Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN

BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA)


DI RUANG 19
RS DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DI SUSUN OLEH :

RS DR. SAIFUL ANWAR

MALANG

2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA)

1. Topik
BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit tentang BPH (Benign
Prostate Hyperplasia), diharapkan peserta penyuluhan mampu memahami
tentang BPH (Benign Prostate Hyperplasia).
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan tentang BPH (Benign Prostate
Hyperplasia), peserta penyuluhan diharapkan mampu :
Memahami definisi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami etiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami faktor resiko seseorang terkena BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
Mengetahui tanda dan gejala BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami komplikasi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui patofisiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui tatalaksana pada BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
3. Rencana Kegiatan
1. Metode
Ceramah
Tanya Jawab
Diskusi

2. Media dan Alat Bantu


a. PPT
b. Microfon
c. Sound Speaker
d. Proyektor
e. Layar Proyeksi
f. Leaflet

3. Waktu dan Tempat


a. Hari / Tanggal : Sabtu, 30 September 2017
b. Alokasi Waktu : 30 menit
c. Tempat : Ruang 19 RSSA - Malang

4. Materi dan Pemateri


a. Materi :
Memahami definisi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami etiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami faktor resiko seseorang terkena BPH (Benign
Prostate Hyperplasia)
Mengetahui tanda dan gejala BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
Memahami komplikasi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui patofisiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui tatalaksana pada BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
b. Pemateri : Seluruh mahasiswa diruang 19
c. Keluarga dan pasien yang sedang menjalani perawatan di Ruang
19, RSUD Dr. Saiful Anwar - Malang

4. Tempat
Ruang 19, RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
5. Waktu
No Kegiatan Penyuluhan Peserta Media Waktu

1 Pembukaan Mengucapkan salam Menjawab LCD 5 menit


Memperkenalkan diri salam PPT
Menyampaikan maksud
dan tujuan
Melakukan kontrak
waktu SAP
2 Isi Memahami definisi BPH Memperhatik LCD 15 menit
(Benign Prostate an PPT
Hyperplasia) penjelasan
Memahami etiologi BPH yang
(Benign Prostate diberikan
Hyperplasia) oleh
pemateri
Memahami faktor resiko
seseorang terkena BPH
(Benign Prostate
Hyperplasia)
Mengetahui tanda dan
gejala BPH (Benign
Prostate Hyperplasia)
Memahami komplikasi
BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
Mengetahui patofisiologi
BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
Mengetahui tatalaksana
pada BPH (Benign
Prostate Hyperplasia)
3 Evaluasi Sesi tanya jawab Memberikan LCD 5 menit
pertanyaan PPT
Berdiskusi
dengan
pemateri
terkait materi
yang telah
diberikan
4 Penutupan Membuat kesimpulan Menjawab LCD 5 menit
Salam penutup salam PPT
Membagikan leaflet Leaflet

6. Evaluasi
Struktur
1. Tersedianya leaflet sebagai media edukasi
2. Edukasi berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
3. Pemateri menyampaikan materi secara sistematis

Proses
1. Klien memperhatikan dan berkonsentrasi selama kegiatan edukasi
berlangsung.
2. Klien aktif bertanya kepada pemateri terkait materi yang
disampaikan.
3. Klien aktif menjawab pertanyaan pemateri.

Hasil
1. Klien dapat menjelaskan dengan bahasa sendiri poin poin yang
telah dijelaskan yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinis, dan
patofisiologi.

A. Daftar Lampiran
Lampiran Materi
Daftar Pustaka

BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA)

A. DEFINISI

BPH (Benign Prostate Hyperplasia) adalah pembesaran jinak dari


kelenjar prostat. Penyebab dari BPH tidak diketahui secara jelas, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar Dihydrotestoteron (DHT) dan proses
aging (penuaan).

Prostat terletak mengelilingi urethra posterior, pembesaran dari


prostat mengakibatkan urethra pars prostatika menyempit dan menekan
dasar dari kandung kemih. Penyempitan ini dapat menghambat keluarnya
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk
dapat mengeluarkan urin, kandung kemih harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomi kandung kemih, dimana perubahan
struktur ini oleh penderita dirasakan sebagai keluhan/gejala LUTS.

LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) adalah istilah umum untuk


menjelaskan berbagai gejala berkemih yang dikaitkan dengan BPH.
Keluhan pasien BPH berupa LUTS terdiri atas gejala obstruksi (voiding
symptoms) maupun iritasi (storage symptoms).

Obstruksi yang disebabkan oleh BPH tidak hanya disebabkan


oleh adanya massa prostat (merupakan komponen statis) yang
menyumbat urethra posterior tetapi juga disebabkan oleh peningkatan
tonus otot polos (merupakan komponen dinamis) yang terdapat pada
stroma prostat, kapsul prostat, dan leher kandung kemih.
Peningkatan tonus otot polos prostat (Otot ini dipersarafi oleh
serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus) pada BPH terkait
rangsangan dari 1-adrenoceptors (Kim, 2011).

BPH dapat dimulai pada usia 40 tahun dan semakin sering


dengan bertambahnya usia. Mengenai hampir seluruh pria, meskipun
beberapa diantaranya tidak mempunyai gejala walaupun prostatnya
mungkin telah membesar. BPH umumnya menjadi masalah seiring
dengan waktu, dengan gejala bertambah buruk bila tidak ditangani.

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas pemeriksaan


awal dan berbagai pemeriksaan tambahan. Bila terdapat masalah
berkemih maka Anamnese, Pemeriksaan Fisik (DRE= Digital Rectal
Examination), Pemeriksaan Laboratorium (PSA=Prostate-specific
antigen) dan terkadang Biopsi dan Ultrasonografi (TRUS = TransRectal
UltraSonography ataupun TAUS= TransAbdominal UltraSonography)
digunakan untuk menemukan jenis kelainan dari prostat (BPH, kanker
prostat atau prostatitis).

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan


menentukan adanya gejala serta untuk menilai tingkat keparahan dari
keluhan akibat pembesaran prostat dibuatlah sistem skoring yang secara
subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem yang
dianjurkan oleh WHO ini adalah International Prostate Symptom Score
(IPSS). Skor ini juga berguna untuk menilai dan memantau keadaan
pasien BPH (Barry et al, 1992; Mc Nicholas et al, 2011).

Analisis gejala ini terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan


dengan keluhan LUTS yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5
dengan total maksimum 35 (lihat lampiran kuesioner IPSS yang telah
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia) dan satu pertanyaan mengenai
kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang terdiri atas tujuh
kemungkinan jawaban. LUTS dibagi atas ringan (IPSS 0-7), sedang
(IPSS 8-19) atau berat (IPSS 20-35) tergantung pada banyaknya gejala
yang mengganggu kualitas hidup dan aktivitas penderita. Dengan
memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seseorang pasien
memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring > 7 berarti pasien perlu
mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain. Semua informasi ini
dapat membantu dalam memahami seberapa mengganggunya gejala
berkemih dan menentukan tatalaksana yang terbaik.

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas


hidup pasien. Bila LUTS dikaitkan dengan BPH, tingkat gangguan dari
gejala atau yang mempengaruhi kualitas hidup harus dipertimbangkan
disaat menentukan pilihan tatalaksana terbaik. Masalah medis yang lain
mungkin dapat mempengaruhi tatalaksana BPH.

B. Alpha1a-adrenoceptors antagonists (Tamsulosin)

Jaringan otot yang mengalami hiperplasia pada prostat memiliki


banyak reseptor 1, begitu pula di saluran kemih dan jaringan penis
(corpus carvenosum). Berbagai subtipe 1-adrenoceptors telah diteliti dan
diidentifikasi dalam kandung kemih, prostat dan jaringan penis (corpus
carvenosum). Menurut klasifikasi oleh International Union of
Pharmacology, 1-adrenoceptor diklasifikasikan menjadi tiga subtipe,
1a-, 1b- dan 1d-. Pada Tabel 2 dapat dilihat rincian subtipe dan
lokasinya (Traish et al, 2000; El-Gamal, 2006 ; Taylor et al, 2008).

Pada BPH efek dari 1a-adrenoceptors antagonists adalah


dengan memblokade adrenoreceptors 1a dalam prostat, yang
merelaksasi otot polos, menyebabkan perbaikan pengeluaran urin dan
mengurangi frekuensi berkemih serta memperkecil residu urine dalam
kandung kemih (Tjay, 2007 ; Taylor et al, 2008).

Alpha1-adrenoceptors antagonists berguna pada BPH ringan


sedang. Obat-obat ini tidak bisa mengecilkan prostat yang membesar,
berbeda dengan obat BPH lainnya, yakni anti androgen 5-reductase
inhibitors seperti finasteride dan dutasteride (Tjay, 2007; Fine and
Ginsberg, 2008).

Alpha1a-adrenoceptors antagonists merupakan antagonis


adrenoreceptors 1a yang sangat selektif, dikembangkan untuk
menghindari efek samping dari obat golongan -adrenoceptors
antagonists lainnya, 1a-adrenoceptors antagonists secara khusus
dikembangkan untuk mengobati LUTS pada BPH (Traish et al, 2000; Fine
and Ginsberg, 2008).

Alpha1-adrenoceptors antagonists selektif yang digunakan untuk


terapi BPH, juga memblokir aksi noradrenalin pada tingkat reseptor 1 di
otot polos corpus cavernosum. noradrenalin mengaktifkan -
adrenoceptors yang terletak pada membram otot polos corpus
cavernosum menyebabkan kontraksi otot polos dan detumescence penis,
sehingga Alpha1a-adrenoceptors antagonists memiliki efek ereksi (Seracu
et al, 2009). Telah diketahui bahwa efek samping berupa hipotensi
ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau penurunan
tekanan darah diastolik 10 mmHg pada perubahan posisi dari telentang
menjadi berdiri) lebih jarang diketemukan pada 1a-adrenoceptors
antagonists dibanding obat golongan -adrenoceptors antagonists
lainnya. Oleh karena itu, untuk pasien dengan komorbiditas
kardiovaskuler, penggunaan tamsulosin untuk manajemen klinis BPH
mungkin pilihan yang lebih aman daripada subtipe nonselektif 1-
adrenoceptors antagonists (Kirby, 2005; Fine and Ginsberg, 2008).

Menurut nomenklatur, 1a-adrenoceptors antagonists bekerja


predominan di prostat, corpus cavernosum penis serta dasar dan leher
dari kandung kemih (El-Gamal, 2006; Praveen, 2011).

Alpha1a-adrenoceptors antagonists dalam hal ini Tamsulosin juga


berperan terhadap blokade adrenoreceptors 1a dan 1d dalam kandung
kemih yang nantinya menghambat ketidakstabilan otot detrusor dan
keluhan iritatif. Terdapat bukti uji klinis efektivitas dari 1-adrenoceptors
antagonists dalam mengurangi Disfungsi Ereksi, menurunkan gejala
LUTS dan peningkatan aliran darah (El-Gamal, 2006; Taylor et al, 2008).

Blokade dari 1a-adrenoceptors yang sebagian besar berada


dalam jaringan corpus cavernosum mungkin bertanggung jawab terhadap
efek terapi (kontraksi otot polos penis yang disebabkan oleh aksi
noradrenalin pada 1-adrenoreceptors menyebabkan penis flaksid, maka
blokade pada reseptor ini oleh 1a-adrenoceptors antagonists
mengakibatkan menurunkan level tonus simpatik pada penis dan
peningkatan Nitrat Oksida (NO) yang menyebabkan otot polos corpus
cavernosum relaksasi dan peningkatan aliran darah ke dalam ruang
lacunar pada corpos cavernosum, sehingga meningkatkan dan
memperbaiki fungsi ereksi) dan 1a-adrenoceptors antagonists
merupakan alternatif yang baik untuk tatalaksana LUTS/BPH dengan
Disfungsi Ereksi (Lowe, 2005; Leungwattanakij et al, 2005; Taylor et al,
2008; Kojima et al, 2009; Gacci et al, 2011).
Alpah1a-adrenoceptors antagonists (Tamsulosin) dimetabolisme
dalam hati oleh enzim CYP 450. Clearance dari Tamsulosin relatif lambat
(2,88 L/jam). Setelah administrasi dosis tunggal Tamsulosin 0,4 mg,
mencapai waktu paruhnya 9 13 jam. Dikatakan bahwa salah satu
kelebihan dari golongan 1a-adrenoceptors antagonists (Tamsulosin)
adalah tidak perlu melakukan titrasi seperti golongan obat yang lain dan
efek samping hipotensi yang lebih sedikit. Tamsulosin masih tetap aman
dan efektif walaupun diberikan hingga 6 tahun (Narayan et al, 2003).

C. Adenokarsinoma Prostat
Adenokarsinoma dijumpai sekitar 95% dan jarang menyerang usia
dibawah 40 tahun. Kurang dari 50 kasus dilaporkan menyerang anak-
anak usia kurang dari 12 tahun, remaja, dan dewasa muda 20 25 tahun.
Hampir keseluruhan kasus dijumpai dalam keadaan poorly differentiated,
agresif, dan tidak respon terhadap terapi hormon dan radiasi.

D. Insiden & Epidemiologi


Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang
berkaitan dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria
mengalami hal yang sama. BPH merupakan penyakit tersering kedua di
klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih.1,4 Sebagai
gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan
423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun
(1994 - 1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam
periode yang sama.
Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin
meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia
berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala
saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS)
akibat BPH.7 BPH mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3
populasi pria yang berumur > 50 tahun

E. Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat.

1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung
memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

Pada berbagai penelitian, aktivitas enzim 5 reduktase


dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
menyebabkan sel-sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin
menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap, sehingga
perbandingan estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di
dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat
terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Akibatnya, dengan testosteron yang menurun
merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel prostat yang
telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan
pertumbuhan selsel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol
oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor). Setelah
sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkanm
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat


Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat
sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga
hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian
sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian sel kelenjar prostat.

5. Teori sel stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis,
selalu dibentuk sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu
sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi
sangat ekstensif. Kehidupan sel ini bergantung pada hormon
androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya pada kastrasi),
menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem
sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel
epitel.

F. Gejala Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap.
Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada
beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni
adanya LUTS.

Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala
obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan
gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.

Untuk menilai tingkat keparahan dari LUTS, bebeapa ahli/organisasi


urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh
WHO adalah international Prostatic Symptom Score (IPSS). Sistem
skoring IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan LUTS dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Dari skor tersebut dapat dikelompokkan gejala LUTS
dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan dapat berupa gejala obstruksi antara lain, nyeri pinggang,
benjolan di pinggang (hidronefrosis) dan demam (infeksi, urosepsis).1

3. Gejala diluar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya
hernia inguinalis atau hemoroid, yang timbul karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabdomina

G. Patofisiologi Hiperplasia Prostat


Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen
uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin sehingga
menyebabkan tingginya tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan
urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan,
menyebabkan terjadinya perubahan anatomik buli-buli, yakni: hipertropi
otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-
buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS).1
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-
buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua
muara ureter ini menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau
terjadinya refluks vesikoureter. Jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan jatuh ke dalam gagal
ginjal.
H. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh
dan teraba massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE)
merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat
menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan
kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang keras.
Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan
tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal,
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak
didapatkan nodul. Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus prostat tidak simetri.

I. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra
menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal
karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan
urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan
sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium
yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi
adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan
pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa
penanda tumor prostat (PSA).

J. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP
dapat menerangkan adanya :
Kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar
prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish).
Penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi buli-buli

K. TRUS
Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan
untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan
lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan
uroflowmetri.

L. TATALAKSANA
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
hanya diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk
keluhan :
Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi,
coklat)
Kurangi makanan pedas atau asin
Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik
blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar
hormon testosteron melalui penghambat 5-reduktase Selain
itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.

3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan :
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat
obstruksi saluran kemih bagian bawah

Jenis pembedahan yang dapat dilakukan :


- Pembedahan terbuka (prostatektomi terbuka)
Paling invasif dan dianjurkan untuk prostat yang sangat
besar (100 gram).
- Pembedahan endourologi
Operasi terhadap prostat dapat berupa reseksi (Trans
Urethral Resection of the Prostat/TURP), Insisi (Trans
Urethral Incision of the Prostate/TUIP) atau evaporasi.

Anda mungkin juga menyukai