Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

PROGRAM MAGANG KERJA MAHASISWA

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di Unit Pelaksanaan Teknis Pembibitan Ternak

Dan

Hijauan Pakan Ternak ( UPT PT HMT ) Batu

Diusulkan Oleh :

EMANUEL GHUNU KABORA ( 2015410024 ) ( Ketua Kelompok )

FRANSISKA DUA EDA ( 2015410032 ) ( Anggota Kelompok )

FELIX ANTO SARIAMAN ( 2015410029 ) ( Anggota Kelompok )

YULIANA OLIVIA YUA ( 2015410080 ) ( Anggota Kelompok )

SUBAIDI ( 2015410071 ) ( Anggota Kelompok )

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

DESEMBER 2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Di Unit Pelaksanaan


Teknis Pembibitan Ternak & Hijauan Makan Ternak (
UPT PT HMT ) Batu
2. Ketua Pelaksana :
a. Nama Lengkap : EMANUEL GHUNU KABORA
b. NIM : 2015410024
c. Program Studi : PETERNAKAN
d. Nomor HP : 081217623592
e. Alamat e-mail : emankabora@yahoo.co.id
3. Anggota Pelaksana : 5 orang
4. Dosen Pendamping :
a. Nama & Gelar :
b. NIDN :
5. Waktu Pelaksanaan : 23 Januari 2017 22 Februari 2017

Malang,
Dosen Pembimbing Ketua Pelaksana,

( ) ( EMANUEL G. KABORA )
NIDN : NIM : 2015410024

Menyetujui,
Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Dekan,

Dr. Ir. Widowati, MP


NIP :

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Magang Kerja
Mahasiswa Peternakan ini dengan baik.
Proposal ini dibuat untuk kelengkapan dari kegiatan Magang Kerja Mahasiswa
Peternakan di Dusun Banaran, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang
diselenggarakan oleh Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, sebagai salah satu
syarat untuk mengambil Sarjana pada program studi peternakan. Dalam kesempatan ini
pulah, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wani Hadi Utomo selaku rektor Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang
2. Ibu Dr. Ir. Widowati, MP selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang
3. Ibu Nonok Supartini, S.Pt.,MP selaku Kepala Program Studi Peternakan
4. Bapak
5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.

Penulis menyadari penyusunan proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua
pihak, demi perbaikan proposal dimasa yang akan datang.

Malang, Desember 2015

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul ... 1


Halaman Pengesahan2
Kata Pengantar 3
Bab I Pendahuluan ..4
1.1 Latar Belakang .....5
1.2 Tujuan Penulisan ..6
1.3 Manfaat Penulisan 6
1.4 Keadaan Umum Tempat Magang.6
Bab II Tinjauan Pustaka .8
2.1 Sapi Perah .8
2.2 Manajemen Pemeliharaan ....8
2.3 Manajemen Pakan .9
2.4 Manajemen Perkandangan ..10
2.5 Manajemen Pemerahan 12
2.6 Manajamen Perkawinan ..12
Bab III Metode Pelaksanaan..13
Bab IV Jadwal Kegiatan dan Identitas Tim...15
Daftar Pustaka 17
Lampiran lampiran 18

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen suatu peternakan sapi perah penting untuk diketahui oleh orang orang yang
berkecimprung dalam bidang peternakan khususnya peternakan sapi perah. Manajemen sebagai
pedoman agar tidak terjadi kerugian baik segi materi maupun secara genetic agar terciptanya
usaha peternakan yang efektif dan efisien. Susu sebagai hasil utama dari ternak perah dihasilkan
melalui suatu peternakan sapi perah. Kualitas dan kuantitas produksi susu sangat penting untuk
menjamin kelangsungan produksi dari peternakan sapi perah. Dalam menjaga kelangsungan
produksi susu yang stabil dan tidak terjadi kesalahn manajemen yang mengakibatkan keadaan
sapi tidak sesuai criteria produksi atau laktasi.
Tatalaksana pemeliharaan, merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah . Tatalaksana
pemeliharaan pedet sejak lahir sampai disapih menjadi sangat penting dalam upaya menyediakan
bakalan balk sebagai pengganti induk mapun untuk digemukan sebagai ternak pedaging .
Penerapan tatalaksana pemeliharaan perlu dilakukan sedini mungkin atau sejak pedet baru lahir,
mengingat 25-30% dari pedet yang lahir akan mengalami kematian pada periode 4 bulan pertama
(SIREGAR,1992) .
Proses pemerahan merupakan aspek penting dalam peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan karena susu adalah produk utama dari sapi perah, dan jika tidak ditangani dengan
baik, maka kualitas susu yang dihasilkan tidak akan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Susu sebagai bahan yang kaya dengan kandungan nutrisi menyebabkan mikroba akan mudah
berkembang biak pada susu, demikian juga berbagai pencemar lainnya berupa material fisik dari
lingkungan sekitar, dan juga susu sangat mudah menyerap bau yang ada. Berdasarkan hal ini,
maka dibutuhkan penangan khusus sebelum, ketika, dan setelah proses pemerahan ternak,
demikian juga susu yang dihasilkan, harus segera ditangani dengan baik dan benar, tentu tujuan
utamanya adalah untuk menghindari kerusakan pada produk susu yang telah diperah.
Pemerahan pada umumnya masih tradisional atau manual yaitu masih menggunakan
tangan dan jari-jari tangan manusia, sedangkan pemerahan secara mekanik masih jarang
dijumpai, hal ini karena masih rendahnya pemilikan sapi perah yaitu antara 2-5 ekor per
peternak. Begitu pula dalam penggunaan peralatan masih secara tradisional.

1.2 Tujuan Magang Kerja Mahasiswa


Magang kerja mahasiswa tentang manajemen pemeliharaan sapi perah dilaksanakan
dengan tujuan diantarannya sebagai berikut :
1) Mengetahui aspek teknis pemeliharaan sapi perah di Unit Pelaksanaan Teknis Pembibitan
Ternak & Hijauan Makanan Ternak ( UPT PT - HMT ) Batu
2) Mengetahui bagaimana produksi susu yang baik
3) Untuk mengetahui bagaimana teknik pemerahan susu yang baik agar tidak tercemar
4) Meningkatkan wawasan mahasiswa tentang manajemen pemeliharaan sapi perah.

5
1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan
1) Menambah pengetahuan, ketrampilan dan wawasan mahasiswa terhadap manajemen
pemeliharaan sapi perah.
2) Meningkatkan kompetensi mahasiswa Program Studi Peternakan terhadap dunia kerja.
3) Menjadi media evaluasi kinerja satuan kerja UPT PT - HMT Batu.
4) Menjadi referensi bagi masyarakat peternak tentang pemeliharaan sapi perah yang baik

1.4 Keadaan Umum Tempat Magang


a. Sejarah singkat
Unit Pelaksana Teknis Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak (PT dan
HMT) Batu dirintis sejak tahun 1951 dengan nama Balai Peternakan Ayam yang
berlokasi di Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kabupaten Malang. Pada tahun 1986
dengan Surat Keputusan Gubernur No. 3 tahun 1986 sebagai kelengkapan dasar
kelembagaan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, maka nama Balai diubah menjadi
Unit Pelaksana Teknis Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. Pada tahun 1992 direlokasi
ke Desa Beji Kecamatan Batu dengan komoditas aneka ternak.
Selanjutnya dengan Peraturan Daerah No. 19 tahun 2000, UPT mengalami
perubahan struktur dalam rangka penataan dan rekapitulasi unit-unit pelaksana teknis
lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dengan nama Balai Pembibitan Ternak
dan Hijauan Makanan Ternak Batu (BPT dan HMT Batu).
Dengan pemberlakuan privatisasi BPT dan HMT Batu pada tahun 2001,
mengubah jenis komoditas usaha menjadi lebih spesifik, yaitu pembibitan sapi perah dan
hijauan makanan ternak. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, berdasar
Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 130 tahun 2008 unit ini ditetapkan UPT PT dan
HMT Batu, dengan spesifikasi kegiatan pembibitan dan pemuliabiakan ternak dan
hijauan makanan ternak.

b. Sumber Daya Alam


1. Luas Lahan : 13,0 Ha
2. Lahan Terpakai : 9,5 Ha
3. Lahan Bangunan : 2,0 Ha
4. Lahan Tanaman HMT : 7,5 Ha
5. Kemiringan tanah : 5-30 %
6. Sumber Air : Sumur bor dan tadah hujan.

c. Struktur Organisasi
Susunan Organisasi di UPT PT dan HMT Batu terdiri dari : Kepala UPT, Kepala Sub
Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Produksi dan Kepala Seksi Pelayanan dengan bagan
sebagai berikut :

6
Komoditi ternak unggulan yang dikembangkan di UPT PT dan HMT Batu adalah Sapi Perah,
dengan populasi sebanyak 130 ekor (betina dewasa ekor, betinak muda ekor, anak betina
ekor dan anak jantan ekor), juga dikembangan Sapi Bali sebanyak 5 rkor betina dewasa.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi perah


Sapi perah adalah jenis sapi yang dapat menghasilkan air susu melebihi dari kebutuhan
anaknya dan merupakan salah-satu dari ternak perah yang mampu merubah makanan menjadi air
susu yang sangat bermanfaat bagi anak-anaknya maupun bagi manusia. Sapi perah yang banyak
dipelihara adalah sapi jenis Fries Holland (FH), sedangkan di Indonesia lebih banyak ditemukan
sapi Peranakan Friesien Holstein ( PFH ), yang merupakan hasil persilangan antara sapi Friesien
Holstein ( FH ) dengan sapi lokal yang ada di Indonesia (Siregar, 1998). Dijelaskan lebih lanjut
bahwa sapi PFH ini mempunyai ciri-ciri fisik mirip sapi FH antara lain yaitu warna belang hitam
putih, tanduk pendek yang menjurus ke depan, pada dahi terdapat warna putih yang berbentuk
segitiga dan mempunyai sifat tenang dan jinak. Sapi PFH digolongkan sebagai ternak tipe
dwiguna, yaitu sebagai penghasil susu sekaligus sebagai penghasil daging dengan persentase
karkas dapat mencapai 59,3 % ( Suprayogi, 1989 ). Sapi PFH sangat menonjol karena banyaknya
jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah, kapasitas perut besar sehingga mampu
menampung pakan banyak, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengubah pakan
menjadi susu (Blakely dan Bade, 1994).
Sapi Jersey merupakan jenis sapi perah yang berasal sari Inggris bagian selatan
(Girisonta, 1995). Karakteristiknya yaitu memiliki warna coklat muda tatapi pada bagian badab
tertentu kadang-kadang ada warna putihnya, tanduk menjurus agak ke atas dengan ukuran
sedang, sifatnya kurang tenang, lebih mudah tergangu oleh perubahan disekitar, tahan terhadap
panas, bobot badan sapi jantan 625 kg betina 425 kg dengan produksi susu 2500 liter dalam satu
masa laktasi (Syarief dan Bagus, 2011).

2.2. Manajemen Pemeliharaan


Pemeliharaan sapi perah meliputi pemeliharaan sapi dara dan bunting, pemeliharaan sapi
laktasi, pemeliharaan sapi kering kandang dan pemeliharaan pedet (Blakely dan Bade, 1994).
Sapi memerlukan pemeliharaan badan, antara lain. a) daki, lapisan kulit paling atas adalah
lapisan kulit mati sehingga kulit akan mengeluarkan peluh yang bercampur bau hingga kulit
kotor oleh daki. b) kotoran, sapi akan membuang kotoran setiap waktu dan akan berbaring di
tempat tersebut maka kotoran harus dibersihkan. Perawatan kulit bisa dilakukan dengan jalan
memandikan dan menyikat kulit sapi tersebut setiap pagi jika ada bulu-bulu yang tebal dan
tumbuh di daerah ambing, kaki belakang serta lipatan paha belakang untuk menghindarkan
melekatnya kotoran yang tebal (Muldjana, 1985).

2.2.1. Manajemen pedet


Pedet yang baru lahir dikeringkan dengan cara membiarkan induk menjilati pedetnya
sehingga pedet tidak kedinginan apabila cuaca dalam keadaan dingin (Blakely dan Bade, 1994).
Pedet yang baru lahir perlu disiapkan kandang dengan memberi alas berupa jerami kering /
serbuk gergaji dengan tujuan pedet tidak terpeleset sehingga menimbulkan luka (Williamson dan

8
Payne, 1993). Masa lepas sapih berarti pedet sudah tidak mendapatkan susu lagi dari induk
sehingga untuk memenuhi kebutuhannya dibutuhkan pakan yang dapat menggantikan kebutuhan
akan susu tersebut (Muldjana, 1985).

2.2.2. Manajemen sapi dara


Sapi dara adalah sapi pada masa antara lepas sapih sampai laktasi pertama kali yaitu
berkisar antara umur 12 minggu sampai dengan 2 tahun (Ensminger, 1992). Pada masa lepas
sapih, berarti sapi sudah tidak mendapatkan susu lagi dari induk sehingga untuk memenuhi
kebutuhannya dibutuhkan pakan yang dapat menggantikan kebutuhan akan susu tersebut. Jadi,
pada perawatan sapi dara dan bunting lebih diutamakan pemberian pakan yang tepat yang
nantinya dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Siregar, 1998).

2.2.3. Manajemen sapi laktasi


Pakan diperlukan oleh sapi laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu.
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Konsentrat berpengaruh terhadap kadar
berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin tinggi nilai konsentrat berat jenis susu akan
tinggi, sedangkan hijauan akan berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan terutama
lemak yang dihasilkan (Soedono dan Sutardi, 2003). Permulaan laktasi, bobot badan akan
mengalami penurunan, karena sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
pembentukan susu diambil dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami kesulitan
untuk memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya rendah, oleh karena
itu pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu nafsu makannya
membaik (Siregar, 1998).
2.3. Manajemen pakan
Pakan sapi perah terdiri dari hijauan leguminosa dan rumput yang berkualitas baik serta
dengan konsentrat tinggi kualitas dan palatabel (Blakely dan Bade, 1994). Pemberian pakan
dimaksudkan agar sapi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan
reproduksi. Pemberian pakan hendaknya mencukupi kebutuhan dan harus efisien, sehingga tidak
menimbulkan kerugian (Djarijah, 1996). Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak
10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1-2% dari berat badan (Hartadi, et al,. 1993).
Kebutuhan BK ternak meningkat sesuai dengan bertambahnya produksi susu (Williamsom dan
Payne, 1993).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum sapi adalah a) makanan
cukup mengandung protein, karbohidrat dan lemak, b) perlu diperhatikan efek dari bahan
makanan ternak, c) ransum tersusun dari bahan makanan ternak (Lubis, 1963). Ransum ternak
besar (sapi) terdiri dari 60% hijauan dan 40% limbah pengolahan pangan (bekatul dan bungkil),
sedangkan pemberian pakan konsentrat hendaknya sebelum hijauan, bertujuan untuk merangsang
pertumbuhan mikrobia rumen (Reksohadiprojo, 1984). Untuk mendapatkan pakan sapi perah
yang berkoefisien cerna tinggi dan murah harganya, maka pakan yang diberikan 60% dari
hijauan dan 40% dari konsentrat (Soedono dan Sutardi, 2003).
Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji-bijian atau hasil samping dari
pengolahan suatu produk, misalnya bungkil kacang, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi,
9
dan lain-lain (Darmono, 1993). Bahan pakan konsentrat mengandung kadar serat kasar rendah
dan mudah dicerna, tersusun atas bijian dan limbah olahan hasil pertanian (Soedono dan Sutardi,
2003).
Campuran konsentrat terdiri dari bahan yang mengandung protein dan energi, dengan
kandungan protein bervariasi antara 12-18% protein kasar, yang paling umum dipakai 14-16%
berdasarkan bahan kering (Blakely dan Bade, 1994). Pemberian konsetrat adalah 1 kg untuk tiap
4 kg susu yang dihasilkan. Pemberian konsentrat hendaknya sebelum hijauan, karena untuk
merangsang mikroba rumen. Konsentrat sebaiknya diberikan sebelum pemerahan agar mikroba
dalam rumen dapat memanfaatkan karbohidrat sehingga dapat dicerna (Lubis, 1963).
Pemberian pakan kasar berupa hijauan dilakukan setelah pemerahan, agar tidak
mengganggu mutu air susu (Supardi, 1981). Hal ini dilakukan karena apabila pemberian hijauan
dilakukan pada pagi hari sebelum pemerahan bisa mengakibatkan terganggunya proses
pemerahan, karena proses pencernaan hijauan pada sapi berlangsung sangat lama. Hijauan
merupakan pakan utama sapi perah yang pada umumnya terdiri dari hijauan segar ataupun jenis
legum maupun rumput (Muldjana, 1985). Kebutuhan hijauan sapi perah sebesar 2,5 pound (1,1
kg) per 100 pound (45 kg) bobot badan. Apabila hijauan segar yang diberikan, maka jumlahnya
tiga kali lebih besar (Ensminger, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa ketentuan jumlah pakan
tersebut didasarkan pada kapasitas sistem pencernaan.
Air penting artinya bagi tubuh, terutama untuk peredaran bahan dan sari makanan
keseluruh tubuh, air juga penting dalam proses pernafasan dan pengaturan panas tubuh
(Soelistiyono,1976). Konsumsi air minum sapi perah laktasi dipengaruhi oleh ukuran tubuh,
produksi susu yang dihasilkan, kelembaban udara dan kadar air pakan. Pemberian air minum
pada sapi perah dilakukan secara add libitum (Muldjana, 1985).

2.4. Manajemen pemerahan


Tujuan dari pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak,
karena pelaksanaan pemerahan yang kurang baik, mudah sekali menimbulkan kerusakan pada
ambing dan putting karena infeksi mastitis yang sangat merugikan hasil susu. Dan juga untuk
mendapatkan susu yang maksimal dari ambing (Blakely dan Bade, 1994). Sistem pemerahan
pada sapi perah ada 2 macam yaitu pemerahan dengan mesin dan pemerahan dengan cara manual
(menggunakan tangan). Pemerahan dengan tangan terdapat 3 cara pemerahan yaitu Whole
hand, Strippen, dan Knivelen (Sindoeredjo, 1960).

2.4.1. Fase persiapan


Fase persiapan yang harus dilakukan antara lain sapi yang akan diperah harus dibersihkan
dari segala macam kotoran, tempat dan peralatan harus telah disediakan dan dalam keadaan yang
bersih ( Muljana ,1985). Peralatan yang harus disediakan adalah ember tempat pemerahan susu,
bangku kecil untuk pemerah, tali tambang pengikat kaki sapi perah, milk can untuk penampung
susu, saringan untuk menyaring susu dari kotoran dan bulu-bulu sapi. Selanjutnya menenangkan
sapi, mengikat ekornya dan mencuci ambing dengan air hangat serta melakukan massage untuk
merangsang keluarnya air susu. Sebelum pemerahan dimulai, pemerah harus melakukan cuci
tangan dengan bersih dan mengeringkannya. (Siregar, 1998). Pemerahan yang baik dapat diatur
10
antara 11-13 jam, 10-14 jam jika ada interval selain itu tidak dianjurkan karena perbedaan yang
terlalu besar akan berpengaruh buruk terhadap produksinya. Adanya jarak pemerahan akan
menyebabkan produksi susu di pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu di siang
hari (Syarif dan Sumoprastowo, 1985).
Adnan (1984), menyatakan bahwa untuk menjaga agar kandungan bakteri dalam susu
segar dapat serendah mungkin, semua peralatan yang dipakai untuk penanganan air susu segar
harus diusahakan tetap bersih. (Sugeng, 1992) menambahkan bahwa langkah-langkah sebelum
melakukan pemerahan yaitu: a) cuci alat-alat dengan air pada suhu 50 derajat atau lebih; b)
pembersihan dikerjakan dengan deterjen alkali atau deterjen asam; c) kemudian alat-alat tersebut
dicuci lagi dengan air hangat untuk menghilangkan residu yang telah dapat dilepaskan oleh
deterjen.

2.4.2. Fase pemerahan


Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah atau dengan
tangan. Proses pemerahan yang baik, dilakukan dalam interval yang teratur, cepat, lembut,
pemerahan dilakukan sampai tuntas, dan menggunakan prosedur sanitasi, serta efisien dalam
penggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996). Menurut Muljana (1985), pemerahan manual (dengan
tangan) dilakukan dengan memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah,
kemudian kedua jari kita tekan pelan dan menariknya ke bawah hingga air susu keluar, dan cara
yang mempergunakan lima jari yaitu ibu jari diatas dan keempat jari lainnya memegang puting
dan menarik-nariknya dengan pelan hingga air susu dapat keluar dengan baik. Proses pemerahan
dengan mesin, menggunakan bentuk mesin yang menyerupai cakar (claw) dengan empat
mangkuk puting (teatcups) berbentuk tabung yang terbuat dari besi dan karet, tabung vakum dan
pulsator (Nugroho, 2008). Syarief dan Bagus (2011) menyatakan bahwa cara kerja mesin perah
berbeda dengan pemerahan dengan tangan atau penyedotan oleh pedet. Pengeluaran susu melalui
pengisapan oleh sistem vakum mesin, kemudian pulsator akan mengatur mekanisme vakum dan
tekanan yang terputus setiap detik. Perbandingan antara waktu tabung membuka dan menutup
disebut dengan rasio pulsation . Susu yang sudah keluar dari puting akan disalurkan ke tempat
penampungan yang disebut tabung/ ember susu. Susu dari ember susu kemudian dipindahkan ke
tangki utama melalui prinsip kerja mekanik pompa. Di dalam tangki susu kemudian didinginkan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

2.4.3. Pasca pemerahan


Susu setelah diperah harus segera ditampung dan dibawa ke kamar susu. Penanganan
susu yang biasa dilakukan adalah penyaringan dan pendinginan. Penyaringan susu bertujuan
untuk mendapatkan susu yang terbebas dari kotoran. Selain penyaringan dan pendinginan,
pengujian kualitas susu juga dilakukan karena merupakan hal yang penting untuk mengetahui
kualitas susu yang dihasilkan (Siregar, 1998). Menurut Sinduredjo (1970) susu yang baik
memiliki BJ susu minimal 1,027 pada temperatur 27,6oC, dan kadar lemak berkisar 3%. Sesudah

11
melakukan pemerahan sebaiknya putting dicelupkan dalam larutan disinfektan untuk
menghindari terjadinya mastitis (Syarief dan Sumoprastowo, 1984).

2.5. Manajemen Perkandangan

Perkandangan yaitu komplek dari suatu sentra kegiatan ternak yang melindungi ternak
dari gangguan buruk yang merugikan ternak dan menunjang seluruh aktivitas ternak seperti
kandang, gudang pakan, tempat feses, kantor, mess dan kamar susu ( Girisonta, 1995). Kandang
adalah tempat tinggal sapi selama hidupnya selain itu juga sebagai tempat produksi, kawin dan
melahirkan. Tujuan pembuatan kandang tersebut adalah untuk melindungi ternak terhadap
gangguan dari luar yang merugikan, misalnya gangguan terik matahari, hujan dan angin yang
kencang (Djarijah, 1996). Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab dan
kandang dibersihkan setiap hari agar sapi senantiasa bersih dan bebas dari kotoran sehingga susu
yang diperoleh tidak rusak dan tercemar (Syarief dan Sumoprastowo, 1985).

2.5.1. Lokasi Kandang


Penentuan ataupun pemilihan lokasi kandang hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan
yaitu tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk ataupun bangunan-bangunan umum seperti
sekolah, rumah sakit, puskemas, masjid, dan sebagainya, tidak ada rasa keberatan dari pihak
masyarakat disekitar; pembuangan air limbah dan kotoran tersalur dengan baik dan persediaan
air cukup; letak areal kandang lebih tinggi sekitar 20-30 cm dari lahan sekitarnya; masih
memungkinkan untuk perluasan kandang (Siregar, 1998). Lokasi kandang sapi perah yang bagus
yaitu sekitar 1-2 kilometer dari permukiman penduduk atau tempat keramaian hal ini bertujuan
untuk menghindari bau yang tidak sedap yang membuat tidak nyaman, agar sapi tidak stress
sehingga produksi susu tetap bagus, diusahakan lokasi kandang dengan sumber air dekat agar
mudah dalam proses sanitasi, mandikan sapi dan lokasi kandang mudah dijangkau sehingga
dalam proses pengiriman susu dan pakan tidak mengalami hambatan (Girisonta, 1995). Suhu
yang optimal untuk pemeliharaan sapi PFH adalah 10 27oC (Abidin, 2002).

2.5.2. Kontruksi Kandang


Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang utama yaitu
konstruksi kandang yang meliputi ukuran, bahan-bahan yang digunakan dan perlengkapan
kandang (Untung, 1996). Bangunan kandang harus memberikan jaminan hidup yang sehat,
nyaman dan tidak menimbulkan kesulitan dalam meakukan aktivitas ternak sehingga kontruksi
kandang harus kokoh, tidak membahayakan sapi atau peternaknya. Bahan yang biasa digunakan
untuk tempat, tempat minum, penampungan limbah terbuat dari bangunan permanen dari semen
dan jika yang tidak permanen terbuat dari kayu atau plastik. Atap kandang bisa dibuat dari
genteng, seng, asbes, daun kelapa ataupun dari bahan lain. Tinggi atap dari genting 4,5 m untuk
dataran rendah dan menengah dan 4 m untuk dataran tinggi. Tinggi plafon teras berkisar antara
1,752,20 m, lebar teras sekitar 1 m (Siregar, 1998).
Bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai dinding adalah anyaman bambu, papan atau
bata, ketinggian dinding sebaiknya diperhatikan, yaitu harus setinggi atau lebih tinggi dari tubuh

12
ternak sapi (kurang lebih 2 m), karena berhubungan dengan pengaturan ventilasi dan masuknya
sinar matahari sehingga tidak terhalang oleh dinding, tinggi kandang dari lantai sekitar 125-150
cm (Syarief dan Sumoprastowo, 1984). Lantai kandang sebaiknya dibuat dari bahan yang cukup
keras dan tidak licin untuk dapat menjaga kebersihan dan kesehatan kandang. Tempat pakan
dibuat memanjang sepanjang kandang dan diusahakan sapi dapat mengambil pakan yang
disediakan. Tempat minum porsi yang cukup untuk ternak dan bisa dibuat disebelah pakan,
namun juga harus diperhatikan cara pergantiannya agar terhindar dari kontaminasi pakan yang
tercecer oleh ternak (Darmono, 1993).

2.5.3. Tipe Kandang


Kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu: kandang tipe tunggal
merupakan tipe kandang yang memiliki bentuk atap tunggal atau berdiri satu baris kandang
dengan demikian sapi yang ditempatkan dikandang ini mengikuti bentuk atap yang hanya satu
baris dan kandang tipe ganda merupakan kandang yang memiliki bentuk atap kanda atau dua
baris yang saling berhadpan sehingga sapi yang berada dalam kandang ini berdiri dua baris
dengan posisi saling berhadapan atau dengan saling bertolak belakang (Girisonta, 1995).

2.5.4. Sanitasi dan Penanganan Limbah


Penyakit pada sapi perah akan dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang tidak sedikit
yaitu terlambatnya pertumbuhan sapi muda dan kematian (Siregar, 1998). Beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit antara lain karantina ternak yang sakit, vaksinasi,
penjagaan kebersihan kandang dan peralatan, drainase yang lancar serta lantai yang tidak dingin
dan tidak lembab (Soedono dan Sutardi, 2003).
Usaha pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui kebersihan kandang, kebersihan ternak,
peralatan dan petugas kandang. Gerak badan atau exercise diperlukan oleh sapi kering kandang
setiap hari selama 1-2 jam di lapangan untuk mendapatkan sinar matahari. Program kesehatan
dalam peternakan sapi perah harus dijalankan secara teratur, terutama di wilayah yang sering
terjadi penyakit menular, seperti TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku, dan radang limpa.
Pemeliharaan yang tidak baik dapat menyebabkan kematian pada anak sapi, terutama yang baru
berumur 2 3 minggu (Sudono dan Sutardi, 2003). Kandang yang baik harus memiliki saluran
pembuangan limbah atau feses sapi. Saluran pembuangan limbah yang ideal adalah dengan lebar
30 cm, yang berfungsi untuk mengalirkan kotoran sapi ke saluran biogas (bila di peternakan
terdapat instalasi biogas) atau ke saluran penampungan kotoran untuk dijual sebagai pupuk
kandang (Syarief dan Bagus, 2011).

2.6. Manajemen Perkawinan


Perkawinan merupakan cara perkembangbiakan dengan cara dikawinkan, baik secara
alami maupun buatan. Perkawinan secara buatan dilakukan dengan bantuan IB (Inseminasi
Buatan). Proses perkawinan akan berhasil jika didukung oleh tiga hal yaitu pakan, kondisi sapi,
lingkungan. Perkawinan secara buatan atau IB maka yang berpengaruh untuk keberhasilan
proses perkawinan yaitu inseminator, sperma, pakan dan kondisi ternak diusahakan dalam
kondisi benar-benar dalam kondisi berahi (Girisonta, 1995). Perkawinan yang tepat bagi sapi
13
yang sedang berahi dilakukan pada masa-masa subur. Masa subur yang dialami sapi perah
berlangsung selama 15 jam, masa subur ini dicapai 9 jam sesudah tanda-tanda berahi terlihat dan
6 jam sesudah berahi itu berakhir. Ovulasi terjadi 10-12 jam sesudah berahi terakhir. Perkawinan
kembali setelah melahirkan yaitu dilakukan setelah 60-90 hari harus dilakukan perkawinan
kembali karena jika terlalu lama maka perkawinan berikutnya lama dan jarak kelahiran
berikutnya terlalu panjang (Ensminger, 1992).

14
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Adapun metode pelaksanaan magang ini yaitu :


1. Observasi
Observasi dilakukan selama 3 hari pertama, kegiatan yang dilakukan yaitu
pengenalan lokasi UPT PT - HMT Batu, pengenalan kegiatan yang akan
dilaksanakan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui keadaaan wilayah setempat
dan kegiatan apa yang akan dilakukan.
2. Mengikuti kegiatan dilapang
Kegiatan dilapang dilakukan selama 25 hari terhitung dari tanggal 23 Januari 2017
22 Februari 2017. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan judul maupun tidak
harus diikuti selama kegiatan magang ini. Selain ingin mengetahui bagaimana teknis
manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik, kita juga ingin mendapatkan
pengalaman dan juga mendapatkan lebih banyak lagi dari para pekerja disitu.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menanyakan hal hal yang ingin diketahui mengenai
bagaimana manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik di UPT PT - HMT Kota
Batu ini. Wawancara dilakukan pada narasumber sesuai dengan bidangnya baik saat
dilapang maupun disaat waktu kosong.
4. Pustaka
Melakukan pustaka untuk mempelajari teori teori yang berhubungan dengan judul
sebagai acuan dan bahan penulisan laporan magang. Pustaka didapatkan dari
referensireferensi yang sudah ada baik berupa buku, jurnal, maupun website.

15
BAB IV
JADWAL KEGIATAN DAN IDENTITAS TIM

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Magang dilaksanakan di UPT PT HMT Batu yang terletak di jalan raya
Tlekung, Desa Beji, Kecamatan Junrejo Kota Batu. Magang ini dilaksanakan selama dua
puluh lima (25) hari terhitung sejak tanggal 23 Januari 2017 sampai dengan tanggal 22
Februari 2017.

4.2 Identitas Tim

NO NAMA ANGGOTA NIM PROGRAM NO.


STUDI TELEPON
1. FRANSISKA DUA 2015410032 PETERNAKAN 082359146251
EDA
2. EMANUEL G. 20154100 PETERNAKAN
KABORA
3. ZUBAIDI 20154100 PETERNAKAN
4. FELIX A. SARIAMAN 20154100 PETERNAKAN
5. YULIANA OLIVIA 20154100 PETERNAKAN
YUA

16
DAFTAR PUSTAKA

17
LAMPIRAN LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai