Anda di halaman 1dari 12

CARA BELAJAR ORANG DEWASA

oleh
Prof. dr. Herry E. J. Pandaleke, MSc, SpKK(K)

PENDAHULUAN
Dalam belajar, mahasiswa sebagai orang dewasa memerlukan kondisi bebas, dan
lebih mengutamakan pemecahan masalah. Cara belajar dengan proses pemecahan masalah
inilah yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Unsrat dalam kurikulum berbasis kompetensi
dengan menggunakan contoh kasus sebagai pemicu dalam diskusi.
Oleh karena itu kegiatan belajar berupa kuliah pakar hanya sebagai pengantar,
kemudian dilanjutkan dengan tutorial dimana terjadi interaksi intelektual dengan teman-
teman sesama mahasiswa dalam diskusi kelompok, latihan-latihan pemecahan masalah yang
praktis (studi kasus), dan penggunaan multimedia dalam pembelajaran.
Adapun tujuan instruksional umum topik cara belajar orang dewasa ini adalah :
setelah selesai mendapatkan materi cara belajar orang dewasa mahasiswa dapat diharapkan
dapat menjelaskan bagaimana cara belajar orang dewasa.
Ada 2 cara belajar orang dewasa yang akan dibahas dalam kuliah pakar ini, yaitu
belajar mandiri dan belajar aktif.

BELAJAR MANDIRI
Tujuan instruksional khusus pokok bahasan belajar mandiri adalah :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menjelaskan definisi belajar mandiri
2. Menjelaskan kekuatan belajar mandiri
3. Menguraikan cara aplikasi belajar mandiri dari segi materi, mahasiswa, dosen, dan
lingkungan
4. Menjelaskan strategi pengajaran belajar mandiri

Belajar mandiri didefinisikan sebagai usaha individu mahasiswa yang otonomi


untuk mencapai suatu kompetensi akademis (Kozma, Belle, Williams, 1978).
Keterampilan ini, jika sudah dimiliki, dapat diterapkan dalam berbagai dalam berbagai
situasi, tidak hanya terbatas pada suatu mata kuliah atau di perguruan tinggi saja. Dengan
keterampilan tersebut, mahasiswa akan mampu mengatasi tantangan baru tanpa
ketergantungan pada pemecahan masalah secara tradisional atau pada orang lain.
Belajar mandiri tidak sama dengan pengajaran individu (individualized instruction).
Personalized System of Instruction (Keller), Computer Assisted Instruction, Programmed
Instruction (Skinner) merupakan contoh dari pengajaran individu, namun bukan belajar
mandiri. Walaupun demikian, sistem pengajaran individu merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan proses belajar mandiri untuk
mahasiswa.
Belajar mandiri menunjukkan bahwa mahasiswa tidak tergantung pada penyeliaan
(supervision) dan pengarahan dosen yang terus-menerus, tetapi mahasiswa juga mempunyai
kreativitas dan inisiatif sendiri, serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk pada
bimbingan yang diperolehnyan (Self Directed Learning, Knowles, 1975).
Ketidakhadiran dosen, tidak adanya pertemuan tatap muka di kelas, dan tidak
kehadiran teman-teman sesama mahasiswa bukan merupakan ciri utama dari belajar mandiri.
Yang menjadi ciri utama dalam belajar mandiri adalah pengembangan dan peningkatan
keterampilan dan kemampuan mahasiswa untuk melakukan proses belajar secara mandiri,
tidak tergantung pada faktor-faktor dosen, kelas, teman, dll. Peran utama dosen dalam belajar
mandiri adalah sebagai konsultan dan fasilitator, bukan sebagai otoritas dan satu-satunya
sumber ilmu.

Kekuatan Belajar Mandiri


Adderly & Ashwin (1976) mengatakan bahwa dalam belajar mandiri, mahasiswa
mempunyai tanggung jawab yang besar atas proses belajarnya. Belajar mandiri
mengharuskan mahasiswa untuk menyelesaikan suatu tugas atau masalah melalui analisis,
sintesis, dan evaluasi suatu topik mata kuliah secara mendalam, kadang-kadangjuga melalui
kombinasi antara pengetahuannya dengan pengetahuan yang diperoleh dari mata kuliah lain.
Adderly & Ashwin (1976) juga mengatakan bahwa mahasiswa mendapatkan kepuasan
belajar melalui tugas-tugas yang diselesaikannya. Dalam belajar mandiri mahasiswa
mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam hal penelusuran literature,
penelitian, analisis, dan pemecahan masalah. Jika dalam menyelesaikan tugas-tugasnya
mahasiswa berkelompok, maka pengalaman yang diperolehnya menjadi semakin kaya,
karena melalui kelompok tersebut mahasiswa akan belajar tentang kerjasama,
kepemimpinan, dan pengambilan keputusan. Yang lebih penting lagi ialah bahwa belajar
mandiri dapat digunakan untuk mancapai tujuan akhir dari pendidikan, yaitu mahasiswa
dapat menjadi guru bagi dirinya sendiri.

Aplikasi Belajar Mandiri

Materi
Chickering (1975) memberikan contoh tentang penerapan belajar mandiri untuk
mencapai tujuan instruksional berdasarkan ranah kognitif taksonomi Bloom, dari jenjang
pengetahuan sampai jenjang evaluasi. Tujuan akhir dari belajar mandiri adalah
pengembangan kompetensi intelektual mahasiswa. Belajar mandiri dapat membantu
mahasiswa menjadi seseorang yang terampil dalam pemecahan masalah, menjadi
manajer (pengelola) waktu yang unggul, dan menjadi seorang pembelajar yang
terampil untuk belajar.
Studi kasus, review literatur, proyek penelitian, dan seminar merupakan bentuk-
bentuk kegiatan yang dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar
mandiri secara individu maupun secara kelompok. Jika dikelola dengan baik, maka kegiatan-
kegiatan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mendalami topik-
topik yang diminatinya dan pada saat yang sama menikmati keuntungan kerjasama antar
teman (jika berkelompok). Melalui belajar mandiri ini, mahasiswa dapat memperoleh
pengalaman yang mungkin takkan pernah dapat diperoleh melalui perkuliahan tatap muka di
ruang kelas.
Jika direncanakan dan dilaksanakan dengan baik, belajar mandiri dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa untuk generalization and transfer (suatu keterampilan membentuk
struktur dan strategi kognitif yang dapat digunakan dalam berbagai situasi), memahami
manfaat belajar, dan kemampuan untuk menganalisis, sintesa, dan mengaplikasikan hal-hal
yang sudah dipelajari. Mahasiswa seperti itu biasanya mempunyai tingkat kepuasan belajar
yang lebih tinggi, mempunyai perhatian/minat yang tidak terputus-putus, dan mempunyai
kepercayaan diri yang kuat, lebih dari mahasiswa yang hanya belajar secara pasif dan
menerima saja (Kozma, Belle, William, 1978).

Mahasiswa
Mahasiswa yang mampu belajar mandiri, disebut mahasiswa mandiri, memerlukan
beraneka ragam keterampilan, sumber, dan fasilitas untuk mampu mengatasi tantangan yang
dihadapinya. Mahasiswa perlu mengetahui cara memperoleh informasi untuk menjawa
pertanyaan yang dimilikinya, dan juga cara bertanya yang benar. Mahasiswa juga perlu
mengetahui teknik dan metode penelitian yang tepat, serta dapat menggunakannya dengan
baik dan benar.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, mahasiswa dapat belajar mendiri jika ia telah
menguasai keterampilan-keterampilan prasyarat, misalnya keterampilan memanfaatkan
sumber belajar yang tersedia. Dengan demikian, mahasiswa memerlukan bantuan dosen
untuk menguasai keterampilan-keterampilan prasyarat. Tidak berarti bahwa hanya mahasiswa
senior yang sudah mampu belajar mandiri, karena prestasi dan lamanya menjadi mahasiswa
bukan merupakan prasyarat dari kemampuan belajar secara mandiri diberbagai situasi.
Chickering (1975) berpendapat bahwa mahasiswa yang mampu belajar mandiri adalah
mahasiswa yang dapat mengontrol dirinya sendiri, mempunyai motivasi belajar yang tinggi,
yakin akan dirinya, mempunyai orientasi/wawasan yang luas, dan luwes. Biasanya
mahasiswa yang luwes, mandiri, dan tidak konformis akan dapat belajar mandiri. Namun,
dukungan dan bimbingan dosen biasanya tetap diperlukan oleh mahasiswa yang sudah dapat
belajar mandiri.

Dosen
Banyak dosen yang kurang dapat melihat manfaat belajar mandiri bagi mahasiswa.
Hal ini biasanya terjadi jika dosen kurang percaya akan integritas dan kemampuan
mahasiswa, merasa tidak aman (insecured) untuk berurusan dengan peningkatan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang terjadi di luar ruang kuliah, atau tidak
memiliki waktu dan perhatian yang cukup untuk memberikan bimbingan.
Sebenarnya, peran dosen dalam proses belajar mandiri mahasiswa sangat penting dan
sensitif. Dosen harus mampu memahami dan mengerti tujuan belajar mahasiswa. Tanpa harus
mengubah tujuan belajar mahasiswa menjadi tujuan pengajaran dosen, dosen harus mampu
membantu mahasiswa untuk menerjemahkan tujuan itu menjadi langkah-langkah belajar
yang operasional dan membantu mahasiswa untuk menerapkan langkah-langkah tersebut.
Penentuan tujuan, sumber belajar, proses belajar, dan evaluasi harus dilakukan oleh dosen
bersama mahasiswa. Kebutuhan dan harapan dari kedua belah pihak (bukan hanya pihak
dosen atau pihak mahasiswa saja) harus diperhitungkan dalam proses penentuan tersebut.
Dosen juga diharapkan mempunyai waktu khusus untuk berdiskusi dan mengevaluasi hasil
belajar mandiri mahasiswa.
Lingkungan
Lingkungan yang dapat mendukung proses belajar mandiri adalah lingkungan yang
menantang, terbuka pada resiko, luwes, interdisiplin, dan tidak tradisional. Jika dosen hanya
mengharapkan satu jawaban yang benar dari suatu tugas, maka mahasiswa tidak akan dapat
belajar mandiri. Karena dari belajar mandiri mahasiswa justru akan menemukan berbagai
kemungkinan jawaban. Jika dosen membatasi mahasiswa untuk membaca hanya buku teks
saja (satu buah) maka mahasiswa tidak akan dapat belajar mandiri, karena belajar mandiri
menuntut mahasiswa untuk membaca berbagai sumber untuk dapat membuat keputusan. Hal
lain yang tidak mendukung proses belajar mandiri mahasiswa adalah jika segala keputusan
dan langkah mahasiswa untuk menyelesaikan tugas tergantung dari persetujuan dosen. Dalam
situasi seperti itu mahasiswa tidak akan dapat belajar mandiri, karena belajar mandiri
memberikan fleksibilitas mahasiswa untuk mengambil keputusan dan menerima resiko
keputusan tersebut.

STRATEGI
Yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalh penentuan tujuan proses belajar
mandiri dari suatu mata kuliah; apakah untuk pencapaian keterampilan atau pengetahuan
tertentu? atau untuk pengembangan kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri? Jika
mahasiswa diasumsikan sudah menguasai strategi kognitif yang dapat digunakan untuk
belajar mandiri, maka tujuan proses belejar mandiri dari suatu mata kuliah adaalah
pencapaian keterampilan dan pengetahuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional mata
kuliah tersebut. Kondisi seperti ini dapat diterapkan untuk mahasiswa yang sudah terlatih
belajar mandiri, atau sudah mempunyai bekal strategi kognitif untuk belajar mandiri
(misalnya, mahasiswa yang sudah cukup senior). Untuk mahasiswa yang baru saja masuk ke
perguruan tinggi, atau yang masih berada di semester rendah, maka tujuan proses belajar
mandiri dari suatu mata kuliah akan lebih banyak untuk pencapaian kebiasaan dan
kemampuan belajar mandiri. Secara gamblang, tujuannya akan lebih mengarah pada
pengembangan strategi kognitif mahasiswa, dan hanya sebagian kecil porsinya untuk
pencapaian keterampilan atau pengetahuan bidang ilmu tertentu. Dosen perlu menyadari hal
ini, sehingga pola bimbingan belajar dan pola pemberian tugas belajar mandiri bagi
mahasiswa di semester rendah hendaknya berbeda dari pola bagi mahasiswa di semester
lanjut.
Belajar mandiri dapat juga dikembangkan melalui penggunaan materi instruksional
yang tercetak maupun terekam yang diintegrasikan dengan perkuliahan. Contoh materi
instruksional tercetak adalah handout, outline, tugas membaca terencana, buku kerja, silabus,
buku pegangan mahasiswa, dan modul. Contoh materi instruksional terekam adalah kaset
audio, video, microfische/microfil, computer-assisted-instrution, dan video interaktif. Belajar
mandiri juga dapat dibina melalui kerja laboratorium dan pengenalan penggunaan
perpustakaan kepada mahasiswa sebagai bagian integral dari perkuliahan, khususnya
penggunaan perpustakaan, penelusuran literatus di perpustakaan, analisis dan evaluasi
informasi. Selain itu, dosen juga dapat menumbuhkan belajar mandiri pada diri mahasiswa
melalui pembentukan kelompok belalajar yang dibimbing oleh tutor atau sesama mahasiswa.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kriteria untuk mengevaluasi proses
belajar. Evaluasi harus berfokus pada pencapaian perilaku belajar mandiri yang dapat diukur,
termasuk menentukan tujuan belajar, memilih sumber belajar, menganalisis dan
mengevaluasi masalah, dan memecahkan masalah.
Agar proses belajar lebih efektif, mahasiswa perlu menerapkan cara belajar yang
membuat dirinya terlibat secara langsung, menunjukkan aktivitas mental dan fisiknya selama
proses belajar tersebut.

Belajar Tuntas
Belajar tuntas dikembangkan oleh Benyamin Bloom pada sekitar tahun 1960-an, dan
kemudian dilanjutkan oleh James H. Block. Secara teoritis, belajar tuntas didasarkan pada :
1. Bakat dan kecepatan belajar
Bahwa setiap mahasiswa mempunyai kecepatan belajar yang berbeda dalam
mempelajari suatu pelajaran, dan kecepatan belajar setiap mahasiswa berbeda dalam
mempelajari pelajaran yang berbeda.
2. Kemampuan untuk menguasai pelajaran
Bahwa setiap mata pelajaran, tergantung dari instructional mode yang digunakan
dalam mata pelajaran tersebut, mempersyaratkan kemampuan atau keterampilan
mahasiswa yang berbeda (verbal ability, aural ability, dll).
3. Mutu instruksional
Diukur dari segi :
- kejelasan dan ketepatan teknik instruksional untuk setiap mahasiswa (berdasarkan
perbedaan individu)
- jumlah partisipasi dan latihan dalam belajar untuk setiap mahasiswa
- jumlah dan jenis penguatan serta umpan balik yang diberikan untuk setiap
mahasiswa
4. Ketahanan (perseverance)
Bahwa setiap mahasiswa berbeda dalam ketahanan atau keuletannya (persitence)
dalam mempelajari suatu mata pelajaran berdasarkan pengalaman keberhasilannya
dan kegagalannya dalam mempelajari mata pelajaran tersebut.
5. Waktu
Bahwa setiap mahasiswa membutuhkan jumlah waktu yang berbeda untuk
mempelajari dan menguasai suatu mata pelajaran. Waktu merupakan variabel utama
dalam belajar tuntas.

Secara praktis, asumsi dasar dari belajar tuntas adalah :


1. semua mahasiswa dapat dan akan belajar jika diberi kesempatan dan waktu yang
cukup sesuai dengan yang diperlukan.
2. ketuntasan didefinisikan berdasarkan ranah dan jenjang taksonomi Bloom.
3. pelajaran perlu dibagi menjadi unit-unit yang lebih kecil.
4. unit-unit belajar tersebut perlu diurutkan.
5. setiap unit belajar perlu dirancang untuk dapat dikuasai oleh mahasiswa secara
tuntas.
6. ajarkan setiap unit kepada mahasiswa, sehingga penguasaan mahasiswa terhadap unit-
unit belajar menjadi prasyarat untuk ketuntasan penguasaan.
7. mahasiswa dinilai berdasarkan kriteria absolut, bukan berdasarkan perbandingan
dengan kawan-kawannya.

BELAJAR AKTIF

Tujuan instruksional khusus pokok bahasan belajar aktif adalah :


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. menjelaskan arti belajar aktif.
2. menjelaskan peran belajar aktif dalam proses belajar mahasiswa.
3. menguraikan cara-cara yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan proses belajar aktif.

Apa Belajar Aktif ?


Belajar merupakan usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya.
Dalam proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan mahasiswa, baik dari segi kognitif, psikomotor maupun afektif.
Belajar aktif (sering dikenal sebagai Cara Belajar Mahasiswa Aktif) merupakan
suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar
yang aktif menuju belajar yang mandiri. Belajar yang bermakna terjadi bila mahasiswa
berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa
yang akan dipelajari dan cara mempelajarinya (Yulaelawati, 1992).
Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey Learning by Doing (1859-
1952). Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip
learning by doing, yaitu bahwa mahasiswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan.
Keingintahuan mahasiswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatan
mahasiswa secara aktif dalam suatu proses belajar. Dengan peran serta mahasiswa dan dosen
dalam belajar aktif akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna sehingga dapat
membentuk mahasiswa sebagai manusia seutuhnya.
Dosen berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan mahasiswa
belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi
mahasiswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatab belajar
bermakna, dan yang dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Mahasiswa juga
terlibat dalam proses belajar bersama dosen, karena mahasiswa dibimbing, diajar, dan dilatih
menjelajah, mencari mempertanyakan sesuatu, menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan,
mengelola, dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Mahasiswa dibimbing
agar mampu menentukan kebutuhannya, menganalisis informasi yang diterima, menyeleksi
bagian-bagian penting, dan memberi arti pada informasi baru. Mahasiswa juga diharapkan
mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan pengalaman dan pengetahuan
yang baru diterimanya. Selain itu, mahasiswa juga dibina untuk memiliki keterampilan agar
dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal
atau masalah-masalah baru yang dihadapinya.

Mengapa Belajar Aktif ?


Melalui pendekatan belajar aktif, mahasiswa diharapkan akan lebih mampu mengenal
dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Di samping itu
mahasiswa juga secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
terdapat disekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kristis,
tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melaluin penelusuran informasi
yang bermakna baginya.
Dalam belajar aktif, dosen diharapkan memiliki kemampuan untuk :
1. memanfaatkan sumber belajar di lingkungan secara optimal dalam proses
instruksional.
2. berkreasi dan mengembangkan gagasan baru.
3. mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dari sekolah dengan
pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat.
4. memperjelas relevansi dan keterkaitan mata kuliah dengan kebutuhan sehari-hari
dalam masyarakat.
5. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku mahasiswa secara bertahap
dan utuh.
6. memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan kemampuannya.
7. menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.

Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif
untuk dapat membentuk mahasiswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina profesionalisme
dosen.

Bagaimana Cara Belajar Aktif ?

Strategi
Belajar aktif memperkenalkan pendekatan yang lain daripada gambaran rutin
perkuliahan yang terjadi. Belajar aktif menuntut keaktifan dosen dan juga mahasiswa. Belajar
aktif juga mensyaratkan terjadinya interksi yang tinggi antara dosen dengan mahasiswa. Oleh
karena itu, dosen perlu mengembangkan berbagai kegiatan belajar yang dapat melibatkan
mahasiswa secara aktif dalam proses belajar berdasarkan tujuan instruksional yang jelas,
kegiatan yang menantang kreativitas mahasiswa sesuai dengan karakteristik mata kuliah dan
karakteristik mahasiswa.

Strategi yang dapat digunakan dosen untuk mencapai tujuan tersebut antara lain :
1. Refleksi
Dosen dapat meminta mahasiswa untuk secara reguler/berkala merefleksikan hal-hal
yang telah dipelajari dalam perkuliahan. Misalnya melalui jurnal, atau opinion paper.
2. Pertanyaan Mahasiswa
Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, dosen menugaskan mahasiswa untuk
menuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum dipahami, atau hal-hal
yang perlu dibahas bersama dosen dan teman-teman mahasiswa lainnya.
3. Rangkuman
Dosen dapat membiasakan mahasiswa untuk membuat rangkuman terhadap hasil
diskusi kelompok yang dilakukan di kelas atau sebagai tugas mandiri.
Selain itu rangkuman tersebut juga dapat merupakan tugas untuk
mengevaluasi/menilai sesuatu (seperti buku, artikel, majalah, dll) berdasarkan prinsip-
prinsip yang telah dipelajari dalam perkuliahan.
4. Pemetaan Kognitif
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa pemetaan kognitif adalah alat untuk
membuat mahasiswa aktif berpikir tentang konsep-konsep, hubungan antar konsep
(preposisi) dan skemanya. Sehingga pemetaan kognitif juga dapat digunakan untuk
menumbuhkan proses belajar aktif mahasiswa.

Untuk dapat merancang kegiatan yang melibatkan mahasiswa secara aktif dan
menantang mahasiswa secara intelektual, diperlakukan dosen yang mempunyai kreativitas
dan profesionalisme yang tinggi.

Pengelolaan Kelas
Kegiatan belajar berkelompok dapat dilakukan dengan tujuan membina kerjasama
antar mahasiswa untuk saling menghargai pendapat, berbagi pendapat, mendengarkan
pendapat, membagim tugas, dan bertanggung jawab secara mandiri dalam kebersamaan, serta
melatih sikap kepemimpinan. Kegiatan belajar berkelompok dapat merupakan cara untuk
mengatasi kejenuhan mahasiswa akibat rutinitas cara pengelolaan kelas.
Kegiatan belajar berpasangan pada dasarnya hampir sama dengan kegiatan belajar
berkelompok, kecuali dalam berpasangan hanya ada dua orang mahasiswa yang terlibat aktif
untuk menyelesaikan tugas. Sedangkan kegiatan belajar perorangan merupakan sarana untuk
mengembangkan kemandirian dan potensi yang optimal dalam diri masing-masing
mahasiswa. Kegiatan belajar perorangan dapat memberikan tantangan tertinggi bagi
mahasiswa untuk berprestasi secara mandiri.

Sumber Belajar
Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak hanya terbatas pada sumber belajar
yang ada di lingkungan kampus saja, seperti dosen, teman, laboratorium, studio,
perpustakaan, dll; namun juga dalam sumber belajar yang ada di luar kampus seprti
komunitas masyarakat, objek/tepat tertentu, media, gejala alam, narasumber setempat
(pemuka agama, dll), dll.

Peran mahasiswa
Belajar aktif memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk berkembang secara
optimal sesuai kemampuanya. pada dasarnya setiap mahasiswa mempunyai karakteristik dan
perilaku yang berbeda-beda. Dalam belajar aktif, dosen perlu memperhatikan perndedaaan
individu tersebut sehingga setiap mahasiswa dapat mencapai ketuntasan belajar dan
pengembangan diri yang optimal.

Umpan Balik dan Penilaian Hasil Belajar


Belajar aktif mensyaratkan diberikannya umpan baik secara terus-menerus dari dosen
kepada mahasiswa, dan juga sebaliknya dari mahasiswa kepada dosen. Umpan balik dosen
kepada mahasiswa menjelaskan tentang perestasi belajar mahasiswa yang perlu
dipertahankan dan ditingkatkan, juga kelemahan mahasiswa yang perlu diperbaiki.
Sebaliknya, umpan balik mahasiswa kepada dosen perlu diperhatikan sebagai masukan untuk
memperbaiki proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Penilaian hasil belajar
mahasiswa perlu dilakukan secara objektif sehingga hasil penilaian dapat membantu
mahasiswa untuk lebih berkembang untuk mencapai tujuan belajarnya. Marzano, Pickering,
dan Mc Tighe (1994) memberikan salah satu alternatif penilaian hasil belajar aktif
berdasarkan indikator-indikator yang dapat diukur pada setiap jenjang keterampilan. Menurut
Marzano, Pickering, dan Mc Tighe (1994) ada 5 jenjang keterampilan dalam belajar aktif,
sebagai berikut :

Effective habits of mind

Cooperation/Collaboration

Effective Communication

Information Processing

Complex Thinking

Jenjang keterampilan belajar aktif ini juga menunjukkan secara implikasi kemampuan
mahasiswa untuk belajar mandiri dan menggunakan strategi kognitif dalam proses belajar.
Dari bagan jenjang keterampilan belajar aktif tersebut, terlihat bahwa seorang
mahasiswa sudah melalui proses belajar aktif jika ia mampu menunjukkan keterampilan
berpikir kompleks, memproses informasi, berkomunikasi efektif, bekerjasama, dan
berkolaborasi, berdaya nalar yang efektif. Setiap jenjang keterampilan tersebut, mempunyai
indikator-indikator yang sangat khusus sebagai berikut :
1. Berpikir kompleks (complex thinking)
- menggunakan berbagai strategi berpikir kompleks dengan efektif
- menterjemahkan isu dan situasi menjadi lamgkah kerja dengan tujuan yang jelas
2. Memproses informasi (Information Processing)
- menggunakan berbagai strategi teknik pengumpulan informasi dan berbagai
sumber informasi dengan efektif
- menginterpretasikan dan mengsintesiskan informasin dengan efektif
- mengevaluasi informasi dengan tepat
- mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan perolehan manfaat tambahan dari
informasi
3. Berkomunikasi efektif (Effective communication)
- menyatakan/menyampaikan ide dengan jelas
- secara efektif dapat mengkomunikasikan ide dengan berbagai jenis pemirsa,
dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan
- menghasilkan hasil karya yang berkualitas
4. Bekerja sama (Cooperation/Collaboration)
- berusaha untuk mencapai tujuan kelompok
- menggunakan keterampilan interpersonal dengan efektif
- berusaha untuk memelihara kekompakan kelompok
- menunjukkan kemampuan untuk berperan dalam berbagai peran secara efektif
5. Berdaya nalar efektif (Effective habits of mind)
a. disiplin diri (self regulation)
- mengerti akan pola pikir sendiri
- membuat rencana yang efektif
- membuat dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan
- sangat peka terhadap umpan balik
b. berpikir kritis (critical thinking)
- tepat dan selalu berusaha agar tepat
- jelas dan selalu berusaha agar jelas
- berpikir terbuka
- menahan diri untuk tidak implusif
- memperlihatkan prinsip/warna jika memang diperlukan
- peka terhadap perasaan dan tingkat pengetahuan orang lain
c. Berpikir kreatif (Creative thinking)
- tetap melaksanakan tugas walaupun hasilnya belum jelas benar
- berusaha sekuat tenaga dan semampunya
- selalu mempunyai (dan berusaha mencapai) standard yang ideal yang
ditetapkan untuk dirinya
- mempunyai cara-cara untuk melihat situasi dari perspektif lain selain yang ada
Daftar Pustaka

Adderly, K. W. & Ashwin, C. The Use of Project Methods in Higher Education. London,
Society for Research in Higher Education, 1976.
Atwood, B. S., Building Independent Learning Skills. Palo Alto, CA., Learning
Handbooks, 1977.
Bell-Gredler, M. E. Learning and Instruction : Theory into Practise. New York,
Macmillan Publishing, 1986.
Block, J. H. (ed), Mastery Learning : Theory and Practise. New York, Holt, Rinehart &
Winston, 1970.
Block, J. H. (ed), School, Society, and Mastery Learning. New York, Holt, Rinehart &
Winston, 1970.
Brookfield, S. Adult Learners, Adult Education and The Community. New York, Teacher
College Press, 1984
Chickering, A. W. Developing Intellectual Competence at Empire State. New Directions
in Higher Education, 1975.
Costa, A. L. (ed). Developing Minds : A Resource Book for Teaching Thinking. Roseille,
CA., Association for Supervision and Curriculum Development, 1985.
Eble, K. E., The Craft of Teaching : A Guide to Mastering the Professors Art. San
Fransisco, Jossey Bass, 1988.
Gagne, R. M. Essentials of Learning for Instruction. New York, Dreyden Press, 1974.
Holstein, H., Murid Belajar Mandiri. Bandung, Remaja Karya, 1986.
Joni, T. R., Cara Belajar Siswa Aktif : Artikulasi Konseptual, Jabaran Operasional dan
Verrifikasi Empirik. Forum Penelitian Tengah Tahunan, Pusat Penelitian IKIP
Malang, 1990.
Knowles, M., Self-Directed Learning : A Guide for Learners and Teachers. New York,
Cambridge Adult Education, 1974.
Kozma, R. B., Belle, L. W., Williams, G. W. Instructional Techniques in Higher
Education. Englewood Cliffs, New Jersey, Educational Technology Publications,
1978.
Mckeachie, W. J. Teaching Tips : A Guidebook for the Begining College Teachers.
Toronto, DC Health & Co., 1986.
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. Peningkatan Mutu Pendidikan
Dasar Melalui Pendekatan Pembelajaran Aktif (Cara Belajar Siswa Aktif) dan
Pembinaan Profesional Guru, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah serta
Pembina lainnya. Jakarta, Balitbang Dikbud, 1992.
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mengajar di Perguruan Tinggi,
Program Applied Approach Bagian Dua. Jakarta, 1997
Romiszowski, A. J., Designing Instructional System. New York, Kogan Page, 1981.
Semiawan, C. R. & Joni, T. R., Pendekatan Pembelajaran : Acuan Konseptual
Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta, 1992.
Yulaelawati, E., Belajar Aktif Membuat Anak Belajar Lebih Bermakna. Jakarta, Gelora,
1993.

Anda mungkin juga menyukai