Anda di halaman 1dari 2

Epidemiologi

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat
lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.
Data WHO (2009) memperkirakan jumlah kasus meningitis dan kasus kecacatan
neurologis lainnya sekitar 500.000 dengan Case Fatality Rate (CFR) 10% di seluruh dunia.
WHO (2005) melaporkan pada tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis yang
tercatat sebagai epidemik terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan
25.000 kematian (CFR=10%) yang terdaftar. Dari masa krisis tersebut hingga tahun 2002
terdapat 223.000 kasus baru, daerah yang telah terkena dampak tersebut adalah Burkina
Faso, Chad, Ethiopia dan Nigeria. Pada tahun 2002, terjadi wabah meningitis di Burkina Faso
dan Ethiopia dengan Insidens Rate65%.

Faktor rsiko

Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita


meningitis, antara lain:
Usia. Sebagian besar kasus meningitis virus terjadi pada anak-anak pada usia 5 tahun.
Hidup dalam lingkungan sosial dimana kontak sosial seringkali berlangsung. Seperti
tinggal di asrama, personil di pangkalan militer, pesantren dan fasilitas penitipan anak
akan meningkatkan risiko meningitis meningokokus. Peningkatan risiko kemungkinan
terjadi karena bakteri yang disebarkan oleh rute pernapasan dan cenderung menyebar
dengan cepat dimana pun kelompok besar berkumpul.
Kehamilan. Dapat berisiko menderita meningitis karena infeksi yang disebabkan oleh
bakteri listeria melalui makanan dan dapat berisiko pada kandungan.
Bekerja dalam lingkungan dimana banyak hewan ternak yang dapat meningkatkan risiko
meningitis karena listeria.
Memiliki sistem imun yang lemah seperti AIDS, alkoholisme, diabetes dan penggunaan
obat penekan kekebalan juga menjadi lebih rentan terhadap meningitis.

Mereka yang tinggal di dekat seperti sekolah, perguruan tinggi, pangkalan militer,
Pusat-pusat penitipan siang hari, siswa perumahan dll lebih beresiko terkena infeksi
meningococcal.

Penatalaksanaan
Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa ;
a) Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 tahun.
b) Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3
bulan.
2). Meningitis bacterial, umur < 2 bulan ;
a) Sefalosporin generasi ke 3.
b) ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3). Meningitis bacterial, umur > 2 bulan ;
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b.Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien
dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas ;
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.

Suriadi & Yuliani, Rita. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi pertama. Jakarta : KDT.
M Mesranti . 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/
Chapter%20II.pdf. Sumatra : USU.

Anda mungkin juga menyukai