungkinkan, maka dilakukan persalinan dengan
Seksio Sesaria. Dalam ACOG VBAC Guidelines, dinyatakan bahwa apabila
tidak terdapat kontraindikasi pada wanita dengan riwayat persalinan seksio
sesarea dengan insisi segmen bawah rahim, maka wanita tersebut adalah kandidat
untuk persalinan pervaginam pasca seksio sesarea dan harus diberi penyuluhan
dan dianjurkan untuk menjalani persalinan percobaan.
Bila penyebabnya menetap seperti pada kasus panggul sempit kita harus
melakukan SC primer, namun bila penyebabnya tidak menetap, wanita tersebut
boleh melahirkan pervaginam dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak dibenarkan pemakaian oksitosin dalam kala I untuk memperbaiki his,
apabila digunakan, maka bunyi jantung janin harus diawasi ketat, bila terjadi
bradikardi atau variabel deselerasi, maka hal ini menunjukkan tanda awal
ruptur uteri, sehingga harus segera dioperasi.
2. Kala II harus dipersingkat
Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit. Jika dalam waktu 15 menit ini
bagian janin turun dengan pesat, maka Ibu ini diperbolehkan mengedan lagi
selama 15 menit lagi. Jika setelah 15 menit kepala tidak turun dengan cepat,
dapat dilakukan ekstraksi forceps atau vakum bila syarat-syarat terpenuhi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
disimpulkan bahwa induksi persalinan pada wanita yang pernah seksio
mengandung resiko ruptur uteri 2-3x lebih besar dibandingkan dengan
persalinan yang timbul secara spontan pada wanita dengan riwayat seksio.
ACOG (2002) menyebutkan bahwa oksitosin dapat digunakan untuk induksi
atau augmentasi dengan monitoring ketat pada wanita yang mempunyai
riwayat seksio sebelumnya yang akan menjalani persalinan pervaginam
(VBAC).
Induksi persalinan dengan prostaglandin E2 atau misoprostol (analog
prostaglandin) paling banyak mengakibatkan ruptur uteri pada wanita dengan
riwayat seksio sesaria. Jika dibandingkan dengan oksitosin, resiko ruptur uteri
3 kali lebih besar.

14
2.9 Komplikasi
Komplikasi paling berat yang dapat tejadi dalam melakukan persalinan
pervagianal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan perut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas (Miller, 2003). Dilaporkan
bahwa kejadian ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim
lebih kecil dari 1 % (0,2 0,8 %). Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal
dengan riwayat insisi seksio sesarea korposal dilaporkan oleh Scott (2002) dan
American College of Obstetricans and Gynecologist (2000) adalah sebesar 4 -9%.
Kejadian ruptur uteri selama partus percobaan pada bekas seksio sasarea sebanyak
0,8 % dan dehisensi 0,7 % (Martel,2005).
Apabila terjadi ruptur uteri maka jania, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian jani serta ibu.
Kadang-kadang ahrus dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini
lebih sering terjadi pada seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea
pada segmen bawah rahim ( Hill, 2002).
Tanda yang paling sering di jumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung
janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun manjadi deselerasi
lambat, bradiakardia, dan denyut jantung janin tidak terdeteksi. Gejala klinis
tambahan adalah perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah
dan terjadi hipovolemik pada ibu ( Miller,2005).
Menurut Caughey (2001) Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
a) Nyeri akut abdomen
b) Sensasi poping (seperti akan pecah )
c) Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
d) Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung janin
e) Presenting perutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
f) Perdarahan pervaginal
Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2-10 kai dan kematian maternal dan

15
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim (Chua,Arunkumaran,2004).
Menurut Landon (2004) komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur
uteri, histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis,
kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.

Apabila dilakukan tindakan sectio caesarea maka komplikasi yang dapat


terjadi setelah tindakan seksio sasarea sebagai berikut:
A. Infeksi Puerperal (nifas)
Infeksi puerperal terbagi 3 tingkatan, yaitu:
a) Ringan: kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja
b) Sedang: kenaikan suhu tubuh lebih tinggi, disertai dehidrasi dan sedikit
kembung.
c) Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
B. Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena banyaknya pembuluh darah yang terputus
dan terbuka, atonia uteri, dan perdarahan pada placental bed. Perdarahan dapat
mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di
kaki dan rongga panggul.
C. Luka Kandung Kemih
Tindakan seksio sesarea, apabila dilakukan dengan tidak hati-hati dapat
mengakibatkan luka pada organ lain seperti kandung kemih, yang dapat
menyebabkan infeksi

16
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS


SUAMI
Nama : Ny. FH Nama : Tn. S
Usia : 23 tahun Usia : 31 tahun
Alamat : Jl. Letda SUJONO Link 1 Alamat : Kp. Neglasari, Pagelaran, Ciomas
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Supir

II. RIWAYAT PENYAKIT


Pasien masuk pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 06.20.
Keluhan utama : Pasien hamil datang dengan mules-mules sejak 7 jam
SMRS
Telaah :
Pasien datang ke RSUD DR. H. Kumpulan Pane, dengan keluhan perut yang
terasa semakin mules yang diarasakan sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Sejak
pukul 03.00 wib (17 september 2017), keluar lendir darah (+) keluar air-air (-),
pusing (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-). Pasien
mengaku kehamilan kedua dengan HPHT 15 desember 2016 dan riwayat
mengalami keguguran (-). Pasien mengatakan melahirkan melalui section caesarea
4 tahun yang lalu dikarenakan kondisi panggul yang sempit. Pasien pernah
melakukan USG 1x, dan melakukan pemeriksaaan kehamilan ke bidan setiap
bulan.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Hipertensi
(-) Diabetes

17
(-) Asma
(-) Alergi

Riwayat Penyakit Keluarga


(-) Hipertensi
(-) Diabetes
(-) Asma
(-) Alergi

Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 5-6 hari
Nyeri haid : sedang
Hari pertama haid terakhir :05 Desember 2016
Tafsiran persalinan :12 September 2017
Usia kehamilan :37 minggu 3 hari

Riwayat Pernikahan
Pasien mengaku menikah saat usia 19 tahun

Riwayat Kehamilan
Hamil I : kehamilan cukup bulan
Hamil II : kehamilan sekarang

Riwayat Persalinan
Persalinan I :section caesarea, bayi laki-laki, 4 tahun dengan berat badan
lahir 3400 gram.
Persalinan II : kehamilan sekarang

18
RiwayatKontrasepsi
Pasien mengakumenggunakan KB suntik / 3 bulan

Perawatan Ante Natal Care


Pasien mengatakan melakukan perawatan antenatal care sejak usia
kandungan 3 bulan di bidan dan puskesmas setempat; dilakukan setiap bulan.

III. PEMERIKSAAN
Dilakukan pada tanggal 7 September 2017 pada pukul 12.30 WIB

Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak baik
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 152cm
Berat Badan : 54 kg
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
Suhu : 36,6C
Pernafasan : 20x / menit

Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya (+/+)
Telinga : membran timpani intak (+/+), hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-/-)
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Mulut : oral hygiene baik
Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-
)

19
Payudara : bentuk normal, inverted nipple (-/-)

Paru Paru
Inspeksi : gerakan dada simetris kanan = kiri
Palpasi : tidak teraba massa, vokal fremitus kanan = kiri,
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis pada sela iga V linea
midklavikula sinistra
Palpasi : teraba iktus cordis pada sela iga V linea midklavikula
sinistra
Perkusi : redup
Auskultasi : reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : perut membesar, striae gravidarum (+), jaringan parut
(+) 10 cm di regio suprapubik
Palpasi :TFU : 33 cm TBJ : 3410 gram His : 3-4x30x 10
Leopold I : teraba bagian lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold I I: teraba bagian dengan tahanan lebih besar pada perut
bagian kanan dan bagian kecil pada abdomen kiri
(punggung kanan)
Leopold III: teraba bagian bulat, keras, melenting(kepala)
Leopold IV : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul
(konvergen)
Auskultasi : DJJ : 148x / menit

Genitalia

20
Vulva / vagina tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-)

Pemeriksaan Dalam
3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I
Ekstremitas
Atas : Hangat (+) Edema (-)
Bawah : Hangat (+) Edema

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Hb : 9,4 g/dl
Hematokrit : 27,5 %
Leukosit :13,8 / ul
Trombosit :357 10^g/l

Urin rutin
Protein Urin : positif 1 (+)

IV. RESUME
Pasien Ny.FH, usia 23 tahun datang dengan keluhan mules-mules sejak 7
jam sebelum masuk rumah sakit.keluar lendir darah (+)keluar air-air (-). Pasien
mengaku kehamilan kedua dengan HPHT 15 desember 2016 dan riwayat
mengalami keguguran (-). Pasien mengatakan melahirkan melalui section caesarea
4 tahun yang lalu dikarenakan kondisi panggul yang sempit. Pasien pernah
melakukan USG 1x, dan melakukan pemeriksaaan kehamilan ke bidan setiap
bulan.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak baik
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : 130/80 mmHg

21
Nadi : 82x / menit
Suhu : 36,5 C
Pernafasan : 21x / menit
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut membesar, linea nigra (+)
Palpasi : TFU : 33 cm TBJ : 3410 gram His : 3-
4 x 45 x 10

Leopold I : bokong
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : kepala
Leopold IV : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul

Auskultasi : DJJ : 148x / menit


Pemeriksaan Dalam
3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I
Pemeriksaan Penunjang
USG tanggal 6 Mei 2013 dengan kesan biometri janin sesuai usia gestasi
aterm

DIAGNOSA KERJA
SG + KDR (38 Minggu 6 hari) + AH + LK + Previous Sectio Caesarea + CPD

RENCANA : Sectio Caesarea

PENATALAKSAAN
Medika mentosa
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Nifedipin 1 x 10 ml
Persiapan Operasi

22
LAPORAN OPERASI
1. Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi supinasi dimana infuse dan kateter
sudah terpasang dengan baik dan kemudian dilakukan spinal anastesi
2. Dilakukan tindakan aseptik di bagian lapangan operasi kemudian ditutup dengan
doek steril kecuali pada lapangan operasi
3. Insisi pfannasteil pada lapangan operasi kutis, subkutis, facia
4. Otot dan peritoneum dibuka secara tumpul
5. Identifikasi uterus --> Gravidarum, dilakukan insisi pada segmen bawah rahim
6. Janin dilahirkan dengan meluxer kepala
Lahir bayi : laki-laki BB : 3100 gram PB : 48 cm A/S : 7/8
7. Plasenta dilahirkan dengan manual -->bersih dan lengkap
8. Injeksi oxytocin intramural
9. Repair uterus dengan heacting, interlocking dan continues doorlopen
10. Kontrol perdarahan --> cuci cavum abdomen dengan Nacl 0,9% --> bersih
11. Reperitonialisasi (peritoneum ditutup) kemudian dilakukan heacting lapis demi lapis
12. Kutis di hecting dengan subkutikular kemudian ditutup dengn kassa steril
13. Operasi selesai

FOLLOW UP

Tanggal 07-09-2017 Post op Sc H-0 Terapi


Sens : Compos mentis Nyeri post op (+) - Ivfd RL + synto 10-5-5 ui 30 gtt/i
TD : 120/80 mmHg Pusing (+) - Invd metronidaazole 1fls/8j
HR : 84x/I BAB (-) - Inj ceftriaxone 1gr/12j
RR : 20x/I BAK(+) - Inj ranitidine 1amp/8j
T : 36,6 C - Inj ketrorolac 1amp/8j
- Inj kalnex 1amp/8j
Tanggal 08-09-2017 Post op SC H-I Terapi
Sens : Compos mentis Nyeri post op (+) - Invd RL 20 gtt/i
TD : 120/80 mmhg Pusing (-) - Invd metronidazole 1fls/8j
HR : 80x/I BAB (-) - Inj ceftriaxone 1gr/8j
RR : 20x/I BAK(+) - Inj ranitidine 1amp/8j

23
T : 36,9 C Lemas (+) - Inj ketorolac 1amp/8j
- Inj kalnex 1a/8j
- SF 1 x 1
Tanggal 09-09-2017 Post op Sc H-II Terapi
Sens : Compos mentis Nyeri post op (+) - Invd RL + synto 10-5-5 ui 20 gtt/i
TD :110/80 mmhg BAB (-) - Invd metronidazole 1fls/8j
HR : 72x/I BAK (+) - Inj ceftriaxone 1gr/8j
RR : 22x/I - Inj ranitidine 1amp/8j
T : 36,5 C - Inj ketorolac 1amp/8j
- Inj kalnex 1a/8j
- SF 1 x 1
Tanggal 10-09-2017 Post op Sc H-III Terapi
Sens ; Compos mentis Nyeri post op (+) - Inj. Ceftriaxone 1gr/12 j
TD : 120/70 mmhg BAB (+) - Inj. Ranitidine 1a/12j
HR : 84x/I BAK (+) P/O
RR : 20x/I - As. Mefenamat 3x1
T : 36,7 C - Metronidazole 500mg 3x1
- S F 1x1
Tanggal 11-09-2017 Post op Sc H-IV P/O
Sens ; Compos mentis Nyeri post op (+) - As. Mefenamat 500mg 3x1
TD : 120/80 mmhg BAB (+) - Metronidazole 500mg 3x1
HR : 80x/I BAK (+) - Cefadroxyl 2x1
RR : 20x/I - SF 1x1
T : 36,7 C

24

Anda mungkin juga menyukai