Anda di halaman 1dari 6

Daftar Pustaka

Amin, Z. & Bahar, A., 2009. Tuberkulosis Paru Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi,
L.,Simadibrata, K. M., Setiati, S., ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Armstrong, M.1990. Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: PT. Gramedia

Aryal, U. R., & Bhatta, D. N. (2015). Perceived benefits and health risks of cigarette smoking among
young adults: insights from a cross-sectional study. Tobacco Induced Diseases, 13(1), 22.
http://doi.org/10.1186/s12971-015-0044-9

Baldwin, Debora R, Shanette M. Harris, & Lana N. Chambliss. (2002). Stress and Illness in
Adolescence: Issues of Race and Gender. Diakses pada tanggal 17 Agustus 20115 dari
http://www.questia.com/googleScholar..qst? docId=5000591171

Basyir AU. 2008. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Jakarta: Pustaka At-Tazkia.

Dahlan, M.S. 2010. Langkah-langkah Membuat proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan
Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Danusantoso, H. 1991. Rokok dan Perokok. Jakarta: Aksara.

Departemen Kesehatan R.I.,2006.Lakukan Gaya Hidup Sehat: Jakarta

Depkes, A. 2012. Kemenkes Luncurkan Hasil Survei Tembakau. Departemen kesehatan Indonesia.
Diakses pada 16 September 2014 dari http://www.promkes.com

Ganda, Y. 2004. Petunjuk Praktis Cara Mahasiswa Belajar di Perguruan Tinggi. PT. Grasindo.
Jakarta.

Gondodiputro, Sharon , 2007. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan Tembakau. Fakultas
kedokteran Universitas Padjajaran: Bandung.

Keliat, B. A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan, Jakarta : EGC

Komalasari,D.&Helmi,AF,2000,Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja.Jurnal


Psikologi Universitas Gajah Mada,2.Universitas Gajah Mada press: Yogyakarta

Lazarus, R.S.,& Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York: Spanger.

Looker Terry dan Olga Gregson. Managing Stress. Cetakan 1. Yogyakarta: BACA; 2005.
Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, pp:38,
107, 252-254.

Mutadin,Z.2002.Remaja dan rokok, Diakses pada tanggal 20 Agustus 2015. http:/www.e-


psikologi.com/remaja.050602.html

Nasution, Indri Kemala. (2008). Perilaku Merokok pada Remaja. Diakses pada tanggal 20 Agustus
2015, dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3637/1/132316815%281%29.pdf

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Oskamp, Stuart.1984.Applied Social Psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Parrot, A. 2004. Does Cigarette Smoking Causa Stress?. Jaournal of Clinican Psychology.
http://www.fidarticles.com

Peraturan Pemerintah RI no. 19 tahun 2003 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan: Jakarta.

Pinel, J. P. J. 2009. Biopsikologi. Edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poewardaminta. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Yogyakarta.

Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems.
Sydney: Simon & Schuster

Rice. 1999. Stress dari dunia perkuliahan. Diperoleh dari: http://adln.stress.ac.id/go .php?id=gdlhub-
gdl-s1-1999-11126. Diakses pada tanggal 2 September 2015.

Salawati, T. & Amalia, R., 2006. Perilaku Merokok Di Kalangan Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Sarafino, E.P. 1994. Health Psychology: Biopsychososial Interaction. New York: John wiley and
Sonc.Inc.

Sarafino,F,P.1994.Health Psychology (2nd Edition).John Wiley & Sons: New York

Siquera, dkk. 2004. Smoking cessation in adolescents: The role of nicotine dependence, stress and
coping methods: Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine. Chicago

Siswoyo. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Pers. Yogyakarta.

Smet,B.1994.Psikologi Kesehatan.PT. Gramedia: Semarang


Soetjiningsih,2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya, Sagung Seto: Jakarta.

Stuart dan Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa Achir Yani. S. Jakarta:
EGC.

Sudiana. (2007). Kondisi Stres Siswa Sekolah Menengah Kejuruan dan Faktor-Faktor
Penyebabnya. Diakses pada tanggal 20 September 2011 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/s_a5051_992873_abstract.pdf

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Trucco EM, Colder CR, Wieczorek WF. 2011. Vulnerability to peer influence: Amoderated mediation
study of early adolescent alcohol use initiation. Addictive Behaviors. 36:729-736.
Absorpsi nikotin melalui membran sel bergantung pH. Nikotin tidak dapat menembus

membran pada lingkungan asam karena pada lingkungan tersebut nikotin akan terionisasi.

Nikotin dapat cepat menembus membran pada pH darah fisiologis karena pada pH tersebut

31% nikotin tidak terionisasi. Nikotin paling mudah diabsorpsi pada lingkungan basa

terutama melalui membran mukosa oral dan nasal karena epitel daerah tersebut tipis dan kaya

suplai darah. Nikotin juga mudah diserap melalui kulit. Melalui tiga jalur absorpsi tersebut,

kadar nikotin darah akan meningkat bermakna karena nikotin tidak melewati metabolisme di

hati. Nikotin yang ditelan diabsorpsi melalui usus halus, melalui sirkulasi vena portal

mengalami metabolisme pre-sistemik oleh hati. Keadaan ini menyebabkan bioavailabilitas

nikotin per oral sekitar 30-40% (Houezec, 2003).

Nikotin didistribusikan cepat dan ekstensif ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi nikotin

darah arteri dan otak akan meningkat tajam setelah pajanan, turun setelah 20-30 menit karena

nikotin terdistribusi ke jaringan lain. Kadar nikotin tertinggi dalam organ hati, ginjal, limpa,

paru dan paling rendah dalam jaringan lemak. Dalam beberapa menit setelah absorpsi, kadar

nikotin lebih tinggi di arteri daripada vena. Konsentrasi nikotin dalam vena akan menurun

lebih perlahan. Hal ini menggambarkan redistribusi dari jaringan tubuh dan kecepatan

eliminasi. Rasio konsentrasi nikotin di otak terhadap konsentrasi dalam vena tertinggi selama

dan pada akhir periode pajanan dan akan menurun secara perlahan karena memasuki fase

eliminasi. Absorpsi melalui oral, nasal atau transdermal menghasilkan peningkatan

konsentrasi nikotin dalam otak secara bertahap dengan rasio terhadap dalam vena relatif

rendah dengan disekuilibrium arteriovenosa yang kecil (Houezec, 2003).

Sebagian besar nikotin dimetabolisme di hati dan sebagian kecil dimetabolisme di paru dan

ginjal. Metabolit utamanya adalah kotinin (70%) dan nikotin-N-oksida (4%). Kotinin

dibentuk di hati dalam dua tahap yang melibatkan sitokrom P450 dan enzim aldehid oksidase.

Sitokrom P450 yang terutama berperan adalah CYP2A6. Isoenzim lain yang juga
memetabolisme nikotin adalah CYP2B6, CYP2D6, dan CYP2E1. Waktu paruh kotinin yang

panjang (16 jam) menyebabkan metabolit ini dapat dijadikan penanda biokimia penggunaan

nikotin. Sebagian kecil nikotin diekskresikan melalui urin, yaitu sekitar 5-10% dari eliminasi

total. Waktu paruh eliminasi nikotin rata-rata 2 jam (Hukkanen et al., 2005).

Pada seseorang yang merokok secara regular, kadar nikotin dalam darah akan meningkat

dalam 6-8 jam. Kadar nikotin dalam darah yang diambil pada siang hari (dalam keadaan

kadar mantap) berkisar antara 10- 50 ng/mL. Tiap batang rokok akan menghasilkan

konsentrasi nikotin dalam darah sekitar 5-30 ng/mL, tergantung cara rokok dihisap. Pada

malam hari kadar nikotin akan menurun dan hanya tersisa sedikit di dalam darah ketika

bangun pada pagi harinya (Houezec, 2003).

Nikotin bekerja pada reseptor kolinergik nikotinik di otak, ganglia autonom, medula adrenal

dan sambungan neuromuskuler. Reseptor kolinergik nikotinik memiliki dua subunit yaitu

subunit dan subunit . Nikotin akan berikatan dengan reseptor nikotinik yang terdapat di

badan sel, pada terminal saraf dan akson.1,5 Respons terhadap stimulasi reseptor nikotinik

melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Efek simpatis terutama dimediasi oleh

stimulasi reseptor nikotinik di medula adrenal yang menyebabkan pelepasan epinefrin dan

norepinefrin. Efek simpatis dominan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipertensi, takikardi

dan vasokontriksi perifer. Efek parasimpatis terutama pada sistem saluran cerna dan saluran

kemih yaitu menimbulkan gejala mual, muntah, diare dan peningkatan pembentukan urin.

Efek muntah juga dapat disebabkan oleh stimulasi chemoreceptor trigger zone di area

postrema medula oblongata.7 Efek nikotin yang dapat menimbulkan kecanduan adalah

efeknya pada reseptor kolinergik nikotinik di otak. Nikotin diserap dari asap rokok ke

sirkulasi dalam paru, lalu melalui arteri karotis internal akan mencapai otak. Di dalam otak,

nikotin akan be-kerja pada reseptor kolinergik nikotinik dalam waktu 10-15 detik setelah

menghisap rokok. Ikatan antara nikotin dengan reseptor nikotiniknya di area tegmental
ventral otak menyebabkan pelepasan dopamin di nukleus akumbens, yang akan menimbulkan

perasaan nyaman (pleasure). Timbulnya rasa nyaman akibat nikotin dalam hitungan detik

inilah yang menyebabkan ketergantungan pada rokok. Selain itu, nikotin juga menyebabkan

pelepasan neurotransmiter lain seperti norepinefrin, -endorfin, asetilkolin dan serotonin

yang akan meningkatkan kemampuan kognitif, kewaspadaan dan memori serta menurunkan

ketegangan dan kecemasan.1,7 Penggunaan nikotin, baik akut maupun kronik, dapat

menimbulkan toleransi. Toleransi akut terjadi akibat desensitisasi reseptor. Ketika nikotin

berikatan dengan reseptor nikotinik, akan terjadi perubahan

alosterik dan reseptor menjadi tidak sensitif terhadap nikotin untuk beberapa waktu.

Penggunaan kronik akan meningkatkan jumlah reseptor nikotinik hingga 50% yang mungkin

merupakan akibat dari desensitisasi reseptor.5 Pada keadaan tersebut jika nikotin tidak

tersedia, maka pelepasan dopamin

dan neurotransmiter lainnya akan menurun di bawah kadar normal, sehingga akan

menimbulkan efek putus zat. Beberapa gejala yang akan timbul pada putus nikotin adalah

rasa cemas, iritabilitas, sulit

berkonsentrasi, sulit beristirahat, peningkatan nafsu makan, gangguan tidur dan depresi.1,7

Anda mungkin juga menyukai