Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sel merupakan unit dasar kehidupan pada tubuh manusia. Setiap organ
merupakan kumpulan banyak sel berbeda yang disatukan berbagai struktur penunjang
antarsel. Sel tidak hanya merupakan suatu kantung yang berisi cairan, enzim, dan zat
kimia; sel juga mengandung struktur-struktur fisik yang sangat terorganisasi, yang disebut
organel intrasel. Setiap organel tersebut sama pentingnya dengan zat kimia dalam sel
untuk fungsi sel (Guyton et al, 2007).
Komponen utama sel terdiri dari sitoplasma, inti sel, dan membran plasma.
Membran plasma merupakan batas kehidupan yang memisahkan sel hidup dengan
sekelilingnya yang mati. Lapisan tipis yang luar biasa ini tebalnya kira-kira 8 nm. Seperti
semua membran biologis, membran plasma memiliki permeabilitas selektif, yakni
membran ini memungkinkan beberapa substansi dapat melintasinya dengan lebih mudah
daripada substansi lainnya (Campbell et al, 2002).
Membran plasma berperan sebagai pemisah antara cairan intrasel dan ekstrasel.
Membran plasma tersusun atas dua lapisan lemak yang di bagian luarnya diselimuti
lapisan protein. Membran plasma bersifat semipermeabel (selektif permeabel) sehingga
tidak semua zat dapat keluar masuk melalui membran secara spontan (Setyani, 2015).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka disusunlah makalah mengenai
transpor membran seluler.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah fungsi dari membran plasma?
1.2.2. Proses apakah yang terjadi pada membran plasma?
1.2.3. Apakah fungsi dari proses transpor sel?
1.2.4. Pada membran sel terjadi proses transpor sel apa saja?
1.2.5. Apa yang dimaksud dengan transpor aktif, transpor pasif, dan transpor massa?
1.2.6. Apa saja penyakit akibat gangguan transpor membran?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


1.3.1. Untuk menjelaskan fungsi dari membran plasma.
1.3.2. Untuk mengetahui proses yang terjadi pada membran plasma.

1
1.3.3. Untuk mengetahui fungsi dari proses transpor sel.
1.3.4. Untuk menjelaskan mekanisme transpor sel.
1.3.5. Untuk menjelaskan pengertian transpor aktif, transpor pasif, dan transpor massa.
1.3.6. Untuk menjelaskan macam-macam penyakit akibat gangguan transpor membran.

1.4. Manfaat Penulisan Makalah


1.4.1. Untuk menambah wawasan tentang macam-macam transpor sel.
1.4.2. Untuk menambah wawasan tentang macam-macam penyakit yang menyerang
akibat gangguan transpor sel.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Membran Plasma


2.1.1. Pengertian Membran Plasma
Membran plasma merupakan struktur selaput tipis yang menyelubungi sebuah sel
untuk membatasi keberadaan sebuah sel, sekaligus juga memelihara perbedaan-perbedaan
pokok antara isi sel, dengan lingkungannya. Namun membran tersebut tidak sekedar
merupakan sebuah penyekat pasif, melainkan juga sebuah filter yang memiliki
kemampuan memilih bahan-bahan yang melintasinya dengan tetap memelihara perbedaan
ion di luar dan di dalam sel. Bahan-bahan yang diperlukan oleh sel dapat masuk, sedang
bahan-bahan yang merupakan limbah sel dapat melintas ke luar sel (Subowo, 2015).

Gambar 1. Membran Plasma


Sumber : studentconsult.inkling.com

Singer dan Nicolson (1972) mengemukakan teori tentang membran sel yang
dikenal dengan teori membran mozaik cair, teori ini menyatakan bahwa membran sel
tersusun oleh lapisan protein. Protein tersusun seperti mozaik atau tersebar dan masing-
masing tersisip di antara dua lapis fosfolipid (Maryati, 2006).
Molekul-molekul lipid dari membran sel ternyata tersusun dari 3 jenis, yaitu
fosfolipid, yang terbanyak; kolestrol; dan glikolipid. Ketiga jenis lipid tersebut bersifat
amfipotik, artinya struktur molekulnya memiliki ujung hidrofobik atau nonpolar

3
(menjauhi air) dan ujung hidrofilik atau polar (menyenangi air). Molekul fosfolipid
digambarkan sebagai bentuk yang memiliki kepala (ujung polar) dan dua ekor (ujung
nonpolar). Bentuk ekor tersebut berasal dari 2 molekul asam lemak yang terikat pada
molekul gliserol dengan 3 karbon dan bentuk kepala berasal dari ikatan molekul dengan
asam fosfat (Subowo, 2015).
Jika molekul-molekul lipid yang membentuk lapisan dwi-lapisan merupakan
kerangka dasar membran plasma, maka pada kerangka tersebut terdapat jenis molekul
lain yaitu dalam bentuk berbagai jenis molekul protein. Hubungan antara molekul protein
dengan molekul lipid dapat dibandingkan dengan molekul-molekul protein yang berada
di pelarutnya. Perbedaannya terletak pada situasi pelarutnya, yaitu bahwa molekul protein
dalam membran plasma seakan-akan terendam dalam molekul-molekul lipid yang
berada dalam ukuran 2 dimensional (Subowo, 2015).
Karena susunan membran sel yang demikian, maka membrane sel bersifat
semipermeabel atau selektif permeabel. Artinya, membran sel hanya dapat dilalui oleh air
dan zat-zat tertentu yang terlarut di dalamnya. Membran sel berfungsi mengatur gerakan
materi atau transportasi dari dan keluar sel (Maryati, 2006).

2.2. Transpor Aktif


Transpor aktif adalah transpor yang memerlukan energi. Energi yang digunakan
di dalam sel adalah ATP (adenosine trifosfat) yaitu energi kimia tinggi yang berasal dari
hasil respirasi sel. Transpor aktif bersifat melawan gradien konsentrasi. Transpor aktif
berfungsi memelihara keseimbangan dalam sel (Guyton et al, 2007).

2.2.1. Pompa Ion


Pompa ion adalah transpor ion melewati membran plasma yang melawan gradien
konsentrasi. Untuk memindahkan molekul-molekul melawan gradien konsentrasi,
diperlukan protein pembawa (Rumiyati et al, 2014).
Protein pembawa dapat bekerja dengan gradien konsentrasi (selama transportasi
pasif), tetapi beberapa protein pembawa dapat memindahkan zat terlarut melawan gradien
konsentrasi, dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, dengan memerlukan energi
(Basher, 2005).
Semua sel mempunyai tegangan untuk dapat melewati membran plasma.
Tegangan untuk dapat melewati membran, disebut potesial membran, dengan kisaran
rentang antara -50 sampai -200 millivolt (tanda minus mengindikasikan bahwa sisi dalam
sel bersifat negatif terhadap sisi luar). Karena sisi dalam sel bersifat negatif tehadap sisi

4
luar sel, maka sisi dalam sel bersifat anion dan sisi luar sel bersifat kation. Terdapat dua
gaya yang memengaruhi proses difusi melewati membran yaitu gaya kimia (gradien
konsentrasi ion) dan gaya listrik (efek dari potensial listrik akibat pergerakan ion)
kombinasi dua gaya ini disebut gradien elektrokimia (Basher, 2005).

2.2.2. Transpor Aktif Pompa Natrium-Kalium


Menurut Guyton dan Hall (2014), mekanisme transpor aktif yang paling detail
dipelajari adalah pompa natrium-kalium (Na+-K+), yaitu suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran yang terdapat di semua sel dan pada saat
yang sama, memompa ion kalium dari luar ke dalam. Pompa ini bertanggung jawab untuk
menjaga perbedaan konsentrasi natrium dan kalium di antara kedua sisi membran sel dan
berperan untuk menciptakan tegangan listrik yang bersifat negatif dalam sel.
Gambar 2. memperlihatkan komponen fisik dasar pompa Na+-K+, protein
pembawa merupakan suatu kompleks yang terdiri atas dua protein globulus yang terpisah.
Protein yang lebih besar disebut subunit , sedangkan protein yang lebih kecil disebut
subunit . Fungsi dari protein yang lebih kecil belum diketahui, sedangkan protein yang
lebih besar memiliki tiga keistimewaan khusus untuk menjalankan fungsi pompa yaitu:
1. Memiliki tiga reseptor tempat pengikatan ion natrium pada bagian protein
yang menonjol ke dalam sel.
2. Memiliki dua reseptor untuk ion kalium pada bagian luar protein.
3. Bagian dalam protein yang terletak dekat dengan tempat pengikatan natrium,
memiliki aktivitas ATPase.

Gambar 2. Prostulat Mekanisme Pompa Natrium-Kalium


Sumber : Guyton et al, 2014
Pada saat dua ion kalium terikat pada bagian luar protein pembawa dan tiga ion
natrium terikat pada bagian dalamnya, fungsi ATPase pada protein akan menjadi aktif.
ATPase yang aktif ini kemudian akan memecahkan satu molekul fosfat dan berubah

5
menjadi ADP (Adenosin difosfat) dan membebaskan energi. Energi yang dibebaskan ini,
kemudian diyakini menyebabkan perubahan bentuk protein pembawa, yang mendorong
tiga ion natrium keluar dan dua ion kalium ke dalam (Guyton et al, 2007).
ATPase juga dapat berfungsi sebaliknya. Jika gradien elektrokimia untuk ion Na+
dan K+ cukup meningkat secara eksperimental sehingga energi yang tersimpan dalam
gradien tersebut lebih besar daripada energi kimiawi yang dihasilkan dari pemecahan
ATP, kedua ion tersebut akan bergerak mengikuti gradien konsentrasinya dan pompa
Na+-K+ akan menyintesis ATP dari ADP dan fosfat. Bentuk Na+ dan K+ yang
terfosforilasi, dapat mengubah ADP menjadi ATP atau menggunakan energi yang
dimiliki untuk mengubah bentuk pompa dan memompa Na+ keluar sel dan K+ kedalam
sel. Konsentrasi ATP, ADP, dan fosfat serta gradien elektrokimia untuk Na+- K+, akan
menentukan arah reaksi enzim (Guyton et al, 2007).

2.2.3. Transpor Aktif untuk lon Kalsium


Mekanisme transpor aktif primer yang penting lainnya adalah pompa kalsium.
Ion kalsium normalnya dipertahankan pada konsentrasi yang sangat rendah dalam sitosol
intrasel di hampir semua sel tubuh, dengan konsentrasi kira-kira 10.000 kali lebih kecil
daripada konsentrasinya dalam cairan ekstrasel. Keadaan ini diwujudkan terutama
melalui dua pompa kalsium transpor aktif primer. Sebuah pompa terdapat di membran sel
dan memompa kalsium ke luar sel. Pompa lainnya memompa ion kalsium ke dalam satu
atau lebih organel intrasel yang bervesikel seperti retikulum sarkoplasma sel otot dan
mitokondria yang terdapat di semua sel. Di setiap pompa tersebut, protein pembawa
menembus membran dan berfungsi sebagai suatu enzim ATPase, yang memiliki
kemampuan yang sama untuk memecahkan ATP seperti ATPase pada protein pembawa
natrium. Perbedaannya adalah bahwa protein ini memiliki tempat pengikatan yang sangat
spesifik untuk kalsium dan bukan untuk natrium (Guyton et al, 2007).

6
Gambar 3. Transpor zat glukosa, glutamate, kalium, kalsium, insulin.
Sumber : denikrisna.wordpress.com

Gambar 4. Ilustrasi Protein dengan Tempat Ikatan Spesifik


Sumber : pustaka.pandani.web.id

2.2.4. Transpor Aktif untuk lon Hidrogen


Transpor aktif primer untuk ion hidrogen penting di dua tempat di dalam tubuh,
yaitu: (1) di kelenjar gaster pada lambung; (2) di bagian akhir tubulus distal dan duktus
koligentes kortikalis pada ginjal. Di kelenjar gaster, sel-sel parietal yang terletak di
lapisan dalam memiliki mekanisme aktif primer yang paling poten dari bagian tubuh
manapun untuk mentranspor ion hidrogen. Ini adalah dasar terjadinya sekresi asam
hidroklorida pada proses pencernaan di lambung. Pada ujung sekretorik sel parietal,
konsentrasi ion hidrogen dapat meningkat sebanyak sejuta kali lipat dan kemudian
dilepaskan bersama dengan ion klorida untuk membentuk asam hidroklorida. Di tubulus

7
renal, khususnya intercalated cells di bagian akhir tubulus distal dan duktus koligentes
kortikalis, terjadi juga proses transpor ion hidrogen melalui transpor aktif primer. Dalam
hal ini, sejumlah besar ion hidrogen akan disekresikan dari darah ke dalam urin yang
bertujuan untuk membuang ion hidrogen yang berlebihan dari cairan tubuh. Ion hidrogen
dapat disekresikan ke dalam urin dengan melawan gradien konsentrasi sebesar kira-kira
900 kali lipat (Guyton et al, 2007).

Gambar 5. Pompa ion hidrogen


Sumber : wikipedia.org.id

2.2.5. Ko-transpor
Pada sistem ko-transpor, pemindahan satu zat terlarut tergantung pada
stokiometri simultan atau pemindahan berurutan zat terlarut lain.

Gambar 6. Sistem ko-transpor


Sumber : garnisah.blogspot.co.id

8
Sistem simport memindahkan dua zat terlarut ke arah yang sama, contohnya
transporter proton-gula pada bakteri dan transporter Na+-gula (untuk glukosa dan
beberapa gula lain) serta transporter Na+-asam amino pada sel mamalia. Sistem antipor
memindahkan dua molekul dengan arah yang berlawanan, misal Na+ ke dalam dan Ca2+
ke luar (Murray et al, 2014).
Ko-transporter menggunakan gradien salah satu substrat yang diciptakan oleh
transpor aktif untuk mendorong pergerakan substrat lain. Gradien Na+ yang diciptakan
oleh Na+-K+-ATPase digunakan untuk mendorong terjadinya transpor sejumlah metabolit
penting. ATPase merupakan contoh transpor primer yang sangat penting, sementara
sistem yang dependen-Na+ merupakan contoh transpor sekunder yang bergantung pada
gradien yang diciptakan oleh sistem lain. Oleh sebab itu, penghambatan Na+-K+-ATPase
dalam sel menghambat juga penyerapan zat, misalnya glukosa, yang dependen-Na+
(Murray et al, 2014).

2.3. Transpor Pasif


Transpor pasif adalah transpor yang tidak memerlukan energi. Transpor ini
berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi antara zat pelarut atau larutan. Molekul
dapat berpindah secara pasif menembus membran fosfolipid dengan mengikuti gradien
konsentrasi, melalui proses difusi sederhana atau difusi terfasilitasi (Murray et al, 2014).

2.3.1. Difusi Sederhana


Difusi sederhana merupakan aliran pasif solut (zat terlarut) dari konsentrasi tinggi
ke rendah akibat pergerakan termal acak (Murray et al, 2014).

Gambar 7. Difusi
Sumber : sridianti.com/pengertian-transpor-pasif-pada-sel

Pada gambar 7. mengilustrasikan difusi sederhana, konsentrasi solut dalam


larutan ekstraseluler berbeda dengan konsentrasi solut dalam larutan intraseluler.

9
Perbedaan konsentrasi ini disebut gradien konsentrasi. Tumbukan acak antar-molekul
akan lebih sering terjadi di bagian ekstraseluler daripada bagian intraseluler karena
konsentrasi molekul solutnya lebih tinggi. Oleh karena itu, banyak molekul dari luar sel
masuk ke dalam sel. Di kedua bagian, tiap-tiap molekul bergerak secara acak ke segala
arah. Meskipun begitu, molekul-molekul yang bergerak melalui difusi ini pada akhirnya
akan berpindah dari tempat dengan konsentrasi lebih tinggi ke tempat dengan konsentrasi
lebih rendah (Sherwood, 2014).
Proses difusi sangat penting bagi kelangsungan hidup semua sel dan berperan
penting dalam banyak aktivitas homeostatik khusus. Sebagai contoh, O2 diangkut
menembus membran paru-paru melalui difusi. Darah yang diangkut ke paru, miskin akan
O2 karena telah diberikan ke jaringan-jaringan tubuh untuk metabolisme. Sebaliknya,
udara di dalam paru-paru, kaya akan O2 karena terus menerus bertukar dengan udara
segar setiap kali bernapas. Karena gradien konsentrasi ini, terjadi difusi neto O2 dari paru-
paru ke dalam darah sewaktu darah beredar melintasi paru. Dengan demikian, begitu
meninggalkan paru-paru dan mulai mengalir ke jaringan, darah kaya akan O2 (Sherwood,
2014).
Dalam difusi ion, perpindahannya juga dipengaruhi oleh muatan listriknya. Ion-
ion bermuatan sejenis akan tolak-menolak, sedangkan ion-ion berlawanan jenis akan
tarik-menarik. Jika terdapat perbedaan relatif muatan antara dua bagian bersebelahan, ion
bermuatan positif (kation) cenderung bergerak ke bagian yang bermuatan lebih negatif,
sementara ion bermuatan negatif (anion) cenderung bergerak ke bagian yang lebih positif.
Perbedaan muatan antara dua bagian bersebelahan menghasilkan gradien listrik yang
memicu pergerakan ion ke bagian yang muatannya berlawanan. Karena sel tidak perlu
mengeluarkan energi untuk keluar masuknya ion mengikuti sebuah gradien listrik,
metode transpor membran ini bersifat pasif (Sherwood, 2014).
Selain gradien konsentrasi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju
difusi neto melintasi sebuah membran. Pengaruh faktor-faktor ini secara kolektif
dinamakan hukum difusi Fick:
a. Besar atau kecuraman gradien konsentrasi
Jika sebuah bahan dapat menembus membran, laju difusi sederhana bahan
tersebut selalu berbanding lurus dengan gradien konsentrasinya, dengan kata lain,
makin besar perbedaan konsentrasi, makin tinggi laju difusi neto.
b. Luas permukaan tempat berlangsungnya difusi
Semakin luas permukaan membran, semakin tinggi laju difusi yang dapat
berlangsung lewat permukaan itu.

10
c. Kelarutan bahan dalam lipid
Semakin besar kelarutan bahan dalam lipid, semakin cepat bahan tersebut
berdifusi melalui lapisan ganda lipid membran mengikuti gradien konsentrasinya.
d. Jarak difusi yang harus ditempuh
Semakin jauh jarak tempuhnya, semakin rendah laju difusi. Karena itu, membran
yang harus dilintasi partikel yang berdifusi umumnya relatif tipis. Selain itu, difusi
hanya efisien pada jarak pendek antara sel dan lingkungan sekitarnya. Untuk jarak
lebih dari beberapa millimeter, difusi akan berlangsung sangat lambat (Sherwood,
2014).

2.3.2. Difusi Terfasilitasi


Difusi terfasilitasi menggunakan protein pembawa untuk memfasilitasi
pemindahan bahan tertentu menuruni bukit melewati membran dari konsentrasi tinggi
ke rendah. Proses ini bersifat pasif dan tidak memerlukan energi karena perpindahan
terjadi secara alami mengikuti gradien konsentrasi (Sherwood, 2014).

Gambar 8. Model ping-pongpada difusi terfasilitasi.


Sumber : ruifareifa.wordpress.com

Mekanisme ping-pong membantu menjelaskan difusi terfasilitasi. Pada model


ini, protein pembawa (carrier) terdapat dalam dua bentuk utama. Pada keadaan pong,
pembawa menghadap pada konsentrasi zat terlarut yang tinggi, molekul zat terlarut
mengikat tempat spesifik protein pembawa. Pengikatan tersebut, menginduksi perubahan
bentuk yang menghadapkan pembawa pada konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah.
Proses ini bersifat reversible seluruhnya dan fluks netto di kedua sisi membran tergantung
pada gradien konsentrasi. Laju zat terlarut memasuki sel melalui difusi terfasilitasi
ditentukan oleh faktor-faktor berikut: (1) gradien konsentrasi di kedua sisi membran; (2)
jumlah pembawa yang tersedia, hal ini merupakan tahap pengontrol utama; (3) afinitas

11
interaksi zat terlarut-pembawa; (4) kecepatan perubahan bentuk pada pembawa
bermuatan dan tak bermuatan (Murray et al, 2014).
Hormon dapat meregulasi difusi terfasilitasi dengan mengubah jumlah transporter
yang tersedia. Insulin melalui jalur pengiriman sinyal yang rumit, dapat meningkatkan
transpor glukosa dalam lemak dan otot dengan merekrut transporter glukosa (GLUT) dari
cadangan intrasel. Insulin juga meningkatkan transpor asam amino di hati dan jaringan
lain (Murray et al, 2014).

2.3.3. Osmosis
Osmosis adalah proses mengalirnya pelarut ke dalam larutan melalui membran
semipermeabel, atau proses mengalirnya larutan yang berkonsentrasi kecil ke dalam
larutan yang berkonsentrasi besar melalui membran semipermeabel, yaitu suatu selaput
yang hanya dapat dilalui oleh molekul pelarut tetapi tidak dapat dilalui oleh zat terlarut
(Salirawati et al, 2012).
Tekanan osmosis adalah tekanan potensial yang dinyatakan dalam istilah gaya
atau tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan osmosis pelarut selanjutnya (Sloane,
2012). Tekanan osmosis suatu larutan dirumuskan sebagai:
= . . .0
Dimana : = Tekanan Osmotik
M = Molaritas (Mol zat terlarut perliter)
T = Suhu ( Kelvin )
R = Konstanta ( 0.082 L atm mol-1K-1)
Jadi, tekanan osmosis suatu zat bergantung pada jumlah partikel zal terlarut per
volume unit larutan atau konsentrasi molar dan suhu suatu zat.

Gambar 9. Contoh tekanan osmosis


Sumber : Campbell et al, 2012

12
Contoh peristiwa yang menunjukan tekanan osmosis yaitu ketika kita mengisi
tabung U dengan menggunakan dua larutan berbeda konsentrasi dengan dipisahkan
membran selektif permeabel. Sisi tabung sebelah kanan diisi larutan garam konsentrasi
rendah sedangkan sisi tabung sebelah kiri diisi larutan garam konsentrasi tinggi. Pada
akhir percobaan didapatkan adanya perubahan volume pada sisi tabung sebelah kanan
sebesar H (Sloane, 2012).
Untuk menyatakan konsentrasi suatu larutan yang ditentukan oleh jumlah
partikel, digunakan satuan osmol sebagai pengganti satuan gram. Satu osmol adalah 1
gram berat, molekul untuk zat terlarut yang mengalami osmosis aktif. Jika suatu zat
terlarut terurai menjadi dua ion, 1 gram berat berat molekul zat terlarut menghasilkan 2
osmol karena jumlah partikel zat aktif sekarang menjadi dua kali semula. Suatu larutan
yang mengandung 1 osmol zat yang terlarut dalam 1 kilogram air dikatakan mempunyai
osmolalitas sebesar 1 osmol/kg. Nilai osmolalitas normal cairan ekstraselular dan inrasel
adalah kira-kira 300 mOsm/kg air (Sloane, 2012).

2.3.4. Osmosis Pada Sel Hewan dan Tumbuhan


Pada sel hewan yang tidak memiliki dinding sel, air berdifusi melalui membran
sel dengan kecepatan yang sama di kedua arah. Dalam lingkungan yang isotonik yang
memiliki konsentrasi yang sama besar, volume sel hewan tetap stabil. Pada lingkungan
yang hipertonik sel akan kehilangan air, mengecil, dan mungkin mati. Peristiwa ini
disebut dengan krenasi (Basher, 2005). Sedangkan pada lingkungan yang hipotonik, sel
hewan akan mengalami pertambahan volume air yang berasal dari luar sel secara terus
menerus sehingga sel akan menggembung dan akhirnya pecah. Peristiwa ini disebut
dengan hemolisis (Rumiyati et al, 2014).
Pada sel tumbuhan yang memiliki dinding sel, ketika sel berada pada larutan
yang hipotonik dinding sel akan membantu menjaga keseimbangan sel. Namun dinding
sel hanya membengkak sementara, sebelum ada tekanan balik pada sel yang disebut
tekanan turgor, tekanan yang melawan penyerapan air lebih lanjut. Pada keadaan ini sel
berada dalam keadaan turgid. Tumbuhan yang tidak berkambium bergantung pada
tekanan turgor untuk menjaga sel pada lingkungan yang hipotonik. Pada kondisi larutan
yang isotonik, air tidak bergegas masuk atau keluar dari sel karena rasio zat terlarut pada
larutan adalah sama di kedua sisi dinding sel. Keadaan ini disebut flacid (Basher, 2005).
Namun, dinding sel tidak akan berguna ketika sel berada pada larutan yang
hipertonik. Seperti yang terjadi pada sel hewan, sel tumbuhan akan kehilangan banyak air

13
dan sel akan menyusut. Peristiwa ini disebut plasmolisis yang meyebabkan tanaman
menjadi layu dan dapat menyebabkan tanaman mati (Basher, 2005).

Gambar 10. Keseimbangan air pada sel makhluk hidup. (a) Sel hewan, seperti pada sel
darah merah tidak memiliki dinding sel. (b) Sel Tumbuhan memiliki dinding sel. (Panah
menunjukan pergerakan air)
Sumber : Campbell et al, 2012

2.4. Transpor Massal


Transpor massal adalah proses pengangkutan partikel besar melalui mekanisme
yang melibatkan pengemasan dalam vesikel. Proses-proses ini membutuhkan energi,
seperti pada transpor aktif (Campbell et al, 2008).

2.4.1. Endositosis
Partikel yang sangat besar dapat memasuki sel karena adanya suatu fungsi khusus
dari membran sel yang disebut endositosis. Pada endositosis, sel mengambil molekul
biologis dan partikel yang dibutuhkan sel dengan cara membentuk vesikel baru dari
membran plasma. Endositosis dimulai dengan melekuknya membran plasma ke arah
dalam membentuk kantong. Ketika bertambah dalam, kantong pun terlepas dari membran
plasma, membentuk vesikel yang mengandung materi yang sebelumnya berada diluar sel.
Ada tiga tipe endisitosis yaitu fagositosis, pinositosis, dan endositosis diperantarai-
reseptor (Guyton et al, 2007 dan Campbell et al, 2008).

14
Fagositosis
Fagositosis terjadi ketika sel memasukkan partikel dengan cara menyelubungi
partikel dengan pseudopodia dan mengemasnya dalam kantong berselaput membran yang
disebut vesikel. Partikel yang dicerna berfusi dengan lisosom yang mengandung enzim-
enzim hidrolitik (Campbell et al, 2008).

Gambar 11. Fagositosis.


Sumber : Campbell et al, 2008

Sebenarnya fagositosis berlangsung dengan cara yang hampir sama dengan


pinositosis kecuali bahwa fagositosis melibatkan partikel berukuran besar. Hanya sel
tertentu yang memiliki kemampuan fagositosis yaitu makrofag jaringan dan beberapa sel
darah putih. Fagositosis bermula ketika suatu partikel seperti bakteri, sel mati, atau debris
jaringan berikatan dengan reseptor pada permukaan sel fagosit. Bakteri yang masuk ke
dalam tubuh biasanya sudah terikat dengan antibodi yang spesifik dan antibodi inilah
yang melekat pada reseptor fagosit sehingga bakteri dapat di matikan dengan enzim
hidrolitik (Guyton et al, 2007).
Fagositosis terjadi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Reseptor membran sel melekat pada permukaan ligan partikel.
2. Tepi membran yang mengelilingi tempat perlekatan mengalami evaginasi
ke luar daiam waktu beberapa detik untuk menyelubungi seluruh
partikel; kemudian, secara bertahap lebih banyak lagi reseptor membran
yang melekat pada ligan parlikel. Semua proses ini terjadi tiba-tiba
dengan cara mirip ritsleting untuk membentuk sebuah vesikel fagositik
yang tertutup.
3. Aktin dan fibril kontraktil lain dalam sitoplasma meigeiilingi vesikel
fagositik dan berkontraksi di sekitar tepi luar vesikel, yang mendorong
vesikel ke bagian dalam sel.

15
4. Protein kontraktil kemudian akan menjepit bagian vesikel yang
menempel sampai benar-benar lepas dari membran sel, dan
mendorongnya ke bagian dalam sel dengan cara yang sama seperti
pembentukan vesikel pinositotik (Guyton et al, 2007).
Fagositosis terjadi ketika respon peradangan. Respon yang terlokalisir dipicu
ketika sel-sel jaringan yang rusak oleh bakteri atau kerusakan fisik membebaskan sinyal
kimiawi seperti histamin dan prostaglandin. Sinyal tersebut merangsang pembesaran
kapiler, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah, dan peningkatan permebilitas
kapiler di daerah yang terserang. Sel-sel jaringan juga membebaskan zat-zat kimia yang
menngandung sel-sel fagositik dan limfosit. Ketika fagosit tiba di tempat luka, mereka
memakan patogen dan serpihan-serpihan sel, dan jaringan itu mulai melakukan
penyembuhan (Campbell et al, 2004)

Gambar 12. Respon peradanngan sel


Sumber : Campbell et al, 2004

Pinositosis
Pinositosis terjadi ketika sel memasukkan droplet-droplet kecil pada cairan
ekstraselular ke dalam vesikel kecil. Tetapi bukan cairan yang dibutuhkan sel, melainkan
molekul-molekul yang terlarut dalam droplet tersebut. Pada sebagian besar sel,
pinositosis terjadi pada membran secara berulang-ulang dan sangat cepat. Contohnya,
pinositosis terjadi sangat cepat pada makrofag sehingga kira-kira 3 persen dari seluruh
membran makrofag akan menggelembung dalam bentuk vesikel setiap menit. Meskipun
demikian, vesikel pinositotik sangat kecil-biasanya hanya berdiameter 100 sampai 200
nanometer-sehingga sebagian besar vesikel pinositotik hanya dapat dilihat dengan
mikroskop elektron (Campbell et al, 2008 dan Guyton et al, 2007).

16
Gambar 13. Pinositosis.
Sumber : Campbell et al, 2008

Endositosis Diperantarai-Reseptor
Endositosis diperantarai-reseptor memungkinkan sel memperoleh zat spesifik
dalam jumlah besar, meskipun zat tersebut mungkin tidak terdapat terlalu banyak dalam
cairan ekstraseluler. Dalam membran, tertanam protein-protein dengan situs reseptor
spesifik yang terpapar ke cairan ekstraselular. Protein reseptor biasanya telah mengumpul
di wilayah membran yang disebut ceruk berselaput, dengan bagian yang menghadap
sitoplasma dilapisi oleh lapisan rapat protein selaput. Zat-zat spesifik atau ligan berikatan
dengan reseptor-reseptor. Ketika pengikatan terjadi, ceruk berselaput membentuk vesikel
yang mengandung molekul ligan. Setelah materi yang dimasukkan ini dibebaskan dari
vesikel, reseptor dikembalikan ke membran plasma oleh vesikel yang sama. Contoh
endositosis yang diperantarai oleh reseptor adalah penyerapan kolestrol dari lipoprotein
berdensitas rendah dan insulin dari darah (Campbell et al, 2008 dan Eroschenko, 2012).

17
Gambar 14. Endositosis diperantarai-reseptor
Sumber : Campbell et al, 2008

Sel manusia melakukan endositosis diperantarai-reseptor untuk mengambil


kolestrol yang nantinya akan dimanfaatkan dalam sintesis membran dan steroid-steroid
lain. Kolestrol mengalir dalam darah sebagai partikel yang disebut lipoprotein berdensitas
rendah (low-density lipoprotein, LDL), kompleks yang terdiri dari lipid dan protein. LDL
bekerja sebagai ligan (istilah untuk molekul apaun yang berikataan secara spesifik dengan
situs reseptor molekul lain) dengan cara berikatan dengan reseptor LDL pada membran
plasma dan kemudian memasuki sel (Campbell et al, 2008).
Proses pencernaan benda-benda asing dalam vesikel pinositotik dan fagositik
pada semua tipe endositosis dimulai ketika partikel asing dimasukkan kedalam sel
bergabung dengan lisosom yang mengandung enzim hidrolitik. Enzim-enzim hidrolitik
akan menghidrolisis protein, karbohidrat, lipid dan zat lainnya dalam vesikel. Hasil
pencenaan berupa molekul kecil asam amino, glukosa, fosfat, dan lain-lain. Hasil
pencernaan dapat berdifusi melalui membran vesikel ke dalam sitoplasma. Yang tersisa
dari vesikel pencernaan, disebut badan residu, merupakan zat yang tidak dapat tercerna.
Pada sebagian besar keadaan, badan residu ini akhimya diekskresikan menembus
membran sel melalui proses yang disebut eksositosis, yang pada dasarnya merupakan
kebalikan dari endositosis. Jadi, vesikel pinositotik dan fagositik yang bergabung dengan
lisosom dapat disebut sebagai organ pencernaan sel (Guyton et al, 2007).

18
Gambar 15. Proses Pengambilan LDL
Sumber : Junqueira, 2012

2.4.2. Eksositosis
Eksositosis adalah sekresi molekul biologis tertentu melalui fusi vesikel dengan
membran plasma. Eksositosis terjadi ketika vesikel transpor yang telah bertunas dari
aparatus golgi bergerak disepanjang mikrotubulus skeleton ke membran plasma. Ketika
membran plasma dan vesikel bersentuhan, molekull lipid pada kedua lapisan ganda
menyusun-ulang dirinya sendiri sehingga kedua membran berfusi. Kandungan vesikel
kemudian diekskresikan keluar sel, sementara membran vesikel menyatu dengan
membran plasma. Penyatuan membran selama eksositosis merupakan suatu proses yang
sangat diatur dan melibatkan interaksi antar sejumlah protein membran yang spesifik.
Eksositosis dipicu oleh peningkatan transfisien Ca2+ sitosol di sebagian besar sel
(Campbell et al, 2008 dan Meschel, 2012).

Gambar 16. Sintesis komponen membran dan orientasinya pada membran yang dihasilkan.
Sumber : Campbell et al, 2008.

19
2.5. Aplikasi Transpor Membran
2.5.1. Aplikasi Transpor Membran Pada Tumbuhan
Semua tumbuhan memerlukan unsur-unsur hara, baik makro maupun mikro yang
tersedia di udara bebas dan tanah. Unsur makro, yakni: C, H, O, P, K, O, N, Ca, Mg, dan
S. sedangkan unsur mikro, yakni: Fe, Mn, B, Zn, Cu, Mo, Cl, dan Co. Terdapat 3 proses
penyerapan unsur-unsur hara dalam tanah, yakni:
a. Intersepsi akar
Merupakan proses penyerapan unsur hara dengan cara kontak langsung
antara akar dan unsur hara, kemudian dilanjutkan proses pertukaran ion. Ion-ion yang
terdapat pada permukaan akar bertukaran dengan ion-ion pada permukaan komplek
jerapan tanah. Jadi absorpsi unsur hara (ion) langsung dari permukaan padatan
partikel tanah. Jumlah unsur hara yang dapat diserap melalui cara intersepsi akar
dipengaruhi oleh sistim perakaran dan konsentrasi unsur hara dalam daerah
perakaran. Hampir semua unsur hara dapat diserap melalui intersepsi akar, terutama
Ca, Mg, Mn, dan Zn (Anonym, 2015).
b. Aliran massa
Merupakan proses penyerapan unsur hara, dimana air mengalir ke arah akar
atau melalui akar itu sendiri. Sebagian lagi mengalir dari daerah sekitarnya akibat
transpirasi maupun perbedaan potensial air dalam tanah. Gerakan air ini dapat secara
horinsontal maupun vertical. Air tanah yang mengalir ini mengandung ion unsur hara.
Jadi unsur hara mendekati permukaan akar tanaman karena terbawa oleh gerakan air
tersebut atau disebut aliran massa, yang selanjutnya diserap. Penyerapan melalui
aliran massa dipengaruhi oleh: (1) konsentrasi unsur hara dalam larutan tanah; (2)
jumlah air yang ditanspirasikan; (3) volume air efektif yang mengalir karena
perbedaan potensial dan berkontak dengan akar. Aliran masa dapat menjadi
kontribusi utama untuk unsur Ca, Mg, Zn, Cu, B, Fe. Unsur K juga dapat diserap
melalui aliran masa, meskipun tidak terlalu besar (Anonym, 2015).
Ion Ca selain bermuatan juga berukuran relatif besar r = 0.412 nm, dengan
demikian transpor Ca melalui membran (dari apoplas ke simplas) memerlukan
pemompaan aktif. Ada beberapa mekanisme pengangkutan ion kalsium melalui
membran, antara lain ABA aktivasi melalui channals Ca++, pengangkutan aktif
melalui Ca++-ATPase, dan sistem Ca++/nH+antiport (Marschner, 1995).
c. Difusi
Proses penyerapan berlangsung akibat adanya perbedaan konsentrasi unsur
hara. Faktor yang mempengaruhi difusi yakni: (1) konsentrasi unsur hara pada titik

20
tertentu; (2) jarak antara permukaan akar dengan titik tertentu; (3) kadar air tanah;
(4) volume akar tanaman. Pada tanah bertekstur halus difusi akan berlangsung lebih
cepat daripada tanah yang bertekstur kasar. Difusi meningkat jika konsentrasi hara di
permukaan akar rendah atau konsentrasi hara di larutan tanah tinggi. Unsur P dan K
diserap tanaman terutama melalui difusi (Anonym, 2015).

Gambar 17. Transpor Pada Tumbuhan


Sumber : www.pusatorganik.com

2.5.2. Aplikasi Transpor Membran Pada Manusia


Proses transpor membran pada tubuh manusia sangat kompleks, karena semua
jenis transpor membran berlangsung di dalam tubuh manusia yang terbagi menjadi 3
yakni:
a. Pasif
Ada dua macam proses transport pasif yakni difusi dan osmosis. Proses difusi
sering terjadi pada tubuh kita. Tanpa kita sadari, tubuh kita selalu melakukan proses
ini, yaitu pada saat kita menghirup udara. Ketika menghirup udara, di dalam tubuh
akan terjadi pertukaran gas antarsel melalui proses difusi. Sedangkan proses osmosis
terjadi pada peristiwa regulasi garam dan mineral air. Air mengalir melalui membran
plasma sel dan karena konsentrasi osmosis air, glukosa dan garam dipertahankan
dalam tubuh. Jadi filtrasi osmotik penting dalam mencegah kerusakan sel. Salah satu
contoh nyata adalah filtrasi darah pada tubulus konkortus proximal di ginjal
(Campbell et al, 2004).
Pasien dengan dehidrasi berat bisa mengalami syok hipovolemik. Rehidrasi
dengan terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting
dalam memberikan penanganan serta perawatan pasien. Rehidrasi adalah salah satu
contoh proses osmosis dalam tubuh. Rehidrasi awal untuk syok hipovolemik dimulai

21
dengan cairan kristaloid. Pada perdarahan kelas I (kurang dari 15%) cukup diberikan
kristaloid dengan volume penggantian 3-4 kali perkiraan kehilangan darah. Untuk
perdarahan sekitar 15-30% memerlukan cairan kristaloid dan koloid. Pada perdarahan
lebih dari 30% diperlukan penggantian darah disamping cairan kristaloid dan koloid
(Sari, 2003).
Cairan kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna
pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam
fisiologis (NaCl). Sedangkan cairan koloid, ukuran molekulnya cukup besar sehingga
tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah,
maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah albumin dan steroid (Sari, 2003).
b. Aktif
Salah satu contoh transpor aktif adalah pompa ion Ca+ dan K+ pada sel saraf,
yang berguna dalam potensial aksi yakni pada proses penghantaran impuls (Guyton et
al, 2007).
c. Massal
Transpor massal terbagi menjadi 2 yaitu endositosis dan eksositosis. Salah
satu contoh endositosis adalah penyerapan kolesterol dari LDL, sedangkan contoh
eksositosis adalah sekresi enzim, hormon, neurotransmitter, dan zat sekret lainnya
(Campbell et al, 2004).

2.6. Fungsi Transpor Membran


Transpor membran dalam tubuh manusia berfungsi untuk sistem pencampuran
dan transpor cairan ekstrasel serta mekanisme homeostatik pada berbagai sistem
fungsional utama. Homeostasis adalah pemeliharaan aneka kondisi yang hampir selalu
konstan di dalam tubuh (Guyton, 2007).

2.7. Gangguan Transpor Membran


Sistem transpor membran pada manusia sangat penting untuk berbagai kebutuhan
penunjang hidup. Jika terjadi gangguan atau kelainan sekecil apapun, akan berakibat
terhadap keseluruhan sistem homeostatis tubuh.

22
2.7.1. Gangguan Keseimbangan Natrium
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma dalam
tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal (135-145 mEq/L)
dan hipernatremia bila konsentrasi natrium plasma meningkat di atas normal.
Hiponatremia biasanya berkaitan dengan hipoosmolalitas dan hipernatremia berkaitan
dengan hiperosmolalitas (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Penyebab Hiponatremia
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium
plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik.
Hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang
berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare,
muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan. Hiponatremia juga dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi
glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit addison, serta retensi air yang berlebihan
(overhidrasi hipo-osmotik) akibat hormon antidiuretik. Kepustakaan lain menyebutkan
bahwa respons fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari
hipotalamus (osmolaritas urine rendah). Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada
penurunan fraksi plasma, yaitu pada kondisi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia,
hiperproteinemia dan hiperglikemia serta kelebihan pemberian manitol dan glisin (Yaswir
dan Ferawati, 2012).

Penyebab Hipernatremia
Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air dan larutan
ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus) atau karena kelebihan natrium
dalam cairan ekstrasel seperti pada overhidrasi osmotik atau retensi air oleh ginjal dapat
menyebabkan peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium klorida dalam cairan
ekstrasel. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat terjadi bila ada
defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan air yang
kurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau
keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol, diabetes insipidus sentral
maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa
haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular (Yaswir dan Ferawati, 2012).

23
2.7.2. Gangguan Keseimbangan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar
kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion kalium dapat
menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan kalium plasma 3-4
mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat
menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Penyebab Hipokalemia
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Asupan Kalium Kurang
Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum alkohol yang berat
sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik, atau pada pasien sakit berat yang
tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui mulut atau disertai oleh masalah lain
misalnya pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori pada program
menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia (Yaswir dan Ferawati, 2012).
b. Pengeluaran Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti muntah-
muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau sindrom gitelman) atau melalui
keringat yang berlebihan. Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar
menyebabkan kalium keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah
(asidosis metabolik). Licorice (semacam permen) yang mengandung senyawa yang
bekerja mirip aldosteron, dapat menyebabkan hipokalemia jika dimakan berlebihan
(Yaswir dan Ferawati, 2012).
c. Kalium Masuk ke Dalam Sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian
insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian 2- agonis), paralisis periodik
hipokalemik, dan hipotermia (Yaswir dan Ferawati, 2012).

Penyebab Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :
a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan oleh
asidosis organik (ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme jaringan

24
meningkat, pemakaian obat penghambat- adrenergik, dan pseudohiperkalemia (Yaswir
dan Ferawati, 2012).
b. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan
hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin
atau akibat koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus-kasus yang mendapat terapi
angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretics (Yaswir dan
Ferawati, 2012).
Pseudohiperkalemia dapat disebabkan oleh hemolisis, sampel tidak segera
diperiksa atau akibat kesalahan preanalitik yang lain yaitu tornikuet pada lengan atas
tidak dilepas sebelum diambil darah setelah penderita menggenggam tangannya
berulangkali (peningkatan sampai 2 mmol/L). Jumlah trombosit >500.000/mm3 atau
leukosit >70.000/mm3 juga dapat meningkatkan kadar kalium serum (Yaswir dan
Ferawati, 2012).

2.7.3. Gangguan Keseimbangan Klorida


Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan. Penyebab
hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik
dengan hipoklorinemia, defisit klorida tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga
dapat terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada
asidosis respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal (Yaswir dan Ferawati, 2012).

2.7.4. Hiperkolestrolemia Familial


Pada manusia dengan hiperkolestrolemia familial, penyakit keturunan yang
dicirikan oleh kadar kolestrol yang sangat tinggi dalam darah, protein reseptor LDL cacat
atau tidak ada, dan partikel LDL tidak bisa memasuki sel. Dengan demikian kolestrol
terakumulasi dalam darah dan berkonstribusi dalam munculnya aterosklerosis dini
(Campbell et al, 2008).

2.7.5. Cystinuria
Cystinuria adalah gangguan autosomal resesif untuk transportasi asam amino
sistin atau ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyerap kembali sistin yang
mengakibatkan jumlah besar asam amino sistin dikeluarkan dalam air seni. Buruknya
pelarutan sistin dalam air kencing dapat menyebabkan pembentukan batu di individu

25
yang terkena yang biasanya terlihat pada dekade kedua dan ketiga kehidupan. Sejauh ini,
mutasi pada 2 gen, SLC3A1 dan SLC7A9, telah diidentifikasi sebagai penyebab untuk
sebagian besar kasus cystinuria dengan pengkodean subunit rusak dari transporter sistin
(Biyani CS, 2006 dan Nusapermata, 2001).

Gambar 18. Cystine stone


Sumber : http://health.allrefer.com

Tanda-tanda klinis
Biasanya gejala timbul saat penderita berusia 20-30 tahun.
Adanya batu sisten di saluran kemih yang menyebabkan nyeri hebat

Diagnosa:
Perlu dilakukan pemeriksaan saluran air kemih yang dapat dilakukan engan bantuan
sinar-X dan USG

Pengobatan:
Meningkatkan asupan cairan agar menghasilkan air kemih yang banyak
Diet rendah protein (metionin) dan garam: 120-140 gram daging, ikan, telur dan keju
setiap hari.
Alkalinisasi urin oleh natrium bikarbonat (pH urin antara 7,5 dan 8) dapat meningkatkan
kelarutan sistin (Bayoumeu et al, 2015).
Kambuhnya pembentukan batu sistin yang kedua kalinya mengharuskan adanya
intervensi urologi ulang. Pengelolaan cystinuria sering menantang dan membutuhkan
kerjasama erat antara ahli radiologi, nephrologist dan ahli urologi. (Biyani CS, 2006)

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Membran plasma merupakan struktur selaput tipis yang menyelubungi sebuah sel
yang berfungsi membatasi keberadaan sebuah sel, sekaligus juga memelihara perbedaan-
perbedaan pokok antara isi sel, dengan lingkungannya. Pada membran sel terjadi proses
tranpor membran yaitu tranpor aktif, transpor pasif, transpor massa. Pada transpor aktif
dibedakan menjadi 2 yakni secara primer dan sekunder. Pada transpor pasif dibedakan
menjadi 3 yaitu difusi, difusi terfasilitasi, dan osmosis. Sedangkan pada transpor massa
dibedakan menjadi 2 pula yaitu endositosis dan eksositosis.
Transpor aktif adalah transpor yang memerlukan energi dan melawan gradien
konsentrasi. Transpor pasif adalah transpor yang tidak memerlukan energi dan
berlangsung karena adanya perbedaan konsentrasi melalui proses difusi sederhana atau
difusi terfasilitasi. Transpor massa adalah proses pengangkutan partikel besar melalui
mekanisme yang melibatkan pengemasan dalam vesikel. Tujuan dari transpor membran
ini adalah untuk menjaga keseimbangan sel. Penyakit akibat gangguan transpor membran
adalah hiponatremia, hipernatremia, hipokalemia, hiperkalemia, hipoklorinemia,
hiperkolestrolemia familial, dan cystinuria.

3.2. Saran
Perlu diadakan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai transpor sel dan
menambah literatur mengenai transport sel guna menambah wawasan pembaca dan
pembelajaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

Subowo. 2007. Biologi Sel. Edisi 2006. Bandung: CV Angkasa.


Maryati et al. 2006. Biologi untuk SMA. Jakarta: Erlangga.
Bonnie, L. Bashar. 2005. Campbell Biology. California : Pearson.
Das, Salirawati et al. 2012. Belajar Kimia Secara Menarik. Jakarta: Grafindo.
Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.Jakarta: EGC.
Rumiyati. 2014. Detik-detik Ujian Nasional Biologi. Klaten: Intan Pariwara.
Campbell, et al. 2008. Biologi. Edisi 8 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Campbell, et al. 2004. Biologi. Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Murray et al. 2014. Biokimia Harper. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Eroschenko, P. Victo. 2012. Atlas Histologi Difiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi
11. Jakarta: EGC.
Meschel, L. Anthony. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Edisi 12. Jakarta:
EGC.
Yaswir dan Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium
dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. [pdf]. Tersedia: http://jurnal.
fk.unand.ac.id. [5 September 2016].
Djukri. 2009. Regulasi Ion Kalsium (Ca++) dalam Tanaman untuk Menghadapi Cekaman
Lingkungan. [pdf]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/12121/1/Bio_Dju
kri2,%20UNY.pdf. [3 September 2016].
Sari. 2003. Penggunaan Cairan Koloid di Bidang Penyakit Dalam. [pdf]. Tersedia:
http://www.interna.fk.ui.ac.id/referensi/tinpus/006TP.htm. [5 September 2016].

28

Anda mungkin juga menyukai