Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat meng-gembirakan bagi
pasangan suami istri. Memiliki anak sehat jasmani dan rohani adalah harapan para orangtua.
Harapan ini menyangkutm pertumbuhan dan perkembangan yang paling optimal dari segi fisis,
emosi, mental dan sosial setiap anak. Namun, tidak setiap anak tumbuh sesuai dengan yang
diharapkan. Seringkali dijumpai masalah atau gangguan dalam pertumbuhan maupun
perkembangan anak, misalnya pada anak penyandang autisme.
Autis merupakan suatu perkembangan yang kompleks yang berat, dengan gejala yang
dapat terlihat sejak anak berusia dini. Gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa,minat yang sempit, perilaku repetitive (berulang), komunikasi, dan interaksi sosial
(Sintowati ,2007).

Adanya gangguan dalam interaksi sosial pada anak autis dapat mempengaruhi aspek dalam
belajar dan perilaku (Handojo, 2009). Apabila kelainan ini berlanjut sampai dewasa, maka akan
menimbulkan dampak yang fatal, misalnya tidak dapat meminta bantuan pada orang lain karena
adanya keterbatasan dalam kemampuan interaksi sosial, tidak memiliki kesempatan untuk
berkarya atau mencari pekerjaan, sehingga pada akhirnya tidak akan mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup ataupun kesehatannya (Widyawati,2002)

Jumlah anak penyandang Autisme di Indonesia terjadi peningkatan yang drastis. Penelitian
pada tahun 1987 menunjukkan bahwa bahwa penderita Autisme 1:5000. Sepuluh tahun kemudian
tahun 1997 penderita Autisme 1:500. Tahun 2000 penderita Autisme 1:150.
Terakhir tahun 2001 menunjukkan penderita Autisme 1:100. Sedangkan saat ini menurut
Penelitian Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat pada tahun 2008 menyatakan
bahwa perbandingan autism pada anak usia delapan tahun yang terdiagnosa autism adalah 1:80
(Hazliansyah,2013), dan menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (UNESCO) angka kejadian autisme pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang
penyandang autisme di dunia, rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia penyandang autisme.
Reaksi pertama orangtua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya,
shock, sedih, kecewa, me-rasa bersalah, marah dan menolak. Orang tua yang memiliki anak
dengan gangguan autisme ditemukan memiliki pengalaman stress yang lebih besar daripada orang
tua anak normal (Vidyasagar dan Koshy,2010). Bahkan cenderung mengalami tingkat stress yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan
lain (Sanders dan Morgan dalam Boyd,2002). Tidak mudah bagi orangtua yang anaknya
menyandang autisme untuk mengalami fase ini, sebelum akhirnya sampai pada tahap penerimaan
(acceptance).

Orang tua yang menerima keadaan anak autis akan menerima kenyataan secara apa adanya
dan memahami bahwa anak terlahir sebagai individu yang berbeda, sehingga orang tua akan
mengubah persepsi dan harapan ideal atas anak dan cenderung mengharapkan yang terbaik sesuai
dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki anak.

Dari uraian diatas terlihat bahwa orangtua sangat berperan dalam proses terapi. Adapun
bentuk peran serta orangtua dalam terapi autisme sangat beragam, dari mulai mengantar ke tempat
terapi, mela-kukan pendampingan secara intensif, mencari informasi-informasi baru untuk
menambah wawasan sehingga dapat mela-kukan terapi dirumah, melakukan evaluasi secara
periodik (harian, mingguan, bulanan), mengikuti perkumpulan orang-tua anak penyandang
autisme, serta selalu mengikuti perkembangan anak.

Penyebab autisme sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Bertambahnya anak yang
didiagnosa spectrum austik dalam 15 tahun terakhir menunjukkan adanya pengaruh faktor
lingkungan yang berperan penting. Para ahli menyimpulkan bahwa penyebabnya multifaktor yang
saling berinteraksi yaitu factor genetik, masalah pada kehamilan dan proses melahirkan, vaksinasi,
racun dan logam berat dari lingkungan, dan gangguan pencernaan (Ginanjar, 2008).
Dari hasil penelitian
Sonoma Country Departement Of Public Health University Of California (2010)
menyatakan salah satu factor penyebab anak autis menunjukkan daerah yang ditempati pasangan
yang samasama memiliki pendidikan tinggi, ditemukan banyak anak autis dibandingkan dengan
daerah yang ditempati oleh pasangan dengan pendidikan yang sedang (Smart, 2010).
Gejala autisme muncul sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Pada sebagian anak, gejala
gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir (Sintowati, 2007). Gejala pada anak autis
sangat bervariasi, sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri sendiri,
namun tak jarang ada juga yang bersikap pasif. Anak autis cendrung sulit mengendalikan emosinya
yang sering tempertrantum (menangis dan mengamuk). Namun gejala yang paling menonjol
adalah sikap anak yang cendrung tidak memperdulikan lingkungan dan orang-orang sekitarnya,
seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi (Smart, 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan motivasi Orang tua
penerimaan orangtua , terapi musik ,pengaruh metode ABA (Applied Behaviour Analysis) untuk
mencapai kesembuhan anak serta mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan dukungan
emosi dengan penerimaan pada ibu yang memiliki anak autis
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

JURNAL 1
Karakteristik Anak Penyandang Autisme
Tabel 1. Sebaran Anak Penyandang Autisme Berdasarkan Urutan Anak, Jenis Kelamin,
Usia Didiagnosis dan Pelaku Diagnosis.

Karakteristik Jumlah %
Urutan anak Autisme
a. 1 9 45
b. 2 8 40
c. >2 3 15
Jenis kelamin anat Autisme
a. Laki-laki 15 75
b. Perempuan 5 25
Usia didiagnosa Autisme
a. 0-2 tahun 11 55
b. 2,1-4 tahun 5 25
c. 4,1-6 tahun 2 10
d. 6,1-8 tahun 1 5
e. >8 tahun - 0
f. Abstain 1 5
Diagnose/dinyatakan anak Autisme oleh :
a. Dokter umum - 0
b. Dokter spesialis anak/ Psikiater 15 75
c. Psikolog 5 25
d. Tahu sendiri 1 5
e. Abstain 1 5
Sumber Informasi tentang Autisme
Tabel 2. Distribusi Sumber Informasi Responden tentang Autisme.
Sumber informasi Jumlah %
a. Tenaga kesehatan 9 45
b. Orang umum 2 10
c. Media cetak (Majalah, Surat kabar, Buku, dll) 17 85
d. Media elektronika 11 56
e. Lain-lain 4 20

Pengetahuan Responden
Tabel 3. Sebaran Pengetahuan Responden tentang Gejala, Deteksi Dini dan Penanganan
Autisme beserta Spektrumnya
Pengetahuan responden Jumlah %
Gejala Autisme
a. Terlambat bicara 19 95
b. Komunikasi dengan gerakan tubuh 8 40
c. Tidak mau menatap mata lawan bicara 19 95
d. Tidak memahami pembicaraan orang lain 16 80
e. Rasa takut yang tidak wajar 10 50
f. Yang menjawab kelima gejala Autisme 3 15
Jenis terapi
a. Terapi medika mentosa (obat-obatan) 15 75
b. Terapi perilaku 18 90
c. Terapi musik 9 45
d. Terapi seni lainnya 1 5
e. Konseling atau konsultasi 7 35
f. Yang menjawab kelimanya 1 5
Diet anak Autisme
Tahu 20 100
Tidak Tahu - 0
Penanganan anak Autisme
Pengetahuan tinggi 8 40
Pengetahuan rendah 16 60
Motivasi Orangtua untuk Kesembuhan Anak Penyandang Autisme
Tabel 4. Tingkat Motivasi Orangtua untuk Mencapai Kesembuhan Anak Penyandang
Autisme

Tingkat Motivasi Jumlah %


Motivasi Tinggi 17 85
Motivasi Rendah 5 15

Hubungan Motivasi dengan Pengetahuan


Tabel 5. Hubungan antara Tingkat Motivasi danPengetahuan responden

Motivasi : Tingkat Pengetahuan


Tinggi Rendah Value Kemaknaan
Jml % Jml %
Tinggi 7 35 10 50 p>0,05
0,6561.404 (Tidak Bermakna)
Rendah 1 5 2 10

JURNAL 2
1. Analisa Univariat
a. Komunikasi Verbal Pre-Test
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Komunikasi Verbal Pre Test Anak Autisme di SLB Autis
Permata Bunda Kota Payakumbuh Tahun 2014

Komunikasi verbal F (%)


Lancar 2 16,7
Tidak lancer 10 83,3
Jumlah 12 100
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (83,3%) sebelum diberikan
terapi music komunikasi verbalnya tidak lancar.

b. Komunikasi verbal Post-Test


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Komunikasi Verbal Post Test Anak Autisme di SLB Autis
Komunikasi verbal F (%)
Lancar 7 58,3
Tidak lancer 5 41,7
Jumlah 12 100

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden (58,3%) sebelum
diberikan terapi music komunikasi verbalnya lancar, dan hampir setengah responden (41,7%)
setelah dilakukan terapi musik komunikasi verbalnya tidak lancar.

2. Analisa Bivariat
Tabel 4.5 Pengaruh Terapi Musik terhadap Komunikasi Verbal Pada Anak Autisme di
SLB Autis Permata Bunda Kota payakumbuh Tahun 2014

Variable Mean SD P
Pengaruh Terapi Musik Pre-test 1,83 0,389
terhadap Komunikasi 0,017
Verbal Pada Anak Autisme Post-test 1,42 0,515

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata komunikasi verbal anak autisme sebelum
diberikan terapi (Pre-test) adalah 1,83 dengan standar deviasi 0,389 dan rata-rata setelah
diberikan terapi (Post-test) adalah 1,42 dengan standar deviasi 0,515. Secara statistic didapatkan
nilai = 0,017, berarti adanya perbedaan yang bermakna pengaruh terapi musik terhadap
komunikasi verbal pada anak Autisme di SLB Autis Permata Bunda Kota Payakumbuh tahun
2014.
JURNAL 3
Tabel 1 Karakteristik Umum Anak Autis di SLB TPA Kabupaten Jember
Data umum Jumlah (orang) Persentase (%)
a. Jenis kelamin
1. Laki-laki 12 80
2. Perempuan 3 20
b. Umur
1. 5-7 2 13,3
2. 8-10 10 66,6
3. 11-13 3 20,0
Total 15 100

Tabel 2 Perbedaan kemampuan interaksi sosial anak autis sebelum dan setelah
pemberian metode ABA di SLB TPA Kabupaten Jember

Kemampuan Interaksi Pre-test Post-test


Sosial F % F %
a. Kurang 10 66,7 5 33,3
b. Cukup 5 33,3 8 53,3
c. Baik - - 2 13,3
Total 15 100 15 100
Hasil Wilcoxon Match Pair Test P = 0,008

JURNAL 4
Gambaran Penerimaan Orangtua terhadap Anak Autisme
Gambaran penerimaan orangtua ter-hadap anak autisme dapat dilihat me-lalui bentuk-
bentuk penerimaan orangtua ter-hadap anak autisme. Bentuk pertama adalah memahami keadaan
anak apa adanya (positif, negatif, kelebihan dan kekurangan). pada kasus ini anak tidak bisa
berbicara, mempunyai kontak mata yang kurang lama, sering melakukan gerakan yang berulang,
senang menyen-diri, berjalan jinjit, aktif dan tidak peduli terhadap lingkungan sekitar. subjek 2
dan 3 sempat mengalami stres, bingung dan khawatir dalam meng-hadapi keadaan anak.
Sedangkan subjek 1, karena pengasuhan anak sehari-hari diserahkan pada pengasuh, maka dalam
usaha untuk memahami dan me-ngetahui kebutuhan anak, subjek cukup banyak bertanya kepada
pengasuhnya.
Bentuk kedua adalah memahami kebiasaan-kebiasaan anak. subjek 1 selalu bertanya
kepada terapis dan dokter untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan perkembangan yang sudah
dicapai oleh anaknya. subjek 2 dan 3 melihat dari sifat-sifat, gerakan-geraka, dan tangisan anak
setiap hari sehingga mereka mengerti dan me-mahami keinginan dan kemauan anaknya.
Bentuk ketiga adalah menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak. subjek 1
banyak bertanya ke-pada pengasuh anaknya hal ini dika-renakan memang dalam kesehariannya
anak lebih banyak bersama pengasuhnya. Subjek 2 membandingkan perkembangan anaknya
dengan anak seusia 8 tahun. Sedangkan subjek 3 dengan cara melihat dari tingkah laku anaknya
dalam kese-hariannya dengan cara itulah mereka dapat menyadari apa yang bisa dan belumbisa
dilakukan oleh anaknya.
Untuk tempat terapi, terapis atau dokter di tempat terapi tersebut, sebaik-nya dapat
memberikan informasi yang lebih banyak kepada orangtua mengenai Parent Support Group. dan
dapat mem-bentuk suatu wadah yang sama fungsinya seperti Parent Support Group. Untuk
penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian tentang hubungan antara ting-kat penerimaan
orangtua yang memiliki anak autisme dengan keberhasilan terapi, dengan menggunakan metode-
metode dan sumber-sumber yang berbeda.

JURNAL 5
1. Uji Prasyarat Analisi
a. Uji Asumsi Dasar
1) Uji Normalitas
Hasil uji normalitas dengan menggunaan teknik One Sample Kolmogorov
Smirnov, diperoleh nilai significansi untuk sekala penerimaan ibu 0,778; 0,896 untuk
sekala kematangan emosi; dan 0,976 untuk sekala dukungan emosi. Hal ini berarti data
pada ketiga variable, yaitu penerimaan ibu, kematangan emosi, dan dukungan emosi
memiliki sebaran 0,000 (0,000<0,05). Selanjutnya, nilai sig. pada kolom liniearity untuk
dukungan emosi dengan penerimaan ibu sebesar 0,000 (0,000<0,05). Hal ini berarti, baik
antara kematangan emosi dengan penerimaan ibu maupun dukungan emosi dengan
penerimaan ibu memiliki hubungan yang linier.

b. Uji Asumsi Klasik


1) Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas menunjukan nilai VIF 1,659 < 10. Hal ini berarti antara
variable kematangan emosi dan dukungan emosi tidak terjadi multikolinearitas.

2) Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas menggunakan metode grafik menunjukan titik-titik tidak
membentuk pola yang jelas serta menyebar diatas dan bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hal ini menunjukan tidak terjadi heteroskedastisitas.

3) Uji Otokorelasi
Uji otokorelasi menunjukan nilai Durbin Watson (DW) sebesar 1,624 ( D-W
diantara 1,5 2,5 ), maka dapat diimpulkan tidak ada otokorelasi atau uji otokorelasi
terpenuhi.

2. Uji Hipotesi
Hasil analisi menunjukan Fhitung 44,794 > Ftabel 3,252 ; dengan nilai R sebesar
0,841. Hal tersebut berarti variable predictor (kematangan emosi dan dukungan emosi)
bersama-sama berpengatuh signifikan terhadap variable kriterium (penerimaan Ibu).
Selanjutnya,nilai signifikan untuk hubungan antara kematangan emosi dengan
penerimaan Ibu adalah 0,000 < 0,05 ; dan besarnya nilai rx2y yaitu 0,817. Hal ini berarti
variable predictor (kematangan emosi) berpengaruh secara signifikan terhadap variable
kriterium (penerimaan Ibu). Arah hubungan yang dtunjukan adalah bersifat
positif.Semakin tinggi kematangan emosi,maka semakin tinggi penerimaan Ibu.
3. Analisis Deskrptif
Hasil kategorisasi pada skala penerimaan Ibu menunjukan bahwa 52,5% Ibu yang
memiliki Anak Autis di SLB Negeri SEmarang memiliki skor penerimaan yang sangat
tinggi. Hal tersebut berari secara umum , Ibu yang memiliki anak autis di SLB Negeri
Semarang memiliki tingat penerimaan yang sangat Tinggi.
MAKALAH STUDY LITERATUR AUTISME

D
I
S
U
S
U
N
OLEH

1. KURNIA AISYAH AMINI LUBIS 12310254


2. LELY YUNIARTI AHQAF 12310255
3. LENNY SHERLYNA 12310256
4. LERIA SEPTIA NUGRAHA DEWI 12310257
5. LEVIA SEPTA ANDITIA 12310258
Judul Jurnal Study Literatur

HUBUNGAN MOTIVASI ORANGTUA UNTUK MENCAPAI


KESEMBUHAN ANAK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN
TENTANG PENANGANAN ANAK PENYANDANG AUTISME DAN
SPEKTRUMNYA

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP KOMUNIKASI VERBAL


PADA ANAK AUTISME DI SLB AUTIS PERMATA BUNDA
PAYAKUMBUH TAHUN 2014

METODE ABA (APPLIED BEHAVIOUR ANALYSIS) : KEMAMPUAN


BERSOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL
ANAK AUTIS

PENERIMAAN DIRI ORANGTUA TERHADAP ANAK AUTISME DAN


PERANANNYA DALAM TERAPI AUTISME

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN DUKUNGAN


EMOSI DENGAN PENERIMAAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK
AUTIS DI SLB NEGERI SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai