Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS BST

Seorang Wanita 39 Tahun dengan Nyeri Pinggang

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf RSUD Tugurejo

Pembimbing:
dr. Siti Istiqomah, Sp. S

Disusun oleh :
Himmatul Ulya
H2A013013P

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Low Back Pain Miogenik (LBP) atau nyeri otot pada pinggang bawah
merupakan masalah kesehatan yang nyata tetapi merupakan penyebab utama
naiknya angka morbiditas, disabilitas serta terbatasnya aktifitas tubuh. Nyeri
pinggang mencapai 30% - 50% dari keluhan rematik pada praktek umum dan
merupakan penyakit no.2 pada manusia setelah influenza.
Pravelensinya dibandingkan dengan nyeri kepala, nyeri pinggang
bawah menempati tempat kedua. Keluhan nyeri pinggang bawah pernah
dialami oleh 50% - 80% penduduk Negara industri, dimana prosentase
meningkat sesuai pertumbuhan usia dan menghilangkan jam kerja yang sangat
besar. LBP merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan gejala utama
nyeri atau perasaan tidak enak pada daerah pinggang bawah dan sekitarnya. 1
Setiap tahun pravelensi LBPdi Negara amerika serikat dilaporkan
sebesar 15% - 45% dan angka kejadian LBP terbanyak di dapatkan pada usia
35 - 55 tahun. Berdasarkan penelitian Copcord Indonesia (community
oriented program or controle of rhematic disease) menunjukkan pravelensi
LBP 18,2% pada laki-laki dan 13,6% pada wanita. Sekitar 11% - 12% pasien
menjadi cacat akibat ksus ini dan kecenderungan untuk kambuh cukup tinggi
yaitu sekitar 26% - 37%, sehingga menyebabkan penderita kembali tidak
bekerja atau kurang produktif. 1
Low Back Pain Miogenik (LBP) adalah nyeri pinggang bawah yang di
sebabkan oleh gangguan atau kelainan pada unsur musculoskeletal tanpa di
sertai dengan gangguan neurologis antara vertebra thorakal 12 sampai dengan
bagian bawah pinngul atau anus. Nyeri dikatakan sebagai salah satu gejala
alami yang paling utama adanya suatu kesakitan. Lebih kurang 90% LBP
disebabkan karena pada struktur anatomi normal yang digunakan secara
berlebihan atau akibat dari trauma, yang menimbulkan stress atau strain pada
otot, tendon, dan ligament. Biasanya berhubungan dengan aktifitas sehari -

2
hari yang berlebihan dan dilakukan dengan tidak benar, misal mengangkat
beban yang berat, terlalu lama berdiri atau duduk dengan posisi yang salah.
Tanda dan gejala yang terjadi adalah nyeri tekan pada regio lumbal,
ketegangan otot yang menyebabkan spasme otot daerah pinggang bawah,
sehingga menyebabkan pasien enggan menggerakkan sendi lumbal. Apabila
terjadi secara terus - menerus dapat menimbulkan keterbatasan fungsi lumbal
salah satunya keterbatasan gerak sendi lumbal. 2

3
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Ny. E
Usia : 39 tahun
Agama : Islam
Alamat : Gunung Jati Tengah-Ngaliyan-Semarang
Pekerjaan : Buruh Setrika
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 6 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis Tgl 8 Agustus 2017,
Pukul: 15.00 WIB
Keluhan utama : nyeri pinggang
Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : pinggang kiri
Onset : satu tahun yang lalu
Kronologis : pasien mengeluh nyeri di pinggang sebelah
kiri sejak 1 tahun yang lalu, keluhan dirasa timbul setelah
mengalami jatuh terduduk karena terpeleset saat menjemur pakaian
dan semakin nyeri setelah mengalami KLL. Keluhan menjalar
sampai kaki kiri dan merasa kesemutan. Keluhan terus-menerus
dan sangat mengganggu aktivitas. Keluhan semakin berat saat
dibuat jongkok dan ringan saat minum obat antinyeri dari dokter.
Pasien juga mengeluh nyeri saat buang air kecil.
Kualitas : nyeri
Kuantitas : terus-menerus
Faktor memperberat : saat dibuat jongkok, batuk, bersin dan
mengejan

4
Faktor memperingan : minum obat antinyeri dari dokter
Keluhan lain : nyeri saat buang air kecil

Riwayat Penyakit Dahulu


- Sakit yang sama : disangkal
- HNP : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- DM : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Trauma : diakui, jatuh terduduk karena terpeleset dan
KLL 1 tahun yll
- Riwayat Opname : ISK, Apekdiktomi, Vertigo

Riwayat Penyakit Keluarga


- Sakit sama : disangkal
- Hipertensi : diakui, ibu
- DM : disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai tukang buruh setrika dan tidak pernah
mengangkat yang berat-berat, tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Pasien menggunakan BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemerikaan fisik dilakukan tanggal 8 Agustus 2017 Pukul 15.00 WIB.
Keadaan Umum : tampak kesakitan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Vital sign :
TD : 120/70 MmHg
Nadi : 80x /menit, irama regular, isi dan tegangan cukup

5
RR : 20x/menit
Suhu : 36,00 C
A. Status Internus
- Kepala/leher : normosefali, deformitas (-), bengkak (-)
: pembesaran KGB -/-
: pembesaran kelenjar tiroid -/-
- Mata : Reflek cahaya +/+
: Konjungtiva anemis -/-
: Sklera ikterik -/-
: Pupil isokor, 3mm/3mm
- Telinga/hidung : deformitas (-), nyeri (-), sekret (-)
: septum nasi ditengah
- Mulut/faring : mukosa tidak pucat, hiperemis (-)
: tonsil T1/T1
: uvula ditengah
- Thorax
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
: gerak napas tertinggal (-)
Palpasi : tactile fremitus simetris, sama kuat
: ekspansi normal
Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : pekak, batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 normal, (-) murmur, (-) gallop
- Abdomen
Inspeksi : cembung, bekas luka (-)
Auskultasi : bising usus normal, bruits (-)

6
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan epigastrik (-)
: hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Punggung : nyeri punggung bawah (-)
- Ekstremitas : akral hangat
: deformitas (-), edema (-)
: CRT <2 detik

B. Status Neurologis
1. Fungsi Luhur
- Kesadaran :
Kualitatif : compos mentis
Kuantitatif GCS : E4M6V5
- Orientasi : tempat, waktu dan situasi baik
- Daya ingat
Baru : baik
Lama : baik
- Gerakan abnormal : tidak ditemukan
- Gangguan berbahasa :
Afasia motorik : -
Afasia sensorik : -
Akalkuli :-
2. Koordinasi dan Keseimbangan

- Gait : normal
- Tes tunjuk hidung : normal
- Tes tumit-lutut : normal
- Disdiadokokinesis : normal

3. Saraf Otonom

- Miksi : normal
- Defekasi : normal

7
- Sekresi keringat : normal

4. Nervi Cranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N. I (Olfactorius)
Daya Penghidu Normosmia Normosmia
N.II (Opticus)
a. Daya penglihatan baik baik
b. Lapang pandang baik baik
c. Fundus okuli t.d.l t.d.l
N.III (Oculomotorius)
a. Ptosis (-) (-)
b. Gerak mata keatas (+) (+)
c. Gerak mata kebawah (+) (+)
d. Gerak mata media (+) (+)
e. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
f. Bentuk pupil Bulat, reguler Bulat, reguler
g. Reflek cahaya langsung (+) (+)

(-) (-)
h. Strabismus divergen
(-) (-)
i. Diplopia
N.IV (Trochlearis) :
a. Gerak mata lateral bawah (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
a. Menggigit (+) (+)
b. Membuka mulut (+) (+)
c. Sensibilitas (+) (+)
d. Reflek kornea (+) (+)
e. Reflek bersin t.d.l t.d.l

8
f. Reflek masseter t.d.l t.d.l
g. Reflek zigomatikus t.d.l t.d.l

N.VI (Abducens) :
a. Pergerakan mata (ke lateral) (+) (+)
b. Strabismus konvergen (-) (-)
c. Diplopia (-) (-)
N. VII (Facialis)
a. Kerutan kulit dahi (+) (+)
b. Mengerutkan dahi (+) (+)
c. Mengangkat alis (+) (+)
d. Menutup mata (+) (+)
e. Lipatan nasolabia (+) (+)
f. Sudut mulut (+) (+)
g. Meringis (+) (+)
h. Tik fasial (-) (-)
i. Lakrimasi (+) (+)
j. Daya kecap 2/3 depan t.d.l t.d.l
N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Mendengarkan suara berbisik N (N)
b. Mendengarkan detik arloji t.d.l t.d.l
c. Tes rinne t.d.l t.d.l
d. Tes weber t.d.l t.d.l
e. Tes schwabach t.d.l t.d.l
f. Nistagmus (-) (-)

N IX (Glossopharyngeus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Uvula Simetris Simetris
c. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l

9
d. Reflek muntah - -
e. Sengau (-) (-)
f. Tersedak (-) (-)
N X (Vagus)
a. Arkus faring Simetris Simetris
b. Daya kecap 1/3 belakang t.d.l t.d.l
c. Bersuara (+) (+)
d. Menelan (+) (+)

N XI (Accesorius)
a. Memalingkan muka (+) (+)
b. Sikap bahu (+) (+)
c. Mengangkat bahu (+) (+)
d. Trofi otot bahu N N
N XII (Hypoglossus)
a. Sikap lidah N N
b. Menjulurkan lidah N N
c. Artikulasi N N
d. Tremor lidah (-) (-)
e. Trofi otot lidah (-) (-)
f. Fasikulasi lidah (-) (-)

ANGGOTA GERAK
ATAS Kanan Kiri
Inspeksi:
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik :
Gerakan + normal + normal
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus Normal Normal
Trofi (-) (-)
Sensibilitas + normal + normal

10
Nyeri + normal + normal
Reflek fisiologik :

Bisep + normal + normal


Trisep + normal + normal
Radius + normal + normal
Reflek Patologi :

Hoffman (-) (-)

Tromer (-) (-)

ANGGOTA GERAK
Kanan Kiri
BAWAH
Inspeksi:
Drop foot Tidak ada Tidak ada
Claw foot Tidak ada Tidak ada
Pitchers foot Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Normal Normal
Sistem motorik
Gerakan (+) normal (+) normal
Kekuatan 5-5-5 Sulit dinilai
Tonus (+) normal Sulit dinilai
trofi (-) (-)
Klonus (-) (-)
Reflek fisiologik (patella) (+) normal Sulit dinilai
Sensibilitas (+) normal (+)(+)(parestesia)
Nyeri normal (+)

11
Keterangan Kanan Kiri

Reflek Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bechterew - -
Rossolimo - -
Gonda - -
Klonus patella - -
Klonus kaki - -

Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk - -
Kernig sign - -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -

Pemeriksaan radikuler
Pemeriksaan kanan Kiri
Lasseque >70 + < 70
Bragard - +
Sicard - +
Patrick - -
Kontra patrick - -

12
IV. Diagnosis
I. Diagnosis Klinis : Ischialgia sinistra
Parestesia Tungkai Bawah
Diagnosis Topis : Radix spinalis L5-S1
Diagnosis Etiologi : Trauma
II. Infeksi Saluran Kemih

V. INISIAL PLAN
Dx : - lab profil lipid
- Lab gula darah
- Ro Vertebra lumbosacral
Tx : - Inj Ketorolac 30mg
- Diazepam 2 x 2 mg
- Ranitidine 2 x 150 mg
- Konsul spesialis RM atau fisioterapis
Mx : kesadaran, tanda vital dan nyeri
Ex : menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakit pasien yaitu lob back pain, sehingga perlu
pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pastinya.
Menjelaskan agar tidak memperparah sakitnya, pasien
menghindari angkat berat, olah raga berat, mencegah trauma.
Mengedukasi keluarga pasien supaya mengikuti rehabilitasi
medik. Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai
prognosis penyakitnya

VI. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanam : Dubia ad malam
Quo ad Fungsional : Dubia

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain didefinisikan sebagai nyeri dan
ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah sudut iga terakhir (costal
margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior fold), dengan atau
tanpa nyeri pada tungkai. 1

B. Klasifikasi
Menurut Bimaariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya Low back
pain (LBP) terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 3
1. Acute Low Back Pain
Acute Low Back Pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara
tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai
beberapa minggu dan rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low
back Pain (LBP)dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan
mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian
tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen
dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah
lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini
penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan
pemakaian analgesik. 2
2. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan
dan rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini
biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang
lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,
rheumatoidarthritis, proses degenerasidiscus intervertebralis dan tumor.

14
Disamping hal diatas terdapat juga klasifikasi patologi yang klasik yang
juga dapat dikaitkan dengan Low back pain (LBP). 4
C. Penyebab nyeri punggung
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada
tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain : 4
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan
2. Spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan
korda spinalis.
3. Trauma minor : regangan, cedera whiplash.
4. Fraktur : traumatik (jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor), atraumatik
(osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen)
5. Herniasi diskus intervertebral
6. Degeneratif : kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis
spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral,
gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid)
7. Arthritis : spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya
ankylosing spondilitis, sindrom reiter).
8. Neoplasma : metastasis, hematologic, tumor tulang primer
9. Infeksi/inflamasi : osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus,
meningitis, arachnoiditis lumbalis
10. Metabolik : osteoporosishiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis
(misalnya penyakit paget)
11. Vaskular : aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
12. Lainnya : nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-
pura sakit, sindrom nyeri kronik.

D. Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya nyeri punggung adalah usia, kondisi kesehatan yang
buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok,
skoliosis mayor, obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal yang berhubungan

15
dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu lama, duduk
atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran, mengangkat,
membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan kehamilan.
Beberapa kegiatan, seperti jogging dan berlari di permukaan yang rata, angkat
berat, dan duduk lama (terutama di mobil, truk, dan kursi yang tidak nyaman),
dapat menyebabkan nyeri punggung. Namun demikian, faktor psikologis
memegang peranan yang cukup kuat dalam menyebabkan nyeri punggung
kronis. 5
E. Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang
terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus
ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang
selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. 3
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang
diakibatkan lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf
dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada
selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang
menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan.
Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi
ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na
dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano -hot spot
yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Rangsangan nyeri
dapat berupa rangsangan mekanik, termik atau suhu, kimiawi dan campuran,
diterima oleh reseptor yang terdiri dari akhiran saraf bebas yang mempunyai
spesifikasi. Di sini terjadi potensial aksi dan impuls ini diteruskan ke pusat
nyeri. Serabut saraf yang berasal dari reseptor ke ganglion masuk ke kornu

16
posterior dan berganti neuron. Di sini ada dua kelompok neuron, yaitu: (a)
yang berganti neuron di lamina I yang kemudian menyilang linea mediana
membentuk jaras anterolateral yang langsung ke talamus, sistem ini disebut
system neospinotalamik yang menghantarkan rangsangan nyeri secara cepat.
Kelompok (b) bersinaps di lamina V kemudian menyilang linea mediana
membentuk jaras anterolateral dan bersinaps di substantia retikularis batang
otak dan di talamus. Sistem ini disebut system paleospinotalamik yang
mengantarkan perasaan nyeri yang kronik dan yang kurang terlokalisasi (19).
Percobaan-percobaan decade terakhir menunjukkan adanya sistem
nyeri yang desenden, yang menghambat nyeri. Daerah periakuaduktus dan
nucleus rafe magnus merupakan bagian penting sistem ini. Rangsangan di
tempat ini akan menghambat nyeri. 5

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu ditanyakan kapan dan bagaimana mulai
timbulnya, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang
diderita diawali dengan kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau
memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada
keluarga penderita penyakit yang sama. Adanya riwayat mengangkat
beban yang berat dengan sikap tubuh yang salah dan berulangkali,
kegiatan fisik atau olahraga yang tidak biasa. Sifat nyeri yang tajam,
menusuk dan berdenyut, seringkali bersumber dari sendi, tulang dan
ligamen. Sedangkan rasa pegal, biasanya berasal dari otot. Nyeri yang
disertai dengan penjalaran ke arah tungkai menunjukkan adanya
keterlibatan radiks saraf. Sedangkan nyeri yang berpindah-pindah dan
tidak wajar, sangat mungkin merupakan nyeri psikogenik. Harus pula
diperhatikan adanya gangguan miksi dan defekasi untuk mengetahui
gangguan pada radiks saraf. Hal lain yang perlu diketahui adalah
adanya demam selama beberapa waktu terakhir untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi, misalnya spondilitis. Riwayat penyakit terdahulu

17
dan riwayat pekerjaan harus diketahui untuk mempertajam penegakan
diagnosis. 6

2. Pemeriksaan klinis neurologis


Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri
dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu
herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan geraka
n mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis,
berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai
hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot
paravertebral. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita
adalah adanya keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. 7
Posisi berdiri, cara penderita berjalan, berdiri dan sikap
berdirinya. Perhatikan bagian belakang tubuh, apakah ada deformitas,
kelainan anatomik tulang belakang, pelvis yang miring / tulang
panggul yang tidak simetris, dan adanya atrofi otot. Derajat gerakan
(ROM) harus diperhatikan dan diperiksa. Posisi duduk Harus
diperhatikan cara penderita duduk, sikap duduknya, serta bagian
belakang tubuhnya. Posisi berbaring Perhatikan cara penderita
berbaring dan sikap berbaringnya. Dilakukan pengukuran
panjang ekstremitas inferior. Ekstensi ke belakang (back
extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada
stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,
karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen
sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal. Fleksi
ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri
pada tungkai bila ada hernia nucleus pulposus (HNP), karena
adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi di atas suatu
diskus protusio, sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal

18
tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang
tertekan di sebelahnya (jackhammr effect).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis kasus NPB
biasanya tidak spesifik. Foto rontgen biasa (plain photos) sering
terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan
intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor
spinal. Pemeriksaan sinar X, magnetic resonance imaging (MRI) atau
computerized tomography scan (CT-Scan), dual energy x-ray
absorbtiometry (DEXA) atau myelography dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi. Namun, pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya
korelasi dengan gejala LBP pada pasien, kecuali pada kondisi tertentu
seperti gangguan pada diskus, kelainan pada tulang belakang, maupun
adanya keganasan. 7

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan kasus NPB adalah untuk
menghilangkan nyeri, mempertahankan dan meningkatkan mobilitas,
menghambat progresivitas penyakit, dan mengurangi kecacatan.
Penatalaksanaan untuk NPB (termasuk NPB yang diakibatkan oleh HNP)
yaitu: Terapi konservatif meliputi tirah baring disertai obat analgetik dan
obat pelemas otot. Terapi non- medikamentosa berupa fisioterapi,
diatermi/kompres panas/dingin, korset lumbal maupun traksi pelvis.
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu
lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap
untuk kembali ke aktivitas biasa. Pasien harus tidur di atas kasur yang
keras, berlapis papan di bawahnya supaya kasur tidak melengkung selama
beberapa minggu sampai 3 bulan.Pada keadaan nyeri akut biasanya dapat

19
digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri
kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin. 7
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat
digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada
NPB kronis. Sebagai penyangga, korset dapat mengurangi beban pada
diskus serta dapat mengurangi spasme. Menurut panel penelitian di
Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian
yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring
dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan
enyembuhan. Salah satu pilar penanganan NPB adalah dengan exercise
atau latihan untuk otot perut dan punggung. Penatalaksanaan yang belum
benar terbukti memberikan hasil karena kurangnya evidence adalah
exercise untuk otot punggung, aerobic conditioning, injeksi steroid secara
epidural, korset, agen fisik dan modalitas lainnya seperti es, panas,
diatermi gelombang pendek, dan ultrasoundOperasi bertujuan untuk
menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf sehingga nyeri dan
gangguan fungsi akan hilang. Harus dilakukan terutama jika sudah ada
kelainan neurologik yang semakin memburuk misalnya paresis otot
tungkai bawah, gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual), paresis otot
tungkai bawah, dan bila terapi konservatif gagal. 6

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Burton AK, Eriksen HR, Leclerc A, Balaque F, Henrotin Y, Muller G, et al.


European Guidelines For Prevention In Low Back Pain. 2004.
2. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009.
3. Patrianingrum M, Oktaliansah E, Surahman E. Prevalensi dan faktor risiko
nyeri punggung bawah di lingkungan kerja anestesiologi Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2015: vol 3.
4. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in older
adults: prevalence and risk factors for back pain onset. Rheumatology 2011;
50: 164-1653
5. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi farmakologi
dan non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38-4
6. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri punggung bawah. In: Nyeri Neuropatik,
patofisiologi dan penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba
JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
7. Alfred J. Low Back Pain. Merck Manual Home Handbook. 2013

21

Anda mungkin juga menyukai