Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fathur Aditama Handoko

NPM : 200110150126

Fapet E

Kentut Sapi dan Global Warming, Apa


Hubungannya?

Alarm tanda bahaya pada bumi telah berdering kencang. Dewasa ini banyak
sekali permasalahan-permasalahan yang menimpa bumi ini, terutama masalah
lingkungan. Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Pemanasan
Global (Global Warming). Banyak faktor penyebab global warming, salah satunya
adalah pada sektor peternakan, khususnya peternakan sapi. Sapi termasuk hewan
mamalia dari familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara untuk
dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Kotoran sapi pun kini
telah dimanfaatkan sebagai pupuk organik, sebagai bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar fosil yang sudah mulai langka, bahkan sebagai media pembenihan
cacing tanah, yang nantinya digunakan sebagai bahan obat. Tapi tahukah Anda,
bahwa selama ini sapi ternyata menjadi salah satu penyebab global warming? Sejak
dulu kita hanya menyalahkan CO2, CO, atau CFC sebagai biang kerok
penyebab global warming, padahal ada beberapa biang keladi lain penyebab global
warming, salah satunya adalah gas metana. Gas Metana Sangat Berbahaya
Mungkin belum banyak orang yang tahu tentang gas metana. Metana adalah gas
anaerobik yang dihasilkan dari aktivitas mikroorganisme saat menguraikan bahan-
bahan organik. Perlu diketahui bahwasanya gas metana mengandung emisi efek
rumah kaca 23 kali lebih ganas ketimbang dengan gas CO2. Gas metana dihasilkan
melalui proses yang berlangsung secara alamiah. Salah satu faktor yang dapat
meningkatkan jumlah gas metana selain yang tersimpan di dasar laut pada kutub
bumi adalah meningkatnya populasi ternak. Selama ini ternyata sapi merupakan
salah satu hewan ternak penyumbang terbesar gas metana. Sistem pencernaan sapi
yang sangat lambat menjadi alasan mengapa binatang itu menghasilkan banyak gas
metana, khususnya pada kentut sapi. Gas metana memiliki potensi menghasilkan
efek rumah kaca seperti halnya gas CO2, bahkan lebih ganas 23 kalinya. Pernah
dilakukan suatu penelitian yang dilakukan oleh seorang yang berasal dari
Argentina, bahwasanya didapatkan fakta kalau gas metana dari sapi menyumbang
lebih dari 30% total emisi penyebab efek rumah kaca negara Argentina. Sebagai
salah satu negara penghasil daging sapi terbesar di dunia, Argentina mempunyai
lebih dari 55 juta ekor sapi yang merumput di daerah Pampas.
Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang mengkonsumsi banyak daging
sapi, maka orang tersebut secara tidak langsung telah ikut menciptakan global
warming. Hal ini mengindikasikan bahwa pola hidup seseorang akan mempunyai
pengaruh besar terhadap keselamatan, atau bahkan kehancuran bumi sekalipun.
Mari Memanfaatkannya Sudah saatnya kita membiasakan diri untuk hidup sehat
dan ramah lingkungan. Kalau tidak dimulai sekarang, mau kapan lagi, apakah kita
mau menunggu sampai bumi kita benar-benar hancur? Kita sebagai mahasiswa
harusnya peka terhadap situasi yang semakin parah seperti ini. Apalagi kita sebagai
mahasiswa ITS yang notabene merupakan kampus yang berbasis sains dan
teknologi. Sebagai engineerlayaknya kita bisa menciptakan suatu ide-ide kreatif
atau suatu alat yang bisa memanfaatkan kotoran sapi tersebut yang mengandung
gas metana sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil yang sudah
langka. Memang dalam waktu dekat ini, bahan bakar alternatif dari kotoran sapi
menjadi booming.Selain hal tersebut, seperti yang sudah dijelaskan tadi kotoran
sapi juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik, dan sebagai media untuk
pembenihan cacing tanah yang nantinya digunakan untuk obat. Dibalik bahaya
yang dihasilkan oleh sapi (kotorannya), ternyata ada juga manfaat yang besar dari
itu semua. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi hal tersebut, kalau kita
benar-benar mau berusaha menjaga bumi ini, tidaklah ada sesuatu hal yang tidak
mungkin. Trendy Leo Pratama (Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi -
Institut Teknologi Sepuluh Nopember/Angkatan 2011)

Anda mungkin juga menyukai