Tujuan penugasan ini selain sebagai salah satu pemenuhan penilaian Mata Kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular, juga sebagai uji kompetensi dari mahasiswa Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta Semester 4 untuk dapat mengetahui dan memahami epidemiologi
penyakit-penyakit menular khususnya di Indonesia.
Penyusun,
Mizna Sabilla
1
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Epidemiologi AIDS 3
Epidemiologi DBD 10
Epidemiologi TB 16
Epidemiologi Filariasis 22
Epidemiologi Malaria 29
Epidemiologi PD3I 47
Epidemiologi Rabies 65
Epidemiologi Diare 70
Epidemiologi ISPA 76
2
Epidemiologi
AIDS
3
Epidemiologi AIDS
I. Definisi
AIDS adalah akronim dalam bahasa Inggris dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan kumpulan
berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuh
karena infeksi dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem
kekebalan tubuh.1
A: acquired adalah didapat. Berarti HIV menular dari orang yang terinfeksi ke orang
lain.
II. Prevalensi
Di Indonesia pertama kali diketahui adanya kasus AIDS pada bulan April tahun 1987,
pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah Bali akibat
1
http://www.g-excess.com/id/aids-adalah-akronim-dalam-bahasa-inggris-dari-acquired-immunodeficiency-
syndrome.html
2
http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/Modul1HIV.htm
4
infeksi sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini masih belum
mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya peningkatan
kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat(doubling time) kurang dari setahun, bahkan
mengalami peningkatan kasus secara ekponensial. Depkes RI melaporkan kasus AIDS
telah terdeteksi di 32 provinsi, dengan Papua sebagai peringkat pertama (prevalensi =
133.07 per 100.000 penduduk), sedangkan provinsi Sulawesi Barat belum tercatat
adanya kasus AIDS. Peningkatan kasus AIDS terjadi setiap tahunnya, hingga akhir
tahun 2009 tercatat jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 19.973 kasus atau
terdapat 3.863 kasus baru. Kematian karena AIDS hingga tahun 2009 sebanyak 3.842
kematian.
5
IV. Riwayat Alamiah Penyakit
Sejak masuknya HIV, seseorang telah menjadi pengidap HIV dan dapat menularkan
HIV sepanjang hidupnya. Perjalanan penyakit dari infeksi HIV menjadi AIDS terlihat
pada bagan di bawah ini:
6
V. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus yang menyerang dan merusak
sistem kekebalan tubuh kita. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T,
virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam
sel dengan keadaan inaktif. Apabila itu terjadi maka kita tidak bisa bertahan terhadap
penyakit-penyakit yang menyerang tubuh kita. Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah
rusak atau lemah, maka kita akan terserang oleh berbagai penyakit yang ada di sekitar
kita seperti TBC, diare, sakit kulit, dll.
VII. Pencegahan
Tidak ada vaksin utk mencegah infeksi HIV dan tidak ada obat untuk
menyembuhkannya. Oleh sebab itu, lakukan tindakan pencegahan seperti:
1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual :
Berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab
A. Abstinensia = puasa seks
B. Be faithfull = terikat hanya dalam hubungan seksual yang sah dan setia
7
C. Condom = gunakan kondom
D. Hindari Drugs
VIII. Penanggulangan
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS. ODHA belum tentu orang
yang bersalah atau berdosa. Mereka tertular HIV mungkin sama seperti banyak
remaja lain karena ketidaktahuan. Mereka tidak punya cukup pengetahuan tentang
HIV/AIDS dan tidak punya cukup keterampilan hidup untuk menjaga atau melindungi
dirinya. ODHA mungkin akan mengalami masalah yang tidak ringan. Mereka harus
terus hidup dengan HIV di dalam tubuhnya. Mereka takut meninggal, takut dikucilkan
dan takut menularkan kepada orang lain. Sebagai sesama remaja, kita perlu
memahami perasaan dan masalah yaitu mencoba ODHA dan memberi dukungan
kepada mereka agar mereka tetap bisa hidup normal selama daya tahan tubuhnya
kuat. Mereka perlu teman yang dapat memberi dukungan agar mereka tegar menjalani
kehidupannya. Karena ODHA tidak mudah menularkan HIV/AIDS, maka ODHA
tidak perlu dijauhi dan disingkirkan.
8
Daftar Pustaka
http://www.g-excess.com/id/aids-adalah-akronim-dalam-bahasa-inggris-dari-acquired-
immunodeficiency-syndrome.html
http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/Modul1HIV.htm
9
Epidemiologi
DBD
10
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
I. Definisi
Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus.
II. Prevalensi
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap
tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Kemudian, menurut data Kementerian
Kesehatan RI, sebanyak 77.489 kasus terjadi di Indonesia selama 2009 dengan angaka
kematian 585 jiwa. Ini menguatkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
dinilai menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Agent
Hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4.
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri
dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. sumber perkembangbiakan nyamuk
DBD ini adalah air. Terutama genangan air setelah hujan. Suhu panas (28 -
32C) serta kelembaban tinggi membuat nyamuk tahan hidup dalam jangka
waktu yang lama.
11
Environment
IV. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.
- Tahap Prapatogenesis
- Fase suseptibilitas :
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita
demam berdarah lain.
o Tahap Patogenesis
- Fase subklinis :
(i) Virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi . sebagai
perlawanan , tubuh membentuk antibody , selanjuatnya akan terbentuk
kompleks virus antibody denagn virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Dan masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang
virus dengue.
12
- Fase klinis => timbul gejala-gejala seperti :
1. Lingkungan
Kebijakan Pemerintah
a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak
menolak pasien yang menderita DBD.
b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan
secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku
serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak
mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No.
143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004).
c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.
d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena
DBD. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan
sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M
(Menguras, Menutup, Mengubur).
f. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari
unsur-unsur :
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
3. Asosiasi Rumah Sakit Daerah
14
g. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500
juta, di luar bantuan gratis ke rumah sakit.
h. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan
teknis.
i. Menyediakan call center.
1. DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2. DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669
3. DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
j. Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.
Daftar Pustaka
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm
Nasry N, Nur, 2006, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta : Rineka Cipta.
15
Epidemiologi
TB
16
Epidemiologi Tuberculosis
Tuberkulosis (TB atau TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TB sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi pada
berbagai organ tubuh, khususnya paru-paru.
TB paru tdd:
1. TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) yang positif
2. TB paru BTA negatif
17
III. Konsep Host Agent Environment
Host
Semua jenis kelamin, umur, mulai dari anak-anak, remaja maupun dewasa dapat
terkena TB tergantung bagaimana daya tahan tubuh seseorang pada saat terpapar
dengan kuman TBC. Semakin rentan daya tahan tubuh seseorang, maka semakin
mudah kuman TBC tersebut masuk dan menyerang organ tubuh terutama paru-
paru dan menjadikan orang tersebut mengidap penyakit TBC Paru.
Agent
Environment
Semua daerah berpotensi, terutama pada daerah-daerah kumuh, kotor dan lembab,
dimana kuman TBC mudah berkembang biak.
Infeksi primer
Infeksi primer adalah infeksi yang terjadi saat pertama kali terpajan kuman TB.
Infeksi dibuktikan dengan tes/ reaksi tuberkulin yang positif. Waktu mulainya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer adalah sekitar 4 6 minggu.
Gejala utama: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
Gejala tambahan: Batuk darah, Dahak bercampur darah, Sesak napas, Nyeri dada,
Badan lemas, Nafsu makan menurun, Berat badan menurun, Malaise, Keringat
malam, Demam meriang > 1 bulan.
Berat badan menurun 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik
1 bulan walau sudah mendapat penanganan gizi baik
Anorexia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
Demam lama/ berulang tanpa sebab yang jelas
Limphadenopathy superfisialis yang tidak multiple dan tidak nyeri. Terutama
ditemukan di daerah leher, ketiak dan lipat paha (inguinal)
Gejala2 saluran napas (misal batuk lama > 30 hari)
Gejala2 saluran cerna (diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan)
19
Benjolan (masa) dan tanda2 cairan di abdomen
TB kulit/ skrofuloderma
TB tulang/ sendi
TB otak/ syaraf, spt meningitis TB
Reaksi TB pada mata (konjungtivitis fliktenularis, tiberkel koroid), dll
V. Pencegahan
- Pencegahan primer
- Pencegahan sekunder
Diagnosis dan pengobatan secara dini dapat dilakukan sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC.
- Pencegahan tersier
VI. Penanggulangan
Daftar Pustaka
http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc/
http://surkesnas.litbang.depkes.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
59&Itemid=35
http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/sejarah/article/74/00010016/2
21
Epidemiologi
Filariasis
22
Epidemiologi Filariasis
I. Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Penyakit ini merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki.
II. Prevalensi
- Host
Semua orang mungkin rentan terinfeksi, namun ada perbedaan yang bermakna secara
geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi.
- Agent
3
http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Samping.Ringan
4
http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/
23
- Environment
Lingkungan Fisik
- Iklim
- Geografis
Lingkungan Biologi
- Vektor
25
V. Riwayat Alamiah Penyakit
1. Periode prepatogenesis
2. Periode Pathogenesis
Fase Subklinis
Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, akan tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pemeriksaan
mikroskopis darah pada waktu malam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria
dalam tubuh mereka
Fase Klinis
Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
Fase Konvalesens
Filariasis dapat disembuhkan jika diobati sedini mungkin, namun jika tidak
mendapatkan pengobatan dapat mengakibatkan Disabilitas
26
(kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan fungsi sebagian
struktur/organ tubuh, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi aktivitas
seseorang secara keseluruhan.
VI. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan
dan pendidikan kesehatan tentang filariasis, dan menciptakan lingkungan yang tidak
memungkinkan vektor filariasis untuk berkembang biak.
2. Pencegahan sekunder
Usaha yang dilakukan adalah diagnosis dini, yaitu pemeriksaan mikroskopis darah,
pengobatan segera, yaitu dengan konsumsi obat DEC.
3. Pencegahan tersier
Usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan sarana-sarana untuk pelatihan dan
pendidikan di rumah sakit dan di tempat-tempat umum.
VII. Penanggulangan
Cara penanggulangan filariasis yang dianjurkan WHO sangatlah jelas bahwa pengendalian
filariasis, yaitu dengan memutus rantai penularan. Akan tetapi, Pada saat ini penanggulangan
filariasis di Indonesia difokuskan dengan cara pengobatan masal agar angka microfilaria
maupun kepadatan microfilaria di dalam darah rendah sehingga tidak terjadi transmisi.
Usaha pemerintah Indonesia dalam menangani kasus filariasis terlihat dalam program
eliminasi kaki gajah atau yang dikenal dengan ELKAGA. Kegiatan-kegiatan dalam rangka
ELKAGA yang telah dilaksanakan seperti :
27
c. Pemberian Obat secara massal
Daftar Pustaka
http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/
http://www.depkes.go.id
http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Sampi
ng.Ringan
http://sarangpenyamun.wordpress.com/2008/08/12/penyebab-penularan-dan-pencegahan-
kaki-gajahfilariasis/
28
Epidemiologi
Malaria
29
Epidemiologi Malaria
I. Definisi
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya,
hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam
berkepanjangan.5
Host
Pada dasarnya semua orang dapat terkena malaria, akan tetapi terjadi perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan
derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat
dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah resiko malaria. Sekelompok
manusia/ras juga mempunyai kekebalan bawaan seperti: kelainan darah (Thalasemia,
Duffy dll) yang mempengaruhi kerentanan terhadap malaria.
Agent
Agen penyebab malaria dari genus plasmodium, familia flasmodidae, dari Orde
Coccidiidae. Ada 4 jenis plasmodium yaitu:
5
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/28/nrs,20040328-01,id.html
30
P. vivax (malaria tertiana), P. falciparum (malaria tropika), P. malariae (malaria
kuartana), P. ovale (malaria tertiana biasa di Afrika). Plasmodium dapat hidup dalam
manusia dan nyamuk Anopheles.
Siklus hidup parasit malaria terbagi menjadi dua, yaitu siklus aseksual dalam tubuh
manusia, dan seksual dalam tubuh nyamuk.
Siklus aseksual terdiri dari dua siklus lagi, yaitu di luar dan dalam sel darah merah.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, ditenukan hipnozoit,
yaitu yang nantinya dapat menyebakan kekambuhan / relaps. Beberapa hari sebelum
gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah
merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam. Di dalam
sel darah merah tersebut, terdapat siklus scizogoni (yang menimbulkan demam) dan
gametogoni (yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penulaean penyakit bagi
nyamuk vector malaria).
Siklus seksual disebut juga siklus sporogoni, karena menghasilkan sprozoit, yaitu
bentuk parasit yang sudah siap ditularkan oleh nyamuk kepada manusia.
Environment
- Fisik => Suhu udara, kelembaban, Curah hujan, angin, sinar matahari, arus
air
31
IV. Riwayat Alamiah Penyakit
Periode dingin
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperature. Seseorang akan menggigil, kulit dingin dan kering, seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, serta pucat.
Periode panas
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat. Penderita mengalami muka merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 400C atau lebih.
Periode berkeringat
Penderita mulai berkeringat sampai basah, temperature turun, merasa lelah dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa.
Nyamuk malaria
Orang sakit malaria
(belum terinfeksi parasit)
Sedangkan secara tidak alamiah, penyakit malaria dapat menular melalui congenital
(placenta), transfusi darah, dan jarum suntik.
32
V. Pencegahan dan penanggulangan
Pemberantasan vector
Pemberantasan vector dilakukan pada nyamuk dewasa maupun jentik. Untuk nyamuk
dewasa dapat dilakukan penyemprotan dinding rumah dan pemakaian kelambu
dengan insektisida. Sedangkan untuk jentiknya, dapat dilakukan penyemprotan anti
larva di daerah sarang nyamuk , Penebaran ikan pemakan jentik, Pengendalian
lingkungan nyamuk malaria, source reduction (utk mengurangi sumber tempat
berkembangbiaknya nyamuk malaria).
Case finding dilakukan secara aktif dan pasif. Pengobatan malaria dengan beberapa
jenis obat (lihat juga Obat Malaria) yang dikenal umum adalah:
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dit Jen PPM PLP. Buku Malaria No:3
Pengobatan. Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Gandhahusada, Srisandi dkk. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Cetakan ke-6. Jakarta. 2006
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/28/nrs,20040328-01,id.html
33
Epidemiologi
New Emergency Disease
34
Epidemiologi New Emergency Disease
A. Flu Burung
B. Flu A H1N1
Sampai tanggal 14 Juli 2009, secara kumulatif kasus influenza A H1N1 positif di
Indonesia berjumlah 112 orang, terdiri dari 63 laki-laki dan 49 perempuan, yaitu 24
Juni (2 kasus), 29 Juni (6 kasus), 4 Juli (12 kasus), 7 Juli (8 kasus), 9 Juli (24 kasus),
12 Juli (12 kasus), dan 13 Juni (22 kasus).
A. Flu Burung
Host = keadaan fisiologi tubuh, seperti kelelahan dan status gizi seseorang.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat
virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1.
35
B. Flu A H1N1
Agent
A. Flu Burung
36
B. Flu A H1N1
Keluarga dekat yang kontak dengan penderita yang diduga atau positif flu babi,
dengan faktor resiko pemberat (penyakit kronis, usia > 65 th atau < 5 th, wanita
hamil).
Anak sekolah yang dekat dengan penderita.
Berpergian ke daerah tinggi angka kejadian flu babi dengan faktor resiko
pemberat.
Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penderita dan tidak menggunakan
alat pelindung yang baik.
Penderita yang mendapatkan pemberian kemoprofilaktik sebelumnya untuk
menghindari komplikasi influenza dan kontak dengan seseorang yang dicurigai
menderita flu.
A. Flu burung
a. Fase suseptibel
Pada penyakit flu burung misalnya fase suseptibelnya adalah dimana seseorang atau
sekelompok orang yang tinggal bersama dengan hewan yang telah terjangkit flu
burung serta menunjukkan perilaku berisiko untuk tertular seperti tidak
menggunakan masker saat bersama hewan tersebut, tidak mencuci tangan sebelum
makan setelah bersentuhan dengan hewan yang terjangkit, atau mengkonsumsi
daging ayam yang tidak matang sempurna.
b. Fase subklinis
Pada fase ini terjadi fase inkubasi dari virus yaitu fase dimana agent telah masuk ke
tubuh host sampai sejak terjadinya gejala pertama.
c. Fase klinis
gejala-gejala :
37
Pada unggas:
- Pada betina yang sedang bertelur, telurnya memiliki cangkang yang tipis kemudian
berhenti bertelur dengan cepat.
- Pendarahan terlihat pada daerah yang tidak ditumbuhi bulu terutama tulang kering
pada kaki
Pada manusia
Gejala yang terlihat pada manusia yaitu, demam dimana suhu badan sekitar atau di
atas 38C, sesak nafas , batuk dan nyeri tenggorokan, radang paru, infeksi mata,
pusing, mual dan nyeri perut, muntah, diare, keluar lendir dari hidung, dan tidak ada
nafsu makan.
d. Fase ketidakmampuan
Pada fase ini orang akan memiliki dua kemungkinan, kemungkinan pertama yaitu
sembuh, dan kemungkinan yang kedua adalah orang tersebut meninggal.
B. Flu A H1N1
a. Fase Suseptibel
Pada penyakit flu babi, fase suseptibelnya adalah dimana seseorang atau sekelompok
orang melakukan kontak langsung dengan babi yang terinfeksi serta menunjukkan
perilaku berisiko untuk tertular seperti tidak menggunakan masker saat bersama
hewan tersebut, tidak mencuci tangan sebelum makan setelah bersentuhan dengan
hewan yang terjangkit, atau mengkonsumsi daging babi yang tidak matang
sempurna.
38
b. Fase Subklinis
Pada fase ini terjadi fase inkubasi dari virus yaitu fase dimana agent telah masuk ke
tubuh host sampai sejak terjadinya gejala pertama.
c. Fase Klinis
Sudah timbul gejala-gejala seperti: demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala.
Beberapa pasien dapat mengalami mual, muntah dan diare. Penyakit ini dapat jatuh
ke arah yang lebih buruk sehingga pasien mengalami kesulitan untuk bernafas dan
memerlukan alat bantu nafas (ventilator).
d. Fase Ketidakmampuan
Pada fase ini orang akan memiliki dua kemungkinan, kemungkinan pertama yaitu
sembuh, dan kemungkinan yang kedua adalah orang tersebut meninggal. Kematian
umumnya terjadi karena adanya infeksi sekunder bakteri pada paru paru sehingga
diperlukan antibiotika yang pas untuk mengatasi infeksi tersebut.
A. Flu Burung
1. Pencegahan Primer
promosi kesehatan
biosekuriti
vaksinasi
Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, topi, baju lengan panjang,
celana panjang dan sepatu boot saat memasuki kawasan peternakan
Memasak dengan matang daging sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk
membunuh virus yang terdapat dalam daging ayam, karena dari hasil penelitian
virus flu burung mati pada pemanasan 60C selama 30 menit.
39
Melakukan pemusnahan hewan secara massal pada peternakan yang positif
ditemukan virus flu burung pada ternak dalam jumlah yang banyak.
Melakukan karantina terhadap orang-orang yang dicurigai maupun sedah positif
terjangkit flu burung.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini dapat dilakukan pada fase presimptomatis dan fase klinis. Pada
flu burung pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan screening yaitu upaya
untuk menemukan penyakit secara aktif pada orang yang belum menunjukkan gejala
klinis. Screening terhadap flu burung misalnya dilakukan pada bandara dengan
memasang alat detektor panas tubuh sehingga orang yang dicurigai terjangkit flu
burung bias segera diobati dan dikarantina sehingga tidak menular pada orang lain.
3. Pencegahan Tersier
B. Flu A H1N1
Karena virus A H1N1 sangat berbeda dengan virus H5N1 pada manusia, maka
vaksin untuk flu musiman pada manusia tidak akan memberi perlindungan terhadap virus
flu babi H1N1.
Anggota masyarakat hendaknya mematuhi tindakan pencegahan berikut:
Jaga kebersihan tangan dan cuci tangan dengan benar. Pencuci tangan berbahan dasar
alkohol juga efektif apabila tangan tidak tampak kotor.
Hindari menyentuh mulut, hidung atau mata.
Segera cuci tangan dengan sabun cair jika tangan kotor karena terkena sekresi
pernafasan, misalnya setelah bersin atau batuk.
Tutup hidung dan mulut bila bersin dan batuk.
40
Hindari pergi ke tempat ramai atau berventilasi buruk. Jika Anda harus ke tempat
seperti itu, tingkatkan upaya tindakan penjagaan kesehatan diri dan kenakan masker.
Jangan meludah. Selalu bungkus kotoran hidung dan mulut dengan kertas tisu, dan
buang kertas tisu tersebut dengan baik di tempat sampah yang berpenutup.
Kenakan masker penutup hidung dan mulut bila muncul gejala pernafasan atau
demam. Segera kunjungi dokter.
Jangan masuk kerja atau sekolah jika Anda mempunyai gejala yang mirip flu.
Menjaga dengan seksama kesehatan diri dan lingkungan sangat diperlukan bagi
pencegahan flu babi.
Daftar Pustaka
www.litbang.depkes.go.id/download/litbang/PressRelease.pdf
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/464-situasi-flu-burung-tahun-
2009.html
www.pdf-search-engine.com/makalah-flu-babi-pdf.html
http://biology-community.blogspot.com/2009/04/pandemi-flu-babi-akibat-virus-h1n1.html
http://datinkessulsel.wordpress.com/2009/04/29/cegah-penyebaran-flu-babi/
41
Epidemiologi
Kusta
42
Epidemiologi Kusta
I. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sanskerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit
secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit
ini disebut Morbus Hansen.
43
Tipe lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,
berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Pada
stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka
menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis
dan keratis. Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Kerusakan saraf yang
luas menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia.
III. Prevalensi
Secara internasional prevalensi kusta di dunia 5,5 juta kasus, mayoritas terdapat di daerah
tropik dan subtropik. Di seluruh dunia 80% kasus ditemukan di lima negara, yaitu India,
Myanmar, Indonesia, Brazil, dan Nigeria. ( Barrett. TL. 2002). Menurut dr. Iwan dan dr. Budi
Rahayu MPH, Kepala Bidang P2MK (Pemberantasan Penyakit dan Masalah Kesehatan)
Dinkes Provinsi Jatim dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, terdapat empat propinsi yang
masih memiliki angka kasus Kusta lebih dari 1000 kasus. Diantaranya Jawa Timur, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan juga Sulawesi Selatan. Di Indonesia, jumlah penderita baru tahun
2008 adalah 17.243 dan 29% darinya berasal dari Jawa Timur.
Host => faktor imunitas, umur (10-20 tahun), jenis kelamin (laki-laki > perempuan,
kecuali di Afrika)
Agent
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae yang merupakan kuman aerob,
tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang
merupakan ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2
0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif
Environment
Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan
faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup
dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.
44
V. Riwayat Alamiah Penyakit
Dua pintu keluar dari Mycobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit
dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya
sejumlah organisme di dermis kulit. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh
Schffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa,
menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Di samping itu, berjuta-juta basil
dikeluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta tipe lepromatosa yang tidak diobati,
dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering. Pada kasus
anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta (Daili, 1998).
VI. Pencegahan
45
Daftar Pustaka
http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wca7ab383c47a8.htm
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani2.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf
46
Epidemiologi
PD3I
47
Epidemiologi PD3I
I. Definisi
Diphteri
Penyakit Difteri adalah penyakit menular akut pada selaput lendir (mukosa)
tonsil, pharynx, dan hidung.
Pertusis
Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan Batuk Seratus Hari
adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis.
Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan
tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.
Tetanus
Polio
Polio adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan dan atrofi otot. Penyakit ini menyerang terutama pada anak di bawah
lima tahun.
48
Campak
Campak adalah panas tinggi ( 38 derajat Celsius atau lebih )dengan bercak
kemerahan di kulit selama 3 hari atau lebih sesudah 3 hari panas atau lebih
disertaigejala batuk,pilek dan mata merah.
Pertussis
Jumlah Kasus dan Angka Insidens penyakit Pertusis dari laporan SST tahun
1992 s/d 1996 untuk kelompok umur <1 tahun dan kelompok umur 1 - 4 tahun
cenderung menurun. Bila dilihat penyebaran menurut propinsi Angka Insidens
tertinggi untuk kelompok umur <1 tahun terdapat di provinsi Sumatera Utara dengan
AI sebesar 18.9 per 10.000 penduduk umur <1 tahun. Sedangkan untuk kelompok
umur 1- 4 tahun AI tertinggi terdapat di provinsi Maluku sebesar 72.9 per 10.000
penduduk umur 1 - 4 tahun.
Tetanus
Angka kematian tetanus pada bayi masih sangat tinggi, yaitu bayi baru lahir
sebesar 80-90%, pada anak berumur 2-7 sebesar 20-70%, dan pada anak berumur 8-
12 tahun adalah 60%. Angka kematian pada orang dewasa juga masih tinggi yaitu 70-
80%.
Polio
Dari laporan SST yang masuk tahun 1992 sampai dengan tahun 1997 jumlah
kasus penyakit Polio cenderung menurun, yaitu dari 148 kasus pada tahun 1992
menjadi hanya 34 kasus saja pada tahun 1996 dan pada tahun 1997 terlihat meningkat
menjadi 207.
49
Dalam rangka eradikasi Polio yang dilakukan oleh PPM& PLP untuk
surveilans dan pelacakan kasus AFP. Hasil survei tersebut pada tahun 1996 ditemukan
kasus AFP sebesar 82 kasus, sedangkan pada tahun 1997 sampai dengan Desember
ditemukan kasus AFP sebesar 868 kasus ( 133,1%) dari target penemuan penderita
sebanyak 652 kasus. Berdasarkan klasifikasi klinis dapat diidentifikasi kasus Polio
sebanyak 352 kasus ( 40,55%), Non Polio sebanyak 485 kasus ( 55,88%) dan belum
dapat teridentifikasi ( Pending) sebanyak 31 kasus ( 3,57 %). Peningkatan kasus Polio
pada tahun 1997 ini sejalan dengan adanya peningkatan penemuan kasus AFP melalui
surveilans AFP.
Campak
Jumlah Kasus campak seluruhnya (Puskesmas+Rawat Jalan RS+Rawat Inap RS) pada
tahun 1997 berjumlah 1467 , untuk kasus rawat inap di RS berjumlah 1104 pasien, dan
untuk CFR nya adalah 0,09 %.
Diphteri
Host : Anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi dan yang belum pernah sakit Diphteri
Environment : Difteri terdapat di seluruh dunia dan secara khas menyerang dalam
bentuk epidemi. Insiden penyakit ini telah menurun dengan tajam sejak diperkenalkan
imunisasi aktif. Di Negara maju dan bagian negara lain di dunia penyakit ini jarang
ditemui.
Pertussis
Host : Anak-anak yang belum mendapat vaksinasi maupun yang sudah divaksinasi.
Agent : Pertussis disebabkan oleh infeksi kuman Bordetella pertussis.
Environment : Penularan pertusis akan lebih cepat menyebar bila ada kontak langsung
dengan penderita. Lingkungan tempat tinggal yang padat ditambah kuang ventilasi akan
mempercepat penularan penyakit ini.
50
Tetanus
Host : - Ibu hamil yang tidak di berikan imunisasi pada saat menjelang kelahirannya.
- Ibu yang melahirkan pada dukun bayi dan bayi yang lahir dengan di tolong
dukun
- Orang yang terkena luka.
- Radang telinga (congean), keluarnya cairan dari liang telinga karena masuknya
kuman clostridium tetani.
Agent : Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani.
Environment : Faktor perubahan lingkungan memungkinkan munculnya dan
berkembangnya agen penyakit. Sebagai contoh dalam keadaan banjir, spora tetanus
masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu
jalanan atau tinja hewan dan manusia yang sudah tercemari spora C. tetani. (Kandun,
ed: 2000, hlm. 515).
Polio
Host :
Penderita (kebanyakan < 15 tahun) yang tidak mempunyai daya tahan tubuh,
lebih mudah terkena infeksi polio berat
Jenis kelamin, lelaki lebih banyak menderita daripada wanita. Lelaki
prepubertas 2 kali lebih mudah menderita polio paralitik. Tetapi masih ada
laporan yang membantah perbedaan ini
Stress akibat kelelahan otot (olah raga berlebihan) dan kedinginan
Pembedahan seperti tonsilektomi sering mempercepat paralysis tipe bulbaris
Penderita yang sebelumnya menderita penyakit seperti pertusis, campak,
enteritis.
Agent : Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3; semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih
jarang demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah.
Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3
Environment : Karena polio dapat menular melalui feces, maka lingkungan yang
berpotensi ialah lingkungan yang memiliki sanitasi yang buruk, dalam hal ini jamban.
51
Campak
Host : Anak di bawah 5 tahun, orang yang tergangu sistem kekebalannya, penderita
kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus Rubeola.
Agent : Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Virus rubella.
Environment : Faktor lingkungan yang kurang baik seperti rumah penduduk yang
padat, ventilasi rumah yang kurang dan musim hujan.
Diphteri
Difteri memiliki masa inkubasi antara 2 sampai 5 hari. Penularan terjadi karena adanya
kontak (langsung atau tidak langsung) dengan penderita atau pembawa kuman (carrier).
Tanpa pengobatan yang cukup masa penularan berlangsung antara 24-48 jam.
Pertusis
Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu kataralis yang ditandai
timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan.
Stadium ini berlangsung satu sampai dua minggu. Stadium kedua adalah spasmodik
yang berlangsung dua sampai empat minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita
berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang,
52
melengking, dan terus menerus sehingga penderita sulit bernapas dan disertai muntah.
Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar
serangan, penderita tampak sehat. Pada stadium selanjutnya, yaitu konvalesensi, terjadi
selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai
bertambah nafsu makannya.
Masa inkubasinya antara 6-12 hari ( rata-rata 17 hari ), dan dapat menular melalui
Airborne ( udara ) atau melalui droplet ( percikan ludah ).
Tetanus
Penularan dapat terjadi melalui vehicle borne yaitu melalui benda-benda yang karatan,
misalnya paku yang karatan yang mengandung kuman clostridium tetani, apabila
terkena luka pada manusia maka manusia itu akan terinfeksi.
Kuman dapat masuk ke tubuh melalui luka, misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar,
koreng, gigitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu
masuk kuman tetanus yang di kenal sebagai clostridium tetani. Kuman ini akan
berkembang biak dan membentuk racun yang berbahaya yaitu eksotoksin yang bersifat
tetano spasmin yang menyebar ke aliran darah/limfe sepanjang serabut saraf motoris,
medula spinalis dan saraf simpatis.eksotoksin inilah yang yang merusak sel susunan
saraf pusat tulang belakang yang menjadi timbulnya gejala penyakit. Dan apabila
penanganannya terlambat maka akan menimbulkan kematian.
Polio
Virus polio masuk melalui mulut dan multiplikasi pertama kali pada tempat implantasi
dalam farings dan traktus gastrointestinal. Virus tersebut umumnya di temukan di
daerah tenggorokan dan tinja sebelum timbulnya gejala. Satu minggu setelah timbulnya
penyakit, virus terdapat dalam jumlah kecil di tenggorok, kemudian masuk ke saluran
cerna. Virus terus-menerus dikeluarkan bersama tinja dalam beberapa minggu
Reservoir virus polio liar hanya pada manusia, yang sering ditularkan oleh pasien
infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa kuman dengan status karier
asimtomatis kecuali pada organ yang menderita defisiensi system imun. Infeksi virus
mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk
musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak antar rumah
tangga (yang belum diimunisasi) derajat penularannya lebih dari 90%. Pasien polio
sangat infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejal, tetapi virus
polio masih dapat ditemukan dalam tinja 3-6 minggu.
Campak
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah
timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang
mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam
tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping.
Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai,
sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta
suhu tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,
penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
54
Demam, kelelahan, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama
beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak
ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
V. Pencegahan
Diphteri
Pertusis
Pencegahan primer, dapat dilakukan dengan promosi dan perlindungan khusus dengan
cara imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali
berturut-turut pada bayi usia tiga, empat, lima bulan.
Tetanus
Mengadakan kursus perawatan ibu dan bayi terhadap para dukun bayi untuk
mencegah tetanus neonatorium.
Tidak menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan tetanus
Perlindungan khusus melalui vaksinasi jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada
anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis,
tetanus). Dewasa sebaiknya menerima booster.
55
Pembatasan Kecacatan dilakukan sebagai pencegahan tersier kerana tetanus dapat
menyebabakan kematian.
Polio
Perlindungan khusus dapat dilakukan dengan cara imunisasi yaitu pemberian vaksin
sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut dengan
meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak
baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu.
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B,
dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu
tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk
sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).
Bila terjadi kelumpuhan yang progresif, maka fisioterapi dilakukan 2-4 hari setelah
bebas panas. Fisioterapi tidak dapat mencegah terjadinya atrofi akibat denervasi kornu
anterior, tetapi dapat mencegah deformitas.
Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
Jerman (vaksin MMR/Mumps, Measles, Rubella), disuntikkan pada otot paha atau
lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam
bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan
pada usia 4-6 tahun.
56
Diagnosa dapat ditegakkan atas dasar Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan ruam kulit yang khas.
Karena tidak ada pengobatan khusus untuk campak, anak sebaiknya menjalani
tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika
terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
Daftar Pustaka
http://promosikesehatan.com/artikel.php?nid=236
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15
http://www.sehatbugar.info/2007/02/18/imunisasi-mencegah-penyakit-lebih-dini.html
http://www.penyakitmenular.info/pm/detil.asp?m=2&s=1&i=489
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1116835447,96579,
http://bankdata.depkes.go.id/Profil/Indo98/Contens/bab5-c.htm
57
Epidemiologi
Leptospirosis
58
Epidemiologi Leptospirosis
I. Definisi
Leptospirosis adalah infeksi akut pada manusia dan hewan dari bakteri dan disebabkan oleh
bakteri Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.
Masyarakat sering menyebutnya penyakit kencing tikus karena kebanyakan disebabkan oleh
urin tikus yang masuk ke dalam tubuh.
Penyakit ini disebut juga Weil Disease, Canicola Fever, Hemorrhagic jaundice, Mud Fever,
atau Swineherd Disease. Di Cina penyakit ini disebut sebagai penyakit akibat pekerjaan
(Occupational disease) karena banyak menyerang petani. Di Jepang penyakit ini disebut
dengan penyakit demam musim gugur.
II. Prevalensi
Leptospirosis adalah masalah kesehatan yang besar di negara tropis seperti, Asia Tenggara,
Amerika Latin, Malaysia dan Vietnam (Febris Unknown Origin = FUO). Prevalensi
Leptospirosis beberapa Negara seperti Thailand 27%, Vietnam 23%. Leptospira juga
berdistribusi ke daerah Asia lainnya, Eropa bagian Selatan, Australia dan Selandia Baru.
Di Indonesia, penyakit ini tersebar di pulau Jawa, Sumsel, Riau, Sumbar, Sumut, Bali, NTB,
Sulsel, Sulut, Kaltim, dan Kalbar. KLB tercatat terjadi di Riau (1986), Jakarta (2002)
(diperoleh 138 spesimen dengan 44,2% positif), Bekasi (2002), dan Semarang (2003).
Angka kematian akibat penyakit ini relatif rendah, tetapi meningkat dengan bertambahnya
usia. Mortalitas bisa mencapai lebih dari 20% bila disertai ikterus dan kerusakan ginjal. Pada
penderita yang berusia lebih dari 51 tahun, mortalitasnya mencapai 56%.
Host
Yang menghadapi bahaya adalah yang sering menyentuh binatang atau air, lumpur, tanah dan
tanaman yang telah dicemari air kencing binatang. Beberapa pekerjaan memang lebih
berbahaya misalnya pekerjaan petani, dokter hewan, karyawan pejagalan serta petani tebu
dan pisang. Aneka kegemaran yang menyangkut sentuhan dengan air atau tanah yang
59
tercemar pun bisa menularkan Leptospirosis misalnya berkemah, berkebun, berkelana di
hutan, berakit di air berjeram dan olahraga air lainnya.
Agent
Bakteri Leptospira, Genus Leptospira termasuk dalam ordo Spirochaeta dari familie
Trepanometaceae. Leptospira merupakan kuman berbentuk spiral halus, ujung sel kuman
bengkok seperti pengait, bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, ataupun berbelok.
Bakteri ini bersifat aerob, hidup bebas atau sebagai parasit.
Environment
Saat kemarau banyak debu dan kotoran di tempat-tempat yang tersembunyi dan pada musim
hujan maka air membawanya ke tempat yang lebih terbuka. Kotoran tersebut merupakan
tempat potensial hidupnya berbagai kuman penyakit, termasuk di dalamnya kotoran berbagai
binatang khususnya tikus. Kuman tersebut hidup pada urin tikus. Jika kita menginjak kotoran
tikus, dan kebetulan pada telapak kaki kita lecet/terluka maka kuman masuk ke dalam tubuh.
IV. Etologi
Ditemukan pertama kali oleh Adolf Weil pada tahun 1886 dan pada tahun 1951 Inada
menemukan penyebab Leptospirosis adalah Spirochaeta icterohemorrhagiae.
Secara garis besar Leptospira dapat dibagi menjadi 2 spesies, yaitu Lepstopira
interrogans yang patogen dan Lepstopira biflexa yang bersifat profit, yang terutama
ditemukan pada permukaan air tawar, jarang ditemukan pada air laut dan jarang ada
kaitannya dengan infeksi pada mamalia.
60
Saat ini terdapat minimal 180 serotipe dan 18 serogroup yang sudah teridentifikasi dan
hampir setenghanya terdapat di Indonesia. Spesies yang patogen dibagi dalam 16 serogroup
dimana tercakup 15 serotipe (serovar).
Bakteri ini peka terhadap asam. Meskipun di dalam air tawar dapat berthan hidup
sampai sekutar satu bulan, namun dalam air yang pekat seperti selokan, urin, atau air laut
leptospira akan cepat mati. Lingkungan yang sesuai untuk hidup lepstopira adalah tanah
panas dan lembaab seperti kondisi daerah tropis. Bakteri ini dapat hidup sampai 43 hari pada
tanah yang sesuai dan sampai beberapa minggu dalam air terutama air tawar. Urin seekor sapi
yang terinfeksi dapat mengandung 100 juta leptospira/mm3.
Manusia terinfeksi bakteri leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang
telah dikotori oleh air seni hewan penderita leptospirosis. Bakteri masuk kedalam tubuh
manusia melalui selaput lendir(mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang
terkontaminasi oleh urin hewan terinfeksi leptospirosa. Masa inkubasi dari bakteri ini adalah
selama 4 19 hari.
Gambaran Klinis
- Stadium pertama
Sakit kepala
Malaise (Lesu/Lemah)
Muntah
- Stadium kedua
61
Terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
Apabila deman dan gejala gejala lain timbul, kemungkinan akan terjadi meningitis
- Komplikasi leptospirosis
Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak
Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernapasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva )
Pada kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati
VI. Pencegahan
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan
Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di
sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya
Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan,
petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan
sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan
Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.
62
Meningkatkan penangkapan tikus .
Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah kain
dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada kemungkinan
menyentuh air seninya.
Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam maupun
digugurkan atau dagingnya.
Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa pun
yang mungkin terkena.
Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci dan
keringkan tangan sebelum makan atau merokok.
Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.
Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan
tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.
Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.
Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan
makanan dari perumahan.
63
Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi
kuman dan jika tangannya kering.
Jika jatuh sakit dalam minggu-minggu setelah mungkin terkena air seni binatang atau berada
di lingkungan tercemar, laporkanlah hal itu kepada dokter
Pengobatan
Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan
antibiotik yang banyak di pasaran, seperti : Penicillin dan turunannya (Amoxylline)
Streptomycine, Tetracycline, Erytromycine, Doxycycline
Pengobatan dengan antibiotika dianggap paling efektif jika dimulai dini
Segera berobat ke dokter terdekat.
Daftar Pustaka
64
Epidemiologi
Rabies
Rabies
65
Epidemiologi Rabies
I. Definisi
Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang
hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies merupakan
penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau
hewan akan selalu berakhir dengan kematian.
Di Indonesia Rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884),
kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. de Haan pada manusia (1894).
Pada akhir tahun 1997, wabah Rabies muncul di Kabupaten Flores Timur. NTT sebagai
akibat pemasukan secara illegal anjing dari Pulau Buton. Sulawesi Tenggara yang merupakan
daerah endemik Rabies. Jumlah kasus gigitan hewan penular rabies tercatat sebanyak 19.625
kasus pada 2007 dan naik menjadi 21.245 kasus pada 2008 sementara jumlah pasien rabies
bertambah dari 104 orang pada 2007 menjadi 122 orang pada 2008. Dan hingga kini penyakit
rabies masih dilaporkan terjadi di 24 dari 33 provinsi di Indonesia.
Host
Rabies pada manusia dapat terjadi pada semua umur, namun manusia yang lebih beresiko
tinggi adalah mereka yang memiliki hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kera, dan
binatang lainnya yang dapat terkena penyakit anjing gila.
Agent
Virus Rabies adalah golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus.
Family Rahbdoviridae dibagi dalam dua golongan yaitu Vesiculovirus yang terdiri dari virus
penyebab vesicular Stomatitis dan Lyssavirus yang terdiri dari Rabies.
Environment
Anjing mudah yang menggigit karena sedang menjalani masa perkawinan dan karena faktor
lingkungan seperti musim kemarau akibat binatang itu kekurangan makanan.
66
IV. Riwayat Alamiah Penyakit
Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14
hari). Sedangkan ada manusia, masa inkubasinya antara 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa
inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun.
1. Stadium Prodromal
Terdapat gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit tulang, kehilangan nafsu
makan, mual, rasa nyeri di tenggorokan, batuk dan kelelahan luar biasa selama beberapa
hari (1-4 hari).
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka gigitan.
Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini
penyakit mencapai puncaknya yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-
macam fobia, yang sangat sering diantaranya hidrofobi (takut air). Pada stadium ini juga
dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsan dan takikardi. Selain itu, gejala eksitasi ini dapat
terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru
lebih sering terjadi otot-otot melemas, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4. Stadium paralisis
67
RAP Pada Anjing
1. Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi
lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini
berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau
bias langsung ke fase Paralisa.
2. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di
sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan
selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
3. Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir
dengan kematian.
V. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
Dokter hewan.
Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada
anjing banyak ditemukan
Para penjelajah gua kelelawar.
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,
sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan
dosisbuster vaksinasi setiap 2 tahun.
Imunisasi pasif
Dengan serum antirabies dari human RIG (imunoglobulin human rabies) oleh karena lebih
baik daripada equine antiserum yang dapat menyebabkan serum sickness. 50 % dari dosis
total 40 UI/kg RIG diberikan secara infiltrasi pada daerah luka dan sisanya secara
intramuskuler di daerah gluteal.
68
Imunisasi aktif.
Dengan vaksinasi rabies misalnya : NTV (nerve tissue vaccine), DEV (duck embryo vaccine),
TCV (tissue culture vaccine), HDCV (human diploid cell vaccine). HDCV (human diploid
cell vaccine) adalah yang dianjurkan untuk vaksin rabies, yang merupakan vaksin virus
inaktif hidup yang disiapkan dari laboratorium strain virus rabies yang tumbuh di kultur
human diploid cell.
VI. Penanggulangan
1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih
atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah ,
Iodium atau Betadine.
3. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat
Daftar Pustaka
http://www.antaranews.com/berita/1256562409/waspadai-rabies
http://www.acehforum.or.id/penyakit-anjing-gila
t4063.html?s=ac329475698038c1803f99fb5ad486e7&
http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Penyakit-rabies.html
http://sulteng.surveilans-respon.org/profil/profil-kesehatan/derajat-kesehatan-masyarakat/
69
Epidemiologi
Diare
70
Epidemiologi Diare
I. Definisi
Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).
a) Diare akut
o Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung selama
beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan
jika tidak diberikan makan/minum
o Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus halus
(intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan
komplikasi lain termasuk dehidrasi.
o Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat menyebabkan
malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa
terjadi.
III. Prevalensi
Dari SKRT 1980-2001, Diare selalu menjadi penyebab kematian utama balita, yaitu :
RISKESDAS : no 1
4.5
4
3.5
3
2.5
%
2
1.5
1
0.5
0
3
9
'8
'8
'8
'8
'9
'9
'9
'9
'9
'0
'0
'0
'0
'0
Year
Sumber : W1 report
Host : pada dasarnya diare bias menyerang siapa saja, akan tetapi yang menjadi utama ialah
bayi dan balita, seperti bayi yang tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi, penggunaan botol
susu yang tidak higienis, makanan yang tidak higienis, dan perilaku tidak higienis lainnya.
Agent : Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa), ataupun agen kimia
72
V. Riwayat Alamiah Penyakit
Penyebab Diare :
Diare disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria.
Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan yang mencukupi dan air tersedia,
pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling
lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat
menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.
1. Gangguan osmotic = adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus sehingga merangsang usus untuk mengeluarkanya.
2. Gangguan sekresi = Akibat rangsang tertentu seperti toksin pada dinding usus yang
menyebabkan peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus.
Gejala-gejala diare :
Mula-mula pasien gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang
atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai ledir atau lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak diabsorbsi oleh usus
selama diare.
Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat,
hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala
meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia,
intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang
73
terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan
diare, jika lama atau kronik).
VI. Pencegahan
Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air
Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak
Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
4. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum
makan.
5. Menggunakan jamban
74
Daftar Pustaka
Sardjana. Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5216a1.htm
(http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=7
75
Epidemiologi
ISPA
76
Epidemiologi ISPA
I. Definisi
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar, ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut istilah ini diadaptasi dari istilah
dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur
yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah
(termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan
ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
4.
II. Prevalensi
ISPA dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia. Hal itu
merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA di Canbera, Australia, pada Juli
1997, yang menemukan empat juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal
tiap tahun akibat ISPA. Pada akhir 2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai
penyebab utama ISPA- di Indonesia mencapai lima kasus di antara 1.000 balita/bayi. Artinya,
pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500
korban per bulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau seorang bayi tiap lima
menit.
Pada 1995, hasil survei kesehatan rumah tangga melaporkan, proporsi kematian bayi akibat
penyakit sistem pernapasan mencapai 32,1 persen, sementara pada balita 38,8 persen. Dari
fakta itulah, kemudian pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat
77
pneumonia balita sampai 33 persen pada 1994-1999, sesuai kesepakatan Declaration of the
World Summit for Children pada 30 September 1999 di New York, AS.
Hingga akhir 2001, Mataram, Nusa Tenggara Barat mencatat ISPA sebagai penyakit yang
paling banyak diderita masyarakat: 206.144 orang. Sementara, penderita Pneumenia
mencapai 41.865 orang. Jakarta sendiri juga mencatat ISPA sebagai penyakit yang paling
banyak diderita warganya: 1997 (784.354 orang), 1998 (827.407 orang) dan 1999 (1.023.801
orang). Tingginya penderita ISPA di Jakarta, itu terkait dengan tingginya pencemaran -70
persen berasal dari kendaraan bermotor.
1997 9% 6 - 11 bln
2002-2003 8% 6 - 23 bln
Host
Malnutrisi
78
Jenis kelamin perempuan, penelitian Lismatina (2000) menjelaskan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga
pada gilirannya ada keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi.
Agent
Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan ricketsia (Depkes RI, Ditjen
PPM&PLP, 1993) :
Virus penyebab ISPA antara lain golongan Mikovirus (termasuk di dalamnya virus
influenza, virus parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus,
Pikonavirus, Mikoplasma, Herpes virus, dan lain-lain.
Bakteri penyebab ISPA misalnya Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, Korinebakterium, Difteria,
dan lain-lain.
Beberapa diagnosis berdasarkan etiologi ini misalnya Difteria, Pertusis, Influenza.
Environment
Adanya pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman terutama
penyakit ISPA.
Status ekonomi => Status ekonomi yang rendah dan kesesakan rumah meningkatkan
frekuensi kejadian ISPA (Moesley, 1984; Singarimbun, 1988; Biddulph, 1999; Lubis,
2003).
Lokasi => Dari hasil penelitian Warouw, dkk (2002b) dinyatakan bahwa rumah yang
berlokasi di daerah banjir sangat berhubungan dengan tingginya kejadian ISPA
Pencemaran udara dalam rumah, baik dari hasil pembakaran bahan bakar, yaitu
kompor, maupun asap rokok.
79
IV. Klasifikasi ISPA
- Batuk
- Pilek
- Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya waktu
berbicara atau menangis).
- Panas (demam), suhu badan lebih dari 37oC (kalau dengan alat pengukur suhu
badan) atau jika dahi anak diaraba dengan punggung tangan terasa panas.
Termasuk juga ISPA ringan : keluarnya cairan dari telinga (congekan) yang lebih dari
2 minggu tanpa rasa sakit pada telinga.
- Pernafasan yang cepat (tanda utama), lebih dari 50 kali per menit pada anak yang
berumur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang
berumur 1 tahun atau lebih.
- Suhu lebih dari 39oC
- Tenggorokan berwarna merah
- Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
- Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
80
- Pernafasan berbunyi sperti mengorok (mendengkur)
- Pernafasan berbunyi mencuit-cuit.
c) ISPA Berat, kasus ISPA yang harus dirawat di Rumah Sakit atau Puskesmas dengan
sarana perawatan.
Tanda dan Gejala ISPA Berat:
Tanda dan gejala ISPA ringan atau sedang ditambah dengan atu atau lebih tanda
gejala berikut :
- Perhatikan dada ke dalam (chest indrawing) pada saat menarik nafas (tanda
utama)
- Stridor (pernafasan ngorok)
- Tak mampu atau tak mau makan.
Tanda dan Gejala ISPA berat antara lain :
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
81
1. Periode Prepatogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa. Pada periode
ini telah terjadi interaksi antara agen, pejamu dan lingkungan sehingga menyebabkan
terjadinya penyakit ISPA pada seseorang.
2. Periode pathogenesis
Tahap inkubasi
Pada tahap ini agen penyebab penyakit ISPA telah merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran
pernafasan.
Tahap ini sering menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan
patologis. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
a) Hypoxemia
b) Hypercapnia
c) Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2
82
bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
VI. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, keiasaan memebersihkan lingkungan,
Dapat dilakukan dengan memeriksa dan mengobati segera penderita ISPA seperti minum
antibiotic, kemudian istirahat yang cukup.
83
4. Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)
Tindakan rehabilitasi seperti istirahat yang cukup sangat perlu dilakukan penderita ISPA
yang telah sembuh agar dapat menjadi sehat kembali secepatnya.
VII. Penanggulangan
Salah satu program penanggulangan ISPA di Indonesia ialah dengan adanya program
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dengan tujuan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada balita akibat penyakit ISPA. Langkah-langkah
strateginya antara lain :
d. Imunisasi di Posyandu
84
Daftar Pustaka
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa/
http://depkes.go.id
http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/05/capaian-kesehatan-indonesia/
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-ispa-pada-anak/
85