Anda di halaman 1dari 21

TOPIK : DELIRIUM

Tanggal (kasus) : 15 November 2014 Presenter : dr. Magda Delicia Tania


Tanggal Presentasi : - Pendamping : dr. Anggy Lestarie
Tempat presentasi : -
Objektif presentasi :
Penyegaran
Keilmuan
Deskripsi :
Pasien pria berusia 70 tahun datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS disertai
dengan pusing, mual, dan tidak mau makan. Keluarga pasien mengatakan 12 jam SMRS (pkl
02.00 WITA) demam tidak membaik walaupun sudah minum obat disertai dengan pasien
yang tidak bisa tidur disertai berbicara melantur. Pasien dirawat oleh dokter spesialis penyakit
dalam. Hari pertama setelah masuk rumah sakit, kondisi pasien sudah membaik walaupun
masih demam, pasien sudah bisa diajak komunikasi dan sudah tidak berbicara melantur,
pasien mengatakan sulit tertidur karena apabila memejamkan mata pada malam hari dia
melihat adanya bayangan-bayangan yang mengajak dirinya berbicara dan bayangan tersebut
baru akan menghilang apabila membuka mata. Hari kedua pasien sudah tidak demam, tidak
bicara melantur, dan tidak lagi melihat bayangan, tetapi pasien masih tidak bisa tertidur
dikarenakan melihat adanya semut-semut dan jarum-jarum yang ada di seluruh bantal dan
kasurnya yang tidak akan hilang walaupun sudah dibersihkan. Pasien dikonsulkan kepada
dokter spesialis kesehatan jiwa.

Tujuan : Manajemen Kasus


Bahan bahasan : Kasus
Cara Membahas :
Data Pasien : Nama : Tn. B No. Registrasi : 096594

Datang ke IGD RSUD. Pambalah Batung pada tanggal 13 April 2016 pkl 15.10 WITA.

Data utama untuk diskusi :


Diagnosis Delirium
Riwayat Pengobatan -
Riwayat Kesehatan -
Riwayat Keluarga -
Pekerjaan Wiraswasta

1|DELIRIUM
Lain-lain Status Present
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Nadi : 80 x / menit, reguler, isi penuh.
- Respirasi : 22 x/menit
- Suhu : 37,9 C
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
- Berat badan : 70 kg
- Tinggi badan : 170 cm
- IMT : 24,22 kg/m2 (Normoweight : 18,5-24,9)
- Status gizi : Cukup

Status Generalis
Kelainan mukosa kulit /subkutan yang menyeluruh
- Eritema makulopapular : (-)
- Pucat : (-)
- Sianosis : (-)
- Ikterus : (-)
- Perdarahan : (-)
- Oedem tungkai : (-)
- Turgor : Cukup
- Lemak bawah kulit : Cukup
- Pembesaran kelenjar getah bening generalisata : (-)

KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris
- Rambut : Hitam, tebal, tidak mudah dicabut
- Mata : Refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), kornea jernih, isokor
- Telinga : Bentuk normal, simetris, liang sempit, pus (-/-),
serumen (-/-),membran timpani intak (+/+)

2|DELIRIUM
- Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernafasan
cuping hidung (-), sekret (-)
- Mulut : Bibir basah, lidah kotor (-), tonsil T1-T1 tenang,
faring tidak hiperemis

LEHER
- Bentuk : Simetris
- Kelenjar Getah Bening : Tidak terabamembesar
- Tekanan Vena Jugularis : Tidak tampak

THORAKS
- Inspeksi : Bentuk simetris, retraksi dinding dada (-)
PARU
- Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : fremitus taktil kanan dan kiri simetris
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclavicula
sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, galloop (-), murmur (-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Cembung, simetris, sikatriks (-)
- Palpasi : Supel, turgor kulit cukup, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrium (+)
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus normal.

3|DELIRIUM
EKSTREMITAS
- Superior : Edema (-/-), Sianosis (-/-), ikterik (-/-)
- Inferior : Edema (-/-), Sianosis (-/-), ikterik (-/-)

LABORATORIUM
Darah Lengkap
Hemoglobin 12,3 gr% 12 16 gr%
Leukosit 10.300 /mm3 4000 10000 /mm3
Eritrosit 4,06 juta/mm3 3,5 5,5juta/mm3
Trombosit 187.000/mm3 100000 400000/mm3
Hematokrit 31,6% 40 50 %

Kimia darah
Glukosa sewaktu 146 mg/dl <200 mg/dl
Cholesterol 120 mg/dl <200 mg/dl
Trigliserid 84 mg/dl <150 mg/dl

Widal Test

Diagnosis 1. Delirium
2. Sindrom Dispepsia

Terapi Non Medika Mentosa


Tempatkan pasien di tempat yang tenang, cahaya dan
sirkulasi cukup, dan ditemani oleh keluarga yang dikenal.

4|DELIRIUM
Medikamentosa
IVFD Ringer Laktat 24 tpm
Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gram
Injeksi Ranitidin 2 x 1 ampul
Infus Parasetamol 3 x 500mg
Tablet Haloperidol 3 x 0,5 mg
Jika pasien sangat gelisah Injeksi Haloperidol ampul
secara perlahan dapat diulang 30 menit kemudian jika
masih gelisah (jika tekanan darah sistolik <90 = tunda )

Daftar pustaka 1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi
Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta,
1997: 505-514.
2. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi
Bahasa Indonesia), Edisi I, Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-
215.
3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga
University Press, Surabaya, 1994: 181-182.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis,
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa
Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69 72 dan 96.
5. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, Internet
http//:www.Sindromamental organik.com.
6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
III, Jilid 1, Media Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 191.
7. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001: 27-28.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington,
DC: American Psychiatric Association; 2000.

5|DELIRIUM
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kognitif adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kognitif memberikan peran penting
dalam intilegensi seseorang, yang paling utama adalah mengingat, dimana proses tersebut
melibatkan fungsi kerja otak untuk merekam dan memanggil ulang semua atau beberapa
kejadian yang pernahh dialami. Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses ,
mempertahankan , dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif ini penting pada
kemapuan inidvidu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah,menginterpretasikan
lingkungan dan mempelajari informasi yang baru, untuk memberikan nama pada beberapa hal.
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi otak yang lebih
tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada kemampuan individu untuk melakukan
funsi sehari hari sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atau tidak mampu
melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal.
Gangguan kognitif yang paling sering ditemui meliputi Demensia dan Delirium. Banyak
orang mensalah artikan antara Demensia, Delirium dan Depresi. Juga tentang respon kognitif
yang maladaptive pada seseorang.
Delirium dan demensia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien pada
semua usia, namun kelainan ini paling sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Delirium adalah
suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang dapat disertai fluktuasi kesadaran,
kecemasan, halusinasi, ilusi, dan waham (delusi). Kelainan ini dapat menyertai infeksi, kelainan
metabolik, dan kelainan medis atau neurologis lain atau berhubungan dengan penggunaan obat-
obatan atau gejala putus obat. Demensia, sebaliknya, merupakan kondisi dimana memori dan
fungsi kognitif lain terganggu sehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi terhambat.
Sebagian besar demensia merupakan hasil dari penyakit degenerasi otak namun stroke dan
infeksi juga dapat menimbulkan demensia. Pada makalah ini akan dibahas tentang delirium.

6|DELIRIUM
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.Definisi Delirium
Delirium adalah suatu sindrom mental organik akut dengan gejala utama adanya
penurunan kesadaran (kesadaran berkabut/clouding of conciousness) yang disertai dengan
gangguan atensi, persepsi, orientasi, proses pikir, daya ingat (memori), perilaku psikomotor
(agitasi) dan siklus tidur. 2,3,4
Delirium dianggap satu pertanda disfungsi otak akut dan oleh sebab itu suatu kedaruratan
medik.2 Gangguan fungsi atau metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang
menghambat metabolisme otak menyebabkan timbulnya keluhan utama berupa penurunan
kesadaran, sehingga penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik,
bicaranya inkoheren, bingung, cemas, gelisah dan panik. 2,3 Kondisi ini dapat terjadi pada semua
usia namun yang paling sering pada usia diatas 60 tahun. 4
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan
dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu
penyakit dan mempunyai banyak penyebab yang kesemuannya menggambarkan pola gejala yang
sama yaitu berhubungan dengan tingkat kesadaran dan gangguan kognitif. Namun secara klinis
delirium kurang dikenali dan kurang didiagnosis.1
Delirium bermula dengan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan yang
singkat, dan berubah-ubah intensitinya (berfluktuasi) dan pulih dengan cepat apabila
penyebabnya dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Walaupun begitu setiap ciri-ciri ini boleh
berbeda dari satu penyakit kepada penyakit yang lain. 1,5
Klien sulit memberikan perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami
gangguan sensori seperti ilusi, salah interpretasi atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian
di lorong dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel listrik yang
terletak di lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau individu dapat melihat malaikat
melayang layang di udara ketika tidak ada sesuatu di sana ( halusinasi ). Kadang kadang individu
juga mengalamai gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor dan gangguan
emosionalseperti ansietas, takut,iritabilitas, euforia, atau apati.8

7|DELIRIUM
Sindrom ini juga dikenali oleh nama-nama lain seperti acute confusional state, acute
brain syndrome, metabolic encephalopathy, toxic psychosis, cerebral insufisiency syndrome dan
acute brain failure.1,5

2.2. Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang sering terjadi. Sekitar 10-15 % ditemukan dari pasien
dibangsal bedah umum, 1525 % dari bangsal medis umum (Penyakit Dalam), 30 % pada pasien
yang dirawat di ICU bedah dan jantung, 4050 % pada pasien yang menerima perawatan bedah
untuk fraktur di panggul, 20 % pada pasien yang menderita luka bakar dan 30 % lagi dari pasien
AIDS yang diopname.1,5
Usia tua juga merupakan faktor risiko yang menyebabkan delirium. Lebih kurang 30-
40% pasien yang umurnya lebih dari 65 tahun mengalami satu episode delirium apabila berada di
bangsal perawatan. Faktor predispossi lain adalah usia muda seperti anak-anak, adanya trauma
sebelumnya pada otak (contohnya dementia, cardiovascular disease, tumour), pernah mengalami
delirium, ketergantungan pada alkohol, diabetes, kanker, kemerosotan pacaindera (contohnya
buta) dan malnutrisi. 1,5,6
Faktor resiko untuk perkembangan delirium mencakup peningkatan keparahan penyakit
fisik, usia tua, dan kerusakan kognitif dasar (misalnya, seperti yang terlihat pada demensi).
Anak- anak dapat lebih rentan terhadap delirium, terutama ketika hal tersebut berkaitan dengan
penyakit xemam atau obat tertentu, seperti antikolinergik.8

2.3. Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyabab. Penyababnya bisa berasal dari
penyakit susunan saraf pusat, penyakit sistemik, intoksikasi akut (reaksi putus obat) dan zat
toksik. Penyabab delirium terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan
hati.1,6 Secara lengkap dan lebih terperinci penyabab delirium dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 1. Penyebab Delirium 1,2,5
A. Penyebab Intrakranial :
Epilepsi dan keadaan paska kejang
Trauma otak (terutama gegar otak)

8|DELIRIUM
Infeksi
Meningitis
Ensefalitis
Neoplasma
Gangguan vaskular

B. Penyebab Ekstrakranial :
Obat-obatan (meggunakan atau putus obat) dan racun
Obata antikolinergik
Antikonvulsan
Obat antihipertensi
Obat antiparkinson
Obat antipsikosis
Glikosida jantung
Simetidin
Klonidin
Disulfiram
Insulin
Opiat
Fensiklidin
Fenitoin
Ranitidin
Salisilat
Sedatif (termasuk alkohol) dan hipnotik
Steroid
Racun
Karbon monoksida
Logam berat dan racun industri lain
Disfungsi Endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis
Pankreas

9|DELIRIUM
Adrenal
Paratiroid
Tiroid
Penyakit organ non endokron
Hati
Ensefalopati hepatik
Ginjal dan saluran kemih
Ensefalopati uremikum
Paru
Narkosis karbon dioksida
Hipoksia
Sistem Kardiovaskular
Gagal jantung
Aritmia
Hipotensi
Penyakit Defisiensi
Tiamin, asam nikotinik, vit B12 atau asam folat
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
Ketidakseimbangan elektrolit dengan penybab apapun
Keadaan pascaoperatif
Trauma (kepala atau seluruh tubuh)

Neurotransmiter utama yang berperan terhadap timbulnya delirium adalah asetilkolin dan
daerah neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa berbagai faktor yang menginduksi delirium diatas menyebabkan penurunan aktivitas
asetilkolin di otak Mekanisme patofisiolagi lain khususnya berkenaan dengan putus zat/alkohol
adalah hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron nonadrenergiknya. Neuotransmiter lain yang
juga berperan adalah serotonin dan glutamat.1

10 | D E L I R I U M
2.4. Patofisiologi
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya
melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat
langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan
(kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang
berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan
hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan
inattention) dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali
dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan
dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan
pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini
menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.
Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:
1. Delirium hiperaktif
Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi
Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid (LSD)
2. Delirium hipoaktif
Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia
3. Delirium campuran

Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh


gangguan struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel
terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter.

Asetilkolin
Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan
pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien
dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.
Dopamin
Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada
delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic

11 | D E L I R I U M
Neurotransmitter lain
Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis
delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-
endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme
circadian dan beta-endorphin.
Mekanisme inflamasi
Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatan
sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperan
dalam onset delirium
Mekanisme struktural
Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan
jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari
formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik
(hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu
jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.

2.5. Manifestasi Klinis Delirium


Secara global gejala delirium terdiri dari gejala psikiatrik umum berupa kelainan mood,
persepsi dan perilaku dan gejala neurologik umum yang berupa tremor, asteriksis, nistagmus,
inkoordinasi dan inkontinensia urin.1 Gejala dari delirium yang paling utama adalah penurunan
kesadaran. Anxietas, mengantuk, gangguan tidur, halusinasi, mengigau dan kegelisahan
biasanya mendahului keadaan delirium.4 Gejala-gejala lainnya berupa ketidakmampuan
penderita mengenali orang (disorientasi) dan berkomunikasi dengan baik, bingung, panik, bicara
komat-kamit dan inkoherensi.2,3,5 Selanjutnya gejala-gejala delirium menurut urutan
kekhasannya adalah sebagai berikut 1 :
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM IV
digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Keadaan
delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di malam hari, kegelisahan.

12 | D E L I R I U M
1. kesadaran (arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu
pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan dari kesiagaan. Pasien
dengan delirium yang berhubungan dengan pemusatan zat seringkali mempunyai delirium
hiperaktif yang juga dapat disertai dengann tanda otonomik, seperti kulit kemerahan, pucat,
berkeringat, takikardi, pupil berdilatasi, mual-muntah dan hipertermi. Pasien dengan gejala
hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik atau mengalami
depresi.
2. Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus di uji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus deliriun yang ringan orientasi
terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada
kasus yang berat.
3. Bahasa dan Kognisi
Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan atau membingungkan
(inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya
yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum.
Kemampuan untuk menyusu, mempertahankan dan mengingat kenangan munkin terganggu,
walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai
waham yang tidak sistematis, kadang-kadang paranoid.
4.Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan
pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi
paling sering adalah visual atau auditorik, walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktorius. Ilusi
visual dan auditoris juga sering pada delirium.
5. Mood
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak
beralasan. Kelainan mood lain yang sering adalah apati, depresi, dan euforia.

13 | D E L I R I U M
6. Gejala penyerta
a. Gangguan tidur bangun
Tidur pasien secara karakteristik terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang
hari dan dapat ditemukan tidur sekejap ditempat tidurnya atau diruang keluarga. Tetapi tidur
pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Pasien seringkali mengalami
eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, dikenal sebagai sundowning. Kadang-kadang
mimpi menakutkan di malam hari dan mimpi yang mengganggu pasien terus berlangsung ke
keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
b. Gejala neurologis
gejala neurologis yang sering menyertai berupa disfagia, tremor, asteriksis, inkordinasi
dan inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien
dengan delirium.

2.7. Proses Klinis Delirium


1. Biasanya delirium mempunyai kemunculan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari).
Perjalanan penyakitnya singkat dan berfluktuasi. Perbaikan cepat terjadi apabila faktor
penyebabnya telah dapat diketahui dan dihilangkan.
2. Walaupun delirium biasanya terjadi mendadak, gejala-gejala prodromal mungkin telah terjadi
beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya berlangsung selama penyebabnya masih
ada namun tidak lebih dari 1 minggu.

2.8. Pedoman Diagnostik


Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat
haruslah ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut
PPDGJ-III : 4,7
1. Gangguan kesadaran dan perhatian :
a. Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.
b. Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan
dan mengalihkan perhatian.
2. Gangguan kognitif secara umum :
a. Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)

14 | D E L I R I U M
b. Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
c. Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang
relatif masih utuh.
d. Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.
3. Gangguan psikomotor :
a. Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari
satu ke yang lain.
b. Waktu bereaksi yang lebih panjang
c. Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
d. Reaksi terperanjat meningkat
4. Gangguan siklus tidur-bangun :
a. Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).
b. Gejala yang memburuk pada malam hari
c. Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur.
5. Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis
atau rasa kehilangan akut.
6. Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan
ini berlangsung kurang dari 6 bulan.

Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :


Untuk Delirium karena kondisi medis umum:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.

15 | D E L I R I U M
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obat-obatan, atau gejala putus
obat.

Untuk Delirium Intoksikasi Zat:


1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium (A)
atau (B)
A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama intoksikasi zat
B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan.

Untuk Delirium Putus Zat :


1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama , atau segera setelah suatu
sindroma putus

Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple:


1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.

16 | D E L I R I U M
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya lebih dari satu penyebab
kondisi medis umum, suatu kondisi medis umum ditambah intoksikasi zat atau efek samping
medikasi).

Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan:


Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria
salah satu tipe delirium yang dijelaskan pada bagian ini.

2.9. Diferensial Diagnosis


Pemeriksaan status mental berguna untuk mengetahui adanya gangguan kognitif dan
bagaimana perjalanan penyakitnya. Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan keadaan
klinis.6 Dari gejala khas diatas (onset yang cepat, perjalanan penyakitnya yang hilang timbul
sepanjang hari dan berlangsung kurang dari 6 bulan), riwayat penyakit fisik dan otak yang
mendasari (disfungsi otak) dan gambaran EEG berupa perlambatan aktivitas, maka diagnosis
delirium patut dipercaya dan ditegakkan.4,6
Delirium harus dibedakan dari penyakit atau sindrom mental organik lainnya yaitu
demensia, gangguan psikotik/skizofrenia, depresi dan keadaan putus zat dengan delirium.1,2,3,4,7
Demensia. Demensia dibedakan dari delirium yaitu dari onsetnya yang perlahan-lahan,
lebih stabil dengan berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari.1 Pada
demensia penyakitnya bersifat kronik progresif dan disertai gangguan fungsi luhur/fungsi
kortikal yang multipel berupa hendaya/deteorisasi fungsi intelaktual baik daya ingat atau daya
pikir sehingga kegiatan sehari-hari menjadi terganggu. Tidak terdapatnya gangguan kesadaran
juga membedakannya dari delirium. Gejala dan hendaya diatas harus sudah nyata untuk
sekurang-kurangnya 6 bulan. 4,7
Gangguan psikotik/skizofrenia. Pada skizofrenia gejala berupa halusinasi dan waham
biasanya lebih konstan dan terorganisasi dengan baik dibandingkan delirium. Juga, pada pasien
skizofrenik biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya. 1
Depresi. Pasien dengan gejala hipoaktif mungkin tampak agak mirip dengan pasien yang
depresi berat tetapi dapat dibedakan atas dasar EEG. Pada umumnya, pasien dengan disfungsi
kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang menonjol dan lebih

17 | D E L I R I U M
konstan dibandingkan dengan pasien delerium dan cenderung mempunyai riwayat episode
depresif di masa lalu, pada pemeriksaan CT-Scan dan EEG normal. 1
Keadaan putus zat dengan delirium. Delirium tremens merupakan akibat dari putus
alkohol secara absolut atau relatif pada pengguna dengan ketergantungan alkohol yang kronis.
Keadaan ini disertai gaduh gelisah toksik yang berlangsung singkat tetapi membahayakan jiwa
penderita. Gejala prodromal berupa insomnia, gemetar dan ketakutan, onset terjadi sesudah
putus alkohol yang biasanya didahului olehppa kejang. 4,7
Delirium Demensia
Onset Biasanya tiba-tiba Biasanya perlahan
Lama Biasanya singkat/ < 1 bulan biasanya lama dan
progressif.
Paling banyak dijumpai
pada usia > 65 th.
Stressor Racun, infeksi, trauma, Hipertensi, hipotensi,
Hipertermia anemia. Racun, defisit
vitamin, tumor atropi
jaringan otak
Perilaku Fluktuasi tingkat kesadaran Hilang daya ingat
- Disorientasi - Kerusakan penilaian
- Gelisah - Perhatian menurun
- Agitasi - Perilaku sosial tidak sesuai
- Ilusi - Afek labil
- Halusinasi - Gelisah
- Pikiran tidak teratur - Agitasi
-Gangguan penilaian dan
pengambilan keputusan
- Afek labil

18 | D E L I R I U M
2.10. Prognosis dan Penatalaksanaan Delirium
Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying physical cause maupun
menilai pengobatan dari anxietas, distress, dan problem prilaku.
- pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi anxietas, cara ini perlu
dilakukan dengan sering.
- Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai penyakit pasien
agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien dapat menolong pasien dalam
perawat menjadi lebih tentram.
- Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang juga cukup
cahaya agar pasien dapat tahu dimana dia berada namun dengan penerangan dimana tidak
mengganggu tidur pasien.
- Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
- Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan dari delirium.
- Dosis yang kecil dari benzodiazepin atau obat hypnotic lain sangat berguna untuk membut
pasien tidur saat malam. Benzodiazepin harus dihindari saat siang dimana efek sedasinya
dapat meningkatkan disorientasi.
- Ketika pasien dalam keadaan yang menderita dan gangguan prilaku, monitor pengobatan
antipsikotik secara hati-hati dapat sangat berharga. Ikuti dengan dosis inisial yng cukup untuk
mengobati situasi akut, dosis obat oral secara reguler dapat diberikan secara adekuat agar
pasien tidak mengantuk berlebihan. Haloperidal dapat diberikan dimana dosis harian 10-
60mg. Jika perlu dosis pertama antara 2-5mg dapat diberikan intramuskular.

Pengobatan Farmakologis Delirium :


Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol. Droperidol
(Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternative,
walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting pada pengobatan ini. Golongan
phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium karena obat tersebut disertai dengan aktifitas
antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine
dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine (Vistaril), 25 sampai 100mg.

19 | D E L I R I U M
1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan identifikasi medikasi
yang mempengaruhi derajat kesadaran.
2. Olanzapine (Zyprexa) : adalah obat neuroleptic atipikal, dengan efek ekstrapiramidal yang
ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai agitasi. Dosisnya dimulai dengan
2,5mg, dan meningkat sampai 20 mg po jika dibutuhkan. Olanzepine dapat menurunkan
ambang kejang, namun sisanya dapat ditoleransi dengan cukup baik.
3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, dimulai dengan 0,5
mg dua kali sehari atau 1mg sebelum waktu tidur, meningkat sampai 3 mg 2 kali sehari jika
dibutuhkan.
4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah (0.5 mg sampai dengan 2 mg
2 kali sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek samping ekstra pyramidal dapat terjadi,
dapat ditambahkan sedative, misalnya lorazepam diawali 0,5 mg sampai 1 mg setiap 3 sampai
8 jam jika dibutuhkan.

2.11. Prognosis
Biasanya delirium muncul secara tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari). Perjalanan
penyakitnya singkat dan berfluktuasi. Perbaikan cepat terjadi apabila faktor penyebabnya dapat
diketahui dan dihilangkan. Walaupun biasanya delirium terjadi mendadak, gejala-gejala
prodromal mungkin telah ada sejak beberapa hari sebelumnya. Gejala delirium biasanya
berlangsung selama penyebabnya masih ada namun tidak lebih dari satu minggu. 1,5

20 | D E L I R I U M
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi VII, Jilid
I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 505-514.
2. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi I,
Widia Medika, Jakarta, 1998: 210-215.
3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994:
181-182.
4. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayan Medis, Departemen Kesehatan RI.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia III, Jakarta, 1993 : 69
72 dan 96.
5. Ismail HC : Sindrom Mental Organik, Internet http//:www.Sindromamental organik.com.
6. Mansjoer A, Triyanti K, dkk : Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1, Media
Aesculapius FKUI, Jakarta, 2001 : 189 191.
7. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta,
2001: 27-28.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association; 2000.

21 | D E L I R I U M

Anda mungkin juga menyukai