KPD
KPD
Daftar Pustaka
______________
1. Pritchard JA, Mac Donald PC, Gant IVF eds. Obstetri Williams, R. Hariadi, R.
Prajitno P, Soedarto (penerjemah). Ed. ke-17. Surabaya : Airlangga University
Press. 1991 : 880-883.
2. Sura N, Muhammad S dan Manuputty J. Pengelolaan Ketuban Pecah Dini.
Majalah
Dokter Keluarga. 1986. 5. 62-64.
3. Garite TJ. Premature Rupture of Membranes. In : Scott JR, Disaia PJ,
Hammond
CB. Spellacy WN, eds. Danforth's Obstetrics & Gynecology. 6th ed. Philadelphia :
JB. Lippincott Company. 1990. 353-363.
4. Artal R. Premature Rupture of the Membranes. In : Mishell DR, Brenner PF eds.
Management of Common Problems in : Obstetrics and Gynecology 3rd ed.
Boston : Blackwell Scientific Publications. 1994 : 108-115.
5. Fields DH. Abnormalities of Fetal Growth and Development Comerning both
Antepartum and Intrapartum Care. In : Barber HRK, Fields DH, Kaufman SA.
eds.
Quick Reference to Obgyn Procedures 3rd ed. Philadelphia : JB. Lippincott
Company. 1990. 119-132.
6. Borten M. Premature Rupture of Membranes. In : Friedman EA. Acher DB,
Sachs
BP. eds. Obstetrical Decision Making. 2nd ed. Philadelphia : BC Decker Inc. 1987.
170-171.
7. Oxorn H, Forte WR eds. Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. M.
Hakimi (penerjemah). Yayasan Essentia Medica. 1990. 592-602.
8. Saifuddin AB. Utama H, Standar Pelayanan Medik Obstetri & Ginekologi. Bag. I.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI 1991. 39-40.
9. Tessy T & Garu H. Penataksanaan Ketuban Pecah Dini. Lab. Obstetri &
Ginekologi
FKUH UP (masih dalam proses penyelesaian).
Sumber :
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe,
Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian /
SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.
Masalah :
- Keluarnya cairan berupa air-air dari vaggina setelah kehamilan 22 minggu.
- Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjaadi sebelum proses persalinan berlangsung.
- Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi ppada kehamilan preterm sebelum
kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm.
Diagnosis Cairan Vagina (lihat tabel di bawah !)
Konfirmasi diagnosis :
- Bau cairan ketuban yang khas.
- Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-seedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai
1 jam kemudian.
- Dengan spekulum DTT, lakukan pemeriksaann inspekulo. Nilai apakah cairan
keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior.
- Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari-jari karena tidak membantu
diagnosis dan dapat mengundang infeksi.
Penanganan umum :
- Konfirmasi usia kehamilan dengan USG.
- Melakukan pemeriksaan inspekulo (dengan spekulum DTT) untuk menilai cairan
yang keluar (jumlah, warna, bau) dan membedakannya dengan urin.
- Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 22 minggu), jangan
melakukan pemeriksaan dalam secara digital.
- Tentukan ada tidaknya infeksi.
- Tentukan tanda-tanda inpartu.
Penanganan :
1. Rawat di rumah sakit.
2. Jika ada perdarahan per vaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio plasenta.
3. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotik
(= amnionitis).
4. Jika tidak infeksi dan kehamilan kurang 37 minggu :
a. Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin.
- Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari + eritromisin 3 x 250 mg per oral selama
7 hari.
b. Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin.
- Betametason 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam.
- Deksametason 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam.
- Jangan memberikan kortikosteroid bila ada infeksi.
c. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu.
d. Jika terdapat his dan darah-lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
5. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan lebih 37 minggu :
a. Jika ketuban telah pecah lebih 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B :
- Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam atau
- Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan antibiotik.
b. Nilai serviks :
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan
infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.
Penanganan amnionitis :
1. Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan
a. Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam + gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
b. Jika persalinan per vaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan.
c. Jika persalinan dengan seksio sesarea, lanjutkan antibiotik dan berikan
metronidazol 3 x 500 mg IV sampai bebas demam selama 48 jam.
2. Nilai serviks :
a. Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.
b. Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus
oksitosin atau lakukan seksio sesarea.
3. Jika terdapat metritis (demam, cairan vagina berbau), berikan antibiotik.
4. Jika terdapat sepsis pada bayi baru lahir, lakukan pemeriksaan kultur dan
berikan antibiotik.
Sumber :
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifuddin,
Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. 1, Cet. 5. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2003.
Cairan berupa darah-lendir Pembukaan & pendataran serviks Awal persalinan aterm atau
Ada his preterm
KELAINAN HIS
Oleh : dr. Frits Rumintjap & dr. Josephine LT, Sp.OG
Pengertian
__________
Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun
sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. (1,2)
His yang normal atau adekuat adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan
persalinan. His persalinan tersebut meliputi :(3)
- Secara klinis yaitu minimal 3 kali kontrraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-
60 detik, sifatnya kuat.
- KTG yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 meniit, biasanya selama 40-60 detik dengan
tekanan intrauterina 40-60 mmHg.
Klasifikasi (3,4)
___________
Etiologi (1,2,3,4)
________
Penyulit (3)
________
Kelainan his (insersia uteri) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :
1. Kematian atau jejas kelahiran
2. Bertambahnya resiko infeksi
3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat,
pernapasan cepat, turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.
Penatalaksanaan (1,2,3,4)
_______________
Daftar Pustaka
______________
Sumber :
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe,
Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit
Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post
partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun perdarahan
perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang banyak
dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu bersalin dilakukan
pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah, nadi dan pernapasan
ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta disertai
sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim maka uterus
akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum, mengobati
perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar
hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi
persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika).
Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi
lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin
intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan segera
lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika
selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke-4 baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan berhenti.
Pengobatan perdarahan post partum pada atoni uteri tergantung banyaknya perdarahan dan
derajat atoni uteri yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat diatasi dengan memberikan
uterotonika, mengurut rahim (massage) dan memasang gurita.
2. Tahap II : bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya
berikan infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
- Perasat (manuver) Zangemeister.
- Perasat (manuver) Fritch.
- Kompresi bimanual.
- Kompresi aorta.
- Tamponade utero-vaginal.
- Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
3. Tahap III : bila belum tertolong maka usaha terakhir adalah menghilangkan
sumber perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi arteri hipogastrika atau
histerektomi.
Retensio Plasenta
_________________
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta
sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan.
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan apabila plasenta belum
lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi apabila disertai perdarahan.
Manual plasenta :
1. Memasang infus cairan dekstrose 5%.
2. Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam keadaan
suci hama.
3. Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan dimasukkan dalam
rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta
dilepas - disisihkan dengan tepi jari-jari tangan - bila sudah lepas ditarik keluar.
Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa-sisa plasenta dan
bersihkanlah. Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan
lahir (uterus) dan membawa infeksi.
Inversio Uteri
_______________
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke
dalam kavum uteri.
Sumber :
Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi. Jilid I ed. ke-2. dr. Delfi Lutan Sp.OG
(editor). Jakarta : EGC. 1998. 298-306.
DISTOSIA BAHU
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan.
Sumber :
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor : Abdul Bari Saifuddin,
Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003.