Anda di halaman 1dari 28

A.

Pengertian Asma

Asma adalah suatu kedaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma umumnya terjadi pada anak-anak usia
dibawah 5 tahun, dan pada orang dewasa usia sekitar 30 tahun (Saheb, 2011).
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka
terhadap berbagai rangasangan, baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini, terjadi penyempitan pada saluran napas secara
menyeluruh (Abidin, 2012).
Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2006 mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk
khususnya pada malam atau dini hari. gejala ini berhubungan degan obstruksi saluran
napas yang bersifat reversibel, dan hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan (Depkes RI, 2009)
Menurut Depkes RI (2009) asma merupakan suatu keainan berupa inflamasi atau
peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang seperti mengi, batuk,
sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel.

B. Klasifikasi Asma
1. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikan menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu-bulu hewan,
obat-obatan (aspirin dan antibiotik), dan spora jamur.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap faktor pencetus
yang tidak spesifik, seperti udara dingin, infeksi saluran pernapasan, dan emosi.
Serangan asma menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronchitis
kronik dan emfisema.
c. Asma gabungan

1
Bentuk asma yang paling umum terjadi. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non alergik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Berdasarkan Derajat
Pembagian derajat asma menurut GINA (2006 dalam Depkes RI, 2009), yaitu :
1. Asma Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu, dan serangan singkat, gejala pada malam hari
kurang dari 2 kali/bulan.
2. Asma Mild Persistent (persisten ringan)
Gejala lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari, serangan
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari kurang dari 2 kali/bulan.
3. Asma Moderate Persistent (persisten sedang)
Gejala terjadi setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada
malam hari kurang dari 1 kali/minggu.
4. Asma Severe Persistent (persisten berat)
Gejala terjadi setiap hari, serangan terus-menerus, gejala pada malam hari setiap
hari, terjadi pembatasan aktivitas fisik.
Pembagian derajat asma menurut Phelan, dkk dalam Nurarif dan Kusuma (2015),
yaitu sebagai berikut :
1. Asma Episodic Jarang
Ditandai dengan gejala 1 kali tiap 4-6 minggu, mengi setelah beraktivitas berat.
2. Asma Episodic Sering
Ditandai dengan frekuensi serangan yang lebih sering, dan timbul mengi pada
aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1 kali/minggu.
3. Asma Persisten
Ditandai dengan gejala yang terjadi 3 kali/minggu, mengi pada aktivitas ringan.

C. Etiologi Asma
Menurut berbagai penelitian, patologi dan etiologi asma belum dapat diketahui
dengan pasti penyebabnya, hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor, tumor, dolor, dan
function laesa (Sudoyo Aru, dkk, 2009).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), sebagai pemicu timbulnya asma dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Infeksi, seperti infeksi virus RSV.
2. Iklim, seperti perubahan mendadak cuaca, suhu, dan tekanan udara.
2
3. Inhalan, seperti debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu hewan, bau asap.
4. Makanan, seperti putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.
5. Obat-obatan.
6. Kegiatan fisik, seperti olahraga berat, tertawa terbahak-bahak.
7. Emosi.
Menurut Lewis, et al (2000 dalam Purnomo, 2008) etiologi dari asma yaitu sebagai
berikut :
1. Faktor Presdisposisi
a. Genetik
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga yang menderita
penyakit alergi. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut penderita dapat
dengan mudah terkena penyakit asma jika terpapar oleh faktor pencetus tersebut.
Selain itu, hipersensitivitas saluran pernapasan juga dapat diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu hewan,
serbuk bungam spora jamur, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan, dan obat-obatan seperti
aspirin, epinefrin, dan antibiotik.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti logam, perhiasan,
dan jam tangan.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas atau olahraga yang berat. Asma dapat dipicu oleh adanya kegiatan fisik
yang disebut sebagai Exercise Induces Asthma (EIA) yang biasanya akan terjadi
sesaat setelah beraktivitas, seperti jogging, aerobik, berjalan cepat.
c. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksasebasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakea
bronkial. Oleh karena itu, terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem
bronkial.
d. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma, dan dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada.
e. Gangguan pada sinus
Gangguan pada sinus yang dapat menyebabkan asma yaitu rhinitis alergik dan
polip pada hidung, yang menyebabkan inflamsi membrane mukus.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa dingin sering mempengaruhi asma.

3
D. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala awal
Tanda dan gejala yang muncul pada awal asma, yaitu sebagai berikut :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat penderita menghembuskan napas
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar
f. Adanya peningkatan eosinophil darah dan IgE
g. BGA belum patologis
2. Tanda dan gejala berat
Tanda dan gejala berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau
disebut juga stadium kronik, diantaranya sebagai berikut :
a. Serangan bartuk hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis
d. Sulit tidur
e. Kesadaran menurun
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. BGA Pa O2 kurang dari 80%
h. Suara napas lemah, hampir tidak terdengar. (Direktorat Bina Farmasi dan
Klinik, 2007).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis dari asma dapat digolongkan
menjadi beberapa tingkatan, diantaranya yaitu : Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan
gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus
atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
a. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetepi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
b. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanay penderita nmerasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan
asma akan kambuh
c. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

4
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang
makin banyak antara lain :
1) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
2) Sianosis
3) Silent Chest
4) Gangguan kesadaran
5) Tampak lelah
6) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
d. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

E. Patofisiologi

5
Gb. 3 dan Gb. 4 Patofisiologi Asma

Menurut Herdinsibuae (2005), patofisiologi dari asma dapat digolongkan menurut


klasifikasinya yaitu sebagai berikut :

1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik (alergen) menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
brobkus yang mengakibatkan kontraksi otot polos, hyperemia serta sekresi lender
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini yaitu penderita yang telah
disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi
terhadap alergen tersebut. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini
melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus.
Jika satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah
bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Pada permukaan sel mast juga terdapat
reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 adrenergik dirangsang dengan obat
anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat banyak eosinophil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah dilihat. Dalam butir-butir granula
eosinofil terdapat enzim yang berfungsi menghancurkan histamin dan prostaglandin.
Dengan kata lain, eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma.
Dengan demikian kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
2. Asma Intrinsik

6
Pada asma intrinsik (non alergen) proses terjadinya asma sangatlah berbeda
dengan asma ekstrinsik. Akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari
serabut-serabut nervus vagus yang merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus
dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir dalam satu refleks. Serabut-serabut vagus
sangat hipersensitif, sehingga secara langsung menimbulkan refleks kontriksi
bronkus.
Lendir yang sangat lengket akan disekresikan, sehingga pada kasus-kasus yang
berat dapat menimbulkan sumbatan pada saluran napas yang hampir total yang
mengakibatkan timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan, dan kematian.
Faktor pencetus dari refleks ini adalah infeksi saluran pernapasan oleh flu
(common cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri. Polusi udara oleh gas iritatif yang
bersasal dari industri, asap, serta udara dingin juga berperan.

7
F. Pathway
Alergen/Non Alergen

G. C
Merangsang respon imun Vasokontriksi otot
untuk menjadi aktif polos

Merangsang Ig E Bronkho kontriksi


dan edema
Menempel pada sel mast

Pelepasan Bronchospasme
histamin,bradikinan,dan
Brochopasme prostaglandin

Obstruksi jalan
Pembentukan mukus nafas
Perubahan status
kesehatan Akumulasi secret di
trachea dan bronkhus GANGGUAN
PERTUKARAN
Kurangnya informasi BERSIHAN JALAN NAPAS GAS
tentang penyakitnya TIDAK EFEKTIF

Sesak
Mekanisme koping
tidak efektif
dispnea

KECEMASAN INTOLERANSI AKTIVITAS

8
G. Komplikasi pada Asma
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronik persistent bronchitis
3. Bronchiolitis
4. Pneumonia
5. Emphysema.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita asma, diantaranya :
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Tes ini dilakukan untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Cara
yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah dengan melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemeberian bronkodilator aerosol (nebulizer atau inhaler) golongan
adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
2) Spiral curshmann, yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mukus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Terkadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadangan di atas 150.000/mm3 yang
menandakan terdapatnya infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan IgE pada saat
serangan dan menurun saat tidak terjadi serangan.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yaitu
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Jika terdapat komplikasi, maka akan terdapat kelainan, sebagai berikut :
a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru-paru.
d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

9
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumothoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan tes kulit (skin test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan beberapa alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Scanning paru-paru
Dengan scanning paru-paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Nurarif dan Kusuma, 2015).

I. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma dibagi menjadi pengobatan non farmakologi dan pengobatan
farmakologi.
1. Pengobatan Non Farmakologi
a. Penyuluhan
Ditujukan pada peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakit asma, sehingga
pasien dapat menghindari faktor-faktor pencetus serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Pasien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
ligkungannya, serta diajarkan cara menghidari dan mengurangi faktor pencetus.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi, dan fibrasi dada.

2. Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta
Berbentuk aerosol, diberikan 3-4 kali dalam sehari. Salah satu bentuk obat ini
adalah metaproterenol.
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teoppilin. Obat ini diberika jika
golongan beta agonis tidak memberikan efek pada pasien. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empat kali/hari.
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik. Steroid ini berbentuk aerosol dengan dosis 800 ug dan
diberikan empat kali semprot dalam sehari.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, yang biasanya diberikan kepada anak-
anak. Dosis yang diberikan berkisar 1-2 kapsul, empat kali dalam sehari.
e. Ketotifen

10
Ketotifen berefek sama dengan kromolin, dan diberikan dengan dosis 2 x 1 mg
perhari.
f. Ipratropium bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan asma
a. Infus RL
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg/kg BB
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam diberikan secara subcutan
e. Dexamatason 10-20 mg/6 jam secara intra vena
f. Antibiotik spektrum luas.

11
Konsep Umum Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma

A. Pengkajian
Pengumpulan data
1. Identitas klien/biodata
a. Identitas anak yang meliputi nama anak, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal masuk RS dan
tanggal pengkajian
b. Identitas orang tua/penanggung jawab meliputi nama, usia,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien
2. Keluhan utama
Pada umumnya orang tua mengeluh anaknya batuk dengan atau tanpa
produksi mucus; sering bertambah berat saat malam hari atau dini hari
sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya berat maka gejala
yang akan muncul yaitu perubahan kesadaran seperti mengantuk,
bingung, saat serangan asma, kesulitan bernafas yang hebat, takikardia,
kegelisahan hebat akibat kesulitan bernafas, berkeringat. (Margaret
Varnell Clark, 2013)
3. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada anak dengan asma meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang biasa ditemukan
menggunakan pendekatan PQRST, dimana P atau paliatif/provokative
merupakan hal atau faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal
yang memperberat atau meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan
atau penyakit yang dirasakan, R atau region adalah daerah atau tempat
dimana keluhan dirasakan, S atau severity adalah derajat keganasan
atau intensitas dari keluhan tersebut, T atau time adalah waktu dimana
keluhan dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau kekerapan
2. Riwayat kesehatan yang lalu
Penyakit yang pernah diderita anak perlu diketahui sebelumnya, karena
mungkin ada kaitannya dengan penyakit sekarang. Riwayat kesehatan
menjelaskan tentang riwayat perawatan di RS, alergi, penyakit kronis
dan riwayat operasi. Selain itu juga menjelaskan tentang riwayat
penyakit yang pernah diderita klien yang ada hubungannya dengan
penyakit sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau penyakit
serupa pengobatan yang dilakukan

12
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji mengenai adanya penyakit pada keluarga yang berhubungan
dengan asma pada anak, riwayat penyakit keturunan atau bawaan
seperti asma, diabetes melitus, dan lain-lain.
4. Genogram
Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan gambaran pola asuh
klien

Data Bio-Psiko-Sosio-Spiritual
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi
kesehatan :
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Secara umum pada pengkajian pola ini, perawat akan mengetahui bagaimana
pasien memandang dirinya sendiri saat sebelum maupun setelah sakit,
kemampuan dirinya, perasaan pasien, tanggapan terhadap sakit yang diderita,
sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakitnya
Pada pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan kaji pasien mengenai:
1) Pandangan pasien mengenai sehat dan sakit
2) Apakah pasien memahami keadaan kesehatan dirinya?
3) Apakah jika sakit pasien segera berobat ke dokter, ataukah menggunakan
obat tradisional?
4) Apakah pasien sudah memeriksakan dirinya sebelum ke rumah sakit?

2. Pola nutrisi
Pada pola nutrisi kaji pasien mengenai:
1) Pola makan
a. Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
b. Berapakah porsi makan pasien per sekali makan?
2) Pola Minum
a. Berapakah frekuensi minum pasien selama sakit?

3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi kaji pasien mengenai:
1. Buang air besar
a. Berapakah frekuensi setiap kali buang air besar?
b. Bagaimanakah konsistensi pasien dalam buang air besar?
2. Buang air kecil
Berapakah frekuensi serta jumlah urine pasien setiap buang air kecil?

4. Aktivitas dan Latihan


Pada pola aktivitas dan latihan pasien mengenai:
1) Kemampuan perawatan diri

13
A k t i v i t a s S M R S M R S
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
M a n d i
Berpakaian/berdanda n
Eliminasi/toileting
Mobilitas di tempat tidur
B e r p i n d a h
B e r j a l a n
N a i k t a n g g a
B e r b e l a n j a
M e m a s a k
Pemeliharaan rumah

Tabel 1. Kemampuan perawatan diri

Skor 0 = mandiri 3 = dibantu orang lain &alat


1 = alatbantu 4 = tergantung/tidakmampu
2 = dibantu orang lain
2) Kebersihan diri
a. Berapakah frekuensi pasien mandi dan menggosok gigi per 1 hari saat
sakit?
b. Berapakah frekuensi pasin memotong kuku dan keramas selama seminggu
saat sakit?
3) Altivitas sehari-hari
Apakah pasien bisa mengikuti aktivitas shari-hari selama sakit?
4) Rekreasi
Apakah pasien selama sakit melakukan rekreasi?
5) Olah raga
Apakah pasien bisa melakukan kegiatan olah raga?

5. Tidur dan Istirahat


Pada pola tidur dan istirahat kaji pasien mengenai:
1) Pola tidur

14
Bagaimanakah pola tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan dengan pukul
berapa pasien mulai tidur dan sampai pukul berapa pasien tidur saat malam hari?
2) Frekuensi tidur
Bagaimana frekuensi tidur pasien selama sakit? Yang digambarkan dengan
berapa lama pasien tidur malam?
3) Intensitas tidur
a. Apakah pasien mengalami pola tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement)?
Ataukah pasien mengalami pola tidur REM (Rapid Eye Movement)?

6. Sensori, Presepsi dan Kognitif


Pada pola sensori, persepsi, dan kognitif, kaji pasien mengenai:
1) Bagaimana cara pembawaan pasien saat bicara? Apakah normal, gagap, atau
berbicara tak jelas?
2) Bagaimanakah tingkat ansietas pada pasien?
3) Apakah pasien mengalami nyeri ?
Jika iya, lakukan pengkajian dengan menggunakan:
P (provoking atau pemacu): factor yang memperparah atau
meringankan nyeri
Q (quality atau kualitas): kualitas nyeri (misalnya, tumpul, tajam,
merobek)
R (region atau daerah): daerah penjalaran nyeri
S (severity atau keganasan): intensitasnya
T (time atau waktu): serangan, lamanya, frekuensi, dan sebab
7. Konsep diri
Body image/gambaran diri
a. Adakah prosedur pengobatan yang mengubah fungsi alat tubuh?
b. Apakah pasien memiliki perubahan ukuran fisik?
c. Adakah perubahan fisiologis tumbuh kembang?
d. Adakah transplantasi alat tubuh?
e. Apakah pernah operasi?
f. Bagaimana proses patologi penyakit?
g. Apakah pasien menolak berkaca?
h. Apakah fungsi alat tubuh pasien terganggu?
i. Adakah keluhan karena kondisi tubuh?
Role/peran
a. Apakah klien mengalami overload peran?
b. Adakah perubahan peran pada pasien?
Identity/identitas diri
a. Apakah pasien merasa kurang percaya diri?
b. Mampukah pasien menerima perubahan?

15
c. Apakah pasien merasa kurang memiliki potensi?
d. Apakah pasien kurang mampu menentukan pilihan?
Self esteem/harga diri
a. Apakah pasien menunda tugas selama sakit?
b. Apakah pasien menyalah gunakan zat?
Self ideals/ideal diri
a. Apakah pasien tidak ingin berusaha selama sakit

8. Seksual dan Reproduksi


a. Kapan pasien mengalami menstruasi terakhir?
b. Apakah pasien mengalami masalah menstruasi?
c. Apakah pasien pernah melakukan pap smear dankapan pap smear terakhir?
d. Apakah pasien melakukan pemeriksaan payudara dan testis sendiri tiap
bulan?
e. Apakah pasien mengalami masalah seksual?

9. Pola Peran Hubungan


Pada pola peranhubungan pasien mengenai:
1) Apakah pekerjaan pasien?
2) Bagaimanakah kualitas pekerjaan pasien?
3) Bagaimanakah pasien berhubungan dengan orang lain?

10. ManajemenKopingSetress
Menggambarkan bagaimana pasien menangani stress yang dimilikinya serta
apakah kalien menggunakan sistem pendukung dalam menghadapi stres

11. Sistem Nilai Dan Keyakinan


Mengenai bagaimana pasien memandang secara spiritual serta keyakinannya
masing-masing

B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum

16
Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah kelemahan fisik akibat
kurangnya nafsu makan, gelisah, kesulitan bernafas, kesulitan tidur,
berkeringat, takikardia.
2. Tanda-tanda vital
Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari ukuran normal
3. Antropometri
Dikaji untuk mengetahui status gizi, dapat ditemukan penurunan berat badan
dari normal.
4. Head to toe
1) Kepala
Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan kepala pasien, lingkar
kepala. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat dilakukan
pemeriksaan kepala.
2) Mata
Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil, amati kelopak mata
terhadap penetapan yang tepat, periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan
pertumbuhan rambutnya, amati distribusi dan kondisi bulu matanya,
bentuk serta amati ukuran iris apakah ada peradangan atau tidak, kaji
adanya oedema pada mata. Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat
dilakukan pemeriksaan mata.
3) Hidung
Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas cuping hidung
4) Mulut
Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan, kelembaban, pembengkakan,
lesi, periksa gusi lidah, dan palatum terhadap kelembaban, keutuhan dan
perdarahan, amati adanya bau, periksa lidah terhadap gerakan dan bentuk,
periksa gigi terhadap jumlah, jenis keadaan, inspeksi faring menggunakan
spatel lidah. Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas barbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor,
ujung dan tepinya kemerahan
5) Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati penonjolan atau pendataran
telinga, periksa struktur telinga luar dan ciri-ciri yang tidak normal, periksa
saluran telinga luar terhadap hygiene, rabas dan pengelupasan. Lakukan
penarikan aurikel apakah ada nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang
yang menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya nyeri tekan
atau tidak
6) Leher

17
Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM yang penuh, periksa leher
terhadap pembengkakan kelenjar getah bening, lakukan palpasi pada
trakea dan kelenjar tiroid
7) Dada
a) Inspeksi
Pada klien dengan asma terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi,
klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara
yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir
dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot
bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan
dan mandi.
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan
kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang
tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya,
bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan
tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional).
Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan.
Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan
sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan
kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin
mengalami distensi selama ekspirasi.
8) Abdomen

18
Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring terlentang, periksa warna
dan keadaan kulit abdomen, amati turgor kulit. Lakukan auskultasi
terhadap bising usus serta perkusi pada semua area abdomen
9) Ekstremitas
Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas, kelengkapan jari, apakah
terdapat sianosis pada ujung jari, adanya oedema, kaji adanya nyeri pada
ekstremitas
10) Genetalia dan anus
Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia, inspeksi ukuran genetalia,
posisi, uretra, inspeksi adanya tanda-tanda pembangkakan, periksa anus
adanya robekan, hemoroid, polip.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas b/d obstruksi jalan nafas
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan O2
4. kecemasan berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif

D. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan Airway Management 1. Untuk
bersihan jalan tindakan 1. Buka jalan nafas, membersihkan atau
nafas b/d keperawatan selama guanakan teknik melancarkan jalan
peningkatan 3 x 24 jam, pasien chin lift atau jaw nafas pasien
produksi sekret mampu : thrust bila perlu 2. Memaksimalkan
Respiratory 2. Posisikan pasien ventilasi agar
status : untuk asupan oksigen
Ventilation memaksimalkan pasien adekuat
Respiratory ventilasi 3. Mengantisipasi
status : Airway 3. Identifikasi pasien ketidakadekuatan
patency perlunya asupan jalan nafas
Dengan kriteria hasil: pemasangan alat pasien dengan
1. Mendemonstrasik jalan nafas buatan pemasangan alat

19
an batuk efektif 4. Lakukan fisioterapi bantu nafas
dan suara nafas dada jika perlu 4. Memudahkan
yang bersih, tidak 5. Keluarkan sekret pasien melakukan
ada sianosis dan dengan batuk atau ventilasi
dyspneu (mampu suction 5. Untuk
mengeluarkan 6. Auskultasi suara mengeluarkan
sputum, mampu nafas, catat adanya secret jika terdapat
bernafas dengan suara tambahan secret yang
mudah, tidak ada 7. Lakukan suction menutupi jalan
pursed lips) pada mayo nafas pasien
2. Menunjukkan 8. Berikan 6. Membersihkan
jalan nafas yang bronkodilator bila jalan nafas pasien
paten (klien tidak perlu 7. Mengidentifikasi
merasa tercekik, 9. Berikan pelembab seja dini mengenai
irama nafas, udara Kassa basah terjadinya tanda-
frekuensi NaCl Lembab tanda nafas tidak
pernafasan dalam 10.Atur intake untuk efektif pasien
rentang normal, cairan 8. Melakukan
tidak ada suara mengoptimalkan suction pada mayo
nafas abnormal) keseimbangan. untuk mengeluarkan
3. Mampu 11. Monitor respirasi secret
mengidentifikasik dan status O2 9. Memberikan
an dan bronkodilator untuk
mencegah melebarkan
factor yang dapat permukaan bronkus
menghambat agar srapan udara
jalan nafas oleh paru-paru lebih
besar
10. Untuk
memberikan rasa
nyaman pada pasien
11. Menjaga
keseimbangan
inspirasi dan
20
ekspirasi pasien

2 Gangguan Setelah dilakukan NIC : Arway Management


pertukaran gas b/d tindakan keperawatan Airway Management 1. Untuk
obstruksi jalan selama 3 x 24 jam, membersihkan atau
1. Buka jalan nafas,
nafas pasien mampu : melancarkan jalan
gunakan teknik
Respiratory nafas pasien
chin lift atau jaw
Status : Gas 2. Memaksimalkan
thrust bila perlu
exchange ventilasi agar asupan
2. Posisikan pasien
Respiratory oksigen pasien
untuk
Status : adekuat
memaksimalkan
ventilation 3. Mengantisipasi
ventilasi
Vital Sign Status ketidakadekuatan
3. Identifikasi pasien
Dengan kriteria hasil: asupan jalan nafas
perlunya
1. Mendemonstrasik pasien dengan
pemasangan alat
an peningkatan pemasangan alat
jalan nafas buatan
ventilasi dan bantu nafas
4. Pasang mayo bila
oksigenasi yang 4. Memudahkan pasien
perlu
adekuat melakukan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi
2. Memelihara 5. Untuk mengeluarkan
dada jika perlu
kebersihan paru secret jika terdapat
6. Keluarkan sekret
paru dan bebas secret yang menutupi
dengan batuk atau
dari tanda tanda jalan nafas pasien
suction
distress 6. Membersihkan jalan
7. Auskultasi suara
pernafasan nafas pasien
nafas, catat adanya
3. Mendemonstrasik 7. Mengidentifikasi
suara tambahan
an batuk efektif seja dini mengenai
8. Lakukan suction
dan suara nafas terjadinya tanda-
pada mayo
yang bersih, tidak tanda nafas tidak
9. Berikan
ada sianosis dan efektif pasien
bronkodilator bial
dyspneu (mampu 8. Melakukan suction
perlu
mengeluarkan pada mayo untuk
10. Barikan pelembab
sputum, mampu mengeluarkan secret
udara
bernafas dengan 9. Memberikan

21
mudah, tidak ada 11. Atur intake untuk bronkodilator untuk
pursed lips) cairan melebarkan
4. Tanda tanda vital mengoptimalkan permukaan bronkus
dalam rentang keseimbangan. agar srapan udara
normal 12. Monitor respirasi oleh paru-paru lebih
dan status O2 besar
10. Untuk memberikan
Respiratory
rasa nyaman pada
Monitoring
pasien
11. Mengoptimalkan
1. Monitor rata rata,
keseimbangan
kedalaman, irama
cairan dalam tubuh
dan usaha respirasi
pasien
2. Catat pergerakan
12. Menjaga
dada,amati
keseimbangan
kesimetrisan,
inspirasi dan
penggunaan otot
ekspirasi pasien
tambahan, retraksi
otot
Respiratory Monitoring
supraclavicular dan
1. Mengidentifikasi
intercostal
tingkat kemampuan
3. Monitor suara
pasien melakuakn
nafas, seperti
vntilasi
dengkur
2. Mengidentifikasi
4. Monitor pola
kelainan pernafasan
nafas : bradipena,
yang di derita
takipenia,
pasien
kussmaul,
3. Mengidentifikasi
hiperventilasi,
adalanya kelaianan
cheyne stokes, biot
pada jalan nafas
5. Catat lokasi trakea
pasien
6. Monitor kelelahan
4. Mengetahui jenis
otot diagfragma
pola nafas pasien
(gerakan
agar tepat
22
paradoksis) melakukan
7. Auskultasi suara intervensi
nafas, catat area 5. Mengidentifiaksi
penurunan / tidak letak trahea pasien
adanya ventilasi 6. Mencegah nafas
dan suara pendek jika pasien
tambahan mengalami
8. Tentukan keleahan otot
kebutuhan suction diafragma
dengan 7. Mengetahui
mengauskultasi perkembangan
crakles dan ronkhi pasien
pada jalan napas 8. Mempertimbangkan
utama apakah pasien
9. Auskultasi suara memerlukan suction
paru setelah atau tidak
tindakan untuk 9. Mengetahui
mengetahui perkembangan
hasilnya pasien setelah
diberikan tindakan

3 Intoleransi NOC NIC 1. Menetapkan


aktivitas b/d Energy Activity Therapy kemampuan/kebutuh
ketidakseimbangan conservation 1. Kolaborasikan an pasien dan
antara suplai Activity tolerance dengan tenaga memudahkan pilihan
dengan kebutuhan Self Care : ADLs rehabilitasi medic intervensi.
O2 Kriteria Hasil dalam 2. Menurunkan

Berpartisipai merencanakan kebutuhan

dalam aktivitas program terapi metabolik,

fisik tanpa yang tepat menghemat energi

disertai 2. Bantu klien untuk untuk penyembuhan

peningkatan mengidentifikasi 3. Meminimalkan

tekanan darah, aktivitas yang kelelahan dan

nadi dan RR mampu dilakukan membantu

23
Mampu 3. Bantu untuk keseimbangan
melakukan memilih aktivitas suplay dan
aktivitas sehari konsisten yang kebutuhan oksigen.
hari (ADLs) sesuai dengan 4. Pasien mungkin
secara mandiri kemampuan fisik nyaman dengan
Tanda tanda vital psikologi dan kepala tinggi, tidur
normal social di kursi, atau
Energy 4. Bantu untuk menunduk ke depan
psikomotor mengidentifikasi meja atau bantal

Level kelemahan dan mendapatkan 5. Keluarga mampu

Mampu sumber yang melakukan

berpindah : diperlukan untuk perawatan secara

dengan atau tanpa aktivitas yang mandiri

bantuan alat diinginkan 6. Mengajak pasien

Status 5. Bantu untuk melakukan aktifitas

kardiopulmonari mendapatkan alat disela perawatan

adekuat bantuan aktivitas untuk menjaga


seperti kursi roda, kebugaran tubuh
Sirkulasi status
krek pasien
baik
6. Bantu untuk 7. Memudahkan klien
Status respirasi :
mengidentifikasi memilah kegiatan
pertukaran gas
aktivitas yang yang dapat
dan ventilasi
disukai dilakukan selama
adekuat
7. Bantu klien untuk perawatan
membuat jadwal 8. Mengetahui
latihan diwaktu penyebab pasien
luang mudah lelah akibat
8. Bantu beraktifitas
pasien/keluarga 9. Agar pasien masih
untuk dapat melakukan
mengidentifikasi aktifitas yang biasa
kekurangan dalam dilakukan meski
beraktivitas dalam keadaan
9. Sediakan dirawat
24
penguatan positif 10. Merupakan
bagi yang aktif penguatan
beraktivitas psikologis yang
10. Bantu pasien dapat membantu
untuk penyembuhan
mengembangkan pasien
motivasi diri dan 11. Mengetahui
penguatan perubahan yang
11. Monitor dialami psien
respon fisik, emosi selama perawatan
social, dan spiritual
4 kecemasan NOC NIC Decision making
berhubungan Decision making Decision making 1. Membrikan pasien
dengan mekanisme Role Inhasment 1. Menginformasikan pilihan untuk
koping tidak Social support pasien alternative menangani cemas
efektif Kriteria hasil atau solusi lain yang meyamankan

Mengidentifikasi penanganan pasien

pola koping yang 2. Memfasilitasi 2. Menuntun pasien

efektif pasien untuk untuk membuat

Mengugkapkan membuat keputusan yang tepat

secara verbal keputusan guna menunjang

tentang koping 3. Bantu pasien kesembuhan

yang efektif mengidentifikasi 3. Mengdentifikasi


keuntungan, keefektifan tindakan
Mengatakan
kerugian dari yang diberikan pada
penurunan stress
keadaan pasien
Klien mengatakan
Role inhancement Role inchansement
telah menerima
1. Bantu pasien untuk 1. Sebagai motivasi
tentang
identifikasi kesembuhan pasien
keadaannya
bermacam-macam 2. Mendorong pasien
Mampu
nilai kehidupan untuk meningkatkan
mengidentifikasi
2. Bantu pasien kesembuhan melalui
strategi tentang
identifikasi strategi pemahaman nilai
koping
positif untuk positif yang dimiliki

25
mengatur pola nilai
yang dimiliki Coping enhancement
Coping 1. Mendampingi pasien
enhancement agar perubahan
1. Anjurkan pasien peran tidak
untuk memperburuk
mengidentifikasi kondisi psikis pasien
gambaran 2. Agar pasien
perubahan peran menumbuhkan rasa
yang realistis percayanya sehingga
2. Gunakan perawat apat dengan
pendekatan tenang efektif melakukan
dan meyakinkan tindakan
3. Hindari keperawatan pada
pengambilan pasien
keputusan pada 3. Menghindari
saat pasien berada kesalahan
dalam stress berat pengambilan
4. Berikan informasi kepurusan
actual yang terkait 4. Menfasilitasi pasien
dengan diagnosis, mengenai status
terapi dan kesehatannya
prognosis

E. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan dari rencana keperawatan yang sudah disusun.

F. Evaluasi Keperawatan
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisi terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervendi keperawatan)

26
2. Evaluasi sumatif (mereflesikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisi
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu (Poer, 2012)). Menggunakan
metode SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M.A. 2012. Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma Pada Anak dan Panduan
Senam Asma. Bandung: CV Medika.

Bulechek, Gloria M. dkk.2013.Nursing Interventions Clssification (NIC).Yogyakarta:


Mocomedia
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Bina Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma.
Jakarta: Depkes RI.

Herdinsibuae. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Moorhead, Sue dkk.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC).Yogyakarta: Mocomedia


Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika
NANDA International. 2012.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

27
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I
KONSEP UMUM ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ASMA

Oleh :
KELOMPOK 4
ANNISA PRATIWI (P07120216031)
KETUT YUNI HANDAYANI (P07120216032)
IDA AYU PUTU GAYATRI PRABHA (P07120216033)
PUTU AYU WINDILA ROSA (P07120216034)
MADE AYU SISTA UTAMI (P07120216035)
PUTU AYU KRISNAYANTI (P07120216036)
PUTU AYU WIDYANINGSIH (P07120216037)
RIBKA OKTAFIA KATININGRUM (P07120216038)
IDA AYU PUTU MIRAH K. (P07120216039)
GUSTI AYU TRIANA UTARI (P07120216040)

KELAS 2.A

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


PRODI D4 JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN PELAJARAN 2017/2018

28

Anda mungkin juga menyukai