Anda di halaman 1dari 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Manusia memiliki lima indera yang sangat penting dalam mempersepsikan
benda yang ada disekitarnya. Salah satu dari kelima indera tersebut adalah indera
penghidu (penciuman). Fungsi penghidu pada manusia mempunyai peranan
penting dalam menjalani kehidupan. Manusia dapat mencium aroma lezat
makanan, wangi parfum dan bunga serta benda lain yang mempunyai aroma
tertentu.
Indra penciuman merupakan alat visera (alat dalam rongga badan) yang erat
hubungannya dengan gastrointestinalis. Sebagian rasa berbagai makanan
merupakan kombinasi penciuman dan pengecapan. Rongga hidung atau kavum
nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi
dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum
nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periostium pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa
hidung (Syaifuddin, 2009)
Di sisi lain dengan fungsi penghidu yang normal, manusia mampu mendeteksi
kebocoran gas (Liquid Petroleum Gas) atau benda lain yang mengandung zat
berbahaya. Jadi gangguan dalam fungsi penghidu atau hilangnya sensasi penghidu
yang dikenal dengan anosmia dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kondisi
psikologis penderita (Boies, 2005).
Anosmia adalah suatu tidak adanya / hilangnya sensasi penciuman, dalam hal
ini berarti hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera penciuman.
Hilangnya sensasi ini bisa partial ataupun total. Adapun penurunan kemapuan
penciuman yang dinamakan hiposmia. Anosmia sering hilang sendiri meskipun
2

pada kasus-kasus tertentu terjadi secara permanen terutama yang berkaitan dengan
penuaan (usia 60 tahun) atau tumor otak (Kris, 2008).
Penyebab gangguan penghidu dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu
gangguan transpor odoran, gangguan sensoris, dan gangguan saraf. Gangguan
transpor disebabkan pengurangan odoran yang sampai ke epitelium olfaktorius,
misalnya pada inflamasi kronik dihidung. Gangguan sensoris disebabkan
kerusakan langsung pada neuroepitelium olfaktorius, misalnya pada infeksi
saluran nafas atas, atau polusi udara toksik. Sedangkan gangguan saraf disebabkan
kerusakan pada bulbus olfaktorius dan jalur sentral olfaktorius, misalnya pada
penyakit neurodegeneratif, atau tumor intrakranial (Huryati & Nelvia, 2014).
Kehilangan sensasi penghidu juga diakibatkan oleh adanya trauma kepala,
yang mengakibatkan gangguan pada pusat penghidu di otak. Data yang
menyatakan adanya anosmia oleh karena trauma kepala juga belum banyak
ditemukan. Kehilangan sensasi penghidu menimbulkan dampak psikologis yang
bermakna bagi penderita, penderita akan merasa kehilangan sesuatu yang berharga
(Huryati & Nelvia, 2014).
Insiden gangguan penghidu di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1,4%
dari jumlah penduduk.2 Di Austria, Switzerland, dan Jerman sekitar 80.000
penduduk pertahun berobat ke bagian THT dengan keluhan gangguan penghidu.4
Penyebab tersering gangguan penghidu adalah rinosinusitis kronik, rinitis alergi,
infeksi saluran anafas atas dan trauma kepala (Huryati & Nelvia, 2014).
Di Austria, Switzerland dan Jerman sekitar 80.000 penduduk pertahun berobat
kebagian THT dengan keluhan gangguan penghidu. Penyebab tersering gangguan
penghidu adalah rinosinusitis kronik, rhinitis alergi, infeksi saluran nafas atas dan
trauma kepala (Huriyati & Nelvia, 2014).
Di Indonesia tidak banyak sumber data yang merilis mengenai kehilangan
sensasi penghidu secara jelas dan terperinci. Data yang ada pada hasil
RISKESDAS tahun 2007 dan 2013 juga tidak mewakili adanya kehilangan sensasi
penghidu penduduk Indonesia, tentunya diprediksi cukup banyak penduduk di
Indonesia yang mengalami gangguan penghidu (Boies, 2005).
3

Dampak yang bisa terjadi pada anosmia adalah klien bisa mengalami
gangguan pengecapan karena salam tubuh system saraf penghidu sejalan dengan
pengecapan. Jika terjadi gangguan pengecapan maka nafsu makan menurun
sehingga menyebabkan penderita mengalami perubahan nutrisi yang akan
berdampak pada banyak system organ (Ballantyne & Govers , 2005)
Keadaan ini memerlukan perawatan selanjutnya bantuan pengobatan secara
medis dan tindakan perawatan untuk membantu penderita dalam meminimalkan
keluhan. Pada kasus tertentu seperti trauma kepala sehingga mengakibatkan
penderita kehilangan sensasi penghidu secara permanen, diperlukan dukungan
suportif dari keluarga dan pemberi layanan kesehatan kepada penderita untuk
meminimalkan terjadinya penurunan kualitas hidup penderita (Huryati & Nelvia,
2014).
Sebagai seorang perawat harus melakukan tindakan keperawatan untuk
mengobati atau bahkan mencegah terjadinya penyakit anosmia dengan cara
melakukan pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan
sensasi penciuman seperti antihistamin bila diindikasikan penderita alergi,
menganjurkan pasien untuk berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi
penciuman, memberikan suplemen zink, memberikan obat anti inflamasi
digunakan untuk pada pasien yang mengalami peradangan (Ballantyne & Govers,
2005).
Dari latar belakang yang ada diatas penulis tertarik membahas kasus tentang
asuhan keperawatan pada Tn. M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher
Jambi 2017.

B. RumusanMasalah
Rumusan masalah yang diangkat pada makalah ini adalah bagaimanakah
asuhan keperawatan pada Tn. M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher
Jambi 2017.

C. TujuanPenulisan
4

1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada Tn. M
dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. M dengan
kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
b. Mahasiswa mampu mengelompokkan data sesuai dengan tanda dan gejala
pada Tn. M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan dalam asuhan
keperawatan Tn. M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi
2017.
d. Mahasiswa mampu membuat perencanaan dalam asuhan keperawatan Tn. M
dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi dalam asuhan keperawatan Tn.
M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan Tn.
M dengan kasus Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.
g. Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian pada Tn. M dengan kasus
Anosmia di RSUD Raden Mattaher Jambi 2017.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
Manfaat dari penulisan ini adalah harapan dapat dijadikan masukan dan
bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi untuk melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan kasus Anosmia.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan


Sebagai masukan pembelajaran dalam melaksanakan tindakan keperawatan
dan gambaran untuk mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan pada
klien dengan kasus Anosmia.
5

3. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa STIKES Harapan Ibu Jambi
khususnya dalam pemberian proses pembelajaran dan sebagai tambahan
referensi dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
Anosmia.

Anda mungkin juga menyukai