Anda di halaman 1dari 10

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut hasil berbagai survei, tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) disuatu Negara dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan
pelayanan obstetric yang bermutu dan menyaluruh.Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah
menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target
tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus
menerus.

Upaya Menurunkan AKI dan AKB. Departemen Kesehatan menargetkan angka


kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang per tahun.
Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan.
Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian
minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13%
(Rachmawaty, 2006 : 1)Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan.

Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, AKI di
Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000Menurut data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia masih tinggi jika dibandingkan
dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya
penurunan AKI harus difokuskan pada Tujuan Jaminan Persalinan ini adalah meningkatnya
akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka
menurunkan AKI dan AKB (Angka Kematian Bayi) melalui jaminan pembiayaan untuk
pelayanan persalinan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan BBLR?


2. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum?
3. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan riespiratory dispres sindrom?
4. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hiperbilirubinemia?
5. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat?
6. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipotermi?
7. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipertermi?
8. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan tetanus neonatorum?
9. Bagaimanakah asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipoglikemi pada BBLR?
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan BBLR


2. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan asfiksia naenatorum
3. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan riespiratory dispres sindrom
4. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hiperbilirubinemia
5. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan perdarahan tali pusat
6. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipotermi
7. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipertermi
8. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan tetanus neonatorum
9. Untuk mengetahui asuhan pada neonates resiko tinggi dengan hipoglikemi pada BBLR.
BAB II

PEMBAHASN

A. BBLR

1. Pengertian BBLR

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada
waktu lahir atau lebih rendah (WHO, 1961).

BBLR dibedakan menjadi :

1. Prematuritas murni

Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.

2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)


Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

2. Etiologi BBLR

Penyebab kelahiran prematur secara pasti tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang
berhubungan, yaitu :

1. Faktor ibu

Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat

Penyakit menahun ibu :hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok

2. Faktor kehamilan

Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum

Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini

3. Faktor janin

Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

4. Faktor Lingkungan

Tempat tinggal didataran tinggi

Radiasi

Zat-zat beracun
Asfiksia Neonatorum

1. Pengertian Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

2. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan
iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.

3. Gejala Klinik Asfiksia Neonatorum

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit,
kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

4. Diagnosis Asfiksia Neonatorum

Pemeriksaan fisik :

Nilai Apgar

Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin


nafas dibersihkan

Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat gerak


(lemah) aktif

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh


ekstrimitas biru tubuh

Nilai: 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai
Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis,bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

Pemeriksaan penunjang :

- Foto polos dada

- USG kepala

- Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

- Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

- Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru

- Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans

- Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

- Hematologi : DIC

5. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum

a. Resusitasi kardio pulmonal

b. Terapi medikamentosa :

1) Epinefrin : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan pemijatan dada. 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg
BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2) Bikarbonat, 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Diencerkan
dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit.

3) Nalokson: 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Intravena, endotrakeal atau bila perpusi
baik diberikan i.m atau s.c

c. Suportif

Jaga kehangatan.

Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

d. Pemberian cairan, Jenis cairan larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat,

C. Sindrom Gangguan Pernafasan

1. Defenisi Sindrom Gangguan Pernafasan

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak
Sakit, Ngastiah. Hal 3).
Penyakit Membran Hialin (PMH)

2. Etiologi Sindrom Gangguan Pernafasan

Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah
kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai
sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

3. Patofisiologi Sindrom Gangguan Pernafasan

Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang
peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah
untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi,
sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar
dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya
ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis.

4. Prognosis Sindrom Gangguan Pernafasan

Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya
penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi
prematur lain yang tidak menderita PMH.

5. Gambaran Klinis Sindrom Gangguan Pernafasan

PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau
masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah
lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.

6. Pemeriksaan Diaknostik Sindrom Gangguan Pernafasan

a. Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab dan
untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
b. Pemeriksaan darah : perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.
7. Penatalaksanaan Sindrom Gangguan Pernafasan

Tindakan yang perlu dilakukan :

a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc)
dan meletakkan bayi dalam inkubator.
b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi
prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan
retina dan lain-lain.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan
menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg
BB/ hari.
d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000
untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg
BB / hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen (
surfaktan dari luar).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir atau lebih rendah (WHO, 1961). BBLR dibedakan menjadi Prematuritas murni
dan Retardasi.

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis. Penyebab asfiksia dapat berasal dari
faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia

Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi.

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena
adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada
neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah
keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.

Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari trauma pengikatan
tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses pembentukkan trombus normal. Selain itu
perdarahan pada tali pusat juga bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo (2001),bayi hipotermia adalah


bayi dengan suhu badan dibawah normal.adapun suhu normal pada neonatus adalah 36,5o-
37,5oC. Gejala awal pada hipotermi apabila suhu <36o C atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang
(suhu 320-36o C). Disebut hipotermia berat bila suhu <32o C diperlukan termometer ukuran
rendah yang dapat mengukur sampai 25o C

Hipertermia adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko


mengalami peningkatan suhu tubuh terus menerus diatas 37,8C per oral atau 38,8C per rectal
karena peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal
rendah Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah
kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada
semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa
darah yang menurun.

B. Saran

Resum kondisi bayi pasca persalinan harus dilakukan dengan baik. Ketidak akuratan
dalam proses pengkajian dapat menyebabkan tidak diketahuinya kelainan dan resiko kelainan
pada bayi.
A. Latar Belakang
Permasalahan dibidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan Kesehatan Ibu Anak
dan Keluarga Berencana merupakan suatu hal yang sangat mendapatkan perhatian besar dan
menjadi sorotan di dunia kesehatan. Tidak hanya menjadi persoalan dan permasalahan yang di
hadapi di Indonesia, namun juga menjadi permasalahan dihadapai di berbagai belahan dunia.

WHO mencatat bahwa Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih merupakan
kejadian yang sangat tinggi di dunia kesehatan, sedangkan untuk program Keluarga Berencana,
terjadinya pembludakan jumlah populasi penduduk dunia seiring dengan perkembangan zaman.

Oleh karena itu, berbagai instansi dan juga program yang mampu mengendalikan
permsalahan yang sedang di hadapi utnuk menangani kasus tersebut telah banyak di keluarkan,
baik oleh badan kesehatan dunia maupun oleh dinas kesehatan di negara masing-masing
dalamupaya menurunkan kejadian Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi yang sangat
tinggi, serta untuk menanggulangi pembludakan jumlah Populasi penduduk di dunia, tidak
terkecuali di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai