Anda di halaman 1dari 86

Kapita Selekta

Epidemiologi Penyakit Menular


Oleh:
Mizna Sabilla
NIM. 108101000011

Program Studi Kesehatan


Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
2010
Kata Pengantar

Assalamualaikum wr. wb.

Pertama-tama penyusun mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang


telah memberikan inayah dan hidayah sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Kapita
Selekta mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular dengan baik. Penyusun tak lupa
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Minsarnawati Tahangnacca, S.K.M., M.Kes. selaku
dosen pembimbing mata kuliah EPM, serta dosen tamu lainnya yang turut membantu dalam
proses penyusunan kapita selekta ini.

Tujuan penugasan ini selain sebagai salah satu pemenuhan penilaian Mata Kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular, juga sebagai uji kompetensi dari mahasiswa Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta Semester 4 untuk dapat mengetahui dan memahami epidemiologi
penyakit-penyakit menular khususnya di Indonesia.

Mudah-mudahan laporan ini menjadi manfaat khususnya bagi penyusun umumnya


bagi mahasiswa Kesehatan Masyarakat lainnya sebagai suatu referensi. Terakhir, penyusun
memohon saran dan kritik yang bersifat membangun mengingat penyusun merasa masih ada
kekurangan dalam penulisan maupun konsep.

Billahi taufik wal hidayah,

Wassalamualaikum wr. wb.

Ciputat, 14 Juni 2010

Penyusun,

Mizna Sabilla

1
Daftar Isi

Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2

Epidemiologi AIDS 3

Epidemiologi DBD 10

Epidemiologi TB 16

Epidemiologi Filariasis 22

Epidemiologi Malaria 29

Epidemiologi New Emergency Disease .... 34

Epidemiologi Kusta ... 42

Epidemiologi PD3I 47

Epidemiologi Leptospirosis ........ 58

Epidemiologi Rabies 65

Epidemiologi Diare 70

Epidemiologi ISPA 76

2
Epidemiologi
AIDS

3
Epidemiologi AIDS

I. Definisi
AIDS adalah akronim dalam bahasa Inggris dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan kumpulan
berbagai gejala dan infeksi sebagai akibat dari hilangnya sistem kekebalan tubuh
karena infeksi dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem
kekebalan tubuh.1

AIDS jika didefenisikan satu persatu adalah:

A: acquired adalah didapat. Berarti HIV menular dari orang yang terinfeksi ke orang
lain.

I: immune adalah kekebalan yaitu mengacu pada sistim imunitas/kekebalan tubuh


yang terdiri atas sel-sel yang melindungi tubuh terhadap penyakit. HIV menjadi
masalah karena sekali ia memasuki tubuh seseorang, ia akan menyerang dan
membunuh sel-sel kekebalan tubuh.

D: deficiency adalah defisiensi/kekurangan, berarti sesuatu yang tidak tercukupi


dalam hal ini tubuh tidak memiliki cukup jenis sel tertentu yang diperlukan untuk
melindungi dri terhadap infeksi sel-sel ini disebut sel kekebalan atau T, helpen cell.
Sejalan dengan waktu HIV membunuh sel-sel ini sehingga sistim kekebalan tubuh
menjadi terlalu benar untuk menjalankan tugasnya.

S: syndrome/sindrom adalah kumpulan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan


dengan penyakit atau kondisi tertentu yang timbul bersamaan. HIV merupakan
sindrom karena penderita AIDS memperlihatkan gejala-gejala dan penyakit yang
timbul bersamaan hanya pada orang yang menderita AIDS2.

II. Prevalensi
Di Indonesia pertama kali diketahui adanya kasus AIDS pada bulan April tahun 1987,
pada seorang warganegara Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah Bali akibat

1
http://www.g-excess.com/id/aids-adalah-akronim-dalam-bahasa-inggris-dari-acquired-immunodeficiency-
syndrome.html
2
http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/Modul1HIV.htm
4
infeksi sekunder pada paru-paru, sampai pada tahun 1990 penyakit ini masih belum
mengkhawatirkan, namun sejak awal tahun 1991 telah mulai adanya peningkatan
kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat(doubling time) kurang dari setahun, bahkan
mengalami peningkatan kasus secara ekponensial. Depkes RI melaporkan kasus AIDS
telah terdeteksi di 32 provinsi, dengan Papua sebagai peringkat pertama (prevalensi =
133.07 per 100.000 penduduk), sedangkan provinsi Sulawesi Barat belum tercatat
adanya kasus AIDS. Peningkatan kasus AIDS terjadi setiap tahunnya, hingga akhir
tahun 2009 tercatat jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 19.973 kasus atau
terdapat 3.863 kasus baru. Kematian karena AIDS hingga tahun 2009 sebanyak 3.842
kematian.

III. Konsep Host-Agent-Environment


- Host : - Umur (20 39 tahun)

- Kelompok masyarakat berisiko tinggi (Mereka yang melakukan


hubungan seksual dengan banyak mitra seks, kaum homoseksual,
kaum heteroseksual, kaum sexual penasun, golongan penasun
dengan jarum suntik yang sama, penerima transfusi darah termasuk
penderita hemofilia dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi
yang lahir dari ibu pengidap HIV

- Agent : virus HIV (termasuk Retrovirus yang mudah mengalami mutasi)


 Jumlah besar virus terdapat dalam darah, cairan vagina dan
sperma
 Jumlah kecil terdapat dalam ASI, air liur, air mata dan air
kencing
 Terbukti menular melalui darah, cairan vagina, sperma dan ASI

- Environment : Lingkungan biologis, sosial, ekonomi, budaya dan agama

5
IV. Riwayat Alamiah Penyakit
Sejak masuknya HIV, seseorang telah menjadi pengidap HIV dan dapat menularkan
HIV sepanjang hidupnya. Perjalanan penyakit dari infeksi HIV menjadi AIDS terlihat
pada bagan di bawah ini:

Diagnosis dilakukan dengan melihat:


Gejala mayor :
1. BB turun > 10 % dalam 1 bulan
2. Diare terus menerus > 1 bulan tanpa diketahui sebab
3. Demam berkepanjangan > 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
Gejala minor:
1. Batuk terus menerus > 1 bulan
2. Dermatitis/penyakit kulit menyeluruh
3. Herpes zooster berulang
4. Herpes simplex
5. Penyakit jamur di mulut dan tenggorokan
6. Pembesaran kelenjar lymphe
7. Pneumonia berulang
8. Sarcoma Kaposi ( kanker)

6
V. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah virus yang menyerang dan merusak
sistem kekebalan tubuh kita. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T,
virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam
sel dengan keadaan inaktif. Apabila itu terjadi maka kita tidak bisa bertahan terhadap
penyakit-penyakit yang menyerang tubuh kita. Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah
rusak atau lemah, maka kita akan terserang oleh berbagai penyakit yang ada di sekitar
kita seperti TBC, diare, sakit kulit, dll.

VI. Faktor Risiko


Ada 3 cara penularan HIV-AIDS:
1. Hubungan seksual tidak aman
- Hubungan seks tidak aman melalui vagina/dubur atr laki & wanita
- Hubungan seksual tidak aman melalui dubur atr laki
- Hubungan seks melalui mulut/oral ( risiko lebih rendah)
- hubungan seks atr wanita ( risiko rendah)
2. Suntikan atau transfusi darah yang terinfeksi/tercemar HIV
- Menggunakan jarum suntik bersama
- Menggunakan alat cukur kumis bersama
- menggunakan jarum /alat tusuk tercemar HIV
3. Penularan dari ibu kepada bayinya
Selama hamil, selama melahirkan dan selama menyusui

VII. Pencegahan
Tidak ada vaksin utk mencegah infeksi HIV dan tidak ada obat untuk
menyembuhkannya. Oleh sebab itu, lakukan tindakan pencegahan seperti:
1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual :
Berperilaku seksual yang aman dan bertanggung jawab
A. Abstinensia = puasa seks
B. Be faithfull = terikat hanya dalam hubungan seksual yang sah dan setia
7
C. Condom = gunakan kondom
D. Hindari Drugs

2. Pencegahan penularan melalui darah :


a. Skrining seluruh darah donor, produk darah dan organ transplantasi
b. Mengurangi jumlah transfusi darah yang tidak perlu
c. Mereka yang berisiko jangan mendonorkan darah (donor deferal)
d. Desinfeksi alat suntik dan alat lain yang dapat melukai kulit
c. Tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian (contoh IDU)

3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak:


a. Ibu HIV positif sebaiknya tidak hamil
b. Pemberian antiretroviral kepada ibu HIV positif dan bayinya
c. Sectio cesaria
d. Kalau mampu membeli susu dan tersedia air bersih, jangan berikan ASI.

VIII. Penanggulangan
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS. ODHA belum tentu orang
yang bersalah atau berdosa. Mereka tertular HIV mungkin sama seperti banyak
remaja lain karena ketidaktahuan. Mereka tidak punya cukup pengetahuan tentang
HIV/AIDS dan tidak punya cukup keterampilan hidup untuk menjaga atau melindungi
dirinya. ODHA mungkin akan mengalami masalah yang tidak ringan. Mereka harus
terus hidup dengan HIV di dalam tubuhnya. Mereka takut meninggal, takut dikucilkan
dan takut menularkan kepada orang lain. Sebagai sesama remaja, kita perlu
memahami perasaan dan masalah yaitu mencoba ODHA dan memberi dukungan
kepada mereka agar mereka tetap bisa hidup normal selama daya tahan tubuhnya
kuat. Mereka perlu teman yang dapat memberi dukungan agar mereka tegar menjalani
kehidupannya. Karena ODHA tidak mudah menularkan HIV/AIDS, maka ODHA
tidak perlu dijauhi dan disingkirkan.

8
Daftar Pustaka

Laporan DEPKES 2009

UNICEF. Kesehatan Reproduksi, NAPZA, dan HIV-AIDS booklet. 2004

http://www.g-excess.com/id/aids-adalah-akronim-dalam-bahasa-inggris-dari-acquired-
immunodeficiency-syndrome.html
http://www.certi.org/cma/training/module1-5-indonesian/Modul1HIV.htm

9
Epidemiologi
DBD

10
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

I. Definisi

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus.

II. Prevalensi

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968,
akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap
tahun. KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Kemudian, menurut data Kementerian
Kesehatan RI, sebanyak 77.489 kasus terjadi di Indonesia selama 2009 dengan angaka
kematian 585 jiwa. Ini menguatkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) masih
dinilai menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

III. Konsep Host-Agent-Environment


Host
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia
di bawah 15 tahun. Dari seluruh kasus DBD yang tercatat, sebanyak 27
persennya berasal dari kelompok anak usia 5 tahun sampai 14 tahun.

Agent

Hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4.
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri
dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. sumber perkembangbiakan nyamuk
DBD ini adalah air. Terutama genangan air setelah hujan. Suhu panas (28 -
32C) serta kelembaban tinggi membuat nyamuk tahan hidup dalam jangka
waktu yang lama.

11
Environment

Kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin,


kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat
istiadat, sosial ekonomi penduduk). Penyakit DBD sering terjadi di daerah
tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul
akibat pengaruh musim/alam serta perilaku manusia

IV. Etiologi

Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga.

V. Riwayat Alamiah Penyakit

- Tahap Prapatogenesis

- Fase suseptibilitas :

Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita
demam berdarah lain.

o Tahap Patogenesis

- Fase subklinis :

(i) Virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi . sebagai
perlawanan , tubuh membentuk antibody , selanjuatnya akan terbentuk
kompleks virus antibody denagn virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Dan masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang
virus dengue.

12
- Fase klinis => timbul gejala-gejala seperti :

a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 C- 40 C)


b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura
pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik
sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai
100.000 /mm.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual,
muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.
- Fase Konvalesen (pemulihan), cacat atau meninggal

VI. Pencegahan dan Penanggulangan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu


nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

1. Lingkungan

Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.


Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
2. Biologis => dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan
bakteri (Bt.H-14).

3. Kimiawi => Pengasapan/fogging dan memberikan bubuk abate (temephos) pada


tempat-tempat penampungan air
13
Pengobatan

Pengobatan penderita Demam Berdarah adalah dengan cara:

 Penggantian cairan tubuh.


 Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter 2 liter dalam 24 jam (air teh dan gula sirup
atau susu).
 Gastroenteritis oral solution/kristal diare yaitu garam elektrolit (oralit), kalau perlu 1
sendok makan setiap 3-5 menit.

Kebijakan Pemerintah

Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam


berdarah, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, di antaranya
adalah:

a. Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak
menolak pasien yang menderita DBD.
b. Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan
secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku
serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak
mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No.
143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004).
c. Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena DBD.
d. Membagikan bubuk Abate secara gratis pada daerah-daerah yang banyak terkena
DBD. Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan
sarang nyamuk melalui 3M dan merekrut juru pemantau jentik (jumantik).
e. Penyebaran pamflet lewat udara tentang pentingnya melakukan gerakan 3 M
(Menguras, Menutup, Mengubur).
f. Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari
unsur-unsur :
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
3. Asosiasi Rumah Sakit Daerah

14
g. Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500
juta, di luar bantuan gratis ke rumah sakit.
h. Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan
teknis.
i. Menyediakan call center.
1. DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
2. DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669
3. DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
j. Melakukan Kajian Sero-Epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue.

Daftar Pustaka

http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm

Nasry N, Nur, 2006, Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta : Rineka Cipta.

15
Epidemiologi
TB

16
Epidemiologi Tuberculosis

I. Definisi dan Jenis TB

Tuberkulosis (TB atau TBC) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman TB sehingga dapat menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi pada
berbagai organ tubuh, khususnya paru-paru.

TB paru tdd:

1. TB paru dengan hasil pemeriksaan BTA (Basil Tahan Asam) yang positif
2. TB paru BTA negatif

TB ekstra (luar) paru tdd:

1. TB ekstra paru ringan, spt: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif TB unilateral,


TB sendi. TB kelen jar adrenalin
2. TB ekstra paru berat, spt: Meningitis TB, TB milier, pleuritis eksudatif TB
dupleks, perikarditis, peritonitis,TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kencing dan genital

II. Prevalensi dan Jumlah Kasus

Menurut dokter Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama, Indonesia adalah
penyumbang kasus TB terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina. Tahun
1995, diperkirakan setiap tahun terjadi 9 juta penderita baru TB dengan kematian
berkisar 3 juta orang. 95% kasus TB diperkirakan terdapat di negara berkembang.
Tahun 2003 dilaporkan prevalensi TB dengan basil tahan asam (BTA) di India
sebesar 1.761.000 orang, Cina 1.459.000 orang, dan Indonesia 557.000 orang.
Pada tahun 2006, tingkat deteksi kasus di Indonesia melebihi 70% untuk pertama
kalinya. Namun pada tahun 2007, suspect TB mengalami penurunan dengan
diperkirakan hanya 1700 suspect saja.

17
III. Konsep Host Agent Environment

Host

Semua jenis kelamin, umur, mulai dari anak-anak, remaja maupun dewasa dapat
terkena TB tergantung bagaimana daya tahan tubuh seseorang pada saat terpapar
dengan kuman TBC. Semakin rentan daya tahan tubuh seseorang, maka semakin
mudah kuman TBC tersebut masuk dan menyerang organ tubuh terutama paru-
paru dan menjadikan orang tersebut mengidap penyakit TBC Paru.

Agent

Agent TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis kuman yang berbentuk


batang, gram positif tahan asam dan pada pemeriksaan mikroskospik akan tampak
berwarna merah. Kuman TBC ini dapat hidup pada daerah yang lembab namun
tidak tahan pada sinar matahari langsung.Kuman ini dalam jaringan tubuh dapat
dormant, tertidur selama beberapa tahun.

Environment

Semua daerah berpotensi, terutama pada daerah-daerah kumuh, kotor dan lembab,
dimana kuman TBC mudah berkembang biak.

IV. Riwayat Alamiah Penyakit

Infeksi primer

Infeksi primer adalah infeksi yang terjadi saat pertama kali terpajan kuman TB.

Infeksi dibuktikan dengan tes/ reaksi tuberkulin yang positif. Waktu mulainya
infeksi sampai terbentuknya kompleks primer adalah sekitar 4 6 minggu.

Penyakit TB pasca pimer

Perjalanan infeksi selanjutnya pasca infeksi primer tergantung:

1. jumlah kuman yang masuk


2. respon imunitas seluler
18
Beberapa kemungkinan perjalanan klinis selanjutnya pasca infeksi primer:

1. imunitas seluler dapat menghentikan perkembangan/ proses infeksi, namun


beberapa kuman dapat menetap dan bertahan sebagai persister atau dorman
(tidur)
2. imunitas tdk dapat menghentikan pekembangan kuman dan dalam beberapa
bulan akan menjadi penderita penyakit TB paru.
Masa antara saatnya mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, yang dilama 6
bulan.

Menurut WHO (1996), kelanjutan perjalanan infeksi tanpa pengobatan adalah:

1. 50% dapat meninggal


2. 25% sembuh sendiri (dengan imunitas tinggi)
25% kronis dan tetap menular

Gejala Klinis TB dewasa

Gejala utama: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih

Gejala tambahan: Batuk darah, Dahak bercampur darah, Sesak napas, Nyeri dada,
Badan lemas, Nafsu makan menurun, Berat badan menurun, Malaise, Keringat
malam, Demam meriang > 1 bulan.

Gejala Klinis TB anak

Gejala umum TB anak:

 Berat badan menurun 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik
1 bulan walau sudah mendapat penanganan gizi baik
 Anorexia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat
 Demam lama/ berulang tanpa sebab yang jelas
 Limphadenopathy superfisialis yang tidak multiple dan tidak nyeri. Terutama
ditemukan di daerah leher, ketiak dan lipat paha (inguinal)
 Gejala2 saluran napas (misal batuk lama > 30 hari)
 Gejala2 saluran cerna (diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan)

19
 Benjolan (masa) dan tanda2 cairan di abdomen

Gejala spesifik pada anak dapat berupa:

 TB kulit/ skrofuloderma
 TB tulang/ sendi
 TB otak/ syaraf, spt meningitis TB
 Reaksi TB pada mata (konjungtivitis fliktenularis, tiberkel koroid), dll

V. Pencegahan

- Pencegahan primer

Promosi kesehatan merupakan salah satu pencegahan TBC paling efektif.


Kemudian proteksi spesifik seperti imunisasi BCG, minum obat anti TBC
(Chemoprophylaxis). Pendidikan kesehatan dan peningkatkan daya tahan tubuh
dengan makanan bergizi juga perlu dilakukan.

- Pencegahan sekunder

Diagnosis dan pengobatan secara dini dapat dilakukan sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC.

- Pencegahan tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dilakukan pula


pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

VI. Penanggulangan

Sejak tahun 1995 program Pemberantasan Tuberculosis Paru, telah


dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse
Chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO. Kemudian berkembang
seiring dengan pembentukan GERDUNAS-TBC, maka Pemberantasan Penyakit
Tuberculosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberculosis (TBC)
(Depkes RI,2002:1). Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) yang
20
dilakukan oleh petugas kesehatan, orang lain (kader, tokoh masyarakat, dll),
suami/istri/keluarga/orang serumah. Tujuan pelaksanaan DOTS adalah mencapai
angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus obat, mengatasi efek samping
obat.

Daftar Pustaka

http://putraprabu.wordpress.com/2008/12/24/faktor-resiko-tbc/

http://surkesnas.litbang.depkes.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=
59&Itemid=35

http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/sejarah/article/74/00010016/2

21
Epidemiologi
Filariasis

22
Epidemiologi Filariasis

I. Definisi

Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Penyakit ini merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki.

II. Prevalensi

Di Indonesia, filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit


kaki gajah ini pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889. Berdasarkan hasil
pemetaan didapat prevalensi mikrofilaria di Indonesia 19% dari seluruh populasi
Indonesia yang berjumlah 220 juta orang, berarti terdapat 40 juta orang didalam
tubuhnya mengandung mikrofilaria dan 150 juta orang hidup di daerah endemik
filariasis.3 Pada tahun 2008, jumlah kasus kronis filariasis mencapai 11.699 kasus di
378 kabupaten/kota.4

III. Konsep Host Agent Environment

- Host
Semua orang mungkin rentan terinfeksi, namun ada perbedaan yang bermakna secara
geografis terhadap jenis dan beratnya infeksi.
- Agent

Agent filariasis adalah 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia


Malayi, Brugia Timori. Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia
selama 4 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan
jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.

3
http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Samping.Ringan
4
http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/
23
- Environment

Lingkungan Fisik

- Iklim

Daerah endemis filariasis tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di


seluruh dunia termasuk Asia, Afrika, China, Pasifik dan sebagian
Amerika. Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah
tropis, yang menyebabkan rawan terjadinya filariasis.

- Suhu & Kelembaban => Suhu yang menunjang perkembangan vektor


filariasis adalah 230C - 32,10C dan kelembaban 68% - 90%.

- Geografis

Di Indonesia penyakit filariasis ditemukan di daerah khatulistiwa terutama


di daerah dataran rendah yang berawa dengan hutan-hutan belukar yang
umumnya didapat di pedesaan daerah luar Jawa-Bali. Tetapi kadang-
kadang juga ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi.

Lingkungan Biologi

- Reservoar => kucing, kera

- Vektor

Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor


dari genus mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres. Vektor tersebut
adalah :
1. W. bancrofti perkotaan dengan vektornya Culex quinquefasciatus
2. W. bancrofti pedesaan dengan vektor Anopheles, Aedes dan Armigeres
3. B. malayi dengan vektor Mansonia spp, Anopheles barbirostris.
4. B. timori dengan vektor Anopheles barbirostris.

- Flora => rawa-rawa, hutan dan kebun

Lingkungan Sosial-Ekonomi => kepadatan penduduk dan tingkat pengetahuan


24
IV. Etiologi

Tabel Lokalisasi Casing Filaria Dewasa


Wuchereria bancrofti Di dalam sistem limfe dalam bentuk
ikalan (coiled)
Brugia malayi Di dalam sistem limfe dalam bentuk
ikalan (coiled)
Loa 1oa Migrasi dalam jaringan subkutan dan
subkonjungtiva
Onchocerca volvulus Di dalam jaringan subkutan atau bentuk
ikalan di antara noduli
Tetrapetalonema perstans Di dalam rongga pleura,rongga perito-
neum dan rongga perikardium
Tetrapetalonema streptocerca Di dalam jaringan ikat kulit
Mansonella ozzardi Di dalam rongga usus dan rangga tubuh

Tabel 2. Hubungan Spesies dan Periodisitas

Spesies Periodisitas Waktu


pengambilan darah

1. Wuchereria bancrofti noktumal 22.00 - 02.00


2. Brugia malayi diurnal subperiodicity
noktumal 22.00 - 02.00
3. Brugia timori
nocturnal subperiodicity 22.00 - 02.00
4. Loa loa
(zoonotic strain)
noktumal 01.00 - 14.00
diurnal

25
V. Riwayat Alamiah Penyakit

1. Periode prepatogenesis

Fase Rentan (susceptibility phase)


Pada filariasis, fase ini terjadi ketika seseorang digigit nyamuk yang sudah
terinfeksi, yaitu nyamuk yang dalam tubuhnya mengandung larva stadium 3
(L3).

2. Periode Pathogenesis

Fase Subklinis

Fase ini disebut juga dengan pre-symtomatic, akan tetapi jika dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan alat-alat kesehatan seperti pemeriksaan
mikroskopis darah pada waktu malam hari, maka akan ditemukan mikrofilaria
dalam tubuh mereka

Fase Klinis

Sudah timbul gejala seperti :

Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat
Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah

Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)

Fase Konvalesens
Filariasis dapat disembuhkan jika diobati sedini mungkin, namun jika tidak
mendapatkan pengobatan dapat mengakibatkan Disabilitas

26
(kecacatan/ketidakmampuan) karena terjadi penurunan fungsi sebagian
struktur/organ tubuh, yaitu berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki sehingga menurunkan fungsi aktivitas
seseorang secara keseluruhan.

VI. Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan promosi kesehatan dalam bentuk penyuluhan
dan pendidikan kesehatan tentang filariasis, dan menciptakan lingkungan yang tidak
memungkinkan vektor filariasis untuk berkembang biak.

2. Pencegahan sekunder

Usaha yang dilakukan adalah diagnosis dini, yaitu pemeriksaan mikroskopis darah,
pengobatan segera, yaitu dengan konsumsi obat DEC.

3. Pencegahan tersier

Usaha yang dapat dilakukan adalah menyediakan sarana-sarana untuk pelatihan dan
pendidikan di rumah sakit dan di tempat-tempat umum.

VII. Penanggulangan

Cara penanggulangan filariasis yang dianjurkan WHO sangatlah jelas bahwa pengendalian
filariasis, yaitu dengan memutus rantai penularan. Akan tetapi, Pada saat ini penanggulangan
filariasis di Indonesia difokuskan dengan cara pengobatan masal agar angka microfilaria
maupun kepadatan microfilaria di dalam darah rendah sehingga tidak terjadi transmisi.

Usaha pemerintah Indonesia dalam menangani kasus filariasis terlihat dalam program
eliminasi kaki gajah atau yang dikenal dengan ELKAGA. Kegiatan-kegiatan dalam rangka
ELKAGA yang telah dilaksanakan seperti :

a. Sosialisasi Program Filariasis Tingkat Puskesmas

b. Pelatihan Kadar Pembantu Pengobatan / Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE)

27
c. Pemberian Obat secara massal

Daftar Pustaka

http://bidansmart.wordpress.com/2009/11/24/filariasis/
http://www.depkes.go.id
http://kesehatan.kompas.com/read/2008/04/18/11491580/Atasi.Filariasis.dengan.Efek.Sampi
ng.Ringan

http://sarangpenyamun.wordpress.com/2008/08/12/penyebab-penularan-dan-pencegahan-
kaki-gajahfilariasis/

28
Epidemiologi
Malaria

29
Epidemiologi Malaria

I. Definisi

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya,
hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam
berkepanjangan.5

II. Prevalensi dan Jumlah Kasus

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, diperkirakan 15 juta penduduk


Indonesia menderita malaria, 30 ribu di antaranya meninggal dunia. Sejak Juli 2001 sampai
pertengahan Januari 2002 itu, tercatat 5.409 penderita malaria klinis, 1.127 orang di
antaranya positif ada parasit dalam darahnya. KLB malaria pun memakan korban jiwa
delapan orang. Kemudian pada tahun 2007, diperkirakan prevalensi malaria sebesar 850 per
100.000 penduduk dan angka kematian spesifik akibat malaria sebesar 11 per 100.000 untuk
laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan.

III. Konsep Host Agent Environment

Host

Pada dasarnya semua orang dapat terkena malaria, akan tetapi terjadi perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan
derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat
dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah resiko malaria. Sekelompok
manusia/ras juga mempunyai kekebalan bawaan seperti: kelainan darah (Thalasemia,
Duffy dll) yang mempengaruhi kerentanan terhadap malaria.

Agent

Agen penyebab malaria dari genus plasmodium, familia flasmodidae, dari Orde
Coccidiidae. Ada 4 jenis plasmodium yaitu:

5
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/28/nrs,20040328-01,id.html

30
P. vivax (malaria tertiana), P. falciparum (malaria tropika), P. malariae (malaria
kuartana), P. ovale (malaria tertiana biasa di Afrika). Plasmodium dapat hidup dalam
manusia dan nyamuk Anopheles.

Siklus Hidup Parasit Malaria

Siklus hidup parasit malaria terbagi menjadi dua, yaitu siklus aseksual dalam tubuh
manusia, dan seksual dalam tubuh nyamuk.

Siklus aseksual terdiri dari dua siklus lagi, yaitu di luar dan dalam sel darah merah.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, ditenukan hipnozoit,
yaitu yang nantinya dapat menyebakan kekambuhan / relaps. Beberapa hari sebelum
gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah
merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam. Di dalam
sel darah merah tersebut, terdapat siklus scizogoni (yang menimbulkan demam) dan
gametogoni (yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penulaean penyakit bagi
nyamuk vector malaria).

Siklus seksual disebut juga siklus sporogoni, karena menghasilkan sprozoit, yaitu
bentuk parasit yang sudah siap ditularkan oleh nyamuk kepada manusia.

Environment

Lingkungan yang memberi pengaruh terhadap penularan adalah sbb:

- Fisik => Suhu udara, kelembaban, Curah hujan, angin, sinar matahari, arus
air

- Kimiawi => Kadar garam, pH air

- Lingkungan biologik => Flora, Fauna: Cattle barrier, predator, dll.

- Lingkungan sosial budaya => Struktur rumah, Pengetahuan, Sikap, Perilaku:


kebiasaan hidup mengembara

31
IV. Riwayat Alamiah Penyakit

Periode dingin
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya
temperature. Seseorang akan menggigil, kulit dingin dan kering, seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, serta pucat.

Periode panas
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat. Penderita mengalami muka merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 400C atau lebih.

Periode berkeringat
Penderita mulai berkeringat sampai basah, temperature turun, merasa lelah dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa.

Secara alamiah, penularan penyakit malaria adalah sbb:

Nyamuk malaria
Orang sakit malaria
(belum terinfeksi parasit)

Nyamuk malaria terinfeksi


Orang sehat
(mengandung sporozoit)

Sedangkan secara tidak alamiah, penyakit malaria dapat menular melalui congenital
(placenta), transfusi darah, dan jarum suntik.

32
V. Pencegahan dan penanggulangan

Pemberantasan vector
Pemberantasan vector dilakukan pada nyamuk dewasa maupun jentik. Untuk nyamuk
dewasa dapat dilakukan penyemprotan dinding rumah dan pemakaian kelambu
dengan insektisida. Sedangkan untuk jentiknya, dapat dilakukan penyemprotan anti
larva di daerah sarang nyamuk , Penebaran ikan pemakan jentik, Pengendalian
lingkungan nyamuk malaria, source reduction (utk mengurangi sumber tempat
berkembangbiaknya nyamuk malaria).

Penemuan dan pengobatan penderita malaria

Case finding dilakukan secara aktif dan pasif. Pengobatan malaria dengan beberapa
jenis obat (lihat juga Obat Malaria) yang dikenal umum adalah:

- Obat standar: klorokuin dan primakuin


- Obat alternatif: Kina dan Sp (Sulfadoksin + Pirimetamin)
- Obat penunjang: Vitamin B Complex, Vitamin C dan SF (Sulfas Ferrosus)
- Obat malaria berat: Kina HCL 25% injeksi (1 ampul 2 cc)
- obat standar dan Klorokuin injeksi (1 ampul 2 cc) sebagai obat alternatif.

Pencegahan dengan profilaksis dan menghindari gigitan nyamuk

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dit Jen PPM PLP. Buku Malaria No:3
Pengobatan. Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Gandhahusada, Srisandi dkk. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Cetakan ke-6. Jakarta. 2006
http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/28/nrs,20040328-01,id.html

33
Epidemiologi
New Emergency Disease

34
Epidemiologi New Emergency Disease

I. Prevalensi dan Jumlah Kasus

A. Flu Burung

Berdasarkan konfirmasi Laboratorium Nasional Badan Litbangkes Depkes (Juli 2005-


23Februari 2006), jumlah kasus konfirmasi flu burung Laboratorium Nasional: 28
kasus, dan 20 diantaranya meninggal. Flu burung pada unggas sudah endemik di 26
propinsi dan dari waktu ke waktu di berbagai daerah yang sudah tergolong endemik
(161 kabupaten/kota) di Indonesia. Indonesia menempati urutan ke 2 dunia untuk
angka fatalitas kasus (Case FatalityRate), yaitu sebesar 70,3% (dari 27 kasus, 19
meninggal). Secara kumulatif, total kasus H5N1 sejak tahun 2005 2009 berjumlah
161 kasus 134 diantaranya meninggal dunia.

B. Flu A H1N1

Sampai tanggal 14 Juli 2009, secara kumulatif kasus influenza A H1N1 positif di
Indonesia berjumlah 112 orang, terdiri dari 63 laki-laki dan 49 perempuan, yaitu 24
Juni (2 kasus), 29 Juni (6 kasus), 4 Juli (12 kasus), 7 Juli (8 kasus), 9 Juli (24 kasus),
12 Juli (12 kasus), dan 13 Juni (22 kasus).

II. Konsep Host Agent Environment

A. Flu Burung

Host = keadaan fisiologi tubuh, seperti kelelahan dan status gizi seseorang.

Agent = virus influenza tipe A, famili Orthomyxoviridae, dapat berubah-ubah


bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.

Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2,
H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain yang sangat
virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1.

Environment = Pekerjaan (peternak dan pedagang unggas), jalur migrasi burung


liar.

35
B. Flu A H1N1

Host = kekebalan tubuh seseorang

Agent

Gentnya adalah Virus Orthomyxoviridae tipe A subtipe H1N1 yang dapat


ditularkan oleh binatang, terutama babi, dan ada kemungkinan menular antarmanusia.
Virus ini erat kaitannya dengan penyebab swine influenza, equine influenza dan avian
influenza (fowl plaque). Ukuran virus tersebut berdiameter 80- 120 nm. Viris
influenza tipe A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2 yang memiliki sifat:
Tahan dalam air suhu 22oC , selama 4 hari
Pada suhu 0oC - tahan >30 hari
Pada tinja / faeces unggas selama 32 hari.
Inaktif dengan pemanasan 80C <1 menit> ;
60oC <30 menit>; 56oC <3 jam>;
Mudah inaktif dengan deterjen, alkohol, karbol, chlorin, dan desinfektan lain
bersifat droplets, berikatan dengan partikel , mempunyai gaya gravitasi, dan tidak
soliter.

Environment = Pekerjaan (peternak dan pedagang babi), lingkungan hidup yang


rusak, tercemar atau terdestruksi.

III. Faktor Risiko

A. Flu Burung

Menyentuh unggas yang sakit atau mati


Tidak mencuci peralatan rumah tangga dengan sabun dan air sebelum makan dan
memasak
Memasak unggas dan telur tidak sampai matang
Tidak memisahkan unggas yang sehat dan sakit
Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penderita dan tidak menggunakan alat
pelindung yang baik

36
B. Flu A H1N1

Keluarga dekat yang kontak dengan penderita yang diduga atau positif flu babi,
dengan faktor resiko pemberat (penyakit kronis, usia > 65 th atau < 5 th, wanita
hamil).
Anak sekolah yang dekat dengan penderita.
Berpergian ke daerah tinggi angka kejadian flu babi dengan faktor resiko
pemberat.
Tenaga kesehatan yang berhubungan dengan penderita dan tidak menggunakan
alat pelindung yang baik.
Penderita yang mendapatkan pemberian kemoprofilaktik sebelumnya untuk
menghindari komplikasi influenza dan kontak dengan seseorang yang dicurigai
menderita flu.

IV. Riwayat Alamiah Penyakit

A. Flu burung

a. Fase suseptibel

Pada penyakit flu burung misalnya fase suseptibelnya adalah dimana seseorang atau
sekelompok orang yang tinggal bersama dengan hewan yang telah terjangkit flu
burung serta menunjukkan perilaku berisiko untuk tertular seperti tidak
menggunakan masker saat bersama hewan tersebut, tidak mencuci tangan sebelum
makan setelah bersentuhan dengan hewan yang terjangkit, atau mengkonsumsi
daging ayam yang tidak matang sempurna.

b. Fase subklinis

Pada fase ini terjadi fase inkubasi dari virus yaitu fase dimana agent telah masuk ke
tubuh host sampai sejak terjadinya gejala pertama.

c. Fase klinis

gejala-gejala :

37
 Pada unggas:

- Pada betina yang sedang bertelur, telurnya memiliki cangkang yang tipis kemudian
berhenti bertelur dengan cepat.

- Nafsu makan berkurang

- Diare dan sering minum

- Terjadi perubahan warna pada jenger menjadi kebiru-biruan

- Nafas cepat dan berbunyi

- Pendarahan terlihat pada daerah yang tidak ditumbuhi bulu terutama tulang kering
pada kaki

 Pada manusia

Gejala yang terlihat pada manusia yaitu, demam dimana suhu badan sekitar atau di
atas 38C, sesak nafas , batuk dan nyeri tenggorokan, radang paru, infeksi mata,
pusing, mual dan nyeri perut, muntah, diare, keluar lendir dari hidung, dan tidak ada
nafsu makan.

d. Fase ketidakmampuan

Pada fase ini orang akan memiliki dua kemungkinan, kemungkinan pertama yaitu
sembuh, dan kemungkinan yang kedua adalah orang tersebut meninggal.

B. Flu A H1N1

a. Fase Suseptibel

Pada penyakit flu babi, fase suseptibelnya adalah dimana seseorang atau sekelompok
orang melakukan kontak langsung dengan babi yang terinfeksi serta menunjukkan
perilaku berisiko untuk tertular seperti tidak menggunakan masker saat bersama
hewan tersebut, tidak mencuci tangan sebelum makan setelah bersentuhan dengan
hewan yang terjangkit, atau mengkonsumsi daging babi yang tidak matang
sempurna.

38
b. Fase Subklinis

Pada fase ini terjadi fase inkubasi dari virus yaitu fase dimana agent telah masuk ke
tubuh host sampai sejak terjadinya gejala pertama.

c. Fase Klinis

Sudah timbul gejala-gejala seperti: demam, batuk, pilek, letih dan sakit kepala.
Beberapa pasien dapat mengalami mual, muntah dan diare. Penyakit ini dapat jatuh
ke arah yang lebih buruk sehingga pasien mengalami kesulitan untuk bernafas dan
memerlukan alat bantu nafas (ventilator).

d. Fase Ketidakmampuan

Pada fase ini orang akan memiliki dua kemungkinan, kemungkinan pertama yaitu
sembuh, dan kemungkinan yang kedua adalah orang tersebut meninggal. Kematian
umumnya terjadi karena adanya infeksi sekunder bakteri pada paru paru sehingga
diperlukan antibiotika yang pas untuk mengatasi infeksi tersebut.

V. Pencegahan dan Penanggulangan

A. Flu Burung

1. Pencegahan Primer

promosi kesehatan

biosekuriti

vaksinasi

Menjauhkan kandang ternak unggas dengan tempat tinggal

Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, topi, baju lengan panjang,
celana panjang dan sepatu boot saat memasuki kawasan peternakan

Memasak dengan matang daging sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk
membunuh virus yang terdapat dalam daging ayam, karena dari hasil penelitian
virus flu burung mati pada pemanasan 60C selama 30 menit.

39
Melakukan pemusnahan hewan secara massal pada peternakan yang positif
ditemukan virus flu burung pada ternak dalam jumlah yang banyak.
Melakukan karantina terhadap orang-orang yang dicurigai maupun sedah positif
terjangkit flu burung.

Melakukan surveilans dan monitoring yang bertujuan untuk mengumpulkan


laporan mengenai morbilitas dan mortalitas, laporan penyidikan lapangan, isolasi
dan identifikasi agen infeksi oleh laboratorium, efektifitas vaksinasi dalam
populasi, serta data lain yang gayut untuk kajian epedemiologi.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini dapat dilakukan pada fase presimptomatis dan fase klinis. Pada
flu burung pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan screening yaitu upaya
untuk menemukan penyakit secara aktif pada orang yang belum menunjukkan gejala
klinis. Screening terhadap flu burung misalnya dilakukan pada bandara dengan
memasang alat detektor panas tubuh sehingga orang yang dicurigai terjangkit flu
burung bias segera diobati dan dikarantina sehingga tidak menular pada orang lain.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengobatan


intensif dan rehabilitasi.

B. Flu A H1N1

Karena virus A H1N1 sangat berbeda dengan virus H5N1 pada manusia, maka
vaksin untuk flu musiman pada manusia tidak akan memberi perlindungan terhadap virus
flu babi H1N1.
Anggota masyarakat hendaknya mematuhi tindakan pencegahan berikut:
Jaga kebersihan tangan dan cuci tangan dengan benar. Pencuci tangan berbahan dasar
alkohol juga efektif apabila tangan tidak tampak kotor.
Hindari menyentuh mulut, hidung atau mata.
Segera cuci tangan dengan sabun cair jika tangan kotor karena terkena sekresi
pernafasan, misalnya setelah bersin atau batuk.
Tutup hidung dan mulut bila bersin dan batuk.

40
Hindari pergi ke tempat ramai atau berventilasi buruk. Jika Anda harus ke tempat
seperti itu, tingkatkan upaya tindakan penjagaan kesehatan diri dan kenakan masker.
Jangan meludah. Selalu bungkus kotoran hidung dan mulut dengan kertas tisu, dan
buang kertas tisu tersebut dengan baik di tempat sampah yang berpenutup.
Kenakan masker penutup hidung dan mulut bila muncul gejala pernafasan atau
demam. Segera kunjungi dokter.
Jangan masuk kerja atau sekolah jika Anda mempunyai gejala yang mirip flu.
Menjaga dengan seksama kesehatan diri dan lingkungan sangat diperlukan bagi
pencegahan flu babi.

Daftar Pustaka

www.litbang.depkes.go.id/download/litbang/PressRelease.pdf

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/464-situasi-flu-burung-tahun-
2009.html

www.pdf-search-engine.com/makalah-flu-babi-pdf.html

http://biology-community.blogspot.com/2009/04/pandemi-flu-babi-akibat-virus-h1n1.html

http://datinkessulsel.wordpress.com/2009/04/29/cegah-penyebaran-flu-babi/

41
Epidemiologi
Kusta

42
Epidemiologi Kusta

I. Definisi

Istilah kusta berasal dari bahasa Sanskerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit
secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang
menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit
ini disebut Morbus Hansen.

II. Klasifikasi Kusta

Tipe tuberkoloid (TT)


Lesi ini mengenai baik kulit maupun saraf. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi
yang meninggi bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsnata.Dapat
disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa
gatal.

Tipe borderline tubercoloid (BT)


Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plak yang sering disertai
lesi satelit di tepinya. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid, dan biasanya
asimetris.

Tipe mid borderline (BB)


Lesi dapat berbentuk makula infiltratif. Permukaan lesi dapat berkilap, batas lesi kurang
jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetris. Lesi sangat
bervariasi, baik dalam ukuran, bentuk, ataupun distribusinya. Bisa didapatkan lesi
punched out yang merupakan ciri khas tipe ini.

Tipe borderline lepromatosa


Secara klasik lesi dimulai dengan macula. Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan
dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya
sensasi, hipipigmentasi, berkurangnya keringat dan hilangnya rambut lebih cepat muncul
dibandingkan dengan tipe LL. Penebalan saraf dapat teraba pada tempat predileksi.

43
Tipe lepromatosa (LL)
Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematosa, berkilap,
berbatas tidak tegas dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Pada
stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka
menjadi kasar dan cekung membentuk fasies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis
dan keratis. Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung. Kerusakan saraf yang
luas menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia.

III. Prevalensi

Secara internasional prevalensi kusta di dunia 5,5 juta kasus, mayoritas terdapat di daerah
tropik dan subtropik. Di seluruh dunia 80% kasus ditemukan di lima negara, yaitu India,
Myanmar, Indonesia, Brazil, dan Nigeria. ( Barrett. TL. 2002). Menurut dr. Iwan dan dr. Budi
Rahayu MPH, Kepala Bidang P2MK (Pemberantasan Penyakit dan Masalah Kesehatan)
Dinkes Provinsi Jatim dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, terdapat empat propinsi yang
masih memiliki angka kasus Kusta lebih dari 1000 kasus. Diantaranya Jawa Timur, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan juga Sulawesi Selatan. Di Indonesia, jumlah penderita baru tahun
2008 adalah 17.243 dan 29% darinya berasal dari Jawa Timur.

IV. Konsep Host Agent Environment

Host => faktor imunitas, umur (10-20 tahun), jenis kelamin (laki-laki > perempuan,
kecuali di Afrika)
Agent
Penyebab kusta adalah kuman mycobacterium leprae yang merupakan kuman aerob,
tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang
merupakan ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2
0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel
dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif
Environment

Keadaan rumah yang berjejal yang biasanya berkaitan dengan kemiskinan, merupakan
faktor penyebab tingginya angka kusta. Sebaliknya dengan meningkatnya taraf hidup
dan perbaikan imunitas merupakan faktor utama mencegah munculnya kusta.

44
V. Riwayat Alamiah Penyakit

Dua pintu keluar dari Mycobacterium leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit
dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya
sejumlah organisme di dermis kulit. Pentingnya mukosa hidung telah dikemukakan oleh
Schffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta lepromatosa,
menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri. Di samping itu, berjuta-juta basil
dikeluarkan melalui lendir hidung pada penderita kusta tipe lepromatosa yang tidak diobati,
dan basil terbukti dapat hidup selama 7 hari pada lendir hidung yang kering. Pada kasus
anak-anak dibawah umur satu tahun, penularannya diduga melalui plasenta (Daili, 1998).

VI. Pencegahan

Penyuluhan kesehatan harus menekankan pada pemberian informasi tentang telah


tersedianya obat-obatan yang efektif, tidak terjadi penularan pada penderita yang
berobat teratur serta upaya pencegahan cacat fisik dan sosial.
Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya
sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang
lembab.
Lakukan pencarian penderita, khususnya penderita tipe multibasiler yang menular,
dan berikan pengobatan kombinasi multidrug therapy sedini mungkin secara teratur
dengan berobat jalan jika memungkinkan.
Uji coba lapangan di Uganda, India, Malawi, Myanmar dan Papua Nugini, pemberian
profilaktit Bacillus Calmette Gurin (BCG) jelas dapat mengurangi timbulnya
penyalit kusta tuberkuloid pada orang-orang yang kontak. Sebuah studi di India,
pemberian BCG menunjukkan adanya perlindungan yang signifikan terhadap kusta
tetapi tidak terhadap tuberkulosis; studi yang dilakukan di Myanmar dan India
menunjukkan erlindungan yang kurang dibandingkan dengan studi di Uganda. Studi
chemoprophylaxis menunjukkan bahwa 50% perlindungan dari penyakit ini
diperoleh dengan pemberian dapsone atau acedapsone, tetapi cara ini tidak dianjurkan
kecuali dengan pengawasan yang intensif. Penambahan M. Leprae yang telah mati
pada umumnya BCG tidak meningkatkan perlindungan.

45
Daftar Pustaka

http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wca7ab383c47a8.htm
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani2.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf

46
Epidemiologi
PD3I

47
Epidemiologi PD3I

I. Definisi

Diphteri

Penyakit Difteri adalah penyakit menular akut pada selaput lendir (mukosa)
tonsil, pharynx, dan hidung.

Pertusis

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan Batuk Seratus Hari
adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis.
Gejalanya khas yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan
tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking.

Tetanus

Tetanus adalah Penyakit infeksi yang di tandai gejala-gejala neurologik yaitu


adanya spasme dan kenaikan tonus otot yang di sebabkan oleh tetano spasmin yang di
hasilkan oleh clostridium tetani. Gejala tetanus yang khas adalah kejang dan kaku
secara menyeluruh, otot dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti papan,
mulut kaku dan sulit di buka. Gambarannya: trismus (kaku pada rahang , sulit
membuka rahang bawah), rhesus sardonicus (muka seperti monyet meringis), kaku
kuduk (leher kaku, tidak bisa untuk mengangguk), opistotonus (badan kaku seperti
busur), kaku perut, kejang.

Polio

Polio adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan dan atrofi otot. Penyakit ini menyerang terutama pada anak di bawah
lima tahun.

48
Campak
Campak adalah panas tinggi ( 38 derajat Celsius atau lebih )dengan bercak
kemerahan di kulit selama 3 hari atau lebih sesudah 3 hari panas atau lebih
disertaigejala batuk,pilek dan mata merah.

II. Prevelensi dan Jumlah Kasus


Diphteri
Jumlah Kasus difteri seluruhnya (Puskesmas+Rawat Jalan RS+Rawat Inap
RS) pada tahun 1997 berjumlah 4.448 , untuk kasus rawat inap di RS berjumlah 52
pasien, dan untuk CFR nya adalah 3,84 %.

Pertussis
Jumlah Kasus dan Angka Insidens penyakit Pertusis dari laporan SST tahun
1992 s/d 1996 untuk kelompok umur <1 tahun dan kelompok umur 1 - 4 tahun
cenderung menurun. Bila dilihat penyebaran menurut propinsi Angka Insidens
tertinggi untuk kelompok umur <1 tahun terdapat di provinsi Sumatera Utara dengan
AI sebesar 18.9 per 10.000 penduduk umur <1 tahun. Sedangkan untuk kelompok
umur 1- 4 tahun AI tertinggi terdapat di provinsi Maluku sebesar 72.9 per 10.000
penduduk umur 1 - 4 tahun.

Tetanus
Angka kematian tetanus pada bayi masih sangat tinggi, yaitu bayi baru lahir
sebesar 80-90%, pada anak berumur 2-7 sebesar 20-70%, dan pada anak berumur 8-
12 tahun adalah 60%. Angka kematian pada orang dewasa juga masih tinggi yaitu 70-
80%.

Polio
Dari laporan SST yang masuk tahun 1992 sampai dengan tahun 1997 jumlah
kasus penyakit Polio cenderung menurun, yaitu dari 148 kasus pada tahun 1992
menjadi hanya 34 kasus saja pada tahun 1996 dan pada tahun 1997 terlihat meningkat
menjadi 207.

49
Dalam rangka eradikasi Polio yang dilakukan oleh PPM& PLP untuk
surveilans dan pelacakan kasus AFP. Hasil survei tersebut pada tahun 1996 ditemukan
kasus AFP sebesar 82 kasus, sedangkan pada tahun 1997 sampai dengan Desember
ditemukan kasus AFP sebesar 868 kasus ( 133,1%) dari target penemuan penderita
sebanyak 652 kasus. Berdasarkan klasifikasi klinis dapat diidentifikasi kasus Polio
sebanyak 352 kasus ( 40,55%), Non Polio sebanyak 485 kasus ( 55,88%) dan belum
dapat teridentifikasi ( Pending) sebanyak 31 kasus ( 3,57 %). Peningkatan kasus Polio
pada tahun 1997 ini sejalan dengan adanya peningkatan penemuan kasus AFP melalui
surveilans AFP.

Campak
Jumlah Kasus campak seluruhnya (Puskesmas+Rawat Jalan RS+Rawat Inap RS) pada
tahun 1997 berjumlah 1467 , untuk kasus rawat inap di RS berjumlah 1104 pasien, dan
untuk CFR nya adalah 0,09 %.

III. Konsep Host Agent Environment

Diphteri
Host : Anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi dan yang belum pernah sakit Diphteri

Agent : Bakteri Corynebacterium diphtheria.Bakteri ini bersarang dan berkembang


biak dalam tenggorokan dengan toksin yang sangat kuat

Environment : Difteri terdapat di seluruh dunia dan secara khas menyerang dalam
bentuk epidemi. Insiden penyakit ini telah menurun dengan tajam sejak diperkenalkan
imunisasi aktif. Di Negara maju dan bagian negara lain di dunia penyakit ini jarang
ditemui.

Pertussis
Host : Anak-anak yang belum mendapat vaksinasi maupun yang sudah divaksinasi.
Agent : Pertussis disebabkan oleh infeksi kuman Bordetella pertussis.
Environment : Penularan pertusis akan lebih cepat menyebar bila ada kontak langsung
dengan penderita. Lingkungan tempat tinggal yang padat ditambah kuang ventilasi akan
mempercepat penularan penyakit ini.
50
Tetanus
Host : - Ibu hamil yang tidak di berikan imunisasi pada saat menjelang kelahirannya.
- Ibu yang melahirkan pada dukun bayi dan bayi yang lahir dengan di tolong
dukun
- Orang yang terkena luka.
- Radang telinga (congean), keluarnya cairan dari liang telinga karena masuknya
kuman clostridium tetani.
Agent : Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani.
Environment : Faktor perubahan lingkungan memungkinkan munculnya dan
berkembangnya agen penyakit. Sebagai contoh dalam keadaan banjir, spora tetanus
masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan tanah, debu
jalanan atau tinja hewan dan manusia yang sudah tercemari spora C. tetani. (Kandun,
ed: 2000, hlm. 515).

Polio
Host :
Penderita (kebanyakan < 15 tahun) yang tidak mempunyai daya tahan tubuh,
lebih mudah terkena infeksi polio berat
Jenis kelamin, lelaki lebih banyak menderita daripada wanita. Lelaki
prepubertas 2 kali lebih mudah menderita polio paralitik. Tetapi masih ada
laporan yang membantah perbedaan ini
Stress akibat kelelahan otot (olah raga berlebihan) dan kedinginan
Pembedahan seperti tonsilektomi sering mempercepat paralysis tipe bulbaris
Penderita yang sebelumnya menderita penyakit seperti pertusis, campak,
enteritis.
Agent : Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3; semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih
jarang demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 paling sering menyebabkan wabah.
Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3

Environment : Karena polio dapat menular melalui feces, maka lingkungan yang
berpotensi ialah lingkungan yang memiliki sanitasi yang buruk, dalam hal ini jamban.
51
Campak
Host : Anak di bawah 5 tahun, orang yang tergangu sistem kekebalannya, penderita
kurang gizi dan kurang vitamin A serta ibu hamil dengan virus Rubeola.
Agent : Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Virus rubella.
Environment : Faktor lingkungan yang kurang baik seperti rumah penduduk yang
padat, ventilasi rumah yang kurang dan musim hujan.

IV. Riwayat Alamiah Penyakit

Diphteri

Difteri memiliki masa inkubasi antara 2 sampai 5 hari. Penularan terjadi karena adanya
kontak (langsung atau tidak langsung) dengan penderita atau pembawa kuman (carrier).
Tanpa pengobatan yang cukup masa penularan berlangsung antara 24-48 jam.

Pada umumnya infeksi yang terjadi dikerongkongan menyebabkan terbentuknya suatu


selaput (membrane) yang berwarna putih kotor dan melekat erat pada dasarnya.
Sehingga ketika kita mencoba mengambil selaput tersebut akan terjadi perdarahan.
Selaput ini dapat meluas ketenggorokan dan dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan jalan napas. Bahaya lain dari penyakit ini adalah karena kuman
mengeluarkan racun yang dapat menyerang organ tubuh khususnya jantung dan dapat
menyebabkan kerusakan pada otot jantung. Yang tidak jarang mengakibatkan kematian
pada penderita tersebut. Toksin ini juga dapat merusak organ tubuh lain seperti
ginjal,hati dan kerusakan pada saraf yang menyebabkan kelumpuhan sekat rongga dada
(diafragma),kelumpuhan otot bola mata.

Pertusis

Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu kataralis yang ditandai
timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan.
Stadium ini berlangsung satu sampai dua minggu. Stadium kedua adalah spasmodik
yang berlangsung dua sampai empat minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita
berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang,
52
melengking, dan terus menerus sehingga penderita sulit bernapas dan disertai muntah.
Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar
serangan, penderita tampak sehat. Pada stadium selanjutnya, yaitu konvalesensi, terjadi
selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai
bertambah nafsu makannya.

Masa inkubasinya antara 6-12 hari ( rata-rata 17 hari ), dan dapat menular melalui
Airborne ( udara ) atau melalui droplet ( percikan ludah ).

Tetanus

Tetanus memiliki masa inkubasi antara 4 sampai 21 hari.

Penularan dapat terjadi melalui vehicle borne yaitu melalui benda-benda yang karatan,
misalnya paku yang karatan yang mengandung kuman clostridium tetani, apabila
terkena luka pada manusia maka manusia itu akan terinfeksi.

Kuman dapat masuk ke tubuh melalui luka, misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar,
koreng, gigitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu
masuk kuman tetanus yang di kenal sebagai clostridium tetani. Kuman ini akan
berkembang biak dan membentuk racun yang berbahaya yaitu eksotoksin yang bersifat
tetano spasmin yang menyebar ke aliran darah/limfe sepanjang serabut saraf motoris,
medula spinalis dan saraf simpatis.eksotoksin inilah yang yang merusak sel susunan
saraf pusat tulang belakang yang menjadi timbulnya gejala penyakit. Dan apabila
penanganannya terlambat maka akan menimbulkan kematian.

Polio

Virus polio masuk melalui mulut dan multiplikasi pertama kali pada tempat implantasi
dalam farings dan traktus gastrointestinal. Virus tersebut umumnya di temukan di
daerah tenggorokan dan tinja sebelum timbulnya gejala. Satu minggu setelah timbulnya
penyakit, virus terdapat dalam jumlah kecil di tenggorok, kemudian masuk ke saluran
cerna. Virus terus-menerus dikeluarkan bersama tinja dalam beberapa minggu

Virus menembus jaringan limfoid setempat, masuk ke dalam pembuluh darah


kemudian masuk ke system saraf yaitu otak dan sumsum tulang belakang. Biasanya
virus ini menyerang simpul / serabut saraf di tungkai bawah kaki sehingga saraf ini
53
lemah tidak berfungsi dan otot kaki menjadi lumpuh. Di samping kaki, virus ini juga
bisa menyerang saraf tangan dan otak (saraf tenggorokan) sehingga susah menelan dan
bernapas sampai mengakibatkan kematian.

Reservoir virus polio liar hanya pada manusia, yang sering ditularkan oleh pasien
infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawa kuman dengan status karier
asimtomatis kecuali pada organ yang menderita defisiensi system imun. Infeksi virus
mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk
musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat menular, pada kontak antar rumah
tangga (yang belum diimunisasi) derajat penularannya lebih dari 90%. Pasien polio
sangat infeksius dari 7 sampai 10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejal, tetapi virus
polio masih dapat ditemukan dalam tinja 3-6 minggu.

Campak

Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun


tenggorokan penderita campak dengan masa inkubasi kira-kira 10 sampai 12 hari
sehingga gejala pertama, dan 14 hari sehingga ruam muncul. Gejala mulai timbul
dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: nyeri tenggorokan ,hidung
meler , batuk, nyeri otot, demam, mata merah , fotofobia (rentan terhadap cahaya,
silau).

2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik
Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah
timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang
mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam
tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping.
Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai,
sedangkan ruam di wajah mulai memudar.

Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta
suhu tubuhnya mencapai 40 Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,
penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.

54
Demam, kelelahan, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama
beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak
ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

V. Pencegahan

Diphteri

Pencegahan primer dengan promosi kesehatan tentang pentingnya imunisasi, dapat


pula dengan perlindungan khusus, seperti imunisasi DPT pada semua anak yang
berumur 3 bulan sampai 3 tahun, kecuali mereka mengalami kelainan saraf dan
kejang kalau panas.

Pencegahan sekunder dengan diagnosis dini, pemeriksaan laboratorium, dan


pengobatan segera ke pelayanan kesehatan terdekat.

Pertusis

Pencegahan primer, dapat dilakukan dengan promosi dan perlindungan khusus dengan
cara imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali
berturut-turut pada bayi usia tiga, empat, lima bulan.

Pencegahan sekunder dengan diagnosa yang ditegakkan atas dasar pemeriksaan


laboratorium pada apusan lendir tenggorokan. Pengobatan pertusis ditujukan pada
kuman penyebabnya dengan pemberian antibiotika yang sesuai, seperti eritromisin.
Selain itu, diperlukan pula obat batuk dan obat untuk menenangkan penderita.

Tetanus

Promosi untuk mencegah tetanus:

Mengadakan kursus perawatan ibu dan bayi terhadap para dukun bayi untuk
mencegah tetanus neonatorium.
Tidak menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan tetanus
Perlindungan khusus melalui vaksinasi jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada
anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis,
tetanus). Dewasa sebaiknya menerima booster.
55
Pembatasan Kecacatan dilakukan sebagai pencegahan tersier kerana tetanus dapat
menyebabakan kematian.

Polio

Perlindungan khusus dapat dilakukan dengan cara imunisasi yaitu pemberian vaksin
sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut dengan
meneteskan vaksin polio sebanyak dua tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak
baru lahir atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu.
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B,
dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
Pemberian imunisasi polio akan menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis. Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu
tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk
sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).

Diagnosa dapat ditegakkan atas dasar : Gambaran klinis, keadaan epidemiologi,


pemeriksaan cairan cerebrospinalis, isolasi virus dan meningkatnya titer antibody
dalam darah . Penyakit ini belum ada obatnya, tetapi dapat di cegah dengan imunisasi

Bila terjadi kelumpuhan yang progresif, maka fisioterapi dilakukan 2-4 hari setelah
bebas panas. Fisioterapi tidak dapat mencegah terjadinya atrofi akibat denervasi kornu
anterior, tetapi dapat mencegah deformitas.

Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak
Jerman (vaksin MMR/Mumps, Measles, Rubella), disuntikkan pada otot paha atau
lengan atas.

Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam
bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan
pada usia 4-6 tahun.

56
Diagnosa dapat ditegakkan atas dasar Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
dan ruam kulit yang khas.

Karena tidak ada pengobatan khusus untuk campak, anak sebaiknya menjalani
tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika
terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.

Daftar Pustaka

http://promosikesehatan.com/artikel.php?nid=236

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=en&pg=15

http://www.sehatbugar.info/2007/02/18/imunisasi-mencegah-penyakit-lebih-dini.html

http://www.penyakitmenular.info/pm/detil.asp?m=2&s=1&i=489

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1116835447,96579,

http://bankdata.depkes.go.id/Profil/Indo98/Contens/bab5-c.htm

57
Epidemiologi
Leptospirosis

58
Epidemiologi Leptospirosis

I. Definisi

Leptospirosis adalah infeksi akut pada manusia dan hewan dari bakteri dan disebabkan oleh
bakteri Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.
Masyarakat sering menyebutnya penyakit kencing tikus karena kebanyakan disebabkan oleh
urin tikus yang masuk ke dalam tubuh.

Penyakit ini disebut juga Weil Disease, Canicola Fever, Hemorrhagic jaundice, Mud Fever,
atau Swineherd Disease. Di Cina penyakit ini disebut sebagai penyakit akibat pekerjaan
(Occupational disease) karena banyak menyerang petani. Di Jepang penyakit ini disebut
dengan penyakit demam musim gugur.

II. Prevalensi

Leptospirosis adalah masalah kesehatan yang besar di negara tropis seperti, Asia Tenggara,
Amerika Latin, Malaysia dan Vietnam (Febris Unknown Origin = FUO). Prevalensi
Leptospirosis beberapa Negara seperti Thailand 27%, Vietnam 23%. Leptospira juga
berdistribusi ke daerah Asia lainnya, Eropa bagian Selatan, Australia dan Selandia Baru.

Di Indonesia, penyakit ini tersebar di pulau Jawa, Sumsel, Riau, Sumbar, Sumut, Bali, NTB,
Sulsel, Sulut, Kaltim, dan Kalbar. KLB tercatat terjadi di Riau (1986), Jakarta (2002)
(diperoleh 138 spesimen dengan 44,2% positif), Bekasi (2002), dan Semarang (2003).

Angka kematian akibat penyakit ini relatif rendah, tetapi meningkat dengan bertambahnya
usia. Mortalitas bisa mencapai lebih dari 20% bila disertai ikterus dan kerusakan ginjal. Pada
penderita yang berusia lebih dari 51 tahun, mortalitasnya mencapai 56%.

III. Konsep Host Agent Environment

Host
Yang menghadapi bahaya adalah yang sering menyentuh binatang atau air, lumpur, tanah dan
tanaman yang telah dicemari air kencing binatang. Beberapa pekerjaan memang lebih
berbahaya misalnya pekerjaan petani, dokter hewan, karyawan pejagalan serta petani tebu
dan pisang. Aneka kegemaran yang menyangkut sentuhan dengan air atau tanah yang
59
tercemar pun bisa menularkan Leptospirosis misalnya berkemah, berkebun, berkelana di
hutan, berakit di air berjeram dan olahraga air lainnya.

Agent
Bakteri Leptospira, Genus Leptospira termasuk dalam ordo Spirochaeta dari familie
Trepanometaceae. Leptospira merupakan kuman berbentuk spiral halus, ujung sel kuman
bengkok seperti pengait, bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, ataupun berbelok.
Bakteri ini bersifat aerob, hidup bebas atau sebagai parasit.

Environment

Saat kemarau banyak debu dan kotoran di tempat-tempat yang tersembunyi dan pada musim
hujan maka air membawanya ke tempat yang lebih terbuka. Kotoran tersebut merupakan
tempat potensial hidupnya berbagai kuman penyakit, termasuk di dalamnya kotoran berbagai
binatang khususnya tikus. Kuman tersebut hidup pada urin tikus. Jika kita menginjak kotoran
tikus, dan kebetulan pada telapak kaki kita lecet/terluka maka kuman masuk ke dalam tubuh.

IV. Etologi

Ditemukan pertama kali oleh Adolf Weil pada tahun 1886 dan pada tahun 1951 Inada
menemukan penyebab Leptospirosis adalah Spirochaeta icterohemorrhagiae.

Genus Leptospira termasuk dalam ordo Spirochaeta dari familie Trepanometaceae.


Leptospira merupakan kuman berbentuk spiral halus, ujung sel kuman bengkok seperti
pengait, bergerak sangat aktif untuk maju, mundur, ataupun berbelok. Ukuran bakteri yang
seperti benang ini adalah 6-20 m bergaris tengah 0,1 m sehingga hanya dapat dilihat
dengan mikroskop medan gelap atau mikroskop elektron setelah diberikan pewarnaan Burri,
Fontana Tribondeau, Becker Krantz atau Giemsa. Bakteri ini bersifat aerob, hidup bebas atau
sebagai parasit.

Secara garis besar Leptospira dapat dibagi menjadi 2 spesies, yaitu Lepstopira
interrogans yang patogen dan Lepstopira biflexa yang bersifat profit, yang terutama
ditemukan pada permukaan air tawar, jarang ditemukan pada air laut dan jarang ada
kaitannya dengan infeksi pada mamalia.
60
Saat ini terdapat minimal 180 serotipe dan 18 serogroup yang sudah teridentifikasi dan
hampir setenghanya terdapat di Indonesia. Spesies yang patogen dibagi dalam 16 serogroup
dimana tercakup 15 serotipe (serovar).

Bakteri ini peka terhadap asam. Meskipun di dalam air tawar dapat berthan hidup
sampai sekutar satu bulan, namun dalam air yang pekat seperti selokan, urin, atau air laut
leptospira akan cepat mati. Lingkungan yang sesuai untuk hidup lepstopira adalah tanah
panas dan lembaab seperti kondisi daerah tropis. Bakteri ini dapat hidup sampai 43 hari pada
tanah yang sesuai dan sampai beberapa minggu dalam air terutama air tawar. Urin seekor sapi
yang terinfeksi dapat mengandung 100 juta leptospira/mm3.

V. Riwayat Alamiah Penyakit

Manusia terinfeksi bakteri leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang
telah dikotori oleh air seni hewan penderita leptospirosis. Bakteri masuk kedalam tubuh
manusia melalui selaput lendir(mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau makanan yang
terkontaminasi oleh urin hewan terinfeksi leptospirosa. Masa inkubasi dari bakteri ini adalah
selama 4 19 hari.

Gambaran Klinis

- Stadium pertama

Demam tinggi, menggigil

Sakit kepala

Malaise (Lesu/Lemah)

Muntah

Konjungtivitis (radang mata)

Rasa nyeri otot betis dan punggung

Gejala gejala diatas akan tampak antara 4 9 hari

- Stadium kedua

61
Terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita

Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama

Apabila deman dan gejala gejala lain timbul, kemungkinan akan terjadi meningitis

Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat

- Komplikasi leptospirosis

Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6

Pada Ginjal : Gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.

Pada Jantung : Berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat
menyebabkan kematian mendadak

Pada paru paru : Batuk darah, nyeri dada, sesak napas

Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernapasan, saluran
pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata ( konjungtiva )

Pada kehamilan : Keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati

VI. Pencegahan

 Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus
 Mencuci tangan, dengan sabun sebelum makan
 Mencuci tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di
sawah/ kebun/ sampah/ tanah/ selokan dan tempat tempat yang tercemar lainnya
 Melindungi pekerja yang beresiko tinggi terhadap Leptospirosis ( petugas kebersihan,
petani, petugas pemotong hewan dan lain lain ) dengan menggunakan sepatu bot dan
sarung tangan.
 Menjaga kebersihan lingkungan
 Menyediakan dan menutup rapat tempat sampah
 Membersihkan tempat tempat air dan kolam kolam renang.
 Menghindari adanya tikus didalam rumah atau gedung.
 Menghindari pencemaran oleh tikus.
 Melakukan desinfeksi terhadap tempat tempat tertentu yang tercemar oleh tikus.

62
 Meningkatkan penangkapan tikus .

Yang pekerjaannya menyangkut binatang:

Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air.

Pakailah pakaian pelindung misalnya sarung tangan, pelindung atau perisai mata, jubah kain
dan sepatu bila menangani binatang yang mungkin terkena, terutama jika ada kemungkinan
menyentuh air seninya.

Pakailah sarung tangan jika menangani ari-ari hewan, janinnya yang mati di dalam maupun
digugurkan atau dagingnya.

Mandilah sesudah bekerja dan cucilah serta keringkan tangan sesudah menangani apa pun
yang mungkin terkena.

Jangan makan atau merokok sambil menangani binatang yang mungkin terkena. Cuci dan
keringkan tangan sebelum makan atau merokok.

Ikutilah anjuran dokter hewan kalau memberi vaksin kepada hewan.

Untuk yang lain:

Hindarkanlah berenang di dalam air yang mungkin dicemari dengan air seni binatang.

Tutupilah luka dan lecet dengan balut kedap air terutama sebelum bersentuhan dengan
tanah, lumpur atau air yang mungkin dicemari air kencing binatang.

Pakailah sepatu bila keluar terutama jika tanahnya basah atau berlumpur.

Pakailah sarung tangan bila berkebun.

Halaulah binatang pengerikit dengan cara membersihkan dan menjauhkan sampah dan
makanan dari perumahan.

Jangan memberi anjing jeroan mentah.

63
Cucilah tangan dengan sabun karena kuman Leptospira cepat mati oleh sabun, pembasmi
kuman dan jika tangannya kering.

Jika sampai jatuh sakit, bagaimana?

Jika jatuh sakit dalam minggu-minggu setelah mungkin terkena air seni binatang atau berada
di lingkungan tercemar, laporkanlah hal itu kepada dokter

Pengobatan

 Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan
antibiotik yang banyak di pasaran, seperti : Penicillin dan turunannya (Amoxylline)
 Streptomycine, Tetracycline, Erytromycine, Doxycycline
 Pengobatan dengan antibiotika dianggap paling efektif jika dimulai dini
Segera berobat ke dokter terdekat.

Daftar Pustaka

NSW Department of Health

Widoyona. 2005. Penyakit Tropis Epedemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.

64
Epidemiologi
Rabies
Rabies

65
Epidemiologi Rabies

I. Definisi

Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang dapat menyerang
hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Rabies merupakan
penyakit Zoonosa yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau
hewan akan selalu berakhir dengan kematian.

II. Jumlah Kasus

Di Indonesia Rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884),
kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. de Haan pada manusia (1894).
Pada akhir tahun 1997, wabah Rabies muncul di Kabupaten Flores Timur. NTT sebagai
akibat pemasukan secara illegal anjing dari Pulau Buton. Sulawesi Tenggara yang merupakan
daerah endemik Rabies. Jumlah kasus gigitan hewan penular rabies tercatat sebanyak 19.625
kasus pada 2007 dan naik menjadi 21.245 kasus pada 2008 sementara jumlah pasien rabies
bertambah dari 104 orang pada 2007 menjadi 122 orang pada 2008. Dan hingga kini penyakit
rabies masih dilaporkan terjadi di 24 dari 33 provinsi di Indonesia.

III. Konsep Host Agent Environment

Host
Rabies pada manusia dapat terjadi pada semua umur, namun manusia yang lebih beresiko
tinggi adalah mereka yang memiliki hewan peliharaan seperti anjing, kucing, kera, dan
binatang lainnya yang dapat terkena penyakit anjing gila.
Agent
Virus Rabies adalah golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus.
Family Rahbdoviridae dibagi dalam dua golongan yaitu Vesiculovirus yang terdiri dari virus
penyebab vesicular Stomatitis dan Lyssavirus yang terdiri dari Rabies.
Environment
Anjing mudah yang menggigit karena sedang menjalani masa perkawinan dan karena faktor
lingkungan seperti musim kemarau akibat binatang itu kekurangan makanan.

66
IV. Riwayat Alamiah Penyakit

Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14
hari). Sedangkan ada manusia, masa inkubasinya antara 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa
inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun.

RAP Pada Manusia

1. Stadium Prodromal

Terdapat gejala awal berupa demam, sakit kepala, malaise, sakit tulang, kehilangan nafsu
makan, mual, rasa nyeri di tenggorokan, batuk dan kelelahan luar biasa selama beberapa
hari (1-4 hari).

2. Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka gigitan.
Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang
sensorik.

3. Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini
penyakit mencapai puncaknya yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-
macam fobia, yang sangat sering diantaranya hidrofobi (takut air). Pada stadium ini juga
dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsan dan takikardi. Selain itu, gejala eksitasi ini dapat
terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru
lebih sering terjadi otot-otot melemas, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

4. Stadium paralisis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang


ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif.

67
RAP Pada Anjing

1. Fase Prodormal : Hewan mencari tempat dingin dan menyendiri , tetapi dapat menjadi
lebih agresif dan nervus, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Fase ini
berlangsung selama 1-3 hari . Setelah fase Prodormal dilanjutkan fase Eksitasi atau
bias langsung ke fase Paralisa.
2. Fase Eksitasi : Hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di
sekitarnya dan memakan barang yang aneh-aneh. Selanjutnya mata menjadi keruh dan
selalu terbuka dan tubuh gemetaran , selanjutnya masuk ke fase Paralisa.
3. Fase Paralisa : Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir
dengan kematian.

V. Pencegahan

Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera
setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
Dokter hewan.
Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada
anjing banyak ditemukan
Para penjelajah gua kelelawar.

Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun,
sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan
dosisbuster vaksinasi setiap 2 tahun.

Imunisasi pasif

Dengan serum antirabies dari human RIG (imunoglobulin human rabies) oleh karena lebih
baik daripada equine antiserum yang dapat menyebabkan serum sickness. 50 % dari dosis
total 40 UI/kg RIG diberikan secara infiltrasi pada daerah luka dan sisanya secara
intramuskuler di daerah gluteal.

68
Imunisasi aktif.

Dengan vaksinasi rabies misalnya : NTV (nerve tissue vaccine), DEV (duck embryo vaccine),
TCV (tissue culture vaccine), HDCV (human diploid cell vaccine). HDCV (human diploid
cell vaccine) adalah yang dianjurkan untuk vaksin rabies, yang merupakan vaksin virus
inaktif hidup yang disiapkan dari laboratorium strain virus rabies yang tumbuh di kultur
human diploid cell.

VI. Penanggulangan

Tindakan pada orang yang digigit hewan tersangka rabies :

1. Cuci luka bekas gigitan dengan sabun kemudian keringkan dengan lap yang bersih
atau kapas.
2. Luka yang sudah bersih dan kering diberi alkohol 70% kemudian diberi obat merah ,
Iodium atau Betadine.
3. Penderita segera dikirim ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat

Daftar Pustaka

http://www.antaranews.com/berita/1256562409/waspadai-rabies
http://www.acehforum.or.id/penyakit-anjing-gila
t4063.html?s=ac329475698038c1803f99fb5ad486e7&amp;

http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Penyakit-rabies.html

http://sulteng.surveilans-respon.org/profil/profil-kesehatan/derajat-kesehatan-masyarakat/

69
Epidemiologi
Diare

70
Epidemiologi Diare

I. Definisi

Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna hijau atau dapat
pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).

II. Jenis Diare

a) Diare akut

o Diare akut bercampur air (termasuk kolera) adalah diare yang berlangsung selama
beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan
jika tidak diberikan makan/minum
o Diare akut bercampur darah (disentri) dapat menyebabkan kerusakan usus halus
(intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan
komplikasi lain termasuk dehidrasi.
o Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama) dapat menyebabkan
malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa
terjadi.

b) Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)berdampak pada infeksi


sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan)
vitamin dan mineral
c) Diare Persisten = lebih dari 2 minggu
d) Disentri adalah diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
e) Kholera adalah diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera

III. Prevalensi

Dari SKRT 1980-2001, Diare selalu menjadi penyebab kematian utama balita, yaitu :

SKRT 1980 : no 1 (26,9%)

SKRT 1985/86 : no 2 (26,4%)

SKRT 1992 : no 1 (23,0%)


71
SKRT 1995 : no 2 (19,2%)

SKRT 2001 : no 2 (13,2%)

RISKESDAS : no 1

CFR In Outbreak Of Diarrhoea In Indonesia 1983-2009

4.5
4
3.5
3
2.5
%

2
1.5
1
0.5
0
3

9
'8

'8

'8

'8

'9

'9

'9

'9

'9

'0

'0

'0

'0

'0
Year

Sumber : W1 report

IV. Konsep Host Agent Environment

Host : pada dasarnya diare bias menyerang siapa saja, akan tetapi yang menjadi utama ialah
bayi dan balita, seperti bayi yang tidak diberi ASI eksklusif, imunisasi, penggunaan botol
susu yang tidak higienis, makanan yang tidak higienis, dan perilaku tidak higienis lainnya.

Agent : Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa), ataupun agen kimia

Environment : Penyakit diare termasuk dalam kategori penyakit berdasarkan siklus.


Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan dan paska banjir. Pada paska banjir,
lingkungan yang tidak sehat dapat menjadi media penularan penyakit diare. Lingkungan yang
tidak bersih dapat menyebabkan kuman penyebab diare berkembang dengan pesat.

72
V. Riwayat Alamiah Penyakit

Penyebab Diare :

Diare disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria.
Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan yang mencukupi dan air tersedia,
pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling
lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat
menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.

Mekanisme timbulnya diare :

1. Gangguan osmotic = adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus sehingga merangsang usus untuk mengeluarkanya.

2. Gangguan sekresi = Akibat rangsang tertentu seperti toksin pada dinding usus yang
menyebabkan peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus.

3. Gangguan motalitas usus = Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya


kesempatan usus menyerap makan seingga timbul diare.

Gejala-gejala diare :

Mula-mula pasien gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat nafsu makan berkurang
atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai ledir atau lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus
dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai
akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktose yang tidak diabsorbsi oleh usus
selama diare.

Komplikasi diare yang sering terjadi adalah dehidrasi (ringan sedang, berat,
hipotonik,isotonik atau hipertonik), renjatan hipovolemik, hipokalemia (dengan gejala
meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram), hipoglikemia,
intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa, kejang

73
terjadi juga pada dehidrasi hipertonik dan juga malnutrisi energi protein (akibat muntah dan
diare, jika lama atau kronik).

VI. Pencegahan

1. Memberikan ASI eksklusif

2. Memperbaiki makanan pendamping ASI

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

Ambil air dari sumber air yang bersih

Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus untuk mengambil air

Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi
anak-anak

Gunakan air yang direbus

Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup

4. Mencuci tangan dengan sabun terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum
makan.

5. Menggunakan jamban

6. Membuang tinja bayi yang benar

7. Memberikan imunisasi campak

74
Daftar Pustaka

Sardjana. Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press.

http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5216a1.htm

(http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=7

75
Epidemiologi
ISPA

76
Epidemiologi ISPA

I. Definisi

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar, ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut istilah ini diadaptasi dari istilah
dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur
yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah
(termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan
ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

4.

II. Prevalensi

ISPA dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia. Hal itu
merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA di Canbera, Australia, pada Juli
1997, yang menemukan empat juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal
tiap tahun akibat ISPA. Pada akhir 2000, diperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai
penyebab utama ISPA- di Indonesia mencapai lima kasus di antara 1.000 balita/bayi. Artinya,
pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500
korban per bulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau seorang bayi tiap lima
menit.

Pada 1995, hasil survei kesehatan rumah tangga melaporkan, proporsi kematian bayi akibat
penyakit sistem pernapasan mencapai 32,1 persen, sementara pada balita 38,8 persen. Dari
fakta itulah, kemudian pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat

77
pneumonia balita sampai 33 persen pada 1994-1999, sesuai kesepakatan Declaration of the
World Summit for Children pada 30 September 1999 di New York, AS.

Hingga akhir 2001, Mataram, Nusa Tenggara Barat mencatat ISPA sebagai penyakit yang
paling banyak diderita masyarakat: 206.144 orang. Sementara, penderita Pneumenia
mencapai 41.865 orang. Jakarta sendiri juga mencatat ISPA sebagai penyakit yang paling
banyak diderita warganya: 1997 (784.354 orang), 1998 (827.407 orang) dan 1999 (1.023.801
orang). Tingginya penderita ISPA di Jakarta, itu terkait dengan tingginya pencemaran -70
persen berasal dari kendaraan bermotor.

Tabel Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Menurut Kelompok Umur Dengan Prevalensi Tertinggi

Tahun 1991, 1994, 1997, dan 2002-2003

Kelompok Umur dengan


Tahun Prevalensi
Prevalensi Tertinggi

1991 9,8% 12 - 23 bln

1994 10% 6 - 35 bln

1997 9% 6 - 11 bln

2002-2003 8% 6 - 23 bln

Sumber: Hasil SDKI tahun 1991, 1994, 1997, dan 2002-2003

III. Konsep Host Agent Environment

Host

Bayi yang dilahirkan dengan BBLR

Anak-anak berumur 0-24 bulan

Anak yang belum pernah diimunisasi

Anak dengan xerophtalmia ringan (kekurangan vitamin A)

Malnutrisi

78
Jenis kelamin perempuan, penelitian Lismatina (2000) menjelaskan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga
pada gilirannya ada keterkaitan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi.

Agent

Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis virus, bakteri dan ricketsia (Depkes RI, Ditjen
PPM&PLP, 1993) :

Virus penyebab ISPA antara lain golongan Mikovirus (termasuk di dalamnya virus
influenza, virus parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Koronavirus,
Pikonavirus, Mikoplasma, Herpes virus, dan lain-lain.
Bakteri penyebab ISPA misalnya Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, Korinebakterium, Difteria,
dan lain-lain.
Beberapa diagnosis berdasarkan etiologi ini misalnya Difteria, Pertusis, Influenza.

Environment

Adanya pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman terutama
penyakit ISPA.

Status ekonomi => Status ekonomi yang rendah dan kesesakan rumah meningkatkan
frekuensi kejadian ISPA (Moesley, 1984; Singarimbun, 1988; Biddulph, 1999; Lubis,
2003).

Lokasi => Dari hasil penelitian Warouw, dkk (2002b) dinyatakan bahwa rumah yang
berlokasi di daerah banjir sangat berhubungan dengan tingginya kejadian ISPA

Pencemaran udara dalam rumah, baik dari hasil pembakaran bahan bakar, yaitu
kompor, maupun asap rokok.

79
IV. Klasifikasi ISPA

1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomik


ISPA bagian atas
Infeksi akut yang menyerang hidung sampai epiglotis dengan organ adneksanya,
misalnya : rinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut, dan sebagainya.

ISPA bagian bawah


Dinamakan sesuia dengan organ pernafasan, mulai dari bagian bawah epigltis sampai
alveoli paru, misalnya : trkeitis, bronkitis akut, bronkiolitis, pneumonia, dan lain-lain.

2. Klasifikasi ISPA Berdasarkan Derajat Keparahan Penyakit


a) ISPA Ringan, penatalaksanaannya cukup dengan tindakan penunjang, tanpa
pengobatan antimikroba.
Tanda dan Gejala ISPA Ringan :

- Batuk
- Pilek
- Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya waktu
berbicara atau menangis).
- Panas (demam), suhu badan lebih dari 37oC (kalau dengan alat pengukur suhu
badan) atau jika dahi anak diaraba dengan punggung tangan terasa panas.
Termasuk juga ISPA ringan : keluarnya cairan dari telinga (congekan) yang lebih dari
2 minggu tanpa rasa sakit pada telinga.

b) ISPA Sedang, penatalaksanaanya memerlukan pengobatan dengan antimikroba,


tetapi tidak pelu dirawat (cukup dengan berobat jalan).
Tanda dan Gejala ISPA Sedang:

- Pernafasan yang cepat (tanda utama), lebih dari 50 kali per menit pada anak yang
berumur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang
berumur 1 tahun atau lebih.
- Suhu lebih dari 39oC
- Tenggorokan berwarna merah
- Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
- Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
80
- Pernafasan berbunyi sperti mengorok (mendengkur)
- Pernafasan berbunyi mencuit-cuit.
c) ISPA Berat, kasus ISPA yang harus dirawat di Rumah Sakit atau Puskesmas dengan
sarana perawatan.
Tanda dan Gejala ISPA Berat:

Tanda dan gejala ISPA ringan atau sedang ditambah dengan atu atau lebih tanda
gejala berikut :

- Perhatikan dada ke dalam (chest indrawing) pada saat menarik nafas (tanda
utama)
- Stridor (pernafasan ngorok)
- Tak mampu atau tak mau makan.
Tanda dan Gejala ISPA berat antara lain :

- Kulit kebiru-biruan (sianosis)


- Nafas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak kembang kempis waktu
bernafas)
- Kejang
- Dehidrasi
- Kesadaran menurun
- Terdapatnya membrane (selaput) difteri.

V. Riwayat Alamiah Penyakit

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan
gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih
berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar
tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

81
1. Periode Prepatogenesis
Penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa. Pada periode
ini telah terjadi interaksi antara agen, pejamu dan lingkungan sehingga menyebabkan
terjadinya penyakit ISPA pada seseorang.

2. Periode pathogenesis

Tahap inkubasi

Pada tahap ini agen penyebab penyakit ISPA telah merusak lapisan epitel dan
lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran
pernafasan.

Tahap penyakit dini

Tahap ini sering menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan
patologis. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.

 Tanda-tanda klinis
a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

 Tanda-tanda laboratoris
a) Hypoxemia
b) Hypercapnia
c) Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2

82
bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

Tahap penyakit lanjut

Merupakan tahap dimana penyakit memerlukan pengobatan yang tepat untuk


menghindari akibat lanjut yang kurang baik.

Tahap penyakit akhir


Dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

VI. Pencegahan

1. Pencegahan tingkat awal (Premordial prevention)

Dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, keiasaan memebersihkan lingkungan,

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary prevention)

Promosi dan penyuluhan kesehatan seperti strategi-strategi yang diberikan Pusat


Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PPKM) Departemen Kesehatan RI untuk mencegah
dan memberantas ISPA agar diketahui masyarakat seperti :

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Immunisasi DPT dan campak

Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary prevention)

Dapat dilakukan dengan memeriksa dan mengobati segera penderita ISPA seperti minum
antibiotic, kemudian istirahat yang cukup.
83
4. Pencegahan tingkat ketiga (Rehabilitasi)

Tindakan rehabilitasi seperti istirahat yang cukup sangat perlu dilakukan penderita ISPA
yang telah sembuh agar dapat menjadi sehat kembali secepatnya.

VII. Penanggulangan

Salah satu program penanggulangan ISPA di Indonesia ialah dengan adanya program
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dengan tujuan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada balita akibat penyakit ISPA. Langkah-langkah
strateginya antara lain :

1). Menemukan penderita ISPA secara lintas program dengan:

a. Program gizi saat :

 Mendata BALITA untuk diberi Vitamin A


 Memberi pelayanan tablet Fe ( tablet besi ) untuk ibu hamil
 Menanggulangi Kekurangan Kalori Protein ( KKP )

b. Program Kesehatan Ibu dan Anak

 Melacak kesehatan Neonatal


 Membina bidan / dukun bayi
 Memberi pelayanan imunisasi bagi inu hamil

c. Pemberantasan Penyakit Menular

 Malaria saat PCD


 Kusta saat chase dan kontak survey
 TBC paru saat pelacakan
 Rabies saat registrasi dan vaksinasi vector
 DBD saat penyuluhan epidemiologis

d. Imunisasi di Posyandu

2). Merujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap.

3). Memberi penyuluhan kesehatan ( health promotion )

84
Daftar Pustaka

http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/04/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa/

http://depkes.go.id

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=48

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/05/capaian-kesehatan-indonesia/

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/24/askep-ispa-pada-anak/

85

Anda mungkin juga menyukai