Satuan Acara Penyuluhan
Satuan Acara Penyuluhan
I. Latar Belakang
Untuk menghindari penyakit kanker di wilayah rahim, sebagian besar dokter ahli
kandungan menyarankan agar wanita melakukan pap smear secara teratur setahun
sekali. Cara itu bisa mendeteksi kanker pada stadium awal sehingga proses
penyembuhan bisa dilakukan. Dari semua kanker yang menyerang wanita, hanya
kanker serviks yang bisa dicegah dengan vaksinasi. Karena hanya kanker serviks yang
disebabkan oleh virus HPV.
Selain disebabkan oleh hubungan seksual, kanker serviks juga bisa tertular lewat
pemakaian handuk dan pakaian dalam. Namun hampir 99 persen disebabkan oleh
hugungan seksual, dan sekitar 80 persen wanita beresiko terinfeksi HPV. Virus HPV
tipe 16 dan 18 merupakan virus yang paling bandel dan kemunculannya tidak
menimbulkan gejala tertentu. Sebelum divaksinasi, dilakukan dulu papsmear dirumah
sakit yang menyediakan layanan itu. Biasanya, hasil pap smear baru keluar sekitar
seminggu. Biaya pemeriksaan pap smearberkisar Rp 50.000 per orang.
Selain pap smear, melakukan pemeriksaan dengan metode Inspeksi Visual Asam
Asetat (IVA) juga bisa dilakukan sebelum diberikan vaksin. Layanan IVA sudah bisa
dilakukan dipuskesmas terdekat, biayanya pun hanya berkisar Rp 20.000 per orang.
Proses IVA dilakukan dengan cara membuka vagina untuk kemudian diberikan Asam
Asetat. Setelah beberapa saat, para bidan atau dokter akan mengetahui apakah wanita
itu perlu diberi vaksin atau tidak.
Wanita yang belum pernah berhubungan seksual bisa divaksinasi tanpa
pemeriksamaan pap smear dan IVA. Karena vaksinasi kanker serviks disarankan sudah
dilakukan sejak usia 10 tahun sampai 45 tahun (sebelum memopause). Jika wanita
sudah menopause dan ibu hamil, tidak disarankan lagi untuk melakukan vaksinasi.
Saat ini harga vaksin kanker serviks sudah murah. Saat pertama kali diluncurkan, harga
vaksin Rp 1 juta lebih, kini harganya sekitar Rp 600.000 Rp 700.000. vaksinasi itu
dilakukan tiga kali dalam jangka waktu enam bulan. Jika suntikan pertama di bulan
februari, yang kedua bulan maret dan suntikan ketiga atau terakhir pada bulan agustus,
setelah vaksinasi wanita bisa melindungi diri dari HPV terutama tipe 16, 18 dan 20
selama 6-7 tahun, setelah itu baru dilanjutkan vaksinasi ulang.
II. Tujuan
Setelah diberikan penyuluhan, peserta diharapkan mengetahui tentang pemeriksaan
Pap Smear dan IVA
III. Tujuan Khusus
1. Peserta mengetahui tentang pengertian Pap Smear dan IVA.
2. Peserta mengetahui tentang fungsi Pap Smear dan IVA.
3. Peserta mengetahui tentang cara pemeriksaan Pap Sear dan IVA .
IV. Sasaran
Ibu-ibu di RT 04 RW 04 Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya.
V. Komunikator
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya.
VI. Materi
Terlampir
VII. Metode
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah metode ceramah, tanya jawab,
dan diskusi. Metode ceramah dipadukan dengan metode diskusi dan tanya jawab yang
dimaksudkan untuk memotivasi minat dan keterlibatan peserta penyuluhan.
VIII. Media
1) Leaflet
IX. Pengorganisasian
Penanggung jawab: Dinisyah Dwi Tamala S.Keb
Moderator : Prastiwi Novia P, S.Keb
Penyaji : Yalis Surya Rahma D., S.Keb
X. Kegiatan Penyuluhan
No. Waktu Pembicara Peserta
XI. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Peserta hadir minimal 15 orang di Balai RW 04 Kelurahan Jemur Wonosari
Surabaya
b. Penyuluhan dilakukan di Balai RW 04 Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan
2. Evaluasi proses
a. Peserta tertib saat pemberian materi penyuluhan
b. Peserta mendengarkan penyuluhan dengan seksama
c. Peserta mengajukan pertanyaan
3. Evaluasi hasil
a. Peserta dapat menyebutkan definisi Pap Smear dan IVA saat ditanya secara acak
b. Peserta dapat menyebutkan fungsi Pap Smear dan IVA saat ditanya secara acak
c. Peserta dapat menyebutkan secara singkat cara pemeriksaan Pap Smear dan IVA
saat ditanya acak
MATERI IVA
1. PENGERTIAN IVA
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk mendeteksi
kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung
(dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam
asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
Laporan hasil konsultasi WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat
pra kanker (high-Grade Precanceraus Lesions) dengan sensitivitas sekitar 66-96% dan
spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif (positive predective value) dan nilai
prediksi negatif (negative predective value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97%
(Wijaya Delia, 2010).
Pemeriksaan IVA merupakan pemeriksaan skrining alternatife dari pap smear karena
biasanya murah, praktis, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan sederhana
serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter ginekologi.
Pada pemeriksaan ini, pemeriksaan dilakukan dengan cara melihat serviks yang telah
diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo. Setelah serviks diulas dengan asam asetat,
akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara langsung dan
dapat dibaca sebagai normal atau abnormal. Dibutuhkan waktu satu sampai dua menit
untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada jaringan epitel.
Serviks yang diberi larutan asam asetat 5% akan merespon lebih cepat daripada
larutan 3%. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian
asam asetat akan didapat hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan
bercak putih (displasia) (Novel S Sinta,dkk,2010).
2. TUJUAN IVA
Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada
leher rahim.
3. KEUNTUNGAN IVA
Menurut (Nugroho. 2010) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes diagnosa lainnya
adalah :
a. Mudah, praktis, mampu laksana
b. Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan
c. Alat-alat yang dibutuhkan sederhana
d. Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Menurut (Emilia. 2010 :53) keuntungan IVA
a. Kinerja tes sama dengan tes lain
b. Memberikan hasil segera sehingga dapat diambil keputusan mengenai
penatalaksanaannya
4. JADWAL IVA
Program Skrining Oleh WHO :
a. Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
b. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
c. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho
Taufan, dr. 2010)
d. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60
tahun.
e. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki
dampak yang cukup signifikan.
f. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan,
bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
6 . KATEGORI IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan,
salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
a. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
c. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
d. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks
bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Azwar. 2007. Perilaku dan Sikap Manusia. Bandung : ALFABETA
Azwar. 2009. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta :EGC
Febri. 2010. Kesehatan Reproduksi. (http://bidanshop.blogspot.com. Diakses 31 januari
2013)
Melianti Mira. 2011. Skining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual deang
Asam Asetat (IVA) test. (http://stikesdhb.ac.id/kebidanan/91-skrining-kanker-
serviks.html. Diakses 31 Januari 2013)
Kartono. 2006. Perilaku Manusia. Jakarta : EGC
Nasir. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo. 2003. Pengantar Perilaku dan Pendidikan Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Novel S.Sinta dkk. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV).
Jakarta : Javamedia Network
Samadi Priyanto .H. 2010. Yes, I Know Everything About KANKER SERVIK.
Yogyakarta : Tiga Kelana
Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1, S2. Yogyakarta : Nuha
Medika
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : ALFABETA
Sukaca E. Bertiani. 2009. Cara Cerdas Menghadapi KANKER SERVIK (Leher Rahim).
Yogyakarta: Genius Printika
Wijaya Delia. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Servik. Yogyakarta : Sinar
Kejora
7. Faktor resiko
a. Umur
Perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim paling sering ditemukan pada usia 35-55
tahun dan memiliki risiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker mulut rahim (serviks).
Semakin tua umur seseorang akan mengalami proses kemunduran, sebenarnya proses
kemunduran itu tidak terjadi pada suatu alat saja tetapi pada seluruh organ tubuh.
Semua bagian tubuh mengalami kemunduran, sehingga pada usia lanjut lebih lama
kemungkinan jatuh sakit, misalnya terkena sakit/mudah mengalami infeksi (Andrijono,
2008).
b. Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat hidup
atau viable. Paritas dengan jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan
terlampau dekat mempunyai risiko yang lebih besar terhadap timbulnya perubahan sel-
sel abnormal pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan pervaginam banyak
dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada mulut rahim
yang dapat berkembang menjadi keganasan (IBG Manuaba, 1999).
c. Sosial ekonomi
Golongan social ekonomi yang rendah sering kali terjadi keganasan pada sel sel
mulut rahim, hal ini dikarenakan ketidakmampuan melakukan Pap Smear secara rutin
(Andrijono, 2008).
d. Usia wanita saat menikah
Usia menikah <21 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami perubahan sel-sel
mulut rahim. Hal ini karena pada saat usia muda sel-sel rahim masih belum matang.
Maka sel sel tersebut tidak rentan terhadap zat zat kimia yang dibawa oleh sperma
dan segala macam perubahannya. Jika belum matang, bisa saja ketika ada rangsangan
sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati, sehingga kelebihan sel ini bisa
berubah sifat menjadi sel kanker (Karen Evennett, 2003).
e. Berganti-ganti pasangan
Pasangan seksual yang berganti ganti juga memperbesar risiko kemungkinan
terjadinya kanker leher rahim. Bisa saja salah satu pasangan seksual membawa virus
HPV yang mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih
banyak yang akan mengarah ke keganasan leher rahim (Nugroho. K, 2007)
f. Hygiene alat Genetalia
Terlalu sering menngunakan antiseptik untuk mencuci vagina juga ditengarai dapat
memicu kanker serviks. Oleh sebab itu, hindari terlalu sering mencuci vagina dengan
antiseptic karena cuci vagina dapat menyebabkan iritasi di serviks. Iritasi ini akan
merangsang terjadinya perubahan sel yang akhirnya berubah menjadi kanker. ( Rieke.
P, 2006 ).