Anda di halaman 1dari 4

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga (Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992). Menurut WHO,rumah adalah
struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan
individu. Permukiman sehat dirumuskan sebagai suatu tempat untuk tinggal secara permanen.
Berfungsi sebagai tempat untuk bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai
tempat berlindung dari pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis,
psikologis, dan bebas dari penularan penyakit (American Public Health Association
(APHA)).Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kondisi rumah dengan
kesehatan. Kondisi rumah yang baik sangat penting untuk mewujudkan masyarakat yang
sehat.
Tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan disebabkan oleh masih buruknya
kondisi sanitasi lingkungan rumah terutama air bersih dan jamban, meningkatnya
pencemaran lingkungan, kurang higienenya cara pengelolaan makanan, rendahnya perilaku
hidup bersih dan sehat. Penyakit berbasis lingkungan memang berhubungan dengan sanitasi.
Menurut Notoatmodjo (2003) sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan
yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya.
Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu
diantaranya adalah Deman Berdarah (DBD). Menurut penelitian hampir diseluruh provinsi di
Indonesia terserang oleh KLB DBD. Data Direktorat Pengendalian Penyakit Tular Vektor
dan Zoonosis Kementerian Kesehatan menyebutkan hingga akhir Januari tahun ini, kejadian
luar biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi
di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia pada
bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan jumlah kematian
108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun
mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%. Tingginya KLB DBD di sebabkan
di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko, yaitu: 1) Lingkungan yang masih
kondusif untuk terjadinya tempat perindukan nyamuk Aedes; 2) Pemahaman masyarakat
yang masih terbatas mengenai pentingnya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M Plus; 3)
Perluasan daerah endemik akibat perubahan dan manipulasi lingkungan yang terjadi karena
urbanisasi dan pembangunan tempat pemukiman baru; serta 4) Meningkatnya mobilitas
penduduk (Kementerian Kesehatan RI , 2016).
DBD merupakan penyakit endemik dan epidemik yang menyebar luas di beberapa
daerah di termasuk Indonesia. Penyakit ini terutama ditemukan di daerah subtropik dan
tropik. Demam berdarah adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Demam berdarah dengue merupakan suatu penyakit dengan angka kematian
dan kesakitan yang tinggi di Indonesia (Depkes RI, 1982).
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan: demam tinggi yang mendadak
2-7 hari (38C-40C); manifestasi pendarahan, dengan bentuk: uji tourniquet positif puspura
pendarahan, epitaksis, hepatomegali (pembesaran hati); syok, tekanan nadi menurun, tekanan
sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah; trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan
penurunan trombosit sampai 100.000/mm; hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
Masa inkubasi virus ini terjadi selama 4-6 hari. Menurut badan Litbang Depkes, pencegahan
penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

Salah satu pengendalian yang dilakukan melalui program Kesehatan Lingkungan Khusunya
daerah Jember yaitu melalui upaya perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan
pengendalian vektor. Dalam upaya pengendalian vektor kegiatan yang dilakukan adalah
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan pada setiap hari jumat. Melalui
program ini dapat menekan kejadian DBD disetiap tahun. Data yang ada di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember menyebutkan pada tahun 2005 lalu di Kabupaten Jember terdapat 1077
kasus DBD dengan korban meninggal 20 orang,berkat PSN yang dilakukan setiap hari Jumat
selama 60 menit jumlah kasus yang sama pada tahun 2006 hanya 1050 dengan korban
meninggal 17 orang. Tahun 2007 jumlah kasus DBD 1214 kasus korban meninggal 12 orang,
tahun 2008 dapat ditekan menjadi 780 kasus DBD dengan korban meninggal 3 orang serta
pada tahun 2009 lalu kasus DBD 1093 dengan korban meninggal dunia 5 orang. Jumlah
penderita Pemkab Jember mampu ditekan melalui PSN, namun program tersebut masih tetap
terus akan digalakkan (Pemerintah Kabupaten Jember, 2010).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember tahun 2009
menyebutkan bahwa terjadi kasus DBD sebanyak 1093 kasus dengan jumlah kematian
penduduk sebanyak 5 jiwa dan Incident Rate (IR) mencapai 46,05% serta Case Fatality Rate
(CFR) mencapai 0,46%. Angka kejadian DBD yang berada ibawah 50% dan kasus kematian
yang berada di bawah 1% dikarenakan oleh masih terus digalakkannya program PSN oleh
Pemkab Jember yang bekerjasama dengan instansi kesehatan terkait dan kesadaran para
warga dalam membantu upaya pemberantasan penyakit DBD tersebut. Berdasarkan sebaran
data didapatkan bahwa salah satu kecamatan dengan jumlah kasus terbanyak adalah
Kecamatan Sumbersari dengan jumlah sebanyak 217 kasus dan 124 diantaranya berada di
wilayah kerja Puskesmas Sumbersari dengan jumlah kematian mencapai 2 jiwa. Berdasarkan
data diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan observasi di wilayah kerja
Puskesmas Sumbersari untuk mengetahui kondisi sanitasi lingkungan rumah tinggal
penduduk di wilayah tersebut dan hubungannya dengan kasus penyakit DBD

.
DAFTAR PUSTAKA
Khoiron dkk.2014.Dasar Kesehatan Lingkungan.Jember : Jember University Press

Kementerian Kesehatan RI.2016. Wilayah KLB di 11 Provinsi . [serial Online]


http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-di-11provinsi.html [
Di akses 25 September 2017]

Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan rakyat.2010.Rumah Sehat. [serial Online]


http://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=3049&catid=2&[ Di akses 25 September 2017]

Adyatma dkk. 2014 . Hubungan Antara Lingkungan Fisik Rumah, Tempat Penampungan Air
Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Dbd Di Kelurahan Tidung Kecamatan Rappocini
Kota Makassar. Makassar: Universitas Hasanuddin [serial Online]
http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/11153 html [ Di akses 25 September 2017]

Anda mungkin juga menyukai