Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika
dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang
memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama
multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.Meskipun dalam Kedokteran,
sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak
menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran
dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota
besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia,
mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas.
Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 1524 tahun.
Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh
karena itu kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman
kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting
dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997, tentang
Narkotika : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) sudah sejak lama dikonsumsi
manusia, baik dalam bentuk sederhana. Semakin lama pemakai narkoba makin meluas di
berbagai belahan dunia, termasuk indonesia. Obat terlarang ini telah banyak beredar dan

1
dipergunakan oleh berbagai kalangan terutama remaja. Dimana pada masa remaja ada
banyak faktor yang mempengaruhi persepsi individu terhadap penyesuaian sosialnya.
Berdasarkan laporan Narkoba Dunia dari UNODC tahun 2006 jumlah
penyalahguna narkoba di dunia sebesar 200 juta orang dan terus mengalami peningkatan,
sedangkan di Indonesia jumlah kasus tindak pidana untuk kasus narkoba tahun 2006
sebesar 16.252 orang dan mengalami peningkatan sebesar 6,8% menjadi 17.355 pada
Desember 2007, data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2007 diketahui 3,2
juta orang Indonesia adalah pengguna narkoba. Setiap tahun jumlah pengguna narkoba
bertambah 1 juta orang.
Peran penting sektor kesehatan sering tidak disadari oleh petugas kesehatan itu
sendiri, bahkan para pengambil keputusan, kecuali mereka yang berminat dibidang
kesehatan jiwa, khususnya penyalahgunaan NAPZA. Bidang ini perlu dikembangkan
secara lebih profesional, sehingga menjadi salah satu pilar yang kokoh dari upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Kondisi diatas mengharuskan pula Puskesmas
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dapat berperan lebih proaktif dalam upaya
penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Dari hasil identifikasi masalah
NAPZA dilapangan melalui diskusi kelompok terarah yang dilakukan Direktorat
Kesehatan Jiwa Masyarakat bekerja sama dengan Direktorat Promosi Kesehatan Ditjen
Kesehatan Masyarakat Depkes-Kesos RI dengan petugas-petugas puskesmas di beberapa
propinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Bali ternyata pengetahuan
petugas puskesmas mengenai masalah NAPZA sangat minim sekali serta masih
kurangnya buku yang dapat dijadikan pedoman.

1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian NAPZA

2. Untuk mengetahui cara mendiagnosis penyalahgunaan NAPZA

3. untuk mengetahui terapi dari penyalahgunaan NAPZA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DATA TUTORIAL

Hari/tanggal sesi 1: Senin, 18 September 2017

Hari/tanggal sesi 1: Rabu, 20 September 2017

Tutor: dr. Hj. Suci Nirmala

Moderator: Akhmad Sandy Sauqy

Sekretaris: Maslahatun

2.2 SKENARIO

LBM 1

KARYAWAN KACAU

Nandar merupakan seeorang laki-laki berusia 20 tahun dan sudah berkeluarga


dengan 1 orang anak. Nanadar merupakan karyawan suatu pabrik yang tidak jauh dari
tempat tinggal. Ia sering merasa pekerjaannya tidak layak, dengan usianya yang sudah
mencapai kepala 3. Ia merasa tidak memeliki apapun secara materi. Di pusat rehabilitas
nandar sering mengamuk, berteriak, cenderung menyakiti orang lain dan diri sendiri.
Napas cepat denyut jantung meningkat dan meminta untuk segera diberikan bubuk
favoritnya. Nandar sudah berada di dunianya sendiri. Baginya tiada kesenangan lain
selain bias mendapatkan bubuk favoritnya.

Kondisi ini diperberat dengan adanya kritikan yang sering diterima dari istrinya,
ia pun merasa pekerjaannya saat ini tidak sesuai dengan harapannya. Menghadapi
bebannya yang dirasa berat ini, Nandar sering mengikuti ajakan teman kerjanya untuk
pergi ke tempat hiburan malam. Mereka sama-sama menikmati hiburan malam disertai
dengan rokok, minum alcohol hingga puncaknya dengan mengkonsumsi heroin. Hal ini
berlangsung kebih dari satu tahun, dan pada akhirnya Nandar menjalani perawatan di

3
tempat rehabilitas. Bersukur masih ada saudara yang masih peduli dengan keadaan
Nandar dimana istri dan keluarga lainnya tidak perduli dengan keadaanya.

2.3 PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi istilah

1. Rehabilitasi adalah sebuah kegiatan ataupun proses untuk membantu para


penderita yang mempunyai penyakit serius atau cacat yang memerlukan
pengobatan medis untuk mencapai kemampuan fisik psikologis, dan sosial yang
maksimal.

2. Heroin adalah obat adiktif dengan sifat penghilang rasa sakit yang diproses dari
morfen, sebuah zat yang terjadi secara alami dari opium poppy.

II. Identifikasi masalah


1. Mekanisme kerja heroin?
2. Hubungan keluhan pasien dengan prilaku?
3. Jenis-jenis NAPZA?
4. Rehabilitasi apa yang dilakukan pada pasien?

III. Brain storming


1. Mekanisme kerja heroin?
Mekanisme kerja heroin yaitu Heroin diabsorbsi dengan baik
disubkutaneus, intramuscular dan permukaan mukosa hidung atau mulut,
dengan cepat masuk ke dalam darah dan menuju jaringan. Konsentrasi heroin
tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa, sedangkan di otot skelet
konsentrasinya rendah.
Heroin dapat menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat
dibandingkan dengan morfin atau golongan opioid lainnya. Heroin didalam
otak cepat mengalami hidrolisa menjadi monoasetilmorfin dan akhirnya
menjadi morfin, kemudian mengalami konjugasi dengan asam glukuronik
menjadi morfin 6-glukoronid yang berefek analgesik lebih kuat dibandingkan
morfin itu sendiri. Heroin diekskresi melalui urin (ginjal), 90% diekresi dalam

4
24 jam pertama, meskipun masih dapat ditemukan dalam urin setelah 48 jam.
Heroin didalam tubuh diubah menjadi morfin dan diekresikan sebagai morfin.
Heroin bekerja di dua tempat utama, yaitu susunan saraf pusat dan
visceral. Pada susunan saraf pusat opioid (heroin) berefek di daerah korteks,
hipokampus, thalamus, nigrostriatal, sistem mesolimbik, locus ceruleus,
daerah periakuaduktal, medula oblongata dan medula spinalis. Pada sistem
saraf visceral, opioid (heroin) bekerja pada pleksus myenterikus dan pleksus
submukous yang menyebabkan efek konstipasi
Heroin yang merupakan salah satu opioid, efeknya diperantarai oleh
reseptor opioid yaitu reseptor mu, kappa dan delta. Reseptor mu terlibat dalam
proses analgesia, depresi pernafasan, sembelit dan ketergantungan obat.
Reseptor kappa terlibat dalam analgesia, diuresis dan sedasi. Reseptor delta
terlibat dalam analgesia.
Dalam tubuh terdapat opioid endogen sebanyak tiga jenis yaitu endorfin,
dismorfin dan enkepalin. Opioid endogen berinteraksi dengan sistem neuronal
seperti sistem saraf dopaminergik dan noradrenergik.
Ketergantungan heroin diperantarai oleh aktivasi neuron dopaminergik di
ventral tegmental area (VTA) di korteks cerebral dan di sistem limbik. Heroin
bekerja di locus ceruleus (LC) dengan meningkatkan konduksi dari kanal ion
K melalui coupling subtipe Gi atau G0 dengan menurunkan masuknya Na+
dan penghambatan adenylcyclase. Berkurangnya jumlah cAMP akan
menurunkan protein kinase A (PKA) dan fosforilasi.
Efek dari penggunaan heroin dapat dirasakan dalam waktu yang berbeda
menurut cara pemakaiannya. Pemakaian dengan injeksi dapat secara
intravenous (IV), subkutan atau intramuscular. Injeksi dengan intravena dapat
menimbulkan efek eforia dalam 7 sampai 8 detik, sedangkan secara
intramuskular efek euforia timbul lebih lambat yaitu 5 sampai 8 menit.
Pemakaian dengan dihirup dimana bubuk heroin diletakkan pada aluminium
foil dan dipanaskan diatas api, kemudian asapnya dihirup melalui hidung
dapat, memberikan efek dimana puncaknya dirasakan dalam 10-15 menit.
Pemakaian heroin dapat juga dengan dihisap melalui pipa atau sebagai

5
lintingan rokok. Cara ini lebih aman dibandingkan dihirup dan injeksi karena
masuk ke dalam tubuh secara bertahap sehingga mudah dikontrol
Ketergantungan juga dapat menjadi parah tergantung alasan
yangmenyebabkan seseorang menjadi ketergantungan, dosis heroin yang
digunakan dan cara pemakaian heroin dan adanya masalah yang dihadapi saat
menggunakan heroin. Keparahan ketergantungan ini dapat diukur
menggunakan skala ASSIST yang sudah digunakan sebagai salah satu
instrument pada institusi penerima wajib lapor (IPWL).

2. Hubungan keluhan pasien dengan prilaku?


Tubuh, ketika terpapar oleh bermacam-macam tipe zat akan mencoba
untuk mempertahankan homeostasisnya. Ketika terpapar, tubuh memproduksi
mekanisme counter-regulatory dan proses tersebut mencoba untuk
mempertahankan tubuh dalam keadaan seimbang. Saat zat tersebut telah
dihilangkan, maka sisa dari mekanisme counter-regulatory tersebutakan
menghasilkan efek yang hebat. Kebanyakan dari efek klinis tersebut dapat
dijelaskan oleh interaksi dari suatu zat dengan berbagai macam
neurotransmitter dan neuroreceptor di otak, termasuk interaksi dengan
gamma-aminobutyric acid (GABA), glutamate (NMDA), dan
opiates.Menghasilkan perubahan pada neurotransmitter inhibisi dan eksitatori
sehingga mengganggu keseimbangan neurochemical di otak sehingga dapat
menyebabkan gejala dari putus obat.Pada ketergantungan opioid (morfin,
heroin) stimulasi kronik dari reseptor spesifik untuk obat ini menekan dari
produksi neurotransmitter endogen (masing-masing endorphins atau
GABA).Ketika obat luar dihentikan secara mendadak, produksi yang tidak
adekuat dari neurotransmitter endogen dan stimulasi hebat dari counter-
regulatory transmitter menghasilkan karakteristik gambaran klinis dari putus
zat.Jadi, gejala yang timbul pada pasien di skenario (nafas cepat, denyut
jantung meningkat) kemungkinan besar akibat penghentian dari konsumsi
heroin.

6
3. Jenis-jenis NAPZA?
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004). NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi .
JenisJenis NAPZA NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam
beberapa kelompok.
I. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa.
Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan)
yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian)
dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika
inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
cengkraman-nya.

Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika


dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan
golongan III.

a. Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya. Daya


adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain

7
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain.
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah kodein dan turunannya.
II. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah


maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan
oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).

Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat


dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :

a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,


belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.

b. Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta


berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin,
metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.

c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta


berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal,
buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.

d. Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan


serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.

8
III. Bahan Adiktif Lainnya

Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan


psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya :

a. Rokok
b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan.
c. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton,
cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat
memabukkan. Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong NAPZA .

4. Rehabilitasi apa yang dilakukan pada pasien?

Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009 pada pasien dengan penyalahgunaan


narkoba, ada 2 jenis rehabilitasi yang harus dijalani, diantaranya :

a) Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu


untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
b) Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,
baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

IV. Rangkuman permasalan


Masalah
sosial

Penyalahgunaan
Masalah Pencetus Kacau zat
keluarga

Masalah Withdrawel -mengamuk, Gangguan


ekonomi syndrome menyakiti mental
orang lain, akibat zat
nafas cepat, psikoaktif
denyut
jantung naik

9
-
V. Learning Issue
1. Diagnosis banding?!
2. Landasan hokum tentang NAPZA?
3. Edukasi untuk pasien di scenario?

VI. Pembahasan Learning Issue


1. Diagnosis banding?!
A. Withdrawel syndrome

Sindroma putus obat adalah sekumpulan gejala klinis yang terjadi sebagai
akibat menghentikan zat atau mengurangi dosis obat yang persisten digunakan
sebelumnya. Dalam Diagnostic Statistical Manual (DSM) V, gejala putus zat
yang terjadi pada terapi medis yang sesuai, tidak digolongkan pada gangguan
penggunaan zat. Jika NAPZA yang digunakan dalam terapi medis tersebut
digunakan secara berlebihan dan terdapat perilaku pencarian NAPZA yang
kompulsif maka diagnosis gangguan penggunaan zat dapat ditegakkan
Mekanisme biologi molekuler terjadinya gejala putus zat opiat/ opioid
Putus zat opiat/ opioid merupakan hasil dari adaptasi di berbagai tingkatan
dalam sistem saraf tetapi mekanisme yang pasti untuk menjelaskan berbagai
gejala putus zat belum sepenuhnya dipahami. Salah satu penjelasannya adalah
melalui mekanisme pada ROM. Subunit yang berikatan dengan GTP pada
ROM menghambat enzim adenilat siklase yang menyebabkan terjadinya
penurunan cAMP intra sel. Penurunan kadar cAMP tampak berhubungan
dengan perubahan keadaan fosforilasi dari beberapa protein yang menjadi
substrat untuk protein kinase A dan untuk mengurangi transkripsi beberapa
gen yang memiliki elemen promotor responsif cAMP. Diantara gen-gen yang
diregulasi terdapat gen yang mengkode prekursor peptida opioid sehingga
opioid endogen yang diproduksi oleh tubuh mengalami penurunan dan
menyebabkan gejala putus zat.
Mekanisme lain adalah melalui fosforilasi reseptor oleh GPCR kinase
(GRKs) yang mengarah pada perekrutan arestin. Interaksi arestin dengan
GPCRs menyebabkan pemisahan pensinyalan G-protein dari reseptor

10
(desensitisasi reseptor) dan penerimaan mesin endositik yang menuju pada
proses internalisasi reseptor . Namun, morfin hanya menyebabkan
desensitisasi lemah atau parsial dan sedikit atau tidak sama sekali dalam
proses endositosis. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya toleransi dan
ketergantungan dalam terapi.
B. Gangguan mental dan prilaku akibat penggunaan zat psikoaktif

DSM-IV menyebutkan ketergantungan zat ditandai oleh adanya


sekurangnya satu gejala spesifik yang menyatakan bahawa penggunaan zat
telah mempengaruhi kehidupan seseorang. Seseorang tidak dapat memenuhi
penyalahgunaan zat untuk suatu zat tertentu jika ia tidak pernah memenuhi
kriteria untuk ketergantungan pada zat yang sama. Pasien yang mengalami
intoksikasi atau putus zatyang disertai dengan gejala psikiatrik tetapi yang
tidak memenuhi kriteria untuk pola sindrom spesifik untuk gejala (sebagai
contohnya depresi) mendapatkan diagnosis intoksikasi zat, kemungkinan
bersama dengan ketergantungan atau penyalahgunaan.

a) Diagnostic Criteria for Substance Dependence/Ketergantungan Zat


Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada
gangguan atau penderitaan yng bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3
(tiga) atau lebih hal-hal berikut yang terjadi pada tiap saat dalam periode
12 bulan:
1. Toleransi yang didefinisikan sbb:
a. peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk
mendapatkan efek yangdidamba atau mencapai
intoksikasi.
b. Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan
kontinyu jumlah yang sama dari zat.
2. Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

a. Sindroma withdrawal khas untuk zat penyebab ( criteria


A dan B dari gejala withdrawal zat).

11
b. .Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk
menghilangkan atau menghindari gejala-gejala
withdrawal.

3. Zat yng dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar


atau lewat dari batas waktu pemakaiannya.
4. Adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi
atau mengendalikan pemakaian zat.
5. Adanya aktifitas yang menyita waktu untuk kebutuhan
mendapatkan zat (mis.mendatangi berbagai dokter atau sampai
melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat (merokok
tiada sela) atau untuk pulih dari efeknya.
6. Kegiatan-kegiatan sosial yang penting,pekerjaan atau rekreasi
dilalaikan atau dikurangi karena penggunaan zat.
7. Penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa
problem fisik dan fisiologis menetap atau berulang disebabkan
oleh penggunaan zat (mis.sementara menggunakan kokain
meskipun mengetahui itu menginduksi depresi atau tetap
meneguk-alkohol- meskipun mengetahui hal itu memperburuk
ulcus gaster).Tentukan jika:

a. Dengan ketergantungan fisiologis: terbukti adanya


toleransi atau withdrawal.

b. Tanpa ketergantungan fisiologis: tidak terbukti adanya


toleransi atau withdrawal.

b) DSM-IV-TR: Diagnostic Criteria for Substance Abuse (Penyalahgunaan


Zat)
Suatu pola penggunaan zat yang maladaptif mengarah pada
gangguan atau penderitaan yng bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 1
(satu) atau lebih hal-hal berikut yang terjadi dalam periode 12 bulan:

12
1. Penggunaan berulang zat menyebabkan kegagalan memenuhi tugas
utama ditempat kerja,sekolah atau dirumah (mis. berulangkali bolos
hasil kerja yang buruk karena penggunaan zat, bolos,diganjar atu
dikeluarkan dari sekolah karena penggunaan zat,mengabaikan anak
atau anggota keluarga)

2. Berulangkali menggunakn zat dalm situasi yang membahayakan fisik


(mis.mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan mesin saat
terganggu oleh pemakaiannya).

3. Berulangkali berurusan dengan hukum karena penggunaan zat


(ditangkap karena ulah berkaitan dengan penggunaannya).
Meneruskan penggunaan zat meskipun tetap atau berulang memiliki
problem sosial atau interpersonal disebabkan atau kambuhnya efek2
dari zat (mis.berdebat dengan pasangan tentang akibat
intoksikasi,berkaelahi).

4. Gejala-gejalanya tidak memenuhi kriteria Ketergantungan zat yang


digunakan.

c) DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Substance Intoxication (Intoksikasi


Zat)
1. Terjadinya sindroma reversible zat spesifik karena barusan menelannya
atau terpapar olehnya.cat: zat yang berbeda dapat memberi sindroma yang
mirip atau sama.
2. Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perobahan
psikologis karena efek dari zat terhadap sitim saraf pusat (mis. keadaan
siap tempur,labilitas mood,gangguan kognitif, penilaian,sosial dan fungsi
pekerjaan) yang terjadi segera setelah penggunaan zat.
3. Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan
mental lainnya.

13
d) DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Substance withdrawal (Putus Zat)
1. Terjadinya sindroma zat spesifik karena penghentian mendadak (atau
pengurangan) penggunaan zat yang lama dan berat.
2. Sindroma diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam hal sosial,pekerjaan atau area fungsi-
fungsi penting lainnya
3. Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan
mental lainnya.
C. Landasan hukum tentang NAPZA?
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Narkotika Golongan
I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam
proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Lembaga ilmu pengetahuan
yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat
memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin
Menteri.
Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada beberapa
penambahan bahan dari golongan I dan beberapa golongan II Psikotropika
dari UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi
penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamin dsb).

D. Edukasi untuk pasien di scenario?

14
a. Ajak anak berdua agar di berikan kekuatan ketabahan dan
melepaskan diri dari narkoba
b. Ajak berkonsultasi ke dokter untuk memulihkan kesehatannya
c. Ajak untuk mengikuti pastoral konsling kegiatan keagamaan
d. Jangan biarkan lagi bergaul dengan teman-teman pemakainya
e. Lakukan rehabilitas psokologis baik keluarga maupun bantuan
psikologis untuk memulihkan konsep diri dan mengembalikan
sebagai anak yang berguna, anak baik, dan diterima di keluarga
f. Rehabilitas social di damping keluarga untuk belajar keterampilan,
latihan kerja, dan rekreasi agar diterima di keluarga dan
masyarakat
g. Jaga pergaulan agar tidak kambuh lagi dan keluarga harus terus
mendampingi dan mengamati perubahan yang terjadi

15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan
(adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Penyebab
penyalahgunaan napza karena factor genetic dan juga psikodinamik.
Penyalahhunaan NAPZA sendiri memiliki Komorbid dengan gangguan
kepribadian antisocial dan juga prilaku bunuh diri.Terapi pada gangguan akibat
penyalahgunaan NAPZA adalah rehabilitasi.

16

Anda mungkin juga menyukai