Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek Pretreatment Alkali dalam Pembuatan Nanoselulosa

Untuk mendapatkan kadar selulosa yang cukup besar, batang pisang diberikan

pretreatment yang bertujuan untuk memudahkan pemisahan selulosa dengan

hemiselulosa dan lignin yang terkandung dalam batang pisang. Pada proses

pretreatment ini, dilakukan pengecilan ukuran dengan blender selama 1 menit. Hasil

blender tersebut kemudian disaring menggunakan saringan berukuran 60 mesh. Lalu,

bahan baku yang lolos saringan diberikan pretreatment alkali dengan cara refluk.

Dimana proses ini menggunakan 3 variasi pelarut yaitu NH3OH, Ca(OH)2 dan NaOH.

Serta 4 variasi konsentrasi yakni 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1%. Proses pretreatment

alkali dilakukan dengan suhu dan juga waktu proses yang tetap yaitu masing-masing

50 OC dan 60 menit.

Setelah dilakukan proses pretreatment, bahan dicuci dengan air mengalir

selama 15 menit yang setelahnya disaring dengan kain blacu. Setelah selesai dicuci dan

disaring bahan kemudian dioven dengan suhu 105 OC selama 5 jam. Bahan yang telah

dioven tersebut lalu ditimbang dengan neraca analitik. Kemudian dianalisis

menggunakan metode chesson-datta untuk mengetahui komposisi hemiselulosa,

selulosa, dan lignin.


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan nanoselulosa

dengan pengaruh pretreatment menggunakan larutan alkali didapatkan selulosa hasil

pretreatment sebagai berikut:

Tabel 4.1. Komposisi pada limbah batang pisang setelah pretreatment.


Jenis Konsentrasi Hemiselulosa Selulosa Lignin
Pelarut (%) (%) (%) (%)
Bahan baku - 25,78 27,04 5,79
0,25 34,53 45,98 8
0,5 37,72 46,06 7,07
NH3OH
0,75 47,59 35,41 7,32
1 39,78 42,41 6,93
0,25 40,46 41,21 7,07
0,5 53,22 31,78 5,44
Ca(OH)2
0,75 43,32 38,93 8,62
1 52,54 31,02 5,44
0,25 36,88 47,38 7,25
0,5 37,73 47,23 7,99
NaOH
0,75 38,2 48,26 8,05
1 33,49 52,46 7,74

Berdasarkan Tabel 4.1, hasil terbaik proses pretreatment menggunakan larutan

NH3OH didapatkan pada konsentrasi 0,5% dengan kadar selulosa 46,06%. Sedangkan,

penggunaan larutan NH3OH dengan konsentrasi diatas 0,5% menghasilkan kadar

selulosa yang lebih rendah daripada penggunaan konsentrasi dibawah 0,5%.

Sedangkan proses pretreatment dengan menggunakan larutan Ca(OH)2

berdasarkan Tabel 4.1, kadar selulosa tertinggi didapatkan sebesar 41,21% dengan
menggunakan konsentrasi 0,25%. selulosa yang didapatkan dengan menggunakan

konsentrasi lebih dari 0,25% cenderung menurun walaupun pada konsentrasi 0,75%

selulosa yang didapatkan 38,93% namun pada konsentrasi 1% selulosa kembali turun

menjadi 31,02%.

Proses pretreatment menggunakan larutan NaOH menghasilkan kadar selulosa

yang lebih tinggi daripada menggunakan larutan lainnya. Berdasarkan data pada Tabel

4.1, kadar selulosa berbanding lurus dengan konsentrasi NaOH yang digunakan.

Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin besar kadar selulosa

yang dihasilkan.

hasil analisis Chesson Datta


60
50
40
Persentase 30 NH3OH
Selulosa
20 Ca(OH)2
10 NaOH
0
0.25 0.5 0.75 1
Konsentrasi

Gambar 4.1 Grafik hubungan konsentrasi yang digunakan dengan persentase

selulosa

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi

NH3OH, Ca(OH)2, dan NaOH maka selulosa yang terlepas dari ikatan lignoselulosa

semakin besar tetapi pada konsentrasi tertentu besarnya selulosa menunjukkan


kecenderungan menurun apabila melebihi konsentrasi terbaiknya. Hal ini dikarenakan

semakin besar konsentrasi larutan alkali yang digunakan maka semakin longgar ikatan

antara selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

Berikut disajikan data berat yang dihasilkan setelah pretreatment berdasarkan

jenis larutan dan konsentrasi yang digunakan untuk dapat melihat larutan mana yang

terbaik untuk digunakan serta berapa konsentrasi yang terbaik :

Tabel 4.2 Berat sampel yang didapat setelah pretreatment


Konsentrasi
Jenis Pelarut
0,25 % (gr) 0,5 % (gr) 0,75 % (gr) 1 % (gr)
NH3OH 13,77 13,7178 15,0455 14,0421
Ca(OH)2 14,519 14,27 14,27 14,823
NaOH 14,841 15,0929 14,7171 13,652

15.5

15

14.5
0.25%

14 0.50%
0.75%
13.5 1%

13

12.5
NH3OH Ca(OH)2 NaOH

Gambar 4.2 grafik berat sampel setelah pretreatment


Dari berat awal 30gr didapatkan berat yang berbeda-beda untuk tiap jenis

larutan dan juga berbeda-beda untuk tiap konsentrasi walau dengan jenis larutan yang

sama. Pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa berat yang paling banyak didapat dengan

menggunakan larutan NaOH 0,5% yaitu sebanyak 15,0929gr.

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.3, proses pretreatment menggunakan pelarut

NH3OH kadar hemiselulosa, selulosa, dan lignin terdapat perbedaan. Apabila melihat

Tabel 4.1 komposisi lignoselulosa setelah proses pretreatment mengalami peningkatan.

Tetapi jika melihat Tabel 4.3, berat yang didapatkan setelah proses pretreatment malah

menurun. Menurut Octavia (2011), larutan NH3OH dapat memperlihatkan efek

penggembungan lignoselulosa yang signifikan dan memiliki interaksi yang sangat

sedikit terhadap hemiselulosa. Sehigga, selama proses pretreatment bahan hanya

mengalami penggembungan terhadap lignoselulosa yang terkandung didalamnya.

Penggembungan ini membuat ikatan dalam lignoselulosa tidak sepenuhnya putus, atau

dengan kata lain hanya melonggarkan ikatan lignoselulosa tersebut. Dan juga

hemiselulosa yang terkandung dalam bahan tidak banyak hilang selama proses

pretreatment jika melihat berdasarkan Tabel 4.3.

Seperti pada proses pretreatment menggunakan pelarut NH3OH, pretreatment

menggunakan Ca(OH)2 memperlihat hasil yang tidak terlalu baik. Berdasarkan data

pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.3 kadar selulosa yang dihasilkan tidak terlalu besar.

Sedangkan, lignin dan hemiselulosa mengalami penurunan yang cukup besar. Hal ini,

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Amin (2014). Bahwa pretreatment

menggunakan Ca(OH)2 dapat mendegradasi lignin dan hemiselulosa dikarenakan

keduanya memiliki ikatan kovalen sehingga, apabila lignin terdegradasi maka


hemiselulosa akan ikut terdegradasi (Sierra et. Al. 2009, Hendrik & Zeeman. 2009).

Walau begitu, selulosa yang terdapat didalamnya ikut terdegradasi hal ini seperti yang

dijelaskan oleh Chang et. Al (2001, dalam Amin, 2014) bahwa pada suhu tinggi serta

waktu pemasakkan yang lama membuat terbentuknya senyawa asam organik yang

mengkonsumsi Ca(OH)2 sehingga membuat pretreatment tidak efektif.

Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.3 kadar selulosa yang didapatkan pada proses

pretreatment dengan menggunakan larutan NaOH lebih tinggi dibandingkan dengan

pelarut lainnya. Kadar lignin dan hemiselulosa yang dihasilkan dengan larutan NaOH

pun cukup rendah. Hal ini menunjakkan bahwa tujuan dari pretreatment dengan

menggunakan pelarut NaOH cukup efektif. Permatasari (2014) mengatakan bahwa

penggunaan larutan NaOH dapat merusak struktur lignin pada bagian kristalin maupun

amorf. Dimana suhu yang digunakan untuk merusak struktur lignin berada dibawah
O
180 C. Untuk ekstraksi hemiselulosa pelarut NaOH dapat memecah struktur

hemiselulosa pada bagian amorf. Komposisi kadar selulosa yang dihasilkan dengan

larutan NaOH berdasarkan Tabel 4.1 merupakan yang tertinggi dibanding pelarut

lainnya. Dan juga konsentrasi paling tinggi yang digunakan yang menghasilkan kadar

selulosa terbaik yakni 1%. Begitupun juga jika melihat data berdasarkan berat selulosa

pada Tabel 4.3, dengan menggunakan larutan NaOH 1% didapatkan berat selulosa

terbanyak yaitu 7,2237gr.


Tabel 4.3 Berat hemiselulosa, selulosa, dan lignin setelah pretreatment
Jenis Pelarut Konsentrasi (%) Hemiselulosa (gr) Selulosa (gr) Lignin (gr)
Bahan baku - 7,734 8,112 1,737
0,25 4,754 6,331 1,102
0,5 5,174 6,318 0,969
NH3OH
0,75 7,160 5,328 1,101
1 5,586 5,955 0,973
0,25 5,874 5,983 1,026
0,5 7,594 4,535 0,776
Ca(OH)2
0,75 6,182 5,555 1,230
1 7,788 4,598 0,806
0,25 5,473 7,032 1,076
0,5 5,695 7,128 1,206
NaOH
0,75 5,622 7,103 1,185
1 4,572 7,162 1,057

Pembahasan Analisis FTIR

GRAFIK FTIR
batang pisang setelah pretreatment setelah bleaching setelah nano

120 C=C C-H


O-H CC C-N
100 C-O
TRANSMISI (A.U)

80 O-H
60

40

20

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
PANJANG GELOMBANG

Gambar 4.3 Grafik spectrum FTIR sebelum pretreatment, setelah pretreatment,


setelah bleaching, setelah menjadi ukuran nano
Tabel 4.4 Analisis gugus fungsi FTIR

Setelah
Bahan Setelah Setelah R
Blender Gugus Fungsi
Baku Preatreatment Bleaching (Silverstein)
(Nano)

3736,48 N-H Secondary Amines >3000

3320,00 3322,90 3335,73 3333,02 O-H Alcohol Stretch 3200-3600

O-H Carboxylic Acid


2918,09 2909,35 2914,52 2905,72 2500-3000
Stretch

2202,21 2343,26 2120,90 2164,41 CC Alkynyl Stretch 2100-2260

1613,25 1614,08 1636,37 1629,11 C=C Aromatic Bending 1500-1700

1324,96 1323,18 1320,81 1325,08 C-N Stretch 1180-1360

1026,62 1026,69 1028,14 1031,28 C-O Ester Stretch 1000-1300

776,09 777,96 C-H Aromatic strength 660-900

663,34 666,23 665,13 C-H Aromatic strength 660-900

Fourier Transform Infra Red (FTIR) sering digunakan untuk menyelidiki

struktur utama dan perubahan kimia pada lignoselulosa dari biomassa selama

percobaan. Pada Gambar 4.3, terdapat perubahan puncak-puncak yang muncul antara

batang pisang sebelum pretreatment, batang pisang setelah pretreatment, batang

pisang setelah bleaching, dan batang pisang setelah diblender untuk dijadikan ukuran

nano. Berdasarkan data Tabel 4.4 puncak dengan intensitas kuat pada kisaran panjang

gelombang 3200-3600 cm-1 menunjukkan gugus OH dengan stretching vibration.

Dimana gugus tersebut menunjukkan adanya ikatan hydrogen intramolekular dan

merupakan gugus utama pada selulosa, karena selulosa merupakan rantai panjang dari

glukosa (Lestari dkk, 2014). Puncak dengan intensitas panjang gelombang 3320,00
cm-1 yang terdapat pada batang ubi kayu sebelum pretreatment, 3322,90 cm-1 pada

batang ubi kayu sesudah pretreatment, 3335,73 cm-1 pada batang pisang setelah

delignifikasi, dan 3333,02 cm-1 pada batang pisang setelah dilakukan pengecilan

menjadi ukuran nano. Terlihat perbedaan puncak serapan gugus O-H pada batang

pisang sebelum pretreatment dan batang pisang setelah pretreatment, dimana

intensitas serapan setelah pretreatment lebih tajam yang menunjukkan adanya

peningkatan selulosa. Begitupun dengan intensitas serapan setelah bleaching dimana

puncaknya lebih tajam daripada sebelum maupun sesudah pretreatment. Gugus C=C

stretching vibration merupakan karakteristik dari kerangka lignin yang muncul

disekitar 1500-1700 cm-1. Puncak gugus ini pada batang pisang sebelum pretreatment

dan hasil setelah pretreatment terjadi penurunan yang menunjukkan adanya

penghilangan lignin selama proses pretreatment. Tetapi pada hasil setelah delignifikasi

puncak gugus C=C menjadi lebih kelihatan, hal ini terjadi karena adanya peningkatan

lignin selama proses delignifikasi. Puncak pada bilangan gelombang 1740 cm-1

berhubungan dengan gugus C=O stretching vibration yang melambangkan adanya

kehadiran hemiselulosa dan terjadinya penurunan puncak ini pada hasil setelah

pretreatment dan setelah delignifikasi adalah hasil dari berkurangnya kadar

hemiselulosa.
Bahan baku SEM
NaOH 1%
Bleaching
Nano

Anda mungkin juga menyukai