Anda di halaman 1dari 23

PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keratokonjungtivitis vernal (KKV) merupakan peradangan bilateral
dari konjungtiva yang sering terjadi pada anak dan dewasa muda yang
mempunyai kelainan atopik atau riwayat keluarga dan tinggal di daerah
beriklim panas. Meskipun alergi cuaca sebagai penyebab dari penyakit ini
belum dapat diterima dengan baik, sedikitnya 50 % kasus, dipengaruhi oleh
gejala alergi lain dan terjadi sentisisasi imunoglobulin spesifik yaitu Ig E.
Kecenderungan KKV terjadi pada laki-laki dan selesai setelah pubertas karena
peran hormon dalam perkembangan KKV. Akan tetapi, mekanisme pasti
hubungan tersebut masih belum diketahui.1
Pada penelitian Ujwala dkk terhadap pasien yang menderita KKV
dijumpai 23 orang (5%) mempunyai riwayat keluarga atau riwayat alergi atau
atopi , 3 orang memiliki riwayat keluarga dan 20 orang memiliki riwayat
alergi. Dari 20 pasien yang memiliki riwayat alergi, 15 orang riwayat alergi
pada saluran napas ( alergi debu, rinitis, bronkitis, dan asma) dan 5 orang
dengan dermatitis.2
Gejala klinis pada KKV adalah munculnya hipertropi papilari dari
palpebra dan atau lumbus konjungtiva, bulbar konjungtiva berpigmentasi,
penebalan limbus, Hornest-Trantas dots,dan sekret mukus. 2
Diagnosis KKV dibuat berdasarkan anamnesis seta dari tanda dan
gejala yang khas. KKV aktif didiagnosa berdasarkan keluhan mata gatal pada
papila konjungtiva tarsal atas, dan atau hipertropi limbus sengan pigmentasi
bulbar konjungtiva.2
Pemahaman dan pengobatan KKV telah menjadi tantangan karena
patogenesisnya belum jelas dan anti-alergi terapi sering tidak berhasil. KKV
merupakan penyakit yang diperantarai oleh sel IgE- dan sel T yang mengarah

1
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

ke peradangan kronis. Eosinofil, limfosit dan aktivasi sel yang terstruktur


terjadi pada reaksi alergi konjungtiva. Karena itu, tindakan yang bertujuan
untuk menstabilkan sel mast atau antagonis reseptor histamin saja sering tidak
cukup untuk mengendalikan peradangan konjungtiva dan sering terjadi
keterlibatan kornea.1
.
1.2. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk mengenal dan mengetahui penyakit mata
Keratokonjungtivitis Vernal. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata RSUP Haji Adam
Malik Medan.

2
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi kornea


Lengkung kornea lebih besar dari pada lengkung sklera. Lengkungan ini
cocok dengan sklera membentuk seperti kaca jam dengan sulkus dangkal (limbus
kornea) penanda sambungan dua struktur. Diameter normal kornea pada orang
dewasa adalah 11.5 mm (10-13mm). Kelainan kongenital pada kornea yang kecil
disebut mikro kornea dengan diameter kurang dari 10.0 mm. Kelainan kongenital
pada kornea yang besar disebut megalokornea dengan diameter 13-15 mm.3
Kornea berfungsi sebagai membran transparan tempat cahaya masuk dan
diteruskan ke retina. Kornea juga berkontribusi dalam refraksi dari cahaya dan
memfokuskan penglihatan. Tiga lapisan jarigan yang membentuk kornea adalah
lapisan epitel luar yang sangat tipis yang dilanjutkan dengan konjungtiva; lapisan
tengah disebut substantia propria atau stroma; Membran Bowman dan lapisan
endotelial yang berada sebelah humor akuos dari anterior chamber.4
Subtantia propia dibentuk oleh kolagen ikat yang tersusun teratur melekat
pada matrix mukopolisakarida. Susunan serabut kolagen membuat subtantia propria
transparan dan diperlukan untuk pengiriman cahaya. Hidrasi diperlukan untuk
memelihara jarak serabut kolagen dan transparansi. Kornea tidak memiliki pembuluh
darah dan memperoleh nutrisi dan suplai oksigen melalui difusi pembuluh darah
dekat sklera, dari humor akuos pada permukaan dalam, dan dari air mata.4
Secara morfologinya, kornea terdiri dari lima lapisan yaitu3
Lapisan Epitel
Permukaan anterior kornea berasal dari lapisan ektoderm permukaan
dan dilapisi oleh epitel skuamus berlapis non keratin, dimana lapisan basal
kolumnarnya melekat ke lamina basal yang diikat oleh hemidesmosom. Sel-
sel basal memiliki lebar 12 m dan kepadatannya 6000 sel/mm2 .Erosi kornea

3
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

yang disertai abrasi kornea traumatis diakibatkan kerena pembentukan


hemidesmosom pembentukan yang tidak sempurna setelah abrasi epitel.5
Lapisan sel basal terdiri dari 2 atau 3 lapis poligonal "wing" sel.
Permukaan sel epitel kornea sangat tipis (30 flm) dan dilekatkan satu sama
lain oleh zonula fiber. Zonula fiber memiliki sifat membran semipermeabel
terhadap epitel. Microplika dan mikrovili membuat permukaan apeks wing sel
tidak teratur; tetapi air mata prekornea menjadikan permukaan optik halus.5
Permukaan kornea yang dibentuk oleh epitel skuamus non keratin
berlapis beregenerasi dengan cepat ketika terjadi kerusakan. Dalam hitungan
jam, kerusakan epitel ditutup oleh migrasi sel dan pembelahan yang cepat.
Regenerasi terjadi apabila sel-sel induk limbus di limbus kornea tidak rusak.
Regenerasi kornea tidak mungkin lagi terjadi ketika sel-sel ini terganggu.
Epitel utuh melindungi terhadap infeksi; kerusakan epitel memudahkan
patogen untuk masuk ke mata.3
Membran Bowman
Membran basal tipis yang mengikat sel basal epitel skuamosa berlapis
ke lapisan Bowman. Lapisan ini sangat tahan tetapi tidak dapat beregenerasi.
Akibatnya, cedera lapisan bowman biasanya menghasilkan jaringan parut
kornea.3
Stroma Kornea
Stroma membentuk 90% dari seluruh lapisan kornea manusia. Stroma
terdiri dari kolagen yang memproduksi keratosit, substansi dasar, dan lamela
kolagen. Fibril kolagen berbentuk oblik dan menghadap ke lamela pada
sepertiga anterior stroma (beberapa saling menyilang) dan dua pertiga lamela
paralel di posterior. Kolagen kornea tersebar di seluruh kornea dan ujungnya
melilit pada limbus. Fibril mempunyai ukuran yang sama, terpisah, dan
bentuknya membuat kornea menjadi transparan. Stroma terdiri dari kolagen I,
III, V, dan VI. Kolagen VII membentuk jangkar pada epitel.5

4
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Dasar kornea terdiri dari proteoglikan yang berada diantara fibril


kolagen. Komponen glikosaminoglikan (contohnya keratan sulfat)
bertanggungjawab saat terjadi pembengkakan pada stroma. Lapisan keratosit
antara lamela kornea mensintesis kolagen dan proteoglikan.5
Kornea terdiri dari 2,4 juta keratosit yang menyusun 5% volume
stroma dengan kepadatan tertinggi di bagian anterior (1058 sel/mm2) dan 771
sel/mm2 di bagian posterior. Keratosit merupakan sel yang sangat aktif dan
kaya mitokondria, retikula endoplasma kasar, dan aparatus golgi. Keratosit
memiliki struktur yang saling melekat dan dihubungkan oleh gap junction.
Gambaran permukaan keratosit yang datar dan rata dalam bidang koronal
memastikan gangguan transmisi cahaya yang minimum.5
Sebagai jaringan avaskular, stroma beregenerasi secara perlahan. Akan
tetapi, avaskular membuatnya menjadi tempat imunologi khusus untuk
pencangkokan. Transplantasi kornea rutin dilakukan tanpa contoh jaringan
sebelumnya. Peningkatan risiko penolakan ditakuti apabila kornea penerima
memiliki banyak vaskular yang mungkin terjadi setelah cedera atau
peradangan kimia.3
Membran Descemet
Membran Descemet berada pada permukaan posterior stroma kornea
yang berdekatan dengan ruang anterior. Membran Descemet adalah membran
yang relatif kuat. Membran Descemet menentukan bentuk ruang anterior.
Membran Descemet merupakan membran dasar sejati. Jaringan yang hilang
diregenerasikan oleh sel endotel fungsional.3
Ketebalan membran descemet nya bertambah sesuai usia. Saat lahir,
ketebalannya 3-4 flm dan meningkat 10-12 flm di masa dewasa. Membran
Descemet terdiri dari zona terikat anterior yang berkembang di rahim dan
zona tidak terikat posterior yang menjadi tempat endothelium kornea
sepanjang hidup. Seperti lamina basal, membran descemet banyak

5
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

mengandung kolagen IV. Sisa-sisa membran Descemet di bagian perifer


dikenal sebagai Hassall-Henle warts, terutama terdapat di kalangan orang tua.
Sisa-sisa di bagian pusat (cornea guttae) juga muncul dengan bertambahnya
usia.5
Endotelium Kornea
Endotelium kornea membuat kornea transparan. Densitas tinggi dari
sel-sel epitel diperlukan untuk mencapai hal ini. Endotelium kornea tidak
beregenerasi; apabila terjadi kerusakan di endothelium ditutup oleh
pembesaran sel dan migrasi sel.3
Endotelium kornea terdiri dari satu lapisan sel yang sebagian besar
berbentuk heksagonal berasal dari neural crest. Oleh karena itu, endothelium
kornea berasal dari neuroektodermal. Endotelium kornea terdiri dari 500.000
sel, dengan kepadatan sekitar 3000/mm2. Ukuran, bentuk, dan morfologi dari
sel-sel endotel dapat diamati oleh specular mikroskop di slit lamp. Permukaan
apeksl sel-sel ini menghadap ke ruang anterior dan permukaan basal
berbatasan membran Descemet.5
Sel endotel muda memiliki inti besar dan banyak mitokondria.
Transpor aktif ion oleh sel endotel menyebabkan transfer air dari stroma
kornea dan memelihara transparansi stroma. Mitosis endothelium jarang
terjadi pada manusia dan jumlah sel endotel menurun dengan bertambahnya
usia. Disfungsi sel endotel, cedera akibat tindakan bedah, peradangan, atau
riwayat penyakit keluarga (misalnya, Fuchs endotel distrofi) dapat
menyebabkan dekompensasi endotel, edema stroma, dan kegagalan
penglihatan. 5

6
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 1. Morfologi Lapisan Kornea


(Sumber: Lang.2000. Ophthalmology. New York: Thieme)
Kornea merupakan struktur penting dari mata dan sangat sensitif. Kornea
menerima pasokan sensorik cukup dari mata bagian dari saraf trigeminal. Sedikit
sensasi sentuhan menyebabkan refleks menutup mata. Setiap cedera pada kornea
(erosi, penetrasi benda asing,atau keratoconjunctivitis ultraviolet) mengekspos ujung
saraf sensorik dan menyebabkan rasa sakit dengan merangsang refleks dan penutupan
mata yang disengaja.3

2.2.Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan mukosa membran dengan pembuluh darah tipis, yang
penampilan normalnya mengkilap. Konjungtiva membentuk kantong konjungtiva
bersama-sama dengan permukaan kornea. Konjungtiva bulbi melekat longgar dengan
sklera dan lebih melekat erat dengan limbus kornea. Epitel konjungtiva melebur
dengan epitel kornea. Garis palpebra konjungtiva berada pada permukaan dalam
kelopak mata dan melekat pada tarsus. Palpebra konjungtiva yang longgar
membentuk lipatan di fornik konjungtiva, di mana bergabung dengan konjungtiva

7
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

bulbar. Setengah moonshaped melipat pada membran mukosa, plika semilunaris,


terletak disudut medial fisura palpebra. Garis ini berbatasan dengan karunkel
lakrimal, yang berisi rambut dan kelenjar sebasea.3

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva


(Sumber: Lang.2000. Ophthalmology. New York: Thieme)

Kantung konjungtiva memiliki tiga fungsi utama:3


Motilitas bola mata
Hubungan longgar antara bulbar konjungtiva dan sklera dan "tambahan"
jaringan konjungtiva di forniks memungkinkan bola mata bergerak secara
bebas ke segala arah pandangan.
Lapisan Artikuler
Permukaan konjungtiva licin dan lembab untuk memungkinkan membran
mukosa meluncur dengan mudah dan tanpa rasa sakit. Film air mata bertindak
sebagai pelumas.

8
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Fungsi Pelindung.
Konjungtiva harus mampu melindungi mata dari patogen. Folikel-seperti
agregasi limfosit dan sel plasma (kelenjar getah bening mata) yang terletak di
bawah konjungtiva palpebra dan di forniks. Antibakteri zat, imunoglobulin,
interferon,dan prostaglandin membantu melindungi mata.3

2.3. Keratokonjungtivitis Vernal


2.3.1. Definisi
Keratokonjungtivitis vernal merupakan bagian dari konjungtivitis
alergi. Konjungtivitis alergi dapat diklasifikasikan menjadi konjungtivitis
alergi sederhana, keratokonjungtivitis vernal, konjungtivitis atopik,
konjungtivitis papilari raksasa, piliktenular keratokonjungtivitis, dan kontak
dermokonjungtivitis. Konjungtivitis alergi merupakan peradangan pada
konjungtiva karena alergi atau reaksi hipersentivitas yang dapat terjadi secara
humoral atau selular.6
Keratokonjungtivitis vernal adalah konjungtivitis yang berulang
secara musiman, bilateral, terjadi peradangan pada kornea dan konjungtiva
terutama pada anak-anak laki-laki, yang sering naun tidak selalu memiliki
riwayat pribadi atau keluarga atopi.7
2.3.2. Epidemiologi
KKV merupakan penyakit yang jarang terjadi di negara barat. Estimasi
prevalensi di Eropa adalah 3:2/10.000 dimana hampir endemik di negara
subtropis. Iklim panas dan daerah yang terekspos matahari menjadi
karakteristik yang berprevalensi yang tinggi.8
KKV mempunyai cenderung terjadi di iklim hangat dan kering seperti
Afrika Selatan. Laki-laki lebih sering mengalami daripada perempuan (2:1)
dan onset biasanya setelah usia 5 tahun dan mengalami remisi pada akhir usia
remaja. Sangat jarang terjadi pada dewasa usia di atas 25 tahun. 75% pasien

9
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

memiliki riwayat atopi. Ketika muncul gejala, gajala klinis sindrom atopi
(aksema,asma, dan rinitis) tidak muncul bersamaan dengan konjungtivitis.9

2.3.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi


KKV merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap beberapa alergen
eksogen, seperti rumput serbuk sari. KKV dianggap sebagai gangguan alergi
atopik di banyak kasus, di mana mekanisme IgE-mediated berperan penting
pada KKV. Pasien tersebut dapat memiliki sifat alergi sendiri atau terdapat
riwayat keluarga penyakit atopik lain seperti jerami demam, asma, atau
eksema dan pemeriksaan darah darah tepi menunjukkan eosinofilia dan serum
kadar IgE meningkat.
Faktor predisposisi KKV :
1. Usia dan jenis kelamin.
Banyak dialami pada usia 4-20 tahun; lebih umum pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.
2. Musim
Lebih sering terjadi pada musim panas; disebut juga Warm weather
Conjunctivitis
3. Iklim
Sering terjadi di daerah tropis daripada zona beriklim sedang dan hampir
tidak ada pada daerah beriklim dingin.6

2.3.4. Patogenesis
Pada KKV terjadi proses patologi yaitu :
Epitel konjungtiva mengalami hiperplasia dan mengirimkan proyeksi ke
dalam jaringan subepitel.
Lapisan Adenoid menunjukkan infiltrasi seluler ditandai oleh eosinofil, sel
plasma, limfosit dan histiosit.

10
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Lapisan fibrosa menunjukkan proliferasi yang kemudian mengalami


perubahan hialin.
Pembuluh darah konjungtiva juga menunjukkan proliferasi, peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi.
Semua perubahan patologis ini menyebabkan pembentukan banyak
papila dikonjungtiva tarsal atas.6
Patogenesis terjadinya kelainan ini belum diketahui secara jelas, tapi
terutama dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas pada mata.
Keratokonjungtivitis vernalis adalah suatu penyakit imun yang kompleks yang
melibatkan suatu respon hipersensitivitas tipe cepat (hipersensitivitas tipe I)
dan lambat (hipersensitivitas tipe IV).10
Pemeriksaan histopatologik dari lesi di konjungtiva menunjukkan
peningkatan sel mast, eosinofil dan limfosit pada subepitel dan epitel. Dalam
perjalanan penyakitnya, infiltrasi sel dan penumpukan kolagen akan
membentuk papil raksasa. Faktor lain yang berperan adalah aktivitas
mediator non IgE oleh sel mast. Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan
terbentuknya antibodi IgE spesifik terhadap antigen bila seseorang terpapar
pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperan sebagai homositotropik yang
mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan antigen dengan
antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan
terjadinya degranulasi dan dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti
histamin, slow reacting substance of anaphylaxis, bradikinin, serotonin,
eosinophil chemotactic factor, dan faktor-faktor agregasi trombosit.10
Histamin adalah mediator yang berperan penting, yang mengakibatkan
efek vasodilatasi, eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai
dengan gejala seperti mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar
dan terdapat sekret yg bersifat mukoid. Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe
I fase lambat mempunyai karakteristik, yaitu dengan adanya ikatan antara

11
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

antigen dengan IgE pada permukaan sel mast, maka mediator kimia yang
terbentuk kemudian akan dilepaskan seperti histamin, leukotrien C4 dan
derivat-derivat eosinofil yang dapat menyebabkan inflamasi di jaringan
konjungtiva.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV, terjadi karena sel limfosit T yang
telah tersensitisasi bereaksi secara spesifik dengan suatu antigen tertentu,
sehingga menimbulkan reaksi imun dengan manifestasi infiltrasi limfosit dan
monosit (makrofag) serta menimbulkan indurasi jaringan pada daerah
tersebut. Setelah paparan dengan alergen, jaringan konjungtiva akan
diinfiltrasi oleh limfosit, sel plasma, eosinofil dan basofil. Bila penyakit
semakin berat, banyak sel limfosit akan terakumulasi dan terjadi sintesis
kolagen baru sehingga timbul nodul-nodul yang besar pada lempeng tarsal.
Aktivasi sel mast tidak hanya disebabkan oleh ikatan alergen IgE, tetapi dapat
juga disebabkan oleh anafilatoksin, IL-3 dan IL-5 yang dikeluarkan oleh sel
limfosit. Selanjutnya mediator tersebut dapat secara langsung mengaktivasi
sel mast tanpa melalui ikatan alergen IgE. Reaksi hiperreaktivitas konjungtiva
selain disebabkan oleh rangsangan spesifik, dapat pula disebabkan oleh
rangsangan non spesifik, missal rangsangan panas sinar matahari, angin.10

2.3.5. Manifestasi Klinis


Diagnosis klinis konjungtivitis vernal dapat ditegakkan berdasarkan
gejala yang muncul dan eksplorasi mata. Pada konjungtivitis vernal
dijumpai iritasi pada mata, merah, dan gatal, sensasi terbakar, air mata
yang berlebihan, mata bengkak (terutama daerah sekitar tepi kornea),
cobblestone pada kelopak mata, dan dijumpai titik Horner-Trantas.
Gejala-gejala ini dijumpai pada pasien paling sering pada musim semi dan
musim panas.11

12
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gejala lain yang dapat timbul adalah gatal yang hebat, fotofobia
(sensitif terhadap cahaya). Gatal diperburuk oleh paparan angin, debu,
cahaya terang, dan cuaca panas. Beberapa pasien mengeluh mata terasa
lengket dan dijumpai sekret mukus. Keterlibatan kornea menyebabkan
keluhan penglihatan berkurang.12
Klasifikasi KKV didasarkan pada lokasi utama tejadi reaksi papiler
yaitu tarsal dan limbal. KKV tarsal terlihat dominan pada ras Kaukasia,
sedangkan KKV limbal dominan pada ras non-Kaukasia. Bentuk tarsal
ditandai dengan papila hipertropi berukuran tidak teratur (cobblestone)
pada tarsal atas. Sedangkan KKV limbal (bulbar) ditandai dengan infiltrat
gelatin bada limbus. KKV Campuran memiliki papila raksasa pada
konjungtiva tarsal atas dan infiltrasi gelatin pada limbus.13

Gambar 3. Keratokonjungtivitis pada Tarsal


(Sumber : Leonardi A., et al. 2012. Ocular allergy: recognizing and diagnosing
hypersensitivity disorders of the ocular surface in European Journal of Allergy
and Clinical Immunology.)
Pada KKV konjungtiva palpebra terjadi peradangan di palpebra dan
hipertrofi difus papiler yang lebih menonjol di daerah atas. Bulbar
konjungtiva menjadi hiperemis dan kemosis juga dapat terjadi. Pada kasus
yang lebih berat, giant papillae menyerupai cobblestone dapat
berkembang pada tarsus bagian atas. Limbus jadi menebal, permukaannya
bergelatin, terdapat tonjolan berbentuk oval yang tersebar dan injeksi
pembuluh darah. Horner-Trantas dot, kumpulan eosinofil dalam jumlah
besar dan sel epitel, dapat diamati pada limbus hipertrofi pasien dengan
KKV limbal.7

13
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 4. Horner-Trantas Dots


(Sumber : American Academy of Opthalmology. 2016. External
Disease and Cornea. San Fransisco : European Board of
Ophthalmology

Keratitis pungtata, makroerosi epitel, ulkus dan plak merupakan tanda


keterlibatan kornea dengan berbagai tingkat jaringan parut. Manifestasi
klinis KKV berbeda antara negara barat (bentuk tarsal) dengan negara
subtropis (bentuk limbal).8

Grade KKV Gejala Hiperemis Sekret Reaksi Tranta Dot Keterlibata


Konjungtiva Konjungtiva Papilaris n Kornea
Grade 0 - -/ringan - Ringan- - -
Quiescent sedang
Grade 1 Ringan dan Ringan -/ Ringan Ringan - - -
Mild gejala kadang- sedang
Intermittent kadang muncul
Grade 2A Ringan - sedang Ringan Ringan Ringan - -
Moderate gejala berulang Berat
Intermitten
Grade 2B Ringan - sedang Ringan Ringan Ringan - Keratitis
Moderate gejala menetap sedang Sedang Berat Pungtata
Persistent Superfisial
(-/+)
Grade 3 Sedang - berat Sedang Sedang Sedang Trantas dot Keratitis
Severe gejala menetap Berat Berat Berat dengan (+) sedikit Pungtata
injeksi dan Superfisial
oedem

14
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Grade 4 Berat dan gejala Sedang- Berat Sedang Trantas dot Erosi
Very Severe menetap Berat Berat dengan (+) Banyak Kornea /
injeksi dan ulkus
oedem
Grade 5 - / ringan dan -/ringan - Ringan - -
Evolution gejala kadang Berat fibrosis
muncul
Klasifikasi Keratokonjungtivitis Vernal berdasarkan klinis:14
Tabel 2 . Grade Kerato Konjungtivitis Vernal
( Sumber : Bonini S., et all. 2007. Clinical grading of vernal
keratoconjunctivitis in Curr Opin Allergy Clin Immunol. Vol 7. Pages
:436441)

2.3.6. Diagnosis
Diagnosis keratokonjungtivitis vernal adalah ditegakkan berdasarkan
riwayat gejala yang khas, gambaran klinis, dan pemeriksaan mata di bawah
slit lamp.1
Anamnesa
Gejala umum yang biasa dikeluhkan adalah gatal, fotofobia, terbakar,
dan mata berair. Tanda-tanda umum yang muncul konjungtiva hyperemis,
hipertrofi papiler, dan keratitis superfisial.15

15
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 5. Grade Kerato Konjungtivitis Vernal


( Sumber : Bonini S., et all. 2007. Clinical grading of vernal
keratoconjunctivitis in Curr Opin Allergy Clin Immunol. Vol 7. Pages
:436441)
Pemeriksaan oftalmologi
Untuk melihat tanda KKV yang muncul harus diperiksa menggunakan
slit lamp atau lup pembesar. Penggunaan fluorescein akan membantu untuk
mengidentifikasi gangguan pandangan akibat keterlibatan kornea.
Tanda yang tampak pada pemeriksaan oftalmologi adalah :
- konjungtiva hiperemis
- cobblestone
- Horner-Trantas dots pada limbus
- keterlibatan kornea dengan keratopati pungtata superfisial
- ulkus kornea
- neovaskularisasi.12

16
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.3.7. Diferensial Diagnosa

Tabel 1 . Diferensial Diagnosa Keratokonjungtivitis Vernal


(Sumber: Leonardi A., Bogacka E., Fauquert JL., et al. 2012. Ocular allergy:
recognizing and diagnosing hypersensitivity disorders of the ocular surface in
European Journal of Allergy and Clinical Immunology.)

2.3.8. Tatalaksana
a. Non Farmakologi
Identifikasi alergen dan hindari faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan eksaserbasi penyakit. Menghindari papaean faktor pemicu
nonspesifik seperti, matahari, angin, dan air laut dengan menggunakan
kacamata hitam, topi, dan kaca mata renang sangat direkomendasikan. Sering
mencuci tangan, muka dan telinga harus dianjurkan. Kompres dingin sangat
membantu ketika mata bengkak. Obat pengganti air mata menstabilkan air
mata berfungsi sebagai pencuci mata dan mencairkan konsentrasi alergen dan
mediator pada air mata. Tetes mata yang terdiri dari ekstrak herbal harus
dihindari karena dapat membuat reaksi sentisisasi alergen.16

17
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Klimatoterapi, seperti penggunaan pendingin ruangan atau relokasi ke


tempat yang lebih dingin dapat membantu. Pasien dengan eksaserbasi yang
dipengaruhi musim, pengobatan dapat dimulai 2 minggu sebelum gejala biasa
muncul.7
b. Farmakologi
1. Terapi topikal
Vasokonstriktor
Dipakai 4-6 kali sehari. Pemberian minimal selama 7 hari dan onset
muncul setelah 2 minggu.8
Antihistamin
Antihistamin bekerja antagonis di reseptor histamin, memblok efek
peradangan endogen histamin dan mencegah atau menurunkan tanda-
tanda dan gejala yang muncul. Terjadi inhibisi sekresi pro inflamasi di
sel epitel konungtiva.8
Mast Cell Stabilizer
Mast sel stabilizer adalah obat lini pertama untuk KKV. Topikal mast
sel stabilizer aman dan mempunyai efek samping minimal di mata
meskipun beberapa dapat ditoleransi seperti rasa terbakar sementara
atau pedih saat di aplikasikan.8
Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID)
NSAID bekerja dengan menghambat enzim COX -1dan COX-2
enzim. Ketorolac, diklofenak, dan pranoprofen, dapat sebagai alternatif
yang steroid yang tepat karena mereka terbukti memiliki efek pada
gatal, ekspresi intrasel adhesi, dan tryptase air mata. Indometasin 1%,
ketorolak 0,5%,dan diklofenak 0,1% telah menunjukkan efektivitas
baik terhadap KKV.8

18
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Imunomodulator
Siklosporin efektif mengendalikan KKV yang menimbulkan
peradangan mata dengan memblok proliferasi limfosit Th2 dan produksi
interleukin-2. Siklosporin juga menghambat rilis histamin dari sel mast
dan basofil melalui penurunan produksi IL-5 dan dapat mengurangi
keterlibatan eosinofil dan efek pada konjungtiva dan kornea.8
2. Terapi sistemik
Pengobatan sistemik dengan antihistamin oral atau antileukotrin dapat
mengurangi keparahan serangan dan hiper-reaktivitas umum. Generasi
pertama antagonis reseptor H1 dapat menurunkan keluhan rasa gatal di
mata. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah bersifat sedatif dan
memiliki efek antikolinergik seperti mulut kering, mata kering,
penglihatan kabur dan retensi urin. Antihistamin generasi kedua
mempunyai efek yang sama, tetapi efek sedatif rendah dan aktivitas
antikolinergik rendah. Contohnya adalah acrivastine, cetirizine, ebastine,
fexofenadine, loratadine dan mizolastine.7

Gambar 6. Perbedaan Penatalaksanaan berdasarkan Grade KKV


( Sumber : Bonini S., et all. 2007. Clinical grading of vernal
keratoconjunctivitis in Curr Opin Allergy Clin Immunol. Vol 7. Pages
:436441)

19
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

3. Terapi bedah
Operasi pengangkatan plak kornea dianjurkan untuk meringankan gejala
berat dan re-epitelisasi kornea. Krioterapi atau eksisi papila raksasa harus
dihindari karena ini tindakan ini hanya untuk mengatasi komplikasi dan
tidak menyelesaikan
penyebab penyakit. Krioterapi dan dapat menyebabkan jaringan parut
yang tidak perlu.8

2.3.9. Komplikasi
Komplikasi timbul dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakitnya atau
efek samping pengobatan yang diberikan. Komplikasi pada mata yang
ditimbulkan adalah kebutaan dan gangguan penglihatan yang berat.
Penggunaan steroid dapat memicu timbulnya katarak, glaukoma, skar pada
sentral kornea, astigmatisme iregular dan keratoconus. Sangat perlu dilakukan
staging pada KKV untuk penatalaksanaan sesuai tingat staging.17

2.3.10. Prognosis
Keratokonjungtivitis vernalis merupakan penyakit yang ringan dan
bersifat self-liminting. KKV mengalami resolusi setelah pubertas tanpa
adanya gejala lanjut atau komplikasi visual, akan tetapi terapi yang adekuat
yang dapat menyebabkan prognosis yang lebih baik. Penyakit KKV kronis
yang telah terjadi komplikasi terhadap kornea dan penggunaan kortikosteroid
dapat menyebabkan pembentukan keratokonus dan prognosisnya menjadi
buruk. 18,19

BAB 3

20
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KESIMPULAN

Keratokonjungtivitis Vernal (KKV) adalah inflamasi pada konjungtiva


yang bersifat bilateral, biasanya berulang pada musim tertentu dan bersifat
imunologi, yang memiliki karakteristik hipertropi gelatin limbus dan atau
papilla dari giant cell konjungtiva. KKV penyakit alergi mata yang biasanya
menyerang anak laki-laki usia muda.
Gejala yang sering muncul pada KKV adalah gatal, fotofobia, rasa
terbakar pada mata dan produksi air mata yang berlebih. Sedangkan tanda
yang dapat ditemukan adalah papil yang membesar, keratitis superficial dan
hiperemis konjungtiva.
Patogenesis terjadinya kelainan ini belum diketahui secara jelas, tapi
terutama dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas pada mata.
Keratokonjungtivitis vernalis adalah suatu penyakit imun yang kompleks yang
melibatkan suatu respon hipersensitivitas tipe cepat (hipersensitivitas tipe I)
dan lambat (hipersensitivitas tipe IV).
Gejala yang umum terjadi adalah sama seperti penyakit alergi mata
yang lain, yaitu rasa gatal yang hebat, mata berair, terbakar, dan fotofobia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran papil cobblestone, hipertropi
papil, Horner-Trantas dots, dan menyebabkan penurunan pengelihatan.
Tujuan pengobatan pada KKV untuk menghilangkan gejala dan
menghindari efek iatrogenik yang serius dari obat yang diberikan
(kortikosteroid). Terapi utamaadalah menghindari allergen, pemberian obat
tetes, topikal, sistemik, terapi suportif dan tindakan bedah.

21
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Leonard A., Lazzarini D., Motterle L., et al. 2013. Vernal


Keratoconjunctivitis-like Disease in Adults in Am J Ophthalmol. Vol 155.
Pages 796803.
2. Saboo UJ., Jain M., Redd JC., dan SangwanVC. 2013. Demographic and
clinical profile of vernal keratoconjunctivitis at a tertiary eye care center in
India in Indian Journal of Ophthalmology. Vol. 61. No. 9. Pages: 486-489.
3. Lang GK., et all. 2000. Ophthalmology. New York: Thieme.
4. Lippincott. 2009. Pathophysiology Concepts of Altered Health States.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
5. American Academy of Opthalmology. 2015. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology, Section 2, 2014-2015. San Fransisco : European Board of
Ophthalmology
6. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition. India :
New Age International (P) Limited.
7. American Academy of Opthalmology. 2016. External Disease and Cornea.
San Fransisco : European Board of Ophthalmology
8. Leonardi A., Bogacka E., Fauquert JL., et al. 2012. Ocular allergy:
recognizing and diagnosing hypersensitivity disorders of the ocular surface in
European Journal of Allergy and Clinical Immunology.
9. Freeman N. 2006. Vernal Keratokonjuctivitis in Current Allergy & Clinical
Immunology.Vol 19. No.2. Pages: 60-63.
10. Zicari AM., et all. 2013. Vernal keratoconjunctivitis: atopy and autoimmunity.
In European Review for Medical and Pharmacological Sciences. Rome:
Department of Pediatrics and Department of Sense Organs, Sapienza
Universit of Rome. Page: 1419-1423

22
PAPER NAMA : LUPITA YESSICA TARIGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 110100142
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

11. Armentia A., et al. 2015. Component-resolved diagnostics in vernal


conjunctivitis in Ann Allergy Asthma Immunol. Vol 115. Pages : 446e450.
Available at : ScienceDirect
12. Hall A., 2005. Vernal Keratoconjunctivitis in Community Eye Health Journal.
Vol 18. No 53
13. Chigbua, DG., and Brown, SS. 2011. Ocular surface disease: A case of vernal
keratoconjunctivitis in British Contact Lens Association. Published by
Elsevier. Vol 34. Pages: 3944.
14. Bonini S., Sacchetti M., Mantelli F., and Lambiase A. 2007. Clinical grading
of vernal keratoconjunctivitis in Curr Opin Allergy Clin Immunol. Vol 7.
Pages :436441.
15. Sofi RA., and Mufti A. 2016. Vernal Keratoconjunctivitis in Kashmir: A
temperate zone in Int Opthalmol.
16. Leonardi A. 2013. Management of Vernal Keratoconjunctivitis in Ophthalmol
Ther. Vol 2. Pages:7388.
17. Al-Akily SA., and Bamashmus MA. 2011. Ocular complications of severe
vernal keratoconjunctivitis (VKC) in Yemen in Saudi Journal of
Ophthalmology. Vol 25,. Pages: 291294.
18. Shoja MR., Besharati MR. 2006. Evaluation of keratocounus by
videokeratography in subjects with vernal keratoconjunctivitis (VKC) In:
Journal of Reaserch in Medical Sciences. Page 164-169.
19. Melton R., Thomas RK. 2013. Pharmacologic Management of Allergic
Conjunctivitis: An Evidence-Based Algorithm. British: Bausch&Lomb
Incorporated.

23

Anda mungkin juga menyukai