Sap BPH
Sap BPH
DI SUSUN OLEH :
MALANG
2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
BPH (BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA)
1. Topik
BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 30 menit tentang BPH (Benign
Prostate Hyperplasia), diharapkan peserta penyuluhan mampu memahami
tentang BPH (Benign Prostate Hyperplasia).
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan tentang BPH (Benign Prostate
Hyperplasia), peserta penyuluhan diharapkan mampu :
Memahami definisi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami etiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami faktor resiko seseorang terkena BPH (Benign Prostate
Hyperplasia)
Mengetahui tanda dan gejala BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Memahami komplikasi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui patofisiologi BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
Mengetahui tatalaksana pada BPH (Benign Prostate Hyperplasia)
3. Rencana Kegiatan
1. Metode
Ceramah
Tanya Jawab
Diskusi
4. Tempat
Ruang 19, RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
5. Waktu
No Kegiatan Penyuluhan Peserta Media Waktu
6. Evaluasi
Struktur
1. Tersedianya leaflet sebagai media edukasi
2. Edukasi berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
3. Pemateri menyampaikan materi secara sistematis
Proses
1. Klien memperhatikan dan berkonsentrasi selama kegiatan edukasi
berlangsung.
2. Klien aktif bertanya kepada pemateri terkait materi yang
disampaikan.
3. Klien aktif menjawab pertanyaan pemateri.
Hasil
1. Klien dapat menjelaskan dengan bahasa sendiri poin poin yang
telah dijelaskan yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinis, dan
patofisiologi.
A. Daftar Lampiran
Lampiran Materi
Daftar Pustaka
A. DEFINISI
C. Adenokarsinoma Prostat
Adenokarsinoma dijumpai sekitar 95% dan jarang menyerang usia
dibawah 40 tahun. Kurang dari 50 kasus dilaporkan menyerang anak-
anak usia kurang dari 12 tahun, remaja, dan dewasa muda 20 25 tahun.
Hampir keseluruhan kasus dijumpai dalam keadaan poorly differentiated,
agresif, dan tidak respon terhadap terapi hormon dan radiasi.
E. Etiologi
Hingga sekarang, penyebab BPH masih belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat.
1. Teori dihidrotestosteron
Pertumbuhan kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon testosteron. Dimana pada kelenjar prostat, hormon ini akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan
bantuan enzim 5 reduktase. DHT inilah yang secara langsung
memicu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
F. Gejala Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Manifestasi klinis timbul akibat peningkatan intrauretra yang pada
akhirnya dapat menyebabkan sumbatan aliran urin secara bertahap.
Meskipun manifestasi dan beratnya penyakit bervariasi, tetapi ada
beberapa hal yang menyebabkan penderita datang berobat, yakni
adanya LUTS.
Keluhan LUTS terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif. Gejala
obstruksi antara lain: hesitansi, pancaran miksi melemah,
intermitensi, miksi tidak puas, menetes setelah miksi. Sedangkan
gejala iritatif terdiri dari: frekuensi, nokturia, urgensi dan disuri.
I. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih.1 Obstruksi uretra
menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga menganggu faal ginjal
karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan
urolithiasis.1,9 Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. Pemeriksaan
sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel urotelium
yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi
adanya diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan
pada buli-buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa
penanda tumor prostat (PSA).
J. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, batu/kalkulosa prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urin, yang merupakan tanda retensi urin. Pemeriksaan IVP
dapat menerangkan adanya :
Kelainan ginjal atau ureter (hidroureter atau hidronefrosis)
Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan
dengan indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar
prostat) atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail
(hooked fish).
Penyulit yang terjadi pada buli-buli, yakni: trabekulasi, divertikel,
atau sakulasi buli-buli
K. TRUS
Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan
untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan
lain pada buli-buli. Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS)
dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat
obstruksi BPH yang lama.
- residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau
dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi
- pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan
uroflowmetri.
L. TATALAKSANA
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS<7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien
hanya diberikan edukasi mengenai hal-hal yang dapat memperburuk
keluhan :
Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol
Kurangi makanan dan minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi,
coklat)
Kurangi makanan pedas atau asin
Jangan menahan kencing terlalu lama
2. Medikamentosa
Tujuan:
- mengurangi resistensi otot polos prostat dengan adrenergik
blocker
- mengurangi volume prostat dengan menurunkan kadar
hormon testosteron melalui penghambat 5-reduktase Selain
itu, masih ada terapi fitofarmaka yang masih belum jelas
mekanisme kerjanya.
3. Operasi
Pasien BPH yang mempunyai indikasi pembedahan :
- Tidak menunjukkan pebaikan setelah terapi medikamentosa
- Mengalami retensi urin
- Infeksi Saluran Kemih berulang
- Hematuri
- Gagal ginjal
- Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat
obstruksi saluran kemih bagian bawah