Anda di halaman 1dari 7

8.

TATALAKSANA SYNCOPE
Prinsip Umum Penangan Sinkop
Tujuan utama terapi pasien dengan sinkop adalah untuk memperpanjangharapan
hidup, membatasi cedera fisik dan mencegah rekurensi. Kepentingan danprioritas sasaran yang
berbeda ini bergantung pada penyebab sinkop. Contohnya,pada pasien dengan VT sebagai
penyebab sinkop, resiko mortalitas jelas dominan,sementara manajemen pasien dengan sinkop
refleks ditujukan untuk mencegahrekurensi dan/atau membatasi cedera (Moya et al, 2009).
Kerangka terapi secara umum didasarkan pada stratifikasi resiko danidentifikasi
mekanisme spesifik bila memungkinkan sebagaimana terangkum dalamgambar berikut:

Manajemen awal pasien dengan sinkop:


a. Di rumah sakit, kasus-kasus seperti ini biasanya dibawa ke perhatian perawat triase
sejak dini. Pasien harus dipindahkan ke area perawatan kritis jika parameternya
ditemukan tidak stabil. Pasien yang stabil harus diistirahatkan di area perawatan
menengah.
b. Pasien harus dipantau detak jantung, tekanan darah, dan irama jantung.
c. Jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi pasien harus dengan cepat dinilai dan oksigen
aliran rendah melalui lubang hidung harus disediakan
d. Jalur intravena harus dipertimbangkan, terutama jika parameter awal pasien tidak
normal atau jika ada kecurigaan tinggi bahwa penyebabnya adalah karena masalah
jantung atau kehilangan volume (Emergency Medicine 2nd ed., 2015).
Gambar X. Alur Penanganan Pasien dengan Sinkop
Sumber: Fauci AS et al., 2009

Sementara menurut Haris tahun 2004, secara garis besar penatalaksanaan penurunan
kesadaran ( Sinkop ) dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Umum:
1) Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila
tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intracranial yang
meningkat.
2) Posisi Trendelenburg berguna untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial, untuk
memastikan jalan nafas lapang. Gigi palsu dikeluarkan serta lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
3) Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infuse sesuai dengan
kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
4) Pasang monitor jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan EKG.
5) Pasang nasogastric tube, keluarkan isi lambung untuk mencegah aspirasi, lakukan
bilas lambung jika diduga terjadi intoksikasi. Berikan thiamin 100 mg iv, berikan
destrosan 100 mg/kgbb.
b. Khusus
Pada herniasi:
1) pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25-30 mmHg
2) Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20
menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
3) Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv
lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
4) Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operable seperti epidural
hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi
Tanpa herniasi
1) Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti
2) Jika pada CT scan tidak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
fungsi lumbal. Jika LP positif ada infeksi, berikan antibiotic yang sesuai. Jika ada
pedarahan terapi sesuai dengan pengobatan subarachnoid hemorrhage.
3) Pasien yang mengalami sinkop vasovagal sebaiknya diinstruksikan untuk
menghindari situasi atau stimulus yang menyebabkan dia kehilangan kesadaran
sebelumnya atau bisa juga disarankan untuk berbaring apabila gejala awal
pingsan mulai terasa. Tilt training, berdiri dan bersandar melawan tembok dengan
waktu yang semakin lama tiap harinya, biasanya digunakan untuk pasien yang
mengalami intoleransi ortostatik. Jika pingsan berkaitan dengan deplesi volume
intravaskular, pemberian garam dan cairandapat dilakukan untuk mencegah
pingsan.
4) Sinkop vasovagal yang persisten dapat ditangani dengan terapi obat terutama jika
sering terjadi maupun berkaitan dengan resiko tertentu terhadap
cedera. Antagonis reseptor β-adrenergik seperti metoprotol (25-50 mg), atenolol
(25-50 mg) atau nadolol (10-20 mg) merupakan obat yang sering digunakan.
Obat-obatan tersebut dapat mengurangi peningkatan kontraktilitas miokardial
yang menstimulasi mekanoreseptor ventrikel kiri dan juga mengeblok reseptor
serotinin sentral. Serotonin reuptake inhibitorseperti paroxetine (20-40mg),
sertraline (25-50 mg) juga bisa digunakan. Kedua obat ini sering digunakan
sebagai obat lini pertama terutama pada pasien muda. Selain itu, obat
antidepresan seperti bupropion SR (150 mg) juga juga terkadang digunakan.
5) Pemberian Hidrofludrokortison (0,1-0,2 mg) dapat memberikan efek retensi
natrium, ekspansi volume, dan vasokonstriksi perifer dengan meningkatkan
sensitifitas β-reseptor terhadap katekolamin endogen. Obat tersebut bisa efektif
diberikan pada pasien sinkop dengan deplesi volume intravaskular serta hipotensi
postural. Proamatine (2,5-10 mg), sebuah α-agonist juga biasa digunakan sebagai
agen lini pertama. 2,3
6) Disopiramid (150 mg), obat antiaritmia vagolitik dengan inotropik negatif, serta
vagolitik lain seperti transdermal scopolamine, telah digunakan untuk menangani
sinkop vasovagal. Begitu juga dengan teofilin dan efedrin. Selain dengan obat,
pasien dengan artimia juga bisa ditatalaksana dengan pemasangan pacemaker.
7) Pasien dengan hipotensi ortostatik sebaiknya diinstuksikan untuk bangun secara
perlahan dan sistematis dari ranjang ke kursi. Pergerakan kaki sebelum bangkit
bisa membantu venous return dari ekstremitas bawah. Jika memungkinkan,
pengobatan yang dapat memperburuk keadaan seperti vasodilator dan diuretik
sebaiknya tidak dilanjutkan.2,4 Elevasi kepala dan penggunaan kompresi
stocking juga bisa membantu. Terapi tambahan yang bisa dilakukan di antaranya
adalah pemberian garam dan obat-obatan seperti simpatomimetik amin,
monoamine oksidase inhibitor, beta blocker, dan levodopa. Sementara itu, pasien
dengan hipotensi postprandial sebaiknya menghindari makan besar serta aktivitas
fisik setelah makan.
8) Neuralgia glosofaringeal dapat ditangani dengan carbamazepine, yang dapat
menangani pingsan sekaligus nyerinya. Pasien dengan sindrom sinus karotis
sebaiknya menghindari pakaian atau situasi yang dapat menstimulasi
baroreseptor. Jangan menggunakan pakaian yang ketat pada leher serta
menghindari gerakan leher yang berlebihan. 3 Saat menoleh ke satu sisi,
disarankan untuk menggerakan seluruh badan, tidak hanya kepala saja.
Paroxetine merupakan obat yang cukup terbukti memperbaiki gejala sinkop
vasovagal, tetapi tidak disarankan untuk pasien geriatri. 3Sinkop yang sering
terjadi karena respopn kardioinhibitori terhadap stimulasi sinus karotis sebaiknya
ditangani dengan pemasangan pacemaker permanen.
9) Individu dengan sinkop yang tidak bisa dijelaskan oleh semua pemeriksaan
kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi psikiatri. Pasien dengan sinkop
sebaiknya dirawat di rumah sakit jika kejadiannya berkaitan dengan abnormalitas
yang mengancam nyawa atau kambuh dengan kemungkinan cedera yang
signifikan. Pemeriksaan dengan elektrokardiogram juga sebaiknya dilakukan.
Jika kondisi jantung pasien normal atau jelas pingsan karena pengaruh vasovagal
atau sinkop situasional, pasien bisa dipulangkan.(Harris, 2004)
c. Nutrisi dan suplemen
Mengingat banyak kasus yang berkaitan dengan jantung, suplemen yang
diberikan biasanya berguna untuk meningkatkan kesehatan jantung.
1) Asam lemak omega-3, seperti minyak ikan, berguna untuk menurunkan inflamasi
serta meningkatkan kesehatan jantung. Penggunaan bersama warfarin harus
diperhatikan karena dapat meningkatkan resiko perdarahan.
2) Multivitamin harian yang berisi vitamin antioksidan seperti A, C, E, vitamin B
dan mineral (Mg, Ca, asam folat, Zinc, dan Selenium).
3) Koenzim Q10, 100-200 mg pada bedtime yang merupakan antioksidan.
4) Acetyl-L-carnitine, 500 mg perhari (antioksidan)
5) Alpha-lipoic acid, 25-50 mg dua kali perhari (antioksidan)
6) L-arginine (1-2 gram satu atau dua kali perhari). Tidak disarankan pada pasien
dengan infeksi virus seperti herpes(Harris, 2004)
Manajemen Sinkop reflex

Landasan awal manajemen non farmakologi pada pasien dengan sinkoprefleks adalah
edukasi dan penekanan bahwa kondisi ini merupakan penyakit yangtidak membahayakan.
Secara umum, terapi awal menekankan edukasi padakewaspadaan dan menghindari pencetus
yang mungkin (seperti lingkungan yangramai dan panas, deplesi volume), pengenalan awal
terhadap gejala prodromal danmelakukan manuver untuk mencegah episode (seperti posisi
telentang, physicalcounterpressure manoeuvres (PCM)). Penting untuk menghindari obat yang
dapatmenurunkan tekanan darah (termasuk α bloker, diuretik dan alkohol).

a. Physical Counter Pressure Manoeuvres (PCM)


Terapi ‘fisik’ non farmakologi muncul sebagai terapi terdepan
dalampenanganan sinkop refleks. Dua trial klinis memperlihatkan bahwa
PCMisometrik pada betis (menyilangkan betis) atau lengan (genggaman tangan
danmenegangkan lengan), dapat menginduksi peningkatan tekanan darah
yangsignifikan selama fase impending sinkop refleks yang membuat pasien
mampumencegah atau menghambat kehilangan kesadaran pada banyak (Moya et al,
2009).

Manajemen Hipotensi Ortostatik dan Sindrom Intoleransi Ortostatik

Prinsip strategi terapi pada ANF diinduksi obat adalah mengeleminasi agenpenyebab.
Ekspansi volume ekstraselular adalah sasaran penting. Bila tidak adahipertensi, pasien harus
diinstruksikan untuk mengonsumsi garam dan cairan yangcukup, dengan target 2-3 liter air per
hari dan 10 gram NaCl. Tidur dengan elevasikepala (10º) mencegah poliuria nokturnal,
menjaga distribusi cairan tubuh yangbaik, dan memperbaiki hipertensi nokturna.Pooling vena
gravitasional pada pada pasien lansia dapat diterapi denganabdominal bindersatau
compression stocking.PCM seperti menyilangkan betis dan berjongkok dapat dilakukan oleh
pasien yang memiliki gejala peringatan (Moya et al, 2009).

Berbeda dengan sinkop refleks, penggunaan α agonis, midodrine, dapatdiberikan


sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan kronik ANF. Obat ini tidakdapat dianggap
sebagai penyembuh dan tidak pula dapat memberi manfaat padasemua pasien, namun obat ini
dapat sangat berguna pada beberapa orang. Tidak adakeraguan bahwa midodrine
meningkatkan tekanan darah baik pada posisi telentangmaupun berdiri sehingga memperbaiki
gejala OH. Midodrine (5-20 mg, 3 kalisehari) telah memperlihatkan efektivitas pada tiga
penelitian acak placeboterkontrol (Moya et al, 2009).

Manajemen Aritmia Jantung sebagai penyebab sinkop

Dasar sinkop pada situasi ini bersifat multifaktorial, dan dipengaruhi olehdenyut
ventrikular, fungsi ventrikel kiri, dan kecukupan kompensasi vascular (termasuk pengaruh
refleks dimediasi neural).

a. Pacu Jantung
Secara umum, terapi pacu jantung diindikasikan dan telah dibuktikanmemiliki
efektivitas tinggi pada pasien dengan disfungsi nodus sinus ketikabradiaritmia sebagai
penyebab sinkop dideteksi lewat dokumentasi EKG selamasinkop spontan atau
sebagai konsekuensi SNRT (Sinus node recovery time) yangabnormal.Pacu jantung
merupakan terapi sinkop terkait blok AV simtomatik. Pacu Biventrikular harus
dipertimbangkan pada pasien dengan indikasi pemasangan pacu jantung akibat blok
AV dan penurunan LVEF, gagal jantung dan perpanjangan durasi QRS.
b. Disfunsi Nodus Sinus
Pacu jantung permanen sering meredakan gejala tapi mungkin tidak
berefekpada survival. Meskipun dengan pacing yang adekuat, sinkop dapat berulang
pada20% pasien dalam follow up jangka panjang. Hal ini akibat seringkali
terdapathubungan mekanisme refleks vasodepresor dengan penyakit nodus sinus.
Mode yangterakhir berkembang yaitu atrial-based minimal ventricular
pacingdirekomendasikan sebagai alternatif dari DDDR konvensional (dual chamber
rateadaptive pace maker).
c. ICD (Implantable Cardiac. Defibrilator)
Diindikasikan pada pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi jantungserta
VT atau fibrilasi tanpa penyebab yang dapat dikoreksi. Meskipun pada pasienini ICD
biasanya tidak mencegah rekurensi sinkop, alat ini direkomendasikan
untukmenurunkan resiko SCD.Pada pasien dengan sinkop sekunder akibat penyakit
jantung structural termasuk malformasi jantung kongenital, atau penyakit
kardiopulmonal, sasaranterapi tidak hanya untuk mencegah rekurensi sinkop, namun
juga terapi padapenyakit yang mendasari dan menurunkan resiko SCD (Moya et al,
2009).
DAPUS:

Moya A, Sutton R, Ammirati F, et al. Guidelines for The Diagnosis and Management of Syncope:
The Task Force for The Diagnosis and Management of Syncope of The European
Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2009

Harris A. Updates in Neuroemergencies: Penatalaksanaan pada Kesadaran Menurun. Balai


Penerbit FKUI: Jakarta; 2004. p. 6-7.
Emergency Medicine 2nd ed., 2015. National university Hospital, Singapore

Fauci AS et al. 2009.Harrison`s Principles of Manual Medicine 17th ed. New York: McGraw-
Hill`s Access Medicine.

Anda mungkin juga menyukai