Anda di halaman 1dari 37

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

Pada bagian pengertian umum akan dijelaskan pengertian-

pengertian yang mendukung dalam perumusan hipotesis penelitian ini,

serta membantu dalam menganalisis hasil penelitian yang didapat

dalam penelitian. Sedangkan untuk telaah pustaka yang berasal dari

penelitian terdahulu, akan dijelaskan tentang hasil-hasil penelitian

yang didapat oleh peneliti terdahulu yang berkaitan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal

pemerintah daerah.

1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Agency theory menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak

yaitu principal dan agent. Agency theory membahas tentang

hubungan keagenan dimana suatu pihak tertentu (principal)

mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan

pekerjaan. Agency theory memandang bahwa agent tidak dapat

dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan

principal (Tricker, 1984 dalam Puspitasari, 2013). Sedangkan

penelitian Halim dan Abdullah (2005) menyebukan bahwa dalam

agency theory terhadap dua pihak yang melakukan kontrak, yakni

pihak yang memberikan kewenangan yang disebut principal dan pihak

18

http://digilib.mercubuana.ac.id/
19

yang menerima kewenangan yang disebut agent. Diorganisasi publik,

khususnya dipemerintahan daerah secara sadar atau tidak terdapat

hubungan dan masalah keagenan dan menyatakan delegasi terjadi

ketika seseorang atau kelompok (principal) memilih orang atau

kelompok lain (agent) bertindak atas nama (principal). Agency

problem muncul ketika principal mendelegasikan kewenangan

pengambilan keputusan kepada agent (Syafitri dan Setyaningrum

2012).

Teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik yang

menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada

serangkaian hubungan prinsipal-agen. Teori keagenan telah

dipraktikkan, termasuk daerah di Indonesia apalagi sejak otonomi dan

desentralisasi yang diberikan kepada pemerintah daerah pada tahun

1999. Sejak otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasar UU Nomor

22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, peluang penelitian

dengan menggunakan perspektif keagenan (agency theory) terbuka

lebar. Teori keagenan memandang bahwa pemerintah daerah sebagai

agent bagi masyarakat (principal) akan bertindak dengan penuh

kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa

pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan

sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan,

Indonesia sebagai negara kesatuan yang mana pemerintah daerah

bertanggung jawab kepada masyarakat sebagai pemilih dan juga

http://digilib.mercubuana.ac.id/
20

kepada pemerintah pusat (Fadzil dan Nyoto, 2011 dalam Martani dan

Hilmi, 2012).

Teori keagenan memandang bahwa pemerintah daerah sebagai

agent bagi masyarakat (principal) akan bertindak dengan penuh

kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa

pemerintah daerah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan

sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Agency theory

beranggapan bahwa banyak terjadi information asymmetry antara

pihak agen (pemerintah) yang mempunyai akses langsung terhadap

informasi dengan pihak prinsipal (masyarakat). Adanya information

asymmetry inilah yang memungkinkan terjadinya penyelewengan atau

korupsi oleh agen. Sebagai konsekuensinya, pemerintah daerah harus

dapat meningkatkan pengendalian internalnya atas kinerjanya sebagai

mekanisme checks and balances agar dapat mengurangi information

asymmetry (Puspitasari, 2013).

1.2. Sistem Pengendalian Internal

1.2.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dijalankan

oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain

untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga

golongan tujuan dalam pengendalian internal yaitu keandalan

pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang

berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi (Standar Auditing Seksi 319

http://digilib.mercubuana.ac.id/
21

Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Audit Laporan

Keuangan).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa

Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang integral pada

tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh

pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai

atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan

efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pengendalian Internal versi COSO (the Committee of Sponsoring

Organizations) pada tahun 1992, COSO mengembangkan satu definisi

yaitu pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan

oleh dewan direksi, manajemen, serta seluruh staf dan karyawan

dibawah arahan mereka dengan tujuan untuk memberikan jaminan

yang memadai atas tercapainya tujuan pengendalian, sedangkan pada

edisi terbaru COSO (2013) mendefinisikan pengendalian internal

sebagai berikut: "Internal control is a process, affected by an entity's

board of directors, management, and other personnel, designed to

provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives

relating to operations, reporting, and compliance"

Pengertian pengendalian internal control menurut COSO tersebut,

dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah proses, karena

http://digilib.mercubuana.ac.id/
22

hal tersebut menembus kegiatan operasional organisasi dan

merupakan bagian integral dari kegiatan manajemen dasar.

Pengendalian internal hanya dapat menyediakan keyakinan memadai,

bukan keinginan mutlak. Hal ini menegaskan bahwa sebaik apapun

pengendalian internal itu dirancang dan dioperasikan,hanya dapat

menyediakan keyakinan yang memadai, tidak dapat sepenuhnya

efektif dalam mencapai tujuan pengendalian internal meskipun telah

dirancang dan disusun sedemikian rupa dengan sebaik-baiknya.

Bahkan bagaimanapun baiknya pengendalian internal yang ideal di

rancang, namun keberhasilannya bergantung pada kompetisi dan

kendala dari pada pelaksanaannya dan tidak terlepas dari berbagai

keterbatasan.

Peraturan pemerintah dan pengertian pengendalian internal versi

COSO tersebut secara tegas telah mewajibkan setiap instansi

pemerintah untuk membangun Sistem Pengendalian Internal

Pemerintah (SPIP) guna mencegah timbulnya kegagalan dan

ketidakefisienan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah sistem pengendalian

internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan

pemerintah pusat maupun daerah dan proses yang berjalan terus untuk

memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi. Pelaporan keuangan

harus semakin andal yang ditunjang dengan sumber daya manusia

yang semakin profesional dan peralatan yang semakin memadai, serta

http://digilib.mercubuana.ac.id/
23

aset semakin aman baik secara administrasi maupun secara fisik.

Sudah saatnya setiap instansi pemerintah segera menerapkan Sistem

Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) ke dalam manajemen

pemerintahan. Hal ini berlaku baik bagi instansi pemerintah pusat

maupun daerah.

Dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan sebuah

proses dari kebijakan dan prosedur yang akan dilaksanakan oleh

organisasi dalam memberikan keyakinan memadai untuk pencapaian

tujuan organisasi. Penerapan pengendalian internal dalam kegiatan

operasi suatu organisasi diharapkan mampu menghindari

penyelewengan dan tindakan-tindakan yang merugikan organisasi

tersebut.

1.2.2 Tujuan Pengendalian Internal.

Dari beberapa pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa tujuan

pengendalian internal yaitu mencakup tiga hal pokok yang dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Efektivitas dan efisiensi operasional.

Tujuan tersebut memiliki pemahaman bahwa pengendalian

internal dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi

dari semua operasi perusahaan sehingga dapat mengendalikan

biaya yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
24

b. Reliabilitas pelaporan keuangan

Bahwa yang dimaksudkan adalah untuk meningkatkan keandalan

data serta catatan catatan akuntansi dalam bentuk laporan

keuangan dan laporan manajemen sehingga tidak menyesatkan

pemakai laporan tersebut dan dapat diuji kebenarannya.

c. Kesesuaian dengan aturan dan regulasi yang ada

Yang dimaksud dari tujuan kesesuaian dengan aturan dan regulasi

yang ada adalah untuk meningkatkan ketaatan entitas terhadap

hokum-hukum dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah,

pembuat aturan terkait, maupun kebijakan-kebijakan entitas itu

sendiri.

Ketiga tujuan pengendalian internal tersebut merupakan hasil

(output) dari suatu pengendalian internal yang baik, yang dapat

dicapai dengan memperhatikan unsur-unsur pengendalian internal

yang merupakan proses untuk menghasilkan pengendalian internal

yang baik. Oleh karena itu, agar tujuan pengendalian internal tercapai,

maka perusahaan atau suatu organisasi harus mempertimbangkan

unsur-unsur pengendalian internal.

Menurut Mulyadi (2002) dalam Adi (2015) tujuan pengendalian

intern terbagi menjadi dua yaitu: menjaga kekayaan perusahaan dan

melakukan pengecekan atas ketelitian dan keandalan data akuntansi.

Menjaga kekayaan perusahaan meliputi: penggunaan kekayaan

perusahaan hanya melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
25

pertanggungjawaban kekayaan perusahaan yang dicatat dibandingkan

dengan kekayaan yang sesungguhnya. Melakukan pengecekan atas

ketelitian dan keandalan data akuntansi yang meliputi: pelaksanaan

transaksi melalui sistem otorisasi yang telah ditetapkan dan pencatatan

transaksi yang terjadi tercatat dengan benar dan di dalam catatan

akuntansi perusahaan.

1.2.3 Fungsi Pengendalian Internal

Menurut Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(2006) dalam penelitian Nirmala (2012), pengendalian internal

melaksanakan tiga fungsi penting yang saling mendukung sehingga

sistem yang ada memperoleh hasil maksimal bagi perusahaan. Ketiga

fungsi pengendalian internal tersebut, yaitu:

a. Preventive Control (Pengendalian untuk pencegahan)

Pengendalian untuk pencegahan berfungsi untuk mencegah

timbulnya suatu masalah sebelum permasalahan tersebut

muncul. Pengendalian pencegahan yang efektif dilakukan

dengan mempekerjakan personil akuntansi yang berkualifikasi

tinggi, pemisahan tugas pegawai yang memadai, dan

mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas dan informasi

secara efektif.

b. Detective Control (Pengendalian untuk pendeteksian dini)

Pengendalian untuk pendeteksian dini dibutuhkan untuk

mengungkap masalah yang baru muncul.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
26

c. Corrective Control (Pengendalian untuk koreksi)

Pengendalian untuk koreksi berfungsi untuk memecahkan

masalah yang ditemukan dalam preventive dan detective

control. Pengendalian ini mencakup prosedur yang

dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah,

memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan

mengubah sistem agar masalah di masa mendatang dapat

diminimalisasikan atau dihilangkan.

1.2.4 Komponen Pengendalian Internal

Menurut COSO ada lima komponen pengendalian internal yaitu:

a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian

dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personal

organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian

merupakan landasan untuk semua komponen pengendalian

internal yang membentuk disiplin dan struktur.

b. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)

COSO merumuskan definisi risiko sebagai kemungkinan

terjadinya suatu kejadian yang akan berdampak merugikan bagi

pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi organisasi bisa bersifat

internal ataupun eksternal. Penilaian risiko adalah proses dinamis

dan berulang untuk mengenali dan menilai (analisis) risiko atas

pencapaian tujuan. Risiko yang teridentifikasi selanjutnya

http://digilib.mercubuana.ac.id/
27

dibandingkan dengan tingkat toleransi risiko yang telah

ditetapkan. Dengan demikian, penilaian risiko menjadi landasan

bagi pengelolaan atau manajemen risiko. Salah satu prakondisi

bagi penilaian risiko adalah penetapan tujuan-tujuan yang saling

terkait pada berbagai tingkatan entitas. Manajemen harus

menetapkan tujuan dalam kategori operasi, pelaporan keuangan,

dan kepatuhan dengan jelas sehingga risiko-risiko terkait bisa

diidentifikasi dan dianalisis. Manajemen juga harus

mempertimbangkan kesesuaian tujuan dengan entitas. Penilaian

risiko mengharuskan manajemen untuk mempertimbangkan

dampak perubahan lingkungan eksternal serta perubahan model

bisnis entitas itu sendiri yang berpotensi mengakibatkan

pengendalian internal yang ada tidak efektif lagi.

c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Aktivitas pengendalian menurut COSO adalah tindakan-tindakan

yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-

prosedur yang membantu memastikan bahwa arahan manajemen

untuk mengurangi risiko terhadap pencapaian tujuan dilakukan.

Aktivitas pengendalian dilakukan pada semua tingkat entitas, pada

berbagai tahap dalam proses bisnis, dan atas lingkungan teknologi.

Aktivitas pengendalian memiliki berbagai macam tujuan dan

diterapkan dalam berbagai tindakan dan fungsi organisasi.

Aktivitas pengendalian meliputi kegiatan yang berbeda,seperti:

http://digilib.mercubuana.ac.id/
28

otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, analisis, prestasi kerja, menjaga

keamanan harta perusahaan dan pemisahan fungsi.

d. Informasi dan Komunikasi (Information and communication)

Suatu entitas memerlukan informasi dan komunikasi demi

terselenggaranya tanggung jawab pengendalian internal yang

mendukung pencapaian tujuan. Manajemen harus memperoleh,

menghasilkan, dan menggunakan informasi yang relevan dan

berkualitas, baik yang berasal dari sumber internal maupun

eksternal, untuk mendukung komponen-komponen pengendalian

internal lainnya berfungsi sebagaimana mestinya. Komunikasi

sebagaimana yang dimaksud dalam kerangka pengendalian

internal COSO adalah proses iteratif (berulang) dan berkelanjutan

untuk memperoleh, membagikan, dan menyediakan informasi.

Organisasi membangun suatu sistem informasi untuk memenuhi

kebutuhan informasi yang andal, relevan dan tepat waktu.

e. Pengawasan (Monitoring)

Aktivitas pengawasan menurut COSO merupakan kegiatan

evaluasi dengan beberapa bentuk apakah yang sifatnya

berkelanjutan, terpisah maupun kombinasi keduanya yang

digunakan untuk memastikan apakah masing-masing dari kelima

komponen pengendalian internal mempengaruhi fungsi-fungsi

dalam setiap komponen. Evaluasi berkesinambungan (terus-

menerus) dibangun ke dalam proses bisnis pada tingkat yang

http://digilib.mercubuana.ac.id/
29

berbeda dari entitas menyajikan informasi yang tepat waktu.

Evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, akan bervariasi dalam

lingkup dan frekuensi tergantung pada penilaian risiko, efektifitas

evaluasi yang sedang berlangsung, bahan pertimbangan

manajemen lainnya. Kegiatan pemantauan meliputi proses

penilaian kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu,

dan memastikan apakah semuanya dijalankan seperti yang

diinginkan serta apakah telah disesuaikan dengan perubahan

keadaan. Pemantauan seharusnya dilakukan oleh personal yang

semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain

maupun pengoperasian pengendalian pada waktu yang tepat, guna

menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagaimana

yang diharapkan dan untuk menentukan apakah pengendalian

internal tersebut telah disesuaikan dengan perubahan keadaan

yang selalu dinamis.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemantauan

dilakukan untuk memberikan keyakinan apakah pengendalian

internal telah dilakukan secara memadai atau tidak. Dari hasil

pemantauan tersebut dapat ditemukan kelemahan dan kekurangan

pengendalian sehingga dapat diusulkan pengendalian yang lebih

baik.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
30

1.2.5 Pemahaman Pengendalian Internal

Pengendalian internal yang berlaku dalam entitas pelaporan

pemerintah daerah dimana dapat menentukan keandalan laporan

keuangan yang dihasilkan oleh entitas tersebut. Oleh karena itu, dalam

memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang

diauditnya, auditor meletakkan kepercayaan atas efektivitas

pengendalian internal dalam mencegah terjadinya material dalam

proses akuntansi. Oleh karena itu, Auditor perlu memperoleh

pemahaman tentang pengendalian internal suatu pemerintah daerah

untuk perencanaan auditnya (Kawedar, 2010).

Diperlukannya efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam

suatu organisasi, maka menjadi tanggung jawab Menteri/pimpinan

lembaga, Gubernur, dan Bupati/Walikota atas efektivitas

penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan masing-

masing. Menurut (Sudjono & Hoesada 2009, dalam Kawedar, 2010)

menjelaskan bahwa untuk memperkuat dan menunjang efektivitas

Sistem Pengendalian Internal perlu dilakukan :

a. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi

Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan

negara. Pengawasan intern tersebut dilakukan oleh Aparat

Pengawas Intern Pemerintah (APIP) melalui audit review,

evaluasi, pemantau dan kegiatan pengawasan lainnya.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
31

b. Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal

Pemerintah (SPIP). Berdasarkan ketentuan perundang-

undang, organisasi yang diberi kewenangan dalam

pembinaan SPI adalah Badan Pengawas Keuangan

Pemerintah (BPKP). Pembinaan dapat dilakukan dalam

bentuk : penyusunan pedoman teknis penyelenggara SPIP,

sosialisasi, pendidikan. dan pelatihan, pembimbingan dan

konsultasi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor

APIP.

1.3 Kelemahan Pengendalian Internal

Kelemahan Pengendalian Internal Menurut Public Company

accounting Oversight Board (PCAOB) dalam Hartono (2014)

menyatakan kelemahan pengendalian internal merupakan kelemahan

signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada

laporan keuangan tahunan yang tidak dapat dicegah atau dideteksi.

Menurut Martani & Zaelani (2011) dinyatakan bahwa kelemahan atas

sistem pengendalian internal dikelompokkan dalam 3 kategori,

sebagai berikut :

a. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu

kelemahan sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan

akuntansi dan pelaporan keuangan.

1.) Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
32

2.) Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak

memadai.

3.) Entitas terlambat menyampaikan laporan.

4.) Pencatatan tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat.

5.) Sistem informasi akuntasi dan pelaporan belum

didukung sumber daya manusia yang memadai.

b. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan

dan belanja yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan

pemungutan dan penyetoran penerimaan negara / daerah /

perusahaan milik negara/daerah serta pelaksanaan program /

kegiatan pada entitas yang diperiksa.

1.) Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan

serta penggunaan penerimaan daerah dan hibah tidak

sesuai dengan ketentuan.

2.) Penyimpangan terhadap peraturan bidang teknis tertentu

atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang

pendapatan dan belanja.

3.) Perencanaan kegiatan tidak memadai.

4.) Pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBN/APBD.

5.) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum

dilakukan berakibat peningkatan biaya/belanja.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
33

6.) Penetapan/pelaksanaan kebijakan tidak tepat atau belum

dilakukan berakibat hilangnya potensi

penerimaan/pendapatan.

c. Kelemahan struktur pengendalian internal, yaitu kelemahan yang

terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau

efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas

yang diperiksa.

1.) Entitas tidak memiliki Standar Operating Procedur

formal.

2.) Standar Operating Procedur yang ada pada entitas tidak

berjalan secara optimal atau tidak ditaati.

3.) Entitas tidak memiliki satuan pengawas intern.

4.) Satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau

tidak berjalan optimal.

5.) Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai.

1.4 Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Daerah

Menurut Sukirno (2006) organisasi yang sedang tumbuh memiliki

masalah pengendalian kelemahan pengendalian internal yang lebih

banyak. Pertumbuhan yang cepat dari sebuah organisasi menyebabkan

banyak terjadi perubahan. Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu

ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu

perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi adalah proses

http://digilib.mercubuana.ac.id/
34

perubahan pertumbuhan perekonomian suatu negara secara

berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode

tertentu. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi

keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting yang

ingin dicapai pemerintah daerah. Besar kecilnya pertumbuhan

ekonomi dapat mengindikasikan keberhasilan pemerintah daerah

dalam mengatur dan menjalankan kegiatan ekonominya dengan baik.

Meningkatnya tingkat aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh

pertumbuhan ekonomi diduga akan meningkatkan jumlah kecurangan

di pemerintah daerah (Hartono, 2014). Adapun aspek penting dalam

pertumbuhan ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto (Putro,

2013).

PDRB merupakan informasi yang sangat penting untuk

mengetahui perkembangan perekonomian yang terjadi disuatu daerah

(Putro, 2013). PDRB juga merupakan indikator ekonomi makro suatu

daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan

perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan

akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan

dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan

pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju

pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di

http://digilib.mercubuana.ac.id/
35

berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999 dalam

Puspitasari, 2013).

Ada dua metode untuk menghitung PDRB yaitu metode langsung

dan tak langsung. Metode langsung adalah metode perhitungan

dengan menggunakan data yang bersumber dari data dasar masing-

masing daerah. Metode langsung tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan tiga macam pendekatan yaitu: a) pendekatan produksi,

b) pendekatan pendapatan dan c) pendekatan pengeluaran. Sedangkan

metode tak langsung adalah alternatif terakhir yang dapat digunakan

untuk menghitung PDRB. Biasanya digunakan untuk mengalokasikan

PDRB suatu wilayah ke tingkat wilayah yang lebih kecil (Hartono,

2014).

1.5 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan

penerimaan bagi daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah

yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain.

Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah

bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain. PAD

yang sah (pasal 6 ayat (1)), bertujuan untuk memberikan keleluasaan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
36

kepada daerah dalam menggaji perdanaan dalam pelaksanaan otonomi

daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi (Penjelasan Umum).

Dalam upaya meningkatkan PAD, daerah larangan; (a) menetapkan

Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi

biaya tinggi; dan (b) menetapkan Peraturan Daerah tentang

pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang

dan jasa antardaerah, dan kegiatan immpor/ekspor (pasal 7).

Menurut Halim & Kusufi (2012) menjelaskan bahwa Pendapatan

Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, sebagai berikut :

a. Pajak daerah.

Merupakan pendapatan daerah yang beasal dari pajak dimana kode

rekening pendapatan dibedakan untuk provinsi dan

kabupaten/kota. Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang

perubahan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, Pajak adalah

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Menurut Permendagri No. 21 Tahun 2011

Perubahan Kedua atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam melakukan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
37

pengelolaan PAD diharuskan adanya pemisahan aset daerah secara

jelas antara provinsi, kabupaten dan kota agar terhindar dari

konflik dalam melakukan pemungutan pajak, retribusi antar

provinsi, kabupaten, dan kota. Adapun jenis pajak daerah yang

telah diatur, yaitu:

1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:

a. Pajak Kendaraan Bermotor;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Air Permukaan; dan

e. Pajak Rokok.

2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan

k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
38

b. Retribusi daerah

Menurut Permendagri No. 21 Tahun 2011 Perubahan

Kedua atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai penjabaran dari UU No. 28

Tahun 2009 tentang perubahan UU No. 34 Tahun 2000 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa retribusi

daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Dipungut oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dibagi

menjadi tiga, yaitu :

1. Retribusi jasa umum;

2. Retribusi jasa usaha; dan

3. Retribusi perizinan tertentu.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan

penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut objek

pendapatan yang mencakup :

1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

daerah/BUMD;

2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

pemerintah/BUMN; dan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
39

3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

swasta atau kelompok usaha masyarakat.

d. Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang

berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Transaksi ini

disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain

yang dijelaskan diatas. Jenis pendapatan ini meliputi objek

pendapatan, sebagi berikut :

1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

2. Jasa giro;

3. Pendapatan bunga; dan

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

dan Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Penerimaan yang diperoleh dari pendapatan daerah bersumber dari

wilayah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah Sumber-

sumber Pendapatan Asli Daerah :

PAD = [PD + RD + HPKDP + LPADS]

Keterangan:

PAD = Pendapatan asli daerah.

PD = Pajak daerah.

RD = Retribusi daerah.

HPKDP = Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

LPADS = Lain lain pendapatan asli daerah yang sah.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
40

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan daerah

yang berasal dari sumber ekonomi daerah itu sendiri yang dapat

mempengaruhi kelemahan pengendalian internal, hal ini berarti

semakin meningkat pendapatan (PAD) maka semakin besar pula

kelemahan pengendalian internal. Hal ini disebabkan karena semakin

besarnya Pendapatan Asli Daerah yang diterima meningkat maka

pemerintah pun memiliki kewenangan yang lebih luas dalam

mengelola keuangan tersebut maka, akan adanya peluang dalam

mengakibatkan terjadinya penyimpangan pada keuangan daerah

sehingga kelemahan pengendalian internal meningkat.

1.6 Ukuran Pemerintah Daerah

Berbicara mengenai ukuran, maka akan dihadapkan pada

permasalahan seberapa besar atau seberapa kecil objek yang akan kita

ukur. Dalam organisasi pemerintah yang berskala besar relatif lebih

stabil tingkat keuangannya jika dibandingkan dengan organisasi kecil.

Selain itu, tingkat kelemahan pengendalian internal yang terjadi pada

organisasi dengan ukuran besar cenderung lebih kecil, hal tersebut

dikarenakan organisasi yang memiliki ukuran besar cenderung

memiliki sumber daya yang cukup untuk membuat dan

mengimplementasikan sistem pengendalian internal yang memadai

serta pengawasan yang baik.

Apabila dikaitkan dengan sebuah organisasi, ukuran besar atau

kecilnya suatu organisasi dapat dilihat dari banyaknya lapangan usaha

http://digilib.mercubuana.ac.id/
41

yang dijalankan, jumlah penduduk, total aset yang dimiliki atau

bentuk fisik lainnya. Organisasi yang besar memiliki prosedur

pelaporan keuangan yang baku dan memiliki cukup sumber daya

manusia untuk pembagian tanggung jawab sehingga lebih teratur.

Penelitian Martani & Zaelani (2011) menjelaskan bahwa organisasi

yang besar juga memiliki sumber daya manusia yang lebih banyak

untuk melakukan implementasi pengendalian intern seperti melakukan

training dan konsultasi. Pemerintah daerah diharapkan dapat mampu

memberikan pelayanan yang cukup dan optimal untuk publik, agar

harapan yang diinginkan kepada pemerintah daerah tercapai yakni

memiliki kinerja pemerintah daerah yang lebih baik.

Penelitian Hartono (2014) menjelaskan bahwa size (ukuran)

pemerintah daerah dapat menunjukkan besar kecilnya keadaan

pemerintah daerah dengan banyaknya jumlah penduduk di suatu

daerah yang akan mencerminkan pengalokasian anggaran dari

Pemerintah Pusat untuk masing-masing daerah dalam rangka

memenuhi kebutuhannya. Seringkali, pemerintah daerah yang

memiliki jumlah penduduk banyak dituntut untuk melakukan

pengendalian intern yang baik sebagai pertanggungjawaban kepada

publik.

Adapun penelitian Fauza (2015) menyatakan bahwa ukuran

pemerintah diukur dari aset yang dimiliki daerah. Pemerintah harus

mampu mengelola aset yang dimilikinya secara baik karena pada

http://digilib.mercubuana.ac.id/
42

hakekatnya aset yang dimiliki oleh pemerintah adalah milik rakyat

yang harus dimanfaatkan oleh masyarakat. Aset dapat mencerminkan

nilai atau ukuran perusahaan dikarenakan dengan memiliki aset,

sebuah perusahaan akan mampu menjalankan aktivitas usahanya,

sehingga semakin besar nilai aset suatu perusahaan maka aktivitas

usahanya dapat dikatakan akan semakin besar.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintah menyatakan bahwa aset diklasifikasikan ke

dalam aset lancar dan non lancar. Aset lancar meliputi kas dan setara

kas, investasi jangka pendek, piutang, dan persediaan. Suatu aset

diklasifikasikan sebagai aset lancar, apabila aset tersebut diharapkan

untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual

dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang

tidak dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan

sebagai aset non lancar. Aset non lancar mencakup aset yang bersifat

jangka panjang, dan aset tak berwujud yang digunakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang

digunakan masyarakat umum. Aset non lancar diklasifikasikan

menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan,dan aset

lainnya. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan

bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan

konstruksi dalam pengerjaan. Aset non lancar lainnya diklasifikasikan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
43

sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak

berwujud dan aset kerja sama (kemitraan).

Organisasi dengan aset yang besar atau kecil dapat mempengaruhi

kelemahan pengendalian internal dikarenakan aset yang besar dapat

memberikan kualitas terhadap sumber daya manusianya sehingga

memiliki sumber daya manusia serta pengawasan yang baik dalam

melakukan kegiatan dan pengelolaannya. Namun, kemungkinan dapat

terjadi apabila aset yang besar semakin banyaknya kegiatan ekonomi

pada pemerintah daerah sehingga memiliki peluang dalam melakukan

penyimpangan. Oleh karena itu, harus diterapkannya pengendalian

internal dan pengawasan yang efektif sesuai dengan Standart

Operating Proceedure (SOP) sehingga mampu melindungi aset dan

mengurangi kelemahan pengendalian internal dalam organisasi.

1.7 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Nirmala (2012) dan Martani dan

Zaelani (2011) menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi

bersignifikan positif terhadap kelemahan pengendalian internal

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2014)

menemukan bahwan pertumbuhan ekonomi bersignifikan negatif

terhadap kelemahan pengendalian internal dan penelitian yang

dilakukan oleh Kumala (2015) menemukan bahwan pertumbuhan

tidak berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
44

Variabel pendapatan asli daerah yang diteliti oleh Martani dan

Zaelani (2011) bersignifikan positif terhadap kelemahan pengendalian

internal. Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2009) menemukan

bahwa pendapatan asli daerah bersignifikan negatif sedangkan

penelitian yang dilakukan Hartono (2014), Puspitasari (2013), Adi

(2015) dan Kumala (2015) menemukan bahwa pendapatan asli daerah

tidak berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal.

Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2009) menemukan

bahwa ukuran pemerintah daerah bersignifikan positif terhadap

kelemahan pengendalian internal sedangkan penelitian yang dilakukan

oleh Nirmala (2012), Hartono (2014), Martani dan Zaelani (2011) dan

Kumala (2015) menemukan bahwa ukuran pemerintah daerah

bersignifikan negatif terhadap kelemahan pengendalian internal.

Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2015) menemukan bahwa ukuran

pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kelemahan

pengendalian internal.

Tabel 2.1

Tabel Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Hasil Penelitian


Peneliti
1 Doyle, Ge Variabel Perusahaan yang memiliki
dan Mcvay Independen: banyak kelemahan
(2007) 1. Sarbanes-oxley pengendalian intern
Act cenderung lebih kecil,

http://digilib.mercubuana.ac.id/
45

2. Pelaporan lebih muda, lemah secara


Keuangan keuangan, sedang tumbuh,
dan dalam restrukturisasi
Variabel
Dependen:
1. Pengendalian
Intern

2 Kristanto Variabel Ukuran Pemerintah


(2009) Independen: Daerah secara signifikan
1. Ukuran berpengaruh positif
Pemerintah terhadap kelemahan
Daerah pengendalian intern.
2. PAD Pendapatan Asli Daerah
3. Belanja Modal (PAD) berpengaruh
negatif terhadap
Variabel pengendalian intern dan
Dependen: belanja modal memiliki
1. Kelemahan pengaruh signifikan
Pengendalian positif terhadap
Internal pengendalian internal.
3 Martani Variabel Pertumbuhan pemerintah
dan Zaelani Independen: Daerah secara signifikan
(2011) 1. Pertumbuhan berpengaruh positif
Pemerintah terhadap pengendalian
Daerah intern, Ukuran Pemerintah
2. Ukuran Daerah secara signifikan
Pemerintah berpengaruh negatif
Daerah terhadap kelemahan
3. Kompleksitas pengendalian internal.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
46

Pemerintah dan kompleksitas


Daerah pemerintah daerah
memiliki pengaruh
Variabel signifikan positif
Dependen: terhadap pengendalian
1. Pengendalian internal.
Internal
4 Petrovis, Variabel Kompleksitas memiliki
dkk (2011) Independen: hasil yang tidak signifikan
1. Complexity terhadap masalah
2. Going concern pengendalian internal,
risk program revenue
3. Growth signifikan dengan masalah
4. Size pengendalian internal.
Variabel dependen: Growth memiliki hasil
1. Internal yang tidak signifikan
control positif terhadap kelemahan
weaknesses pengendalian internal dan
size tidak signifikan
terhadap kelemahan
pengendalian internal,
serta going concern risk
memiliki hasil yang
signifikan negatif terhadap
pengendalian internal.
5 Nirmala Variabel Ukuran perusahan
(2012) Independen: menunjukan pengaruh
1. Profitabilitas negatif terhadap
2. Ukuran kelemahan pengendalian
perusahaan internal dan laju

http://digilib.mercubuana.ac.id/
47

3. Laju pertumbuhan ekonomi


Pertumbuhan menunjukan berpengaruh
Ekonomi positif terhadap kelemahan
4. Kompleksitas pengendalian internal
Transaksi

Variabel
Dependen:
1. Kelemahan
Pengendalian
Internal
6 Puspitasari Variabel Pertumbuhan ekonomi
(2013) Independen: Pemerintah Daerah dan
1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Ekonomi (PAD) tidak berpengaruh
Pemerintah secara signifikan terhadap
Daerah kelemahan pengendaian
2. PAD internal Pemerintah
3. Kompleksitas Daerah dan Kompleksitas
Pemerintah Pemerintah Daerah dilihat
Daerah dari jumlah SKPD
berpengaruh secara
Variabel signifikan terhadap
Dependen: kelemahan pengendalian
1. Kelemahan internal Pemerintah
Pengendalian Daerah.
Internal
7 Adi (2015) Variabel Ukuran pemerintah daerah,
Independen: PAD, kompleksitas
1. Ukuran pemerintah daerah serta

http://digilib.mercubuana.ac.id/
48

Pemerintah belanja modal tidak


Daerah berpengaruh terhadap
2. PAD kelemahan pengendalian
3. Kompleksitas internal.
Pemerintah
Daerah
4. Belanja Modal
Variabel
Dependen:
1. Kelemahan
Pengendalian
Internal
8 Kumala Variabel Pertumbuhan ekonomi
(2015) Independen: pemerintah daerah dan
1. Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Ekonomi (PAD) menunjukan tidak
Pemerintah berpengaruh terhadap
Daerah kelemahan pengendalian
2. PAD internal, Ukuran
3. Ukuran pemerintah daerah
Pemerintah menunjukan berpengaruh
Daerah negatif terhadap
4. Kompleksitas kelemahan pengendalian
Pemerintah internal dan Kompleksitas
Daerah tidak berpengaruh
terhadap kelemahan
Variabel pengendalian intern
Dependen: pemerintah daerah
1. Kelemahan
Pengendalian
Internal

http://digilib.mercubuana.ac.id/
49

B. Kerangka Pemikiran

1. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kelemahan

Pengendalian Internal

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif

yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam satu

tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(Sukirno, 2006). Pertumbuhan yang cepat dari sebuah organisai

menyebabkan banyak terjadinya perubahan. Perubahan tersebut

khususnya dalam hal ekonomi secara otomatis akan meningkatkan

aktivitas bisnis yang terjadi dalam daerah tersebut.

Pertumbuhan yang cepat dari sebuah organisasi menyebabkan

banyak terjadi perubahan baik itu secara langsung maupun tidak

langsung. Berbagai perubahan tersebut menuntut penyesuaian dari

pengendalian internal yang dimiliki. Dengan naiknya aktivitas bisnis

yang besar, perusahaan cenderung memiliki pengendalian intern yang

kurang baik. Hal ini tidak jauh berbeda dalam pemerintah daerah yang

memiliki jumlah pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentu akan

menaikan tingkat aktivitas ekonomi dalam pemerintah daerah

tersebut. Organisasi nirlaba yang sedang tumbuh memiliki masalah

kelemahan pengendalian internal yang lebih banyak (Petrovits,

Shakespeare dan Shih, 2010). Hal tersebut yang dapat

mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi

berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal.

http://digilib.mercubuana.ac.id/
50

Aktivitas ekonomi dalam suatu daerah dapat dilihat dari nilai

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). PDRB yang tinggi

mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi daerah berjalan dengan

baik, dengan begitu nilai pemasukan terhadap pendapatan daerah akan

semakin tinggi. Besarnya angka PDRB suatu daerah juga akan

mempengaruhi pengawasan yang dijalankan oleh pemerintah.

Meningkatkan aktivitas ekonomi juga bisa mengakibatkan

meningkatnya angka kecurangan yang terjadi. Pemerintah tidak bisa

fokus terhadap pengawasan yang dilakukannya karena begitu

banyaknya sekmen-sekmen usaha yang harus mereka awasi. Dapat

ditarik kesimpulan dengan semakin besar PDRB dalam pemerintah

daerah maka memerlukan adanya pengawasan internal yang lebih baik

untuk mengantisipasi adanya kecurangan dan penyelewengan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martani & Zaelani

(2011) menyatakan signifikan positif bahwa pertumbuhan ekonomi

yang semakin tinggi berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan

pengendalian internal.

2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kelemahan

Pengendalian Internal

Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu pemasukan bagi

daerah yang digunakan untuk menjalankan pembangunan. Pendapatan

Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan bagi daerah dalam rangka

melaksanakan otonomi daerah. Pemungutannya berdasarkan peraturan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
51

dan Undang-Undang yang berlaku. Besar kecilnya PAD dapat

menggambarkan daerah yang sudah bisa mengolah potensi dari

daerahnya masing-masing.

Pemerintah daerah memiliki jumlah PAD yang tinggi juga akan

meningkatkan resiko kecurangan, dibutuhkan pengendalian internal

yang baik untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan. Pemerintah

daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola

pendapatan asli daerah, namun luasnya kewenangan yang dimiliki

beserta besarnya dana yang dikelola dapat mengakibatkan resiko

terjadinya penyimpanan sehingga hal ini membuat tingginya

kelemahan pengendalian interal dalam pemerintah.

Semakin banyak jumlah sumber pendapatan yang terdapat pada

Pendapatan Asli Daerah, justru akan membuat masalah pada

pengendalian internal (Petrovits, Shakespeare dan Shih, 2010). Hal ini

dikarenakan Pendapatan Asli Daerah dapat menjadi sebuah ladang

terjadinya tindak kecurangan dan penyelewengan pada pos-pos rawan.

Pemerintah daerah yang memiliki jumlah pendapatan yang tinggi dan

banyaknya pos-pos rawan akan sulit melakukan pengawasan terhadap

pendapatan yang diterima. Perlunya pengawasan terhadap pos-pos

rawan tersebut dapat dicegah dengan adanya implementasi sistem

pengendalian intern baik dari pihak dalam maupun luar organisasi

agar meminimalisir tindak kecurangan yang terjadi. Kecurangan yang

terjadi dalam hal pengunaan pendapatan daerah dapat berupa

http://digilib.mercubuana.ac.id/
52

penggunaan uang daerah yang tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan menjurus pada tindak korupsi atau

penggelapan (Kumala, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martani & Zaelani

(2011) menyatakan signifikan positif bahwa hasilnya menunjukan

semakin banyak jumlah sumber pendapatan membuat masalah

pengendalian internal meningkat. Pendapatan asli daerah diantaranya

dari retribusi daerah, pajak daerah, dan bagi hasil kekayaan alam

daerah. Nilai setiap satu sumber PAD biasanya tidak terlalu besar

sehingga jika nilai total PAD besar itu berasal dari jumlah sumber

PAD yang banyak. Semakin pemerintah memiliki kewenangan yang

luas dan besarnya dana yang dikelola pada daerah tersebut dapat

mengakibatkan resiko terjadinya penyimpangan dalam mengelola

keuangan daerah, sehingga kelemahan pengendalian internal

meningkat.

3. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kelemahan

Pengendalian Internal

Ukuran pemerintah daerah mencerminkan besar atau kecilnya

suatu objek yang akan diukur dalam suatu entitas atau organisasi.

Ukuran pemerintah daerah dapat diukur dengan banyaknya total aset,

total pendapatan dan jumlah populasi yang dimiliki oleh suatu

organisasi. Aset dapat mencerminkan nilai atau ukuran pemerintah

daerah dikarenakan dengan memiliki aset, sebuah organisasi akan

http://digilib.mercubuana.ac.id/
53

mampu menjalankan aktivitas usahanya. Besarnya suatu aset daerah

dapat mencerminkan infrastruktur ekonomi dan aktivitas ekonomi

yang dijalankan, maka semakin banyaknya aktivitas ekonomi akan

sulit untuk menerapkan pengendalian internal maka semakin banyak

penyimpangan yang mungkin terjadi, artinya kelemahan pengendalian

internal meningkat.

Berdasarkan penelitian sebelumnya Kristanto (2009) menyatakan

ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap kelemahan

pengendalian internal bahwa semakin besar ukuran pemerintah daerah

maka kelemahan pengendalian intern akan semakin besar artinya

banyaknya peluang penyimpangan yang dapat terjadi pada ukuran

pemerintah daerah yang besar.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka

model rangka penelitian ini dapat disampaikan dalam gambar dibawah ini:

Pertumbuhan Ekonomi (X1) H1


Kelemahan
Pengendalian
Pendapatan Asli Daerah (PAD) H2 Internal
(X2) Pemerintah
Daerah (Y)
Ukuran Pemerintah Derah (X3) H3

Gambar 2.1

Model Konseptual Penelitian

http://digilib.mercubuana.ac.id/
54

C. Hipotesis

Berdasarkan pada kajian pustaka, penelitian terdahulu dan kerangka

pemikiran, maka hipotesis yang disajikan adalah sebagai berikut:

H1: Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kelemahan

pengendalian internal Pemerintah Daerah

H2: Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap

kelemahan pengendalian internal Pemerintah Daerah

H3: Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap

kelemahan pengendalian internal Pemerintah Daerah

http://digilib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal USBN
    Soal USBN
    Dokumen14 halaman
    Soal USBN
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Angket
    Angket
    Dokumen3 halaman
    Angket
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • PAKET 1 Biologi
    PAKET 1 Biologi
    Dokumen17 halaman
    PAKET 1 Biologi
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Piso Surit
    Piso Surit
    Dokumen1 halaman
    Piso Surit
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Pantun
    Pantun
    Dokumen13 halaman
    Pantun
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • PPT Agama Kelompok 2 (Uhuy)
    PPT Agama Kelompok 2 (Uhuy)
    Dokumen42 halaman
    PPT Agama Kelompok 2 (Uhuy)
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Pantun
    Pantun
    Dokumen15 halaman
    Pantun
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Perbedaan Akuntansi Sektor Publik Dan Swasta
    Perbedaan Akuntansi Sektor Publik Dan Swasta
    Dokumen2 halaman
    Perbedaan Akuntansi Sektor Publik Dan Swasta
    Aththariq Hariyadi
    100% (1)
  • Aransemen
    Aransemen
    Dokumen7 halaman
    Aransemen
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • DARAAAY
    DARAAAY
    Dokumen3 halaman
    DARAAAY
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Pida Toku
    Pida Toku
    Dokumen2 halaman
    Pida Toku
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Print Naskah Drama Dara
    Print Naskah Drama Dara
    Dokumen2 halaman
    Print Naskah Drama Dara
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat
  • Print Naskah Drama Dara
    Print Naskah Drama Dara
    Dokumen2 halaman
    Print Naskah Drama Dara
    Aththariq Hariyadi
    Belum ada peringkat