Piso Surit
Piso surit adalah salah satu lagu, syair, serta
tarian Suku Karo yang menggambarkan seorang
pria yang sedang menantikan kedatangan
kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan
menyedihkan dan digambarkan seperti
burung pincala (burung yang berekor panjang dan
pandai bernyanyi) yang sedang memanggil-
manggil.
Lagu Piso Surit karya Djaga Depari dalam bahasa Karo, dengan lagu yang bernuansa
tradisional Karo k berkembang (dibuatkan) tariannya yang dikenal dengan tarian Piso Surit.
Tarian Rentak Kudo ini dipersembahkan untuk merayakan hasil panen pertanian di daerah Kerinci
yang secara umum adalah beras (padi) dan dilangsungkan berhari-hari tanpa henti. Kadang bila
dilanda musim kemarau yang panjang, masyarakat Kerinci juga akan mementaskan kesenian ini
untuk berdoa kepada Yang Maha Kuasa (menurut kepercayaan mereka masing-masing). Tujuan
dari pementasan tari ini umumnya adalah untuk melestarikan pertanian dan kemakmuran
masyarakat, untuk menunjukkan rasa syukur masyarakat Kerinci baik dalam musim subur maupun
dalam musim kemarau untuk memohon berkah hujan sakral oleh masyarakat Kerinci.
Namun pada saat sekarang tari rantak kudo sudah umum dipakai, bahkan acara/ resepsi
pernikahan pun tari rantak kudo ini sering digunakan di kalangan masyarakat untuk suatu
hiburan di suatu pernikahan.
Tari tauh
Tari Tauh Jambi merupakan tarian tradisional
yang menggambarkan pergaulan atau
hubungan muda mudi. Tari Tauh Jambi ini
sudah ada sejak zaman dahulu sampai
sekarang, khususnya didaerah Lekok 50
Tumbi Lepur, Kecamatan Gunung Raya,
Kabupaten Bungo, Jambi.
Tari Tauh diiringi oleh musik tradisional Jambi yang dibunyikan dari alat musik kalintang kayu,
gong, gendang dan biola, dengan lagu pengiring krisnok dan pantun pantun anak muda.
Tari tauh ditampilkan pada acara-acara resmi yang diadakan pemerintah maupun masyarakat
pada umum pada acara pesta perkawinan.
Tarian dari Jawa
Tari wayang
Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada
masa kesultanan Cirebon pada abad ke-16
oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian
disebarkan oleh seniman keliling yang datang
ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung
dan Tasikmalaya. Disebut tari wayang karena
para penari mengenakan kostum dan
melakukan gerak tari yang menggambarkan
tokoh / karakter wayang yang dikenal
masyarakat di Jawa Barat.
Pada awalnya tari wayang ini dimainkan pada
saat pertunjukan wayang orang, namun pada
perkembangannya kemudian tari wayang menjadi satu pertunjukan seni tersebut.
Tari Wayang dapat dimainkan secara tunggal, berpasangan maupun masal. Sedangkan karakter
yang dimainkan oleh pemain terdiri dari beragam karakter pria dan wanita. Karakter tari wanita
terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta ladak untuk tokoh Srikandi.
Sedangkan karakter tari pria terdiri dari : Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna
Sastrabahu. Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa Satria Ladak
Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi Karna dan sebagainya Monggawa
Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca
Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.