Anda di halaman 1dari 21

Naskah Skenario

Kegemukan

Seorang pria berumur 25 th datang ke dokter untuk berkonsultasi tentang perutnya yang
semakin membesar. Dari anamnesa, kakak perempuan dari pria tersebut menderita diabetes dan
obesitas. Pasien memiliki kebiasaan banyak makan dan senang makan jeroan. Pasien jarang
berolahraga dan sudah 5 tahun ini tubuhnya semakin gemuk terutama pada bagian perut. Pasien
tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alcohol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TB 150
cm, BB 80 cm, lingkar pinggang 120 cm, TD 160./90 mmHg, dan tidak didapatkan massa di perut.
Pada pemeriksaan laborat didapatkan hasil: GDP 185 mg/dl, kolesterol total 290 mg/dl, LDL 185
mg/dl, HDL 30 mg/dl,asam urat 9.5 mg/dl. (Setelah diperiksa darahnya, ternyata kolesterol dan
gula darahnya tinggi). Menurut dokter, pria tersebut tidak menderita kanker. Pasien harus
melakukan olahraga teratur, bisa mengatur dietnya dan mengurangi konsumsi karbohidrat dan
lemak berlebihan.

1
I. PEMBAHASAN
1.1 Kata Sulit
1. GDP
Gula darah puasa, penghitungan kadar gula darah seseorang setelah melakukan puasa
minimal 8 jam.
2. Diabetes
Penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi cukup insulin, atau ketika
tubuh tidak secara efektif menggunakan insulin. Biasanya diabetes ditandai dengan kadar
gula darah di atas normal.
3. Obesitas
Penyakit karena tumpukan lemak dalam tubuh berada dalam batas diatas normal. Pada
umumnya seseorang dianggap obesitas apabila kadar lemak diatas 20% - 25% dari berat
badan.
4. Kolesterol
Metabolit yang mengandung lemak. Kolesterol terdapat di dalam aliran darah atau sel
tubuh yang sebenarnya dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel dan sebagai bahan baku
beberapa hormone.
5. Asam Urat
Radang sendi yang bisa menyebaban nyeri. Merupakan hasil metabolisme akhir dari purin.
Juga merupakan penyakit yang menyebabkan gejala nyeri yang tidak tertahankan,
pembengkakan, dan rasa panas di persendian.
6. LDL
Low Density Lipoprotein. Lemak jahat yang menimbun dinding pembuluh darah, terutama
dinding pembuluh darah kecil, membawa kolesterol ke seluruh tubuh dari hati melalui
pembuluh darah menuju jaringan.
7. HDL
High Density Lipoprotein. Lemak baik yang membawa kolesterol dari jaringan ke hati.
Berfungsi untuk membersihkan timbunan LDL di pemburuh darah sehingga aliran darah
menjadi lancar.
8. Kanker
Pertumbuhan yang abnormal dari sel. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat
menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga menyebabkan kematian.

2
1.2 Rumusan Masalah Dalam Skenario

1. Apa hubungan kakak pasien yang menderita diabetes dan obesitas dengan gejala yang
dialami pasien?
2. Apa hubungan kebiasaan pasien yang banyak makan dan suka makan jeroan dengan
perutnya yang buncit?
3. Mengapa kegemukan pasien tersebut terutama pada bagian perutnya?
4. Apa yang dimaksud massa diperut?
5. Bagaimana pengaruh jarang olahraga dengan keluhan pasien?
6. Apa pengaruh suka mengonsumsi alkohol dan merokok?
7. Bagaimana hasil pemeriksaan fisik?
8. Bagaimana hasil pemeriksaan laboratorium?
9. Bagaimana pengaruh solusi yang diberikan dokter terhadap pasien?
10. Apa kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien?

3
1.3 Jawaban Daftar Masalah

1. Hubungan kakak pasien yang menderita diabetes dan obesitas dengan gejala pasien adalah:
a. Penyakit yang dialami pasien bisa terjadi karena faktor keturunan, yaitu keluarga
pasien yang cenderung memiliki penyakit diabetes dan obesitas. Sekitar 85%
penderita diabetes, orangtuanya juga merupakan penderita diabetes.
X Y
X XX XY
(Kakak (Pasien)
pasien)
b. Keluarga pasien memiliki kebiasaan pola makan yang tidak sehat atau buruk,
sehingga kebanyakan dari anggota keluarga mengidap penyakit yang sama.
2. Hubungan kebiasaan pasien yang banyak makan dan suka makan jeroan dengan perutnya
yang buncit:
a. Banyak makan artinya pemasukan karbohidrat, lemak maupun protein ke dalam tubuh
tinggi. Karbohidrat akan diubah menjadi glukosa yang ada dalam darah. Ketika kadar
glukosa dalam darah tinggi makan akan disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati
atau otot oleh insulin. Demikian juga dengan lemak yang akan disimpan dalam tubuh
dalam bentuk asam lemak dan protein sebagai asam amino. Jika pemasukan sangat
tinggi otomatis akan menyebabkan penumpukan dalam tubuh sehingga perut pasien
menjadi membesar.
b. Kebiasaan makan jeroan. Jeroan mengandung kadar lemak yang tinggi, kolesterol yang
tinggi sehingga akan menumpuk dalam tubuh.
3. Kegemukan pasien yang terutama pada bagian perut disebut dengan obesitas sentral.
Obesitas adanya lemak visceral pada organ, sedangkan dalam perut mengandung banyak
organ. Di dalam perut juga terdapat hati dimana hati adalah tempat untuk mensintesis
berbagai macam lemak atau kolesterol. Penimbunan lemak visceral bisa diakibatkan karena
jarang berolahraga.
Selain itu pembesaran pada bagian perut juga bisa disebabkan karena:
- Pola makan tidak baik, seperti sering mengonsumsi jeroan.
- Adanya massa perut
- Cacingan
- Busung lapar
- Penumpukan gas perut
4. Massa perut adalah adanya massa dalam perut yang bisa disebabkan karena adanya tumor
atau kanker di area perut.
5. Pengaruh jarang olahraga dengan keluhan pasien:

4
Jika seseorang jarang berolahraga maka angka metabolisme tubuhnya rendah sehingga
kebutuhan pemakaian energi atau pemecahan glikogen maupun asam lemak menurun. Jika
hal ini diiringi dengan mengonsumsi makanan dalam jumlah besar maka akan
mengakibatkan kegemukan.
6. Pengaruh suka mengonsumsi alkohol dan merokok:
a. Alkohol dan rokok dapat menyebabkan resistensi dari insulin karena berkurangnya
reseptor insulin yang mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.
b. Rokok juga dapat menurunkan berat badan tetapi juga menaikkan lemak di perut.
c. Adanya oksidasi alkohol dehidrogenase yang menyebabkan penurunan NAD+ yang
berguna sebagai oksidasi asam lemak. Jika hal ini terjadi maka oksidasi asam lemak
akan menurun dan terjadi penumpukan lemak dalam jaringan.
7. Hasil pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Analisis
pemeriksaan
Tinggi badan 150 cm Proporsional Tinggi badan dan berat badan pasien
Berat badan 80 kg tampak tidak proporsional, pasien
terlihat obesitas. Jika dihitung
menggunakan rumus BMI/IMT yaitu
berat badan dibagi dengan tinggi
badan kuadrat dalam meter maka
didapatkan hasil 35,56. Jika sudah
lebih dari 30 maka menunjukkan
bahwa pasien menderita obesitas.
Lingkar 120 cm Laki-laki= 90 cm Lingkar pinggang pasien terlalu besar,
pinggang (5 jengkal) yang menunjukkan obesitas.
Wanita= 80 cm
Tekanan 160/90 Sistole= 120 Tekanan darah pasien baik sistole
darah mmHg mmHg maupun diastole menunjukkan nilai
Diastole= 80 yang tinggi, sehingga dapat
mmHg disimpulkan pasien menderita
hipertensi tingkat I.

Penyebab hipertensi:
Glukosa darah tinggi viskositas
darah meningkat aliran darah
lambat vasokontriksi pembuluh

5
darah kerja jantung meningkat
tekanan darah tinggi.

Jarang olahraga denyut nadi


meningkat kerja jantung meningkat
tekanan darah tinggi

8. Hasil pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:


Pemeriksaan Hasil Nilai normal Analisis
pemeriksaan
GDP 185 mg/dl Sebelum makan= 80- Tinggi
120 mg/dl -Gangguan pada insulin
Setelah makan= 100- -Indikasi diabetes dan obesitas
140 mg/dl
Kolesterol 290 mg/dl <200 mg/dl Tinggi
total
LDL 185 mg/dl <130 mg/dl dan <100 Tinggi
mg/dl jika disertai
diabetes mellitus
HDL 30 mg/dl 60 mg/dl Rendah
Asam urat 9.5 mg/dl Laki-laki = 3.4-7.0 Tinggi
mg/dl -Penyebabnya karena banyak
Wanita = 2.4-6.0 mg/dl makan jeroan
Anak-anak= 2.0-5.5
mg/dl

9. Pengaruh solusi yang diberikan dokter terhadap pasien?


- Olahraga: untuk membantu pembakaran lemak tubuh karena dengan olahraga maka
metabolisme tubuh akan meningkat.
- Diet: untuk menyeimbangkan antara intake karbohidrat dan lemak dengan outputnya.
Jika hanya intake saja yang tinggi maka akan menyebabkan diabetes dan obesitas jika
tidak diiringi dengan output yang seimbang.
Olahraga mampu meningkatkan metabolisme, intake energi dan pemecahan glikogen dan
asam lemak yang akan menyebabkan adanya fase plateu tetapi belum bisa menurunkan
berat badan seseorang. Agar bisa menurunkan berat badan maka harus diimbangi dengan
diet.

6
10. Kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien adalah:
a. Diabetes tipe II, yaitu pankreas tetap menyekresikan insulin tetapi insulin tidak dapat
bekerja maksimal.
b. Obesitas, yaitu kelebihan berat badan.
c. Hipertensi
Ketiga penyakit tersebut bisa digolongkan dalam sindrom metabolik.

7
1.4 Peta Masalah

8
1.5 Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui definisi dan penyebab sindrom metabolik


2. Mengetahui kriteria sindrom metabolik
3. Mengetahui faktor resiko sindrom metabolik
4. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi sindrom metabolik
5. Mengetahui cara mencegah dan menjaga tubuh dari sindrom metabolik
6. Mengetahui integrasi islam terkait pola hidup sehat

9
1.6 Self Directed Learning

1.7 Pembahasan Tujuan Pembelajaran


1. Definisi sindrom metabolik
Definisi sindrom metabolik dalam A.D.A.M Medical Encyclopedia adalah nama
sekelompok faktor-faktor risiko yang timbul bersamaan dan meningkatkan risiko
terjadinya penyakit arteri koroner (pembuluh darah nadi pada jantung), stroke dan diabetes
mellitus tipe 2 (Dokteranda, 2012). Sindrom metabolik menurut Kamso et al. (2011)
merupakan suatu sindrom yang terdirin dari sekumpulan gejala meliputi peningkatan
ukuran lingkar pinggang, peningkatan kadar trigliserida darah, penurunan kadar high
density lipoprotein (HDL), kolesterol darah, tekanan darah tinggi, dan intoleransi glukosa.

Penyebab sindrom metabolik


Menurut Shahab penyebab terjadinya sindrom metabolik belum dapat diketahui
secara pasti, akan tetapi terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa penyebab primer
dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi
dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan cara pengukuran lingkar
pinggang (waist to hip ratio). Hubungan resistensi insulin dengan penyakir kardiovaskular
diduga dimediasi oleh terjadinya stress oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang
akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Suatu studi
membuktikan bahwa pada individu yang mengalami pningkatan kaadr kortisol di dalam
serum yang disebabkan oleh stres kronis, meengalami obesitas abdominal, resistensi
insulin dan dislipedimia (Shahab, 2005).
Menurut Tenebeum dalam Journal American Medical Association, 2005 penyebab
terjadinya sindrom metabolik adalah adanya gangguan fungsi sel dan hipersekresi insulin
untuk mengompensasi resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya komplikasi
makrovaskuler (komplikasi jantung). Kerusakan berat sel menyebabkan penurunan
progresif sekresi insulin, sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan
terjadinya komplikasi mikrovaskuler (nephropathy diabetica) ( Angraeni, 2007 dan Anwar,
2008).

2. Kriteria Sindrom Metabolik


Winarsi (2010) menyebutkan bahwa sindrom metabolik menurut kriteria NCEP
(National Cholesterol Education Programe) adalah suatu kondisi terdapatnya 3 atau lebih
faktor risiko kardiovaskuler seperti:
a. Obesitas abdominal (lingkar pinggang >102 cm untuk pria dan >88 cm untuk wanita).

10
b. Kadar Trigliserida > 1.7 mmol/L (150 mg/dL).
c. Kadar HDL < 1.03 mmol/L (40 mg/dL) untuk pria dan < 1.29 mmol/L (50 mg/dL)
untuk wanita, atau dalam terapi obat dislipidemia.
d. Tekanan darah > 130/85 mmHg, atau dalam terapi obat hipertensi.
e. Kadar gula darah puasa > 5.6 mmol/L (100 mg/dL) atau dalam terapi diabetes.

Winarsi (2010) juga mengungkapkan bahwa sindrom metabolik menurut IDF


(International Diabetes Federation) dapat didefinisikan sebagai individu yang memiliki
obesitas sentral (lingkar pinggang > 94 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita) ditambah
2 faktor, seperti:
a. Kadar HDL < 1.03 mmol/L pada laki-laki dan < 1.29 mmol/L pada wanita atau dalam
pengobatan dislipidemia.
b. Tekanan darah > 130/85 mmHg atau sebelumnya didiagnosis hipertensi, serta gula
plasma puasa > 5.6 mmol/L atau sebelumnya didiagnosis dan diterapi diabetes mellitus
tipe 2.

Kriteria sindroma metabolik berdasarkan statement bersama dari IDF, NHLBI, WHF,
IAS dan AHA (2009) yaitu bila ditemukan sedikitnya 3 dari 5 kriteria beriktu: obesitas
sentral yaitu lingkar pinggang >90 cm pada pria dan >80 cm pada wanita, hipertensi yaitu
tekanan darah >130/85 mmHg atau sedang dalam pengobatan dengan obat anti hipertensi,
kadar trigliserida >150 mg/dl, kadar kolesterol HDL <40 mg/dl pada pria atau <50 mg/dl
pada wanita dan intoleransi glukosa yaitu kadar glukosa plasma puasa > 100 mg/dl.

3. Faktor resiko sindrom metabolik


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap terjadinya sindrom metabolik.
Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor
yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk faktor yang tidak dapat dimodifikasi yaitu umur,
jenis kelamin, genetik, sedangkan ukuran lingkar pinggang, aktivitas fisik, diet, kebiasaan
merokok, sosial ekonomi merupakan faktor yang dapat dimodifikasi.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Umur
Seiring dengan peningkatan umur, prevalensi sindrom metabolik semakin meningkat.
Usia lanjut dianjurkan untuk mengkonsumsi karbohidrat kurang dari 60% dari total
energi sebab peningkatan konsumsi karbohidrat akan meningkatkan resistensi insulin
terutama dalam populasi usia lanjut (Serrano R et al, 2008).
b. Genetik

11
Besarnya pengaruh genetik bervariasi dari 5% 70%. Pada beberapa orang faktor
genetik merupakan penentu utama. Kemungkinan seorang anak obesitas 40% bila salah
seorang dari orangtuanya obesitas dan sebesar 80% jika kedua orang tuanya obesitas
serta 7% jika kedua orangtuanya tidak obesitas (Garrow JS, 1988).
c. Jenis Kelamin
Pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi sindrom metabolik hampir sama antara
pria dan wanita. Namun prevalensi untuk pria lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita. Hal tersebut disebabkan pria mempunyai lingkar 10 pinggang yang lebih besar
dibandingkan wanita yang merupakan salah satu tanda adanya obesitas sentral (Bae M-
S et al, 2012).

Faktor yang dapat dimodifikasi diantaranya:


a. Lingkar Pinggang
Seseorang yang mempunyai lingkar pingang yang besar mempunyai total lemak tubuh
yang tinggi serta pengukuran lingkar pinggang diakui sebagai pengukuran yang baik
untuk mengetahui lemak perut (Moreno L et al, 2002). Pengaruh lingkar pinggang
terhadap sindrom metabolik berkaitan dengan keadaan obesitas sentral yang
meningkatkan risiko sindrom metabolik (Shahar SiMJS, 2014). Sehingga Pengukuran
lingkar pinggang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sindrom metabolik (Moreno
L et al, 2002). Pada pria ukuran lingkar pinggang 90 cm dan wanita 80 cm berisiko
terhadap sindrom metabolik (Leone N et al, 2009).
b. Asupan Gizi
Konsumsi tinggi karbohidrat >60 % dari total kalori yang dikonsumsi meningkatkan
risiko sindrom metabolik. Konsumsi tinggi karbohidrat meningkatkan kadar trigliserida
yang merupakan salah satu kriteria sindrom metabolik (Liu S., 2001). Hasil penelitian
Esmaillzadeh (2006) di Tehran Iran diperoleh bahwa konsumsi sayur yang tinggi
dihubungkan dengan rendahnya risiko kejadian sindrom metabolik. Tidak ada
hubungan signifikan antara konsumsi buah dengan rendahnya kadar kolesterol HDL
(Azadbakht L et al, 2005).
c. Intensitas Aktivitas fisik
Pada wanita, penurunan aktifitas fisik meningkatkan risiko 2 kali lipat sindrom
metabolik (Woolf K et al, 2008). Aktivitas fisik merupakan faktor yang menentukan 11
perkembangan sindrom metabolik sebab mempengaruhi obesitas dan distribusi lemak
serta proses inflamasi yang berhubungan dengan risiko penyakit kardiovascular pada
usia lanjut (Cho ER et al, 2009; Wiley J The, 2011). Aktivitas fisik tingkat moderat
dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi esensial
ringan hingga sedang. The Pawtucket Study menyebutkan bahwa terdapat hubungan

12
signifikan antara aktivitas fisik dan peningkatan kadar HDL. Selain itu aktivitas fisik
juga berperan pada peningkatan sensitivitas reseptor insulin sehingga mencegah
resistensi insulin(Jafar N, 2011; Murer M, 2012).
d. Merokok
Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalence Study
menunjukkan bahwa mereka yang merokok 20 batang atau lebih perhari mengalami
penurunan HDL sekitar 11% untuk laki-laki dan 14 % untuk perempuan, dibandingkan
dengan mereka yang tidak merokok (Soeharto I., 2004). Orang yang merokok 20
batang atau lebih perhari dapat meningkatkan efek dua faktor utama risiko yaitu
hipertensi dan hiperkolesterol (Anwar T., 2004). Risiko kejadian penyakit
kardiovaskuler secara signifikan 3 kali lebih besar pada orang yang merokok
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, dan juga 3 kali lebih besar pada
orang yang merokok kretek (Kusmana D., 2001). Aktivitas fisik dapat meningkatkan
metabolic rate sehingga dapat membantu mengontrol berat badan namun, perokok
cenderung untuk kurang beraktivitas dibanding yang tidak merokok (Chiolero A et al,
2008).
e. Sosial Ekonomi
Peningkatan pendapatan masyarakat pada kelompok sosial ekonomi tertentu, terutama
di perkotaan menyebabkan adanya perubahan pola makan dan pola aktivitas yang
mendukung terjadinya peningkatan jumlah populasi obesitas yang merupakan faktor
risiko sindrom metabolik (Almatsier S., 2005).
f. Psikologis
Faktor psikologis dapat menimbulkan terjadinya obesitas karena adanya emosional
yang tidak stabil. Hal tersebut menyebabkan individu cenderung untuk melakukan
pelarian diri (self mechanism defense). Bentuk pelarian diri bisa berupa mengonsumsi
makanan yang mengandung kalori dan kolesterol tinggi dalam jumlah yang berlebihan
(Dariyo A, 2004). kronik akut Merokok Aktivitas fisik rendah, diet tidak sehat
Resistensi insulin Akumulasi lemak viseral Sindrom metabolik Diabetes tipe 2 (Taylor
AE, 2010).
g. Kadar Asam Urat
Peningkatan kadar asam urat atau hiperurisemia memiliki hubungan kuat dengan
sindrom metabolik melalui resistensi insulin, hipertensi, obesitas, dan dislipidemia
(Vaya A et al, 2014).

4. Patogenesis

13
Obesitas sering berhubungan dengan hiperinsulinemia, khsusnya obesitas tipe android.
Obesitas tipe android beresiko mengalami sindrom metabolik dan penyakit kardiovaskuler,
khususnya jika terdapat lemak viseral yang berlebihan (Haris dkk, 2009).

Pada keadaan obesitas bisa memicu timbulnya keadaan stres oksidatif karena
ketidakseimbangan prooksidan dan antioksidan di dalam tubuh. Pada obesitas terjadi
lipogenesis yang berlebihan dan penghambatan lipolisis. Lipogenesis dirangsang oleh diet
tinggi karbohidrat. Sterol Regulatoty Element Binding Protein-1 (SREBP-1) adalah
mediator penting pada kerja pro-lipogenik atau anti-lipogenik beberapa hormon dan nutrisi.
Faktor transkripsi lain yang berhubungan dengan lipogenesis adalah peroxisome
proliferator activated receptor-(Spiegelman. 2006)

Obesitas erat kaitannya dengan stres oksidatif, dikarenakan adanya peranan cAMP
dalam pengaturan keseimbangan energi pada obesitas. Jaringan adiposa selain berperan
sebagai tempat penyimpanan energi juga berfungsi sebagai organ endokrin. Hal ini terbukti
dengan ditemukannya struktur protein spesifik yang disekresikan oleh adiposit ke sirkulasi
darah. Beberapa substansi seperti leptin, adipsin, tumor necrosis factor-alfa (TNF),
transforming growth factor-beta (TGF), interleukin-6 (IL-6), angiotensinogen,
apolipoprotein-E, plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1), tissue factor (TF),
adiponectin, peroxisome proliferators activated receptor gamma (PPAR-), resistin,
metallothionein; prostaglandin F-2 alpha (PGF2), insulin like factor- 1 (IGF-1),
macrophage inhibitory factor (MIF), nitric oxide (NO) serta beberapa senyawa bioaktif
lain diketahui berasal dari jaringan adiposa, khususnya pada visera abdomen. Masing-
masing senyawa bertanggung jawab terhadap patofisiologi stres oksidatif serta sindrom
metabolik dan kelainan kardiovaskular(Cooper, 2003).

Menurut Spiegelman dkk. menyatakan bahwa suatu sitokin Tumor Necrosis


Factor-alfa (TNF-), mempunyai peranan langsung pada perkembangan resistensi insulin
pada kegemukan, TNF- dilaporkan menyebabkan gangguan ambilan glukosa yang
dirangsang insulin pada jaringan otot dan sel-sel adipose dan menekan translokasi glucose
transporter 4 (GLUT 4). Lebih lanjut, TNF- dapat menurunkan aktifitas lipoprotein lipase
(LPL) dan meningkatkan lipogenensis di hati. Jadi TNF- berperan baik dalam secara lokal
maupun sistemik pada resistensi insulin yang berhubungan dengan kegemukan (Merentek,
2006).

Kadar adiponektin yang rendah, adanya resistensi leptin, serta berbagai sitokin
yang terlepas dari sel adipose dan sel inflamasi yang menginfiltrasi jaringan lemak
menurunkan ambilan asam lemak bebas oleh mitokondria pada beberapa jaringan,
menurunkan oksidasi asam lemak bebas, dan menyebabkan akumulasi asam lemak bebas

14
intrasel. Kelebihan asam lemak bebas intrasel dan metaboik (fatty acyd CoA,
diacyglgycerol, dan ceramide) dapat memicu terjadinya resistensi insulin (Haris dkk,
2009).

Resistin diduga menjadi penghubung antara jaringan adipose dan resistensi insulin
dengan cara menghambat ambilan glukosa yang dimediasi oleh insulin dan diferensiasi
adiposit. Pemberian rekombinan resistin pada mencit normal menimbulkan resistensi
insuin, sedangkan pemberian antibodi anti resistin meningkatkan sensitivitas insullin pada
binatang obesitas dan resistensi insulin (Merentek, 2006).
Menurut Kantartzis, interleukin-6 adalah suatu sitokin yang terkait erat dengan
obesitas dan resistensi insulin. Pemberian perifer IL-6 menginduksi hiperlipidemia,
hiperglikemia, dan resistensi insulin pada roden dan manusia. IL-6 merusak sinyaing insuin
sebagian dengan downregulasi dari IRS dan upregulasi SOCS-3 (Dewi, 2007).
Abnormalitas kerja insulin dapat disebabkan oleh disregulasi dari satu atau lebih
protein yang terlibat dalam mekanisme signa insulin, atau pada jalur aktifitas protein yang
dirangsang oleh insulin seperti metabolisme glukosa, anti-lipolisis, aktivasi lipoprotein
lipase. Dinyatakan bahwa aktifitas tirosin kinase dari reseptor insulin akan menurun pada
kegemukan dan diabetes melitus tipe 2 (Merentek, 2006).

Patofisiologi
Peningkatan kadar insulin sebagai kompensasi dari resistensi insulin akan
mendorong hati meningkatkan produksi very low density lipoprotein (VLDL) yang kaya
akan trigliserida, keadaan yang dapat menyebabkan hipertrigliseridemia. Peningkatan
lipoprotein yaang mengandung apoprotein-B yang bersifat aterogenik menunjukkan
redahnya kadar HDL. Rendahnya HDL, biasanya juga berhubungan dengan adanya faktor
nonlipid lainnya yang ditemukan paadaa ssindrom metabolik (Achmad, 2004).
Pada obesitas terjadi resistensi insulin dan gangguan fungsi endotel pembuluh
darah yang menyebabkan vasokontriksi dan rearbsorbsi natrium di ginjal yang
mengakibatkan hipertensi. Telah dibuktikan oleh penelitian yang menyatakan retensi
garam berhubungan dengan hiperinsulinemia pada obesitas yang menyebabkan hipertensi.
Demikian juga insulin dapat meningkatkan produksi norepinefrin plasma yang bermakna
yang dapat meningkatkan tekanan darah. Resistensi insulin dapat meningkatkan tekanan
darah melalui penurunan nitric oxide yang menimbulkan vasodilatasi, peningkatan
sensitivitas garam, atau peningkatan volume plasma (Haris dkk, 2009).
Pembesaran depot lemak viseral yang aktif secara lipolitik akan meningkatkan
keluaran asam lemak bebas portal dan menurunkan pengikatan dan ektrasi insulin di hati.
Sehingga menyebabkan hiperinsulinemia sistemik. Peningkatan asam lemak bebas portal

15
akan meningkatkan produksi glukosa di hati melalui peningkatan glukoneogenesis,
menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Pada tingkat otot skelet, kadar asam lemak bebas
yang tinggi dapat menurunkan pemakaian glukosa yang distimulasi insulin melalui
kompetisi substrat (siklus glukosa-asam lemak). Penyimpanan maupun oksidasi glukosa
dihambat oleh asam lemak bebas (Merentek, 2006).

5. Cara mencegah dan menjaga tubuh dari sindrom metabolik


Menurut Alwi (2004) pencegahan untuk sindrom metabolik ini hampir sama dengan
treatment non farmakologis. Sindrom metabolik ini dapat dicegah melalui:
1) Makan makanan sehat (pola makan sehat)
Makanan yang bagus untuk dikonsumsi diantaranya:
a. Sayuran, utamanya sayuran hijau seperti bayam, kubis, brokoli, dan juga wortel.
b. Buah, seperti pisang, apel, jeruk, pir, anggur, dll.
c. Gandum utuh, seperti oatmeal, beras merah, dan roti gandum.
d. Susu, yoghurt, keju.
e. Makanan kaya protein : Ikan kaya omega 3 , salmon dan tuna, Daging ayam tanpa
lemak, telur, kacang, biji-bijian, dan produk-produk kedelai.
f. Minyak dan makanan dengan lemak mono-saturated dan poly-saturated. Karena
dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan penyakit kardiovaskular. Contoh :
minyak zaitun, minyak kedelai.
Makanan yang harus dihindari (dikurangi) diantaranya:
a. Garam, konsumsi normal untuk orang dewasa adalah < 2300 mg/hari. Pada
penderita hipertensi penurunan intake garam sebanyak 100 meq/hari dapat
menurukan tekanan darah sistolik sebesar &. 3.2 mmHg.
b. lemak jenuh dan lemak trans.
c. Gula tambahan, merupakan tambahan kalori dan tidak memberikan nutrisi esensial
bagi tubuh. Contoh : Snack , pudding, ice cream, kue, donat, soda, kopi, teh dan air
berasa
d. Alkohol, tidak boleh dikonsumsi oleh penderita sindrom metabolik. Dampak dari
alkohol adalah kenaikan tekanan darah, menambah intake kalori yang
mengakibatkan kenaikan berat badan, memperburuk penyakit hati akibat
perlemakan hati dan alkohol juga berkontribusi dalam gagal jantung.
2) Mencapai berat badan yang sehat dan ideal
a. Peningkatan berat badan sekitar 10% mampu menaikkan tekanan darah sekitar 2
mmHg.
b. Berat badan yang berlebihan meningkatkan resiko hipertensi, DM tipe 2, dll.

16
c. Jika berat badan dikontrol pengurangan 3-5 % dari berat badan bisa menurunkan
kadar trigliseralida dan glukosa darah.
3) Mengendalikan stress
Stress menjadi salah satu faktor resiko dari hipertensi. 5emudian cara-cara seseorang
dalam menghadapi stress seperti meminum alkolhol, merokok dan juga makan dalam
jumlah banyak untuk menghilangkan stressnya juga mempertinggi resiko sindrom
metabolik.
4) Aktivitas Fisik
a. Tinggalkanlah gaya sedentary lifestyle,
b. Tingkatkan berolahraga.
c. menurunkan berat badan, menurunkan resiko obesitas

The US Preventive Services Task Forcemerekomendasi konsultasi diet intensif terhadap


pasien2 dewasa yangmempunyai faktor2 risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular.
Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup
sehat. The Diabetes Prevention Programtelah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup
yang ketat pada pasienprediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes
lebihdari 50% (dari 11% menjadi 4,8%) ( Deen, 2004).

6. Integrasi islam terkait pola hidup sehat


a. Larangan untuk makan dan minum secara berlebihan.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Quran Surat Al-A'raf ayat 31 yang berbunyi:


Artinya: "Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan."
Maksud dari ayat ini adalah seseorang tidak dianjurkan untuk makan sampai
sekenyang- kenyangnya tapi secukupnya. Oleh karenanya, jika seseorang makan
sampai perutnya terlalu kenyang, dapat menimbulkan rasa malas dalam bergerak dan
akhirnya otaknya pun buntu (tidak produktif).
b. Keseimbangan makan
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,







Artinya: Dari Madikarib, bahwasannya ia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda Tiada ada bejana anak Adam yang diisi oleh manusia yang lebih buruk
17
dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat
menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia
dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan
sepertiga lagi untuk bernafasnya. (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Keseimbangan makan seperti ini bukan hanya menyebabkan kesehatan fisik, namun
juga menjaga kesehatan ruhiyah. Sehingga tidak timbul rasa malas untuk
melaksanakan berbagai ibadah kepada Allah swt.
c. Menjadi kuat dan sehat (olahraga)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata yang artinya,
Rasulullah saw bersabda: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allh Azza
wa Jalla daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.
Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan
mintalah pertolongan kepada Allh (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-
kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau
berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi
katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allh, dan Allh berbuat apa saja yang Dia
kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan. (HR.
Muslim)

18
Peta Konsep

19
II. DAFTAR PUSTAKA

Achmad T.H. 2004. Metabolic Syndrome and Diabetic Vascular Disease, In: S. H. K. S. Kariadi
and J. S. Masjhur Eds., Endokrinologi Klinik V-2004, hal: 16-27, Perhimpunan
Endokrinologi Indonesia Cabang Bandung.
Alwi Shihab. 2004. Subbagian Endokrinologi Metabolisme. Palembang : FK UNSRI
Angraeni D. 2007. Mewaspadai Adanya Sindrom Metabolic. Jurnal Kedokteran Indonesia. 25(6):
1825.
Anwar T. 2008. Faktor risiko penyakit jantung koroner. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Cooper GM, Hausman RE. The cell a molecular approuch. Washington: ASM Press; 2003.
Deen D. Metabolic Syndrome: Time of Action. Am Fam Physician 2004;69: 2875-82.
Dewi, Mira. 2007. Resistensi Insulin Terkait Obesitas: Mekanisme Endokrin dan Intrinsik Sel, In:
Jurnal Gizi dan Pangan, Staf Pengajar Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi
Manusia IPB.
Dokteranda, T. 2012. 58 QA Seputar Diet, Makanan dan Suplemen. Jakarta: Penebar Plus.
Dwipayana, dkk. (2011). Prevalensi Sindroma Metabolik pada Populasi Penduduk Bali, Indonesia.
Jurnal Penyakit Dalam. 12(1), 1-5.
Haris, Syafrudin. 2009. Hipertensi pada Sindrom Metabolik, In: Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4,
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah
Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh dan Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia-Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
IDF. 2005. The IDF Concencus Worldwide Definition of the Metabolic Syndrome. Journal
American Medical Association. 213(12): 134552.
Kamso, S., Purwantyastuti, Lubis, D. U., Juwita, R., Robbi, Y. K., Besral. (2011). Prevalensi dan
Determinan Sindrom Metabolik pada Kelompok Eksekutif di Jakarta dan Sekitarnya.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6(2), 85-90.
Merentek, Enrico. 2006. Resistensi Insulin pada Diabetes Melitus Tipe 2, In: Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, Poliklinik Endokrin Metabolik, Bagian dalam Rumah Sakit Umum
Gowa, Makasar.
Shahab, Alwi. 2007. Sindrom Metabolik. Jurnal media informasi Ilmu Kesehatan dan Kedokteran.
10(4): 2132.
Sholeh, dkk. 2015. Hubungan Lingkar Pinggang Dengan Arus Puncak Ekspirasi Pada Populasi
Sindrom Metabolik. Undergraduate thesis, Faculty of Medicine. Program Pendidikan
Sarjana Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Spiegelman BM, Flier JS. Obesity and the regulation of energy balance [internet]; Philadelphia:
Elsevier; 2006

20
Winarsi, H. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta:
Kanisius.

21

Anda mungkin juga menyukai