Anda di halaman 1dari 38

KEDOKTERAN KELUARGA

PKM JONGAYA MAKASSAR

Peran Dokter Keluarga dalam Penatalaksanaan Hipertensi


di Puskesmas Jongaya
Makassar

Oleh :
Nur Ita Masyitha

Pembimbing :
dr. Hj. Hatase Nurna

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya umur harapan hidup (UHH) menyebabkan bertambahnya jumlah

lanjut usia (lansia). Hal ini dapat menimbulkan perubahan pola penyakit, dari penyakit infeksi

menjadi penyakit degenerative seperti hipertensi.1,2 Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS)

terjadi peningkatan UHHdari 69,43 tahun pada tahun 2010 menjadi 69,65 tahun pada tahun 2011

dengan persentase populasi lansia adalah 7,58% dari total penduduk Indonesia. Lansia

perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Jenis keluhan yang paling banyak dialami lansia

terkait dengan penyakit kronis, seperti asam urat,darah tinggi, rematik, darah rendah dan

diabetes. Penyakit yang paling banyak diderita oleh pasien rawat jalan dalam kelompok usia 45-

64 tahun dan di atas 65 tahun adalah hipertensi.3

Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan dimana tekanan darah sistolik (TDS) 140

mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg yang diukur oleh tenaga kesehatan

minimal dua kali pengukuran ataumengkonsumsi obat antihipertensi. Penyakit ini dikategorikan

sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi

sebelum memeriksakan tekanan darahnya.1

Hampir 1 miliar atau sekitar seperempat dari seluruh populasi orang dewasa di dunia

menyandang tekanan darah tinggi.Pada populasi lansia, separuh populasi hipertensi berusia

diatas 60 tahun. Pada tahun 2025 diperkirakan penderita tekanan darah tinggi mencapai hampir

1,6 miliar orang di dunia. Hipertensi menyumbang 18,5% kematian.Hipertensi menjadi penyebab

kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis dan jumlahnya mencapai 6,8 % dari proporsi

penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.1


BAB II
LAPORAN KASUS

Pasien Ny. P datang ke Puskesmas jongaya untuk berobat dengan keluhan tengang

belakang leher dan keram-keram pada sendi jari-jari tangan.Awalnya Pasien memeriksakan

dirinya di Posyandu Dan didapatkan tekanan darahnya 170/90 mmHg oleh karena itu pasien

disarankan untuk ke puskesmas.Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun

yang lalu. Pasien belum mengkonsumsi obat penurun tekanan darah.

Saat dilakukan pemeriksaan di puskesmas didapatkan tekanan darah pasien 140/90

mmHg.Riwayat diabetes melitus dan dislipidemia disangkal.Pada pemeriksaan fisik didapatkan

keadaan umum sakit sedang, suhu 36,5C, tekanan darah 140/90, frekuensi nadi 82x/menit,

frekuensi napas 18x/menit, berat badan 56 kg, tinggi badan 156 cm, IMT 23 kg/m2.

Pada saat dilakukan kunjungan rumah, keluhan pasien sudah berkurang.Dilakukan

pengukuran tekanan darah didapatkan 150/90 mmHg. Terdapat riwayat keluarga yaitu orangtua

pasien yang menderita penyakit yang sama.Pasien biasanya makan tiga kali sehari.Makanan

yang dimakan cukup bervariasi.Pasien tidak membatasi konsumsi garam.Pasien dapat

beraktifitas dengan baik.

Perkembangan Penyakit
- Home Visit I
- Dilakukan pemeriksaan tekanan darah di dapatkan 150/90 mmHg
- Menggali informasi mengenai penyakit yang diderita oleh pasien, riwayat beorbat
dan kebiasaan sehari-hari.
- Home Visit II
- Seahari setelah pasien datang ke puskesmas
- Dilakukan pemeriksaan tekanan darah di dapatkan 140/90 mmHg
- Menanyakan pola makan dan diet rendah garam
- Home visit III
- Dilakukan 2 hari setelah kunjungan kedua.
- Dilakukan pemeriksaan tekanan darah di dapatkan 140/90 mmHg
- Mengumpulkan data tentang jumlah keluarga, lingkungan tempat tinggal.
- Mengedukasi pasien dan keluarganya mengenai pola hidup bersih dan sehat dalam
keluarga
Pasien tinggal bersama 3 orang anak, 2 anak mantu dan 2 cucu dirumah yang berukuran

10m x 15m.Keluarga mendukung pasien dalam hal pengobatannya.

Sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah, penerangan dalam rumah cukup.Ventilasi

cukup.Kebersihan dan kerapihan rumah cukup.Rumah memiliki jamban.Air minum bersumber

dari PDAM.Pendapatan keluarga cukup.Pasien berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas.

Keluarga pasien tidak memiliki tabungan kesehatan. Kesadaran pasien untuk berobat kurang.

Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi digunakan konsep mandala

of health.Diagnostik holistic yang ditegakkan pada pasien adalah sebagai berikut: Pada poin I,

alasan kedatangan pasien: tegang belakang leher. Pada poin II, diagnosis kerja yang ditegakkan

adalah hipertensi grade I. Pada poin III, didapatkan masalah perilaku berupa tidak melakukan

diet rendah garam dan tidak disiplin dalam berobat.Pada poin IV, pasien tidak memiliki tabungan

kesehatan.Pada poin V ditetapkan skala fungsional pasien derajat 1 karena pasien masih dapat

melakukan kegiatan sehari-hari di dalam rumah seperti memasak dan membersihkan rumah serta

merawat diri sendiri.

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian obat antihipertensi golongan calcium

chanel blocker berupa Amlodipin 5 mg yang diberikan sekali sehari dan vitamin B Complex 1x1.
MANDALA OF HEALTH

Gaya hidup
Aktif beraktifitas fisik

Perilaku kesehatan
Ling. psikososial-ekonomi
Sering mengkonsumsi tinggi
Pendapatan cukup, kehidupan
garam, berobat bila ada
sosial dan lingkungan baik.
keluhan, pasien menggunakan
terapi daun-daunan

Pasien 43 tahun

Nyeri kepala, bengkak pada Lingkunogan kerja


Pelayanan kesehatan tungkai kiri, riwayat hipertensi
Kader posyandu pkm
sejak 5 tahun lalu jongaya
Dekat dengan PKM
jongaya TD : 140/90 mmHg

Faktor biologi Lingkungan fisik

Riwayat HT Rumah cukup bersih, ventilasi &


penerangan kurang, luas rumah
dalam keluarga
sebanding dengan jumlah anggota
(+) keluarga
Tabel skoring penyelesaian masalah dalam keluarga

SKOR UPAYA RESUME HASIL AKHIR SKOR


NO MASALAH
AWAL PENYELESAIAN PERBAIKAN AKHIR
Faktor
perilaku
kesehatan
keluarga
Konsumsi 3 edukasi diet keluarga berniat membatasi 5
makanan rendah garam . konsumsi makanan tinggi
tinggi lemak, dan tinggi garam
garam dan
garam

berobat edukasi Keluarga sudah


jika hanya pemeriksaan berkeinginan untuk
ada 3 memeriksakan kesehatan 4
kesehatan
keluhan berkala berkala
Total skor 6 9
Rata-rata
3 4,5
skor

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah

Skor1 Tidak dilakukan, keluarga menolak,tidak ada partisipasi


Skor 2Keluarga mau melakukan tapi tidakmampu, tidak ada sumber (hanya keinginan);
penyelesaian masalah hanya dilakukan sepenuhnya oleh provider.
Skor 3 Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan,
penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh provider.
Skor 4 Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung upaya provider.
Skor 5 Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga.

99 NotApplicable

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi edukasi pada pasien dan anggota keluarga

yang lain mengenai penyakit yang diderita pasien dan perubahan gaya hidup yang harus
dilakukan pasien untukmencegah penyakit semakin berat dan menghindari komplikasi penyakit

serta pemberian obat anti hipertensi yaitu Amlodipin 1x5 mg.

Tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan dan gaya hidup antara lain

dengan melakukan penyuluhan mengenai hipertensi dan mengajak ikut serta dalam program

prolanis. Hasil pembinaan yang telah dilakukan dievaluasi dengan menggunakan indeks koping

dengan hasil peningkatan skor dari 6 menjadi 9. Hasil tersebut bisa dilihat pada tabel .
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis klinik utama pada pasien adalah hipertensi grade I. Berdasarkan Joint National

Committee VII (JNC VII), termasuk hipertensi stage I apabila tekanan darah sistolik 140

mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Hipertensi pada lansia disebabkan karena proses

penuaan dimana terjadi perubahan sistem kardiovaskuler, katup mitral dan aorta mengalami

sklerosis dan penebalan, miokar menjadi kaku dan lambat dalam berkontraktilitas. Kemampuan

pompa jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi hipertensi.

Pada kunjungan rumah pasien mendapat terapi antihipertensi berupa amlodipine 5mg

1x1 dan vitamin B complex. Kunjungan ini bertujuan untuk melakukan pendekatan dan

perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan, diikuti dengan

anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah diderita.Dari hasil kunjungan

tersebut, sesuai konsep Mandala of Health, dari segi perilaku kesehatan pasien masih

mengutamakan kuratif daripada preventif dan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai

penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi akibat hipertensi.

Beberapa hari setelah kunjungan rumah, maka dilanjutkan intervensi dengan

menggunakan media leaflet tentang penangan hipertensi. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengubah kedisiplinan pasien dalam mengkonsumsi terapi yang telah diberikan

meskipun mengubah hal tersebut bukanlah hal yang dapat dilihat hasilnya dalam kurun waktu

yang singkat.

Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru. Pertama

adalah awarness atau kesadaran, dimana orang tersebut menyadari stimulus tersebut.Kemudian

dia mulai berteriak atau interest. Selanjutnya, orang tersebut akan menimbang-nimbang baik
atau tidaknya stimulus tersebut atau evaluation. Setalah itu, dia akan mencoba melakukan apa

yang dikehendaki oleh stimulus atau trial. Pada tahap akhir adalah adoption, berperilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya.2,3

Edukasi yang diberikan berupa cara mengontrol tekanan darah, makanan yang perlu

dihindari, komplikasi dari hipertensi yang mungkin terjadi dan pentingnya pemeriksaan diri

serta mengendalikan penyakit yang dialami oleh pasien. Disarankan agar pasien sebaiknya

melakukan pemeriksaan penunjang yang lainnya, seperti pemeriksaan foto rontgen dada,

pemeriksaan EKG, dan pemeriksaan laboratorium lengkap untuk mengevaluasi komplikasi dari

hipertensi yang diderita pasien.

Berdasarkan guideline Joint National Commite (JNC) 8 tahun 2014, pada populasi

umum berusia >60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika

tekanan darah sistolik 150 mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg dengan target sistolik

150 mmHg dan target diastolik 90 mmHg.Pada populasi umum berusia <60 tahun terapi

farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik 90 mmHg

dengan target diastolik 90 mmHg.Target ini untuk mengurangi resiko terjadinya stroke, gagal

jantung dan penyakit jantung koroner (PJK). Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai

dan mempertahankan target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1

bulan perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas

yang direkomendasikan dalam rekomendasi (thyazide-type diuretic) CCB ACEI atau ARB.
Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen perawatan sampai

target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat,

tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang tersedia. Jika terget tekanan darah tidak dapat

dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi karena kontraindikasi atau perlu menggunakan

lebih dari 3 obat ,obatantihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke dokter spesialis

hipertensi mungkin perlu diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan

strategi I atas atau untuk penanganan pasien komplikasi membutuhkan konsultasi klinis

tambahan.
Dalam tatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien seutuhnya, tidak

hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya.Pembinaan keluarga yang dilakukan

pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah

lainnya seperti fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga

dan lingkungan.
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi merupakan silent killer (pembunuh diam-diam) yang secara luas dikenal

sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum. Dengan meningkatnya tekanan darah dan

gaya hidup yang tidak seimbang dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai

penyakit seperti arteri koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi

menyatakan pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar

kemungkinannya terkena stroke.1

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke merupakan

penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap

kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik terbukti

berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95

mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan

tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg

mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan

darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya

1,5 kali daripada normotensi.3,4

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg,

diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi prehipertensi bukan suatu

penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi
antara lain mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat

badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.4

B. Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada

kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi

primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok

lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal

sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun

eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-

pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.5

1. Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial

(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari

seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk

terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas

menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun

dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang

peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan

gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai

kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen

ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya

mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide,

ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.6


2. Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1).

Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit

renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik

secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat

hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.

Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang

bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah

merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.5

Penyakit Obat Obat


1. penyakit ginjal kronis 1. Kortikosteroid, ACTH
2. hiperaldosteronisme primer 2. Estrogen (biasanya pil KB dg
3. penyakit renovaskular kadar estrogen tinggi)
4. sindroma Cushing 3. NSAID, cox-2 inhibitor
5. pheochromocytoma 4. Fenilpropanolamine dan analog
6. koarktasi aorta 5. Cyclosporin dan tacrolimus
7. penyakit tiroid atau paratiroid6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama
venlafaxine)
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.5

C. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report of

The Joint National Committee on Prevention, Detection, Eveluation, and Tretment of High

Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut

World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working

Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).2


Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)


Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 139 Atau 80 89
Hipertensi stadium 1 140 159 Atau 90 99
Hipertensi stadium 2 160 Atau 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan

International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal tinggi / 130 139 Atau 85 89
pra hipertensi
Hipertensi derajat I 140 159 Atau 90 99
Hipertensi derajat II 160 179 Atau 100 109
Hipertensi derajat III 180 Atau 110

D. Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar

risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena

hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan
kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau

kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang

hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.8

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun

hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang

berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat

dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung,

pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain

maka bisa memicu terjadinya hipertensi.9

b. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang

cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0%

untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4%

perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria

dan 13,7% wanita.10

c. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai

hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita

hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada

hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung

meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai

hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.1


d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan

ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel

telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat

genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi

terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan

dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.12

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan

peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko

merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih

dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang

tidak merokok.4

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui

rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah

arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.1

b. Konsumsi Asin/Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang

minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi

yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi
hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi

terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.13

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan

diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah

rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata

lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara

dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.3

Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan

natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat

menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.4

c. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan

yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi

lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran,

biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan

darah.4

d. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk

menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar

minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-
lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda,

yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh

(ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak

bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan

berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang

didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat

sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ,

sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya

adalah ALTJ.1

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung

hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti.

Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki

tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.4

Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei

menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun

diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta

kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.1

f. Obesitas

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang

mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena

beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang

beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih

besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut

jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh

menahan natrium dan air.1

Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi

pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya

normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan

lebih.1

g. Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung

mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus

memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.5

h. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres

sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan

stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat

menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.1


i. Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada

data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam

tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan

bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun berturut-turut),

akan meningkatkan tekanan darah perempuan.16

E. Patogenesis Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan

oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral

resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh

interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan

abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan

/ atau ketahanan periferal.17

F. Gejala Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan

manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah

intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8


G. Diagnosis Hipertensi

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit,

serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta,

yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.7

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Peninggian

tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga

diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil

pengukuran seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat

dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang

berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,

konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-

lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih

dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera.8

H. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang

harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang

normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan
darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling

umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya

secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan

manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan

manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya.

Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa

sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.19

Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari lengan dan denyut

pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan, sementara tangan yang lain digunakan

untuk mengembangkan manset sampai suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi

teraba. Sebuah stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan

pada manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan

diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai tekanan darah sistolik

terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi

air raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara

semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah

dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan

bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada saat

menghilangnya karakter bunyi tersebut.13

Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring.

Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang agak lebih

tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif kecil.

3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang bangun tidur,

akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan

kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga

tidak boleh merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan

menyebabkan tekanan darah sedikit naik.

4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturut-turut,

dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda

maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah.

5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang harus

melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas.13

I. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan

obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam

terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini

dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu,

modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam

keberhasilan penanganan hipertensi.11

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.


Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka

panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai

organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan

berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.8

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan

alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg

berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3

mmHg per kg berat badan.11

2. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik

teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh.

Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi.

Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat

menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.11

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan

mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat

adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.13

Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi sebelum

memutuskan berolahraga, antara lain:

a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan obat

terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160

mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.


b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi

mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.

c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban

(treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan

aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.

d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga

dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.

e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak

menambah peningkatan darah.

f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.

g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.

h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.

i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah

sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi.

j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan

beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan

pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional

yang ada.

k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran obat

yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).20

3. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam


Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan

berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat

pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan

memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.

Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan

garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah

diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan

sulit dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat dan akan

mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.13,21

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang

berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,

terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan

konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-

bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan

darah.22

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat

mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan

darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi

kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak

konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti

seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak


mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak

kalsium.11,21

4. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah

melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu

perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari

dapat meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah:

a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari

sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru

untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas.

b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.

c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.

d. Siapkan cadangan untuk keuangan

e. Berolahraga.

f. Makanlah yang benar.

g. Tidur yang cukup.

h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres.

i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

j. Binalah hubungan sosial yang baik.

k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis atau

negatif terhadap diri sendiri.

l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.

m. Carilah humor.
n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 5

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

oleh JNC 7:

a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).2

Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi

Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi


Mutlak Tidak mutlak
Diuretika Gagal jantung gout kehamilan
(Thiazide) kongestif, usia
lanjut, isolated
systolic
hypertension,
ras afrika
Diuretika (loop) Insufisiensi
ginjal, gagal
jantung
kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung Gagal ginjal,
aldosteron) kongestif, pasca hiperkalemia
penyekat infark
miokardium
Angina pectoris, Asma, Penyakit
pasca infark penyakit paru pembuluh darah
myocardium obstruktif perifer,
gagal jantung menahun, A-V intoleransi
kongestif, block glukosa, atlit atau
kehamilan, pasien yang aktif
takiaritmia secara fisik
Calcium Usia lanjut, Takiaritmia,
Antagonist isolated systolic gagal jantung
(dihydropiridine) hypertension, kongestif
angina pectoris,
penyakit
pembuluh darah
perifer,
aterosklerosis
karotis,
kehamilan
Calcium Angina pectoris, A-V block,
Antagonist aterosklerosis gagal jantung
(verapamil, karotis, kongestif
diltiazem) takikardia
supraventrikuler
Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,
kongestif, hiperkalimea,
disfungsi stenosis arteri
ventrikel kiri, renalis bilateral
pasca infark
myocardium,
non-diabetik
nefropati,
nefropati DM
tipe 1,
proteinuria
Angiotensi II Nefropati DM Kehamilan,
reseptor tipe 2, hiperkalemia,
antagonist (AT1- mikroalbumiuria stenosis arteri
blocker) diabetic, renalis bilateral
proteinuria,
hipertrofi
ventrikel kiri,
batuk karena
ACEI
-Blocker Hyperplasia Hipotensi Gagal jantung
prostat (BPH), ortostatis kongestif
hiperlipidemia
Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2
Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada tebel 5
dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Dengan
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup indikasi yang indikasi yang
Darah memaksa memaksa
Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau ya Tidak indikasi Obat-obatan


80-89 obat untuk indikasi
yang memaksa

Hipertensi 140-159 Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan


derajat 1 90-99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus, dapat Obat
dipertimbangka antihipertensi
n ACEI, ARB, lain (diuretika,
BB, CCB, atau ACEI, ARB,
kombinasi BB, CCB)
sesuai
kebutuhan

Hipertensi 160 Atau ya Kombinasi 2


derajat 2 100 obat untuk
sebagian besar
kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau
ARB atau BB
atau CCB
Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2
Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan keamanan dalam

pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa

faktor, yaitu :

a. Faktor sosio ekonomi

b. Profil factor resiko kardiovaskular

c. Ada tidaknya kerusakan organ target

d. Ada tidaknya penyakit penyerta

e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain

g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan

resiko kardiovasskular.2
Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan

bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri,

terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula

bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan

untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada pengelompokan pasien

berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus (special considerations), yaitu kelompok

indikasi yang memaksa (compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special

situations).2

Indikasi yang memaksa meliputi:

a. Gagal jantung

b. Pasca infark miokardium

c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi

d. Diabetes

e. Penyakit ginjal kronis

f. Pencegahan strok berulang.2

Keadaan khusus lainnya meliputi :

a. Populasi minoritas

b. Obesitas dan sindrom metabolic

c. Hipertrofi ventrikel kanan

d. Penyakit arteri perifer

e. Hipertensi pada usia lanjut

f. Hipotensi postural

g. Demensia
h. Hipertensi pada perempuan

i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda

j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target

tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk

menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan

efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu

jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan

ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis

rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah

meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah.

Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal

maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi

untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat meningkatkan biaya

pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum

bertambah.2

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

a. dan ACEI atau ARB

b. CCB dan BB

c. CCB dan ACEI atau ARB

d. CCB dan diuretika

e. AB dan BB

f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.2


Diuretika

Bloker ARB

Bloker CCB

ACEI

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.2


Lampiran foto di rumah pasien

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Sugiharto A. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat [tesis].


Semarang: Universitas Diponegoro;2007.
2. Sarasaty RF. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok
Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;2012
3. Kementrian Kesehatan RI. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2011.
Jakarta: Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI; 2012
4. Muhadi, JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Divisi
Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016
5. Sustrani, Lanny, dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
6. Bawazier,A. Lucky.2008.lima Puluh Masalah Kesehatan Di Bidang Ilmu Kesehatan
Penyakit Dalam. Pusat Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta
7. Drs Kusno, Waluyo, 2001.Sistem Kardiovaskuler gangguan dan penyakitnya.Puri Delco.
Bandung
8. Mansjor Aris,2001, Kapita Selekta Kedokteran. EGC.Jakarta
9. Notoatmojo, Soekidjo.(2003).Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta :Rineka Cipta
10. Suryohidoyo, Purnomo, 2007. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Mulekular .PuriDelco.
Bandung
11. Sutanto, 2010.Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes.
Yogyakarta : CV Andi.Soekidjo.
12. Notoatmodjo,2003, Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta,Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai