Anda di halaman 1dari 54

Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

BAB VI
RENCANA PENGEMBANGAN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR PUNGGOLAKA

VI.1. Umum
Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun-tahun
mendatang akan berimbas pada semakin besarnya jumlah kebutuhan air
minum yang harus dipenuhi oleh PDAM Kota Kendari. Sebagai akibatnya,
instalasi pengolahan air (IPA) eksisting yang dikelola PDAM Kota
Kendari, yaitu IPA Punggolaka dengan kapasitas pengolahan sebesar 233
L/detik tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan air minum
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap IPA
eksisting agar dapat memenuhi kebutuhan air minum penduduk Kota
Kendari di tahun-tahun mendatang.
Perencanaan pengembangan IPA eksisting dilakukan dengan
memperhatikan hasil yang diperoleh dari Bab V yaitu kesimpulan
mengenai seberapa besar kapasitas pengolahan dari masing-masing unit
pengolahan yang ada di IPA eksisting setelah melalui proses evaluasi,
apakah masih tetap 233 L/detik, dapat ditingkatkan, atau harus dikurangi.
Berdasarkan hasil evaluasi, IPA eksisting hanya dapat digunakan pada
debit 201,7 L/det untuk memenuhi semua kriteria desain.
Proses evaluasi yang dilakukan pada Bab V juga dimaksudkan
untuk mengoptimalkan unit-unit pengolahan yang masih dapat
dipergunakan agar biaya pengembangan instalasi eksisting dapat ditekan.

VI.2. Peningkatan Kapasitas IPA Punggolaka


Jumlah kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari hingga akhir
periode perencanaan tahun 2027 merupakan representasi dari penambahan
kapasitas yang harus dilakukan pada instalasi eksisting. Selain itu pula
seperti telah disebutkan di atas, hasil evaluasi terhadap unit-unit
pengolahan eksisting juga akan menentukan seberapa besar kapasitas yang
harus ditambah.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-1


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

IPA hasil pengembangan direncanakan akan beroperasi untuk


melayani kebutuhan air minum penduduk Kota Kendari selama 20 tahun
mendatang. Berikut ini adalah tabel mengenai jumlah kebutuhan air
minum penduduk Kota Kendari selama 20 tahun yang akan datang.

Tabel VI.1. Jumlah Kebutuhan Air


2005 2017 2027
Jenis Kebutuhan Air Faktor
(L/detik) (L/detik) (L/detik)
Debit Rata-rata 1 224,66 338,82 481,67
Debit Jam Puncak 1,5 336,99 508,23 722,51
Debit Hari Maks 1,1 247,13 372,70 529,84
Sumber : Perhitungan

Pengembangan IPA Pungolaka direncanakan akan dibangun dalam


dua tahap, yaitu tahap I pada tahun 2007 s/d 2017 dan tahap II pada tahun
2017 s/d 2027. Pada Tabel VI.2 di atas dapat dilihat besar kapasitas
pengolahan air minum pada masing-masing tahapnya adalah seperti di
bawah ini :
Tahap I (2007-2017) : 372,7 L/det
Tahap II (2017-2027) : 529,84 L/det
Berdasarkan hasil evaluasi, IPA eksisting untuk tahap I dan tahap
II perencanaan pengembangan dapat mensuplai air bersih sebesar 201,7
L/detik akibat kapasitas reservoir yang sudah tidak mencukupi.
Kapasitas pengolahan IPA pengembangan akan didasarkan pada
debit harian maksimum untuk mengantisipasi fluktuasi penggunaan air
minum pada saat maksimum. Selain itu, kapasitas pengolahan IPA
pengembangan direncanakan akan sebesar 105% dari kebutuhan air
minum tak terpenuhi, dengan kelebihan sebesar 5% dipergunakan untuk
kebutuhan air internal IPA tersebut.

Tabel VI.2. Kapasitas Pengolahan IPA Pengembangan


Jenis Kebutuhan Air 2017 (L/det) 2027 (L/det)
Total kebutuhan air 372,7 529,84
Kapasitas instalasi eksisting 201,7 201,7
Kebutuhan air tak terpenuhi 171 328,14
Kebutuhan air bersih utk IPA 8,55 16,41
Kapasitas pengolahan IPA Pengembangan 179,55 344,55
Sumber : Perhitungan

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-2


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Untuk sistem intake dan transmisi diasumsikan kehilangan air


adalah sebesar 5%. Sehingga debit yang dialirkan dari intake ke instalasi
adalah:
Tahap I (2007-2017)= (180 + 9) L/detik 190 L/detik
Tahap II (2075-2027)= (345 + 17,25) L/detik 370 L/detik
Berdasarkan nilai tersebut maka ditetapkan kapasitas instalasi sebesar 360
L/detik sehingga pada setiap tahap akan dibangun instalasi sebesar 180
L/detik. Berikut ini adalah rencana pembangunan dan kapasitas dari
instalasi :
Tahap I : Intake = 370 L/detik
Transmisi = 370 L/detik
Instalasi = 180 L/detik
Tahap II : Instalasi = 180 L/detik
Dalam tugas akhir ini hanya akan direncanakan untuk pembangunan pada
tahap I, yaitu instalasi sebesar 180 L/det dan intake serta transmisi sebesar
370 L/det.

VI.3. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum


Pemilihan alternatif proses pengolahan didasarkan kepada
karakteristik air baku dan kulitas akhir dari air yang diinginkan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan unit Pengolahan Air Minum,
diantaranya adalah faktor teknis, dan ekonomis. Pemilihan dilakukan
dengan mengkombinasikan faktor-faktor tersebut sehingga didapatkan
kombinasi unit pengolahan yang paling efesien dan optimal. Berikut ini
merupakan uraian mengenai kedua faktor tersebut :
1. Aspek teknis
y efisiensi unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan
diturunkan;
y fleksibilitas sistem terhadap kualitas air yang berfluktuasi;
y kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang
panjang;
y kemudahan konstruksi,
2. Aspek ekonomis

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-3


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

y biaya investasi awal, operasional, dan pemeliharaan;


y luas lahan yang dibutuhkan;
y optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter
kualitas air yang hendak diturunkan;
Menurut Kawamura (1991) pengolahan air minum terbagi atas tiga
jenis dan dua bentuk modifikasi. Tiga jenis pengolahan air minum yaitu
sebagai berikut :
conventional complete treatment
Bentuk pengolahan air minum ini merupakan pengolahan air minum
yang melibatkan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
direct filtration
Bentuk pengolahan dengan direct filtration melibatkan proses
koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Selain itu, digunakan juga clarifier
untuk mengolah air bekas proses backwash filter sebelum disirkulasi
menuju proses flokulasi.
in-line filtration
Bentuk pengolahan ini pada dasarnya sama dengan direct filtration
hanya proses koagulasi langsung dilanjutkan dengan proses filtrasi
tanpa melalui proses flokulasi terlebih dahulu dan supernatan dari
clarifier disirkulasi ke bagian koagulasi.
Modifikasi dari ketiga bentuk pengolahan di atas adalah High-level
complete water treatment process dan Two stage filtration. Penerapan
metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku dan ini diberikan pada
Tabel VI.3.

Tabel VI.3. Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum


Conventional Two-Stage Direct In-Line
Parameter
Complete Filtration Filtration Filtration
Turbiditas (NTU) <5000 <50 <15 <5
Warna (semu) <3000 <50 <20 <15
7 5 3
Coliform (#/mL) <10 <10 <10 <103
Alga (ASU/ml) <105 <5 x 103 <5 x 102 <102
Asbestos Fiber (#/mL) <1010 <108 <107 <107
Rasa dan bau (TON) <30 <10 <3 <3
Sumber : Kawamura,1991

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-4


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Keterangan :
1. Kriteria di atas menunjukkan kondisi secara umum.
2. SSF dapat digunakan jika kualitas air baku memungkinkan untuk direct filtration
3. Jika kekeruhan air baku lebih dari 1000 NTU, proses prasedimentasi diperlukan pada
conventional complete untuk menghasilkan kualitas air yang baik.
Pemilihan unit-unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai
pengaruh yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair/Geyer/Okun, 1968).
Menurut JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan
parameter pencemar dalam air dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap Pra Pengolahan
Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku sebelum air
baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan
seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi yang
terjadi pada akhir pengolahan. Pra Pengolahan memiliki fungsi utama
untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat mengganggu proses
selanjutnya.
2. Tahap Pengolahan Utama
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan
untuk mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi air minum,
seperti misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan flokulasi yang
diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.
3. Tahap Pengolahan Khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan apabila
pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik, sehingga
memerlukan pengolahan yang spesifik pula.
Pada Tabel VI.4 dan Tabel VI.5 di bawah ini dapat dilihat pemilihan unit
pengolahan air minum dengan model prediksi menurut JICA dan pengaruh
proses pengolahan air terhadap beberapa parameter menurut Fair, Geyer, dan
Okun.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-5


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Tabel VI.4. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum dengan Model Prediksi
Konsentr Pra Pengolahan Pengolahan Utama Pengolahan Khusus
Parameter
asi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT
Coliform 0-20 E
20-100 O O O O E
(MPN/100 ml) 100-5000 E E E O E
>5000 E O E E E O
Turbiditas 0-10 O O
(NTU) 10-200 O E
>200 O O E
Warna 20-70 E O O
(Unit Pt-Co) >70 O E O
Kesadahan
>200 E E E E
(mg/l CaCO3)
Fe, Mn <0,3 O O E
(mg/l) 0,3-1 O E E O
>1 E E E E O
Sumber : JICA, 1990
Keterangan :
S=Screening; PC=Prechlorination; PS=Plain Settling; A=Aeration; LS=Lime Softening;
CS=Coagulation-Sedimentation; RSF=Rapid Sand Filtration; SSF=Slow Sand Filtration; P=Post
Chlorination; SC=Special Chlorination; AC=Activated Carbon; SCT=Special Chemical
Treatment; SWT=Salt Water Treatment; O=Optional; E=Essential

Tabel VI.5. Pengaruh Proses Pengolahan Air terhadap Beberapa Parameter


Pelunakan SSF tanpa RSF dengan
Koagulasi-
Parameter Aerasi kapur soda- koagulasi & koagulasi & klorinasi
sedimentasi
sedimentasi sedimentasi ssedimentasi
Bakteri 0 ++ ++++1, 2 ++++ ++++ ++++
Warna 0 +++ 0 ++ ++++ 0
Kekeruhan 0 +++ ++2 ++++3 ++++ 0
Bau dan ++4 + ++2 ++ ++ ++++5
rasa ---6
Kesadahan + --7 ++++11 0 --7 0
+++8 --10 0 --10 0
Korosifitas
---9
Fe & Mn +++ +12 ++ ++++12 ++++12 0
Sumber : Fair/Geyer/Okun, 1968
Keterangan :
1. pH yang dihasilkan oleh kelebihan kapur sangat tinggi
2. Dihitung dalam presipitat
3. Terjadi penyumbatan yang sangat cepat pada kekeruhan tinggi
4. Tidak termasuk rasa chlorophenol
5. Jika menggunakan BPC atau superklorinasi diikuti deklorinasi
6. Bila tidak menggunakan (5) dalam kehadiran rasa dan bau yang keras
7. Beberapa koagulan mengubah karbonat menjadi sulfat
8. Dengan menghilangkan karbondioksida
9. Penambahan oksigen jika sangat rendah
10. Beberapa koagulan membebaskan CO2
11. Beberapa logam diserap pada pH tinggi
12. Setelah aerasi

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-6


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Berdasarkan analisis kualitas air baku terhadap baku mutu air


minum, seperti telah dibahas dalam sub bab IV.6, unit-unit pengolahan
yang dipilih harus dapat menurunkan parameter-parameter pencemar
dalam air baku, yaitu : warna, kekeruhan, besi, zat organik, dan total coli.
Oleh karena itu, jika dilihat dari parameter yang harus diturunkan dan
pertimbangan berdasarkan model prediksi JICA dan analisis pengaruh di
atas, unit-unit pengolahan yang dibutuhkan adalah seperti ditunjukkan
pada Tabel VI.6 di bawah ini.

Tabel VI.6. Kebutuhan Jenis Pengolahan


Parameter Hasil
Satuan Baku Mutu Unit Pengolahan
Analisis Analisis
Warna 5 22 Koagulasi, sedimentasi, RSF
Kekeruhan NTU 25 75 Koagulasi, sedimentasi
Pra klorinasi, koagulasi,
Besi mg/L 1 2,68
sedimentasi, RSF
Koagulasi, sedimentasi RSF,
Zat Organik mg/L KMnO4 10 11,37
Desinfeksi
Koagulasi, Sedimentasi, RSF,
Total Coli MPN/100 ml 0 -
disinfeksi

VI.4. Kebutuhan Bahan Kimia


Dalam sistem pengolahan air minum terdapat dua macam unit, yaitu
unit proses dan unit operasi. Unit operasi merupakan unit pengolahan yang
melibatkan proses fisik, seperti sedimentasi dan filtrasi, sedangkan unit
proses melibatkan proses kimia dan biologi, seperti koagulasi dan disinfeksi.
Pengolahan yang termasuk unit proses memerlukan pembubuhan bahan-
bahan kimia. Dosis yang diberikan pada setiap pembubuhan ditentukan
melalui percobaan di laboratorium.
Berdasarkan tabel VI.6 tentang kebutuhan jenis pengolahan, yang
termasuk unit proses adalah koagulasi dan desinfeksi. Untuk kebutuhan unit
ini maka dilakukan beberapa uji laboratorium yaitu :
1. Jar Test
Jar Test dilakukan untuk mengetahui dosis koagulan yang diperlukan
pada proses koagulasi. Jenis koagulan yang digunakan adalah Al2(SO4)3
dengan kemurnian sebesar 60 %. Dosis koagulan yang diperoleh dari
percobaan ini adalah 30 mg/L.
2. Percobaan DPC

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-7


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Percobaan DPC bertujuan untuk mengetahui dosis kaporit yang


diperlukan untuk desinfeksi. Kemurnian kaporit adalah 100% dengan
Cl=52%. Dosis desinfektan yang diperoleh melalui percobaan ini adalah
0,52 mg/L (DPC + Sisa Klor).
Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan pada instalasi pengolahan air
minum sesuai dengan karakteristik air baku yang dipergunakan adalah :
Al2(SO4)3 sebagai koagulan
Ca(OCl)2 sebagai desinfektan
CaO sebagai kontrol agresifitas

Ketiga bahan kimia yang digunakan di atas diperoleh dalam bentuk


padat, sehingga diperlukan proses pelarutan sebelum kedua bahan kimia
tersebut digunakan. Pelarutan ini dilakukan pada suatu bak tersendiri yang
selain berfungsi sebagai tempat pelarutan juga sebagai tempat penampung
bahan kimia tersebut.
Penggunaan ketiga jenis bahan kimia di atas akan mempengaruhi
karakteristik air baku yang diolah karena perubahan komponen-komponen
kimia yang terkandung di dalam air. Hal ini akan sangat mempengaruhi
warna, kekeruhan, besi, pH, dan agresifitas air baku. Perubahan kondisi air
baku pada tiap-tiap pembubuhan bahan kimia dapat dilihat pada Tabel VI.7.
Perubahan kondisi tersebut diperolah melalui perhitungan matematis
berdasarkan persamaan Langelier Index.

Tabel VI.7. Pengaruh Pembubuhan Bahan Kimia Terhadap Air Baku


Pembubuhan Pembubuhan Pembubuhan Pembubuhan
Parameter Satuan Air Baku
Kaporit Alum Kaporit Kapur
Dosis mg/L 4,1184 30 1 16
CO2 mg/L - 3,96 x 10-3 27,1 27,1 1,96
HCO3- mg/L 90,04 95,53 63,44 62,83 97,69
Ca2+ mg/L 25,78 25,78 25,78 26,04 37,47
Kesadahan mg/L 87,56 87,56 87,56 88,3 117
2,026x10-3 1,9364x10-3 3,398x10-3 2,502x10-3 3,079x10-3
pK1' 6.307 6,309 6,296 6,303 6,299
pK2' 10.288 10,247 10,22 10,237 10,23
pKs' 8,202 8,205 8,165 8,188 8,17
pH 8,33 7,55 5,52 6,53 7,85
pHs 8,108 8,218 9,228 8,229 7,89
LI 0,222 -0,668 -3,076 -1,699 -0.04
Sifat Oversaturated Agresif Agresif Agresif Stabil
Sumber : Lampiran E

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-8


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Ketiga bahan kimia tersebut digunakan dalam keadaan padat


sehingga perlu dilakukan pembuatan larutan. Untuk keperluan tersebut
maka diperlukan suatu bak yang berfungsi untuk membuat larutan yaitu bak
pelarut bahan kimia.

VI.5. Rencana Instalasi Pengolahan Air Minum


Pada Gambar VI.1 di bawah ini dapat dilihat skema proses
pengolahan air baku yang akan dilakukan pada instalasi pengolahan air
minum yang direncanakan.

Gambar VI.1. Skema Instalasi Pengolahan Air Minum

VI.5.1. Intake
Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari
sumbernya untuk keperluan pengolahan dan suplai kepada konsumen.
Intake dapat berlokasi di sungai, danau, dekat reservoir, atau di mata air.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-9


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Dalam memilih lokasi intake, terdapat beberapa hal yang harus


diperhatikan, antara lain:
y intake memperoleh kualitas air yang terbaik
y kemungkinan perubahan debit dan aliran sungai
y minimasi pembekuan, penggenangan, pengapungan reruntuhan, dll
y menyediakan jalan menuju ke intake untuk pemeliharaan dan
perbaikan
y menyediakan ruang yang cukup sehingga kendaraan dapat masuk ke
lokasi intake
y memungkinkan penambahan fasilitas intake di masa yang akan datang
y menjaga aliran air dalam jumlah yang cukup selama musim
kering/kemarau.
y meminimasi pengaruh pada kehidupan air
y intake ditempatkan pada tanah dengan kondisi stabil dan daerah yang
memiliki kondisi geologi yang bagus
Ada beberapa jenis intake sungai, yaitu intake weir, intake tower,
intake gate, dan intake pipe channel (JICA, 1990). Sedangkan menurut
Kawamura, jenis-jenis intake sungai yang tersedia saat ini adalah
submerged intake, intake tower, suspended intake, siphon intake, floating
intake, dan moveble intake (Kawamura,1991). Pada umumnya, intake
sungai dibangun di daratan.
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini akan
digunakan jenis intake gate, karena jenis intake ini umumnya digunakan
pada sungai dengan debit kecil (<100000 m3/hari), yang memiliki titik
pengambilan dengan tinggi muka air yang stabil. Jenis intake inipun
memiliki metode pemeliharaan dan kontrol yang sederhana serta biaya
konstruksi yang tidak terlalu tinggi.
Intake gate adalah fasilitas intake yang dibangun di tepi sumber air
baku untuk mengambil air dari sungai atau danau. Air baku dialirkan
melalui saluran terbuka atau perpipaan yang dihubungkan pada intake
(JICA, 1990).
Hal yang harus diperhatikan dari lokasi dan struktur dari intake gate
adalah :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-10


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

y intake gate harus dibangun di atas tanah dan pondasi yang kuat
y kemungkinan masuknya pasir dan batu kerikil harus diperkecil pada saat
penentuan dimensi intake
y pintu air diperkuat dengan struktur beton
y screen diletakkan di depat pintu air
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, intake gate
yang digunakan akan dilengkapi dengan :
1. Bar Screen
Bar screen berfungsi untuk menyaring benda-benda kasar seperti
plastik, kayu dan sampah-sampah yang terbawa oleh air sehingga
tidak mengganggu kinerja unit-unit selanjutnya.
Kriteria desain dari unit ini adalah :
Jarak antar batang, b = 1 - 2
Tebal batang, w = 0,8 - 1,0
Kecepatan aliran saat melalui batang, v = 0,3 0,75 m/det
Panjang penampang batang, p = 1,0 1,5
Kemiringan batang dari horizontal, = 30 - 60
Headloss maksimum, hL = 6
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kehilangan tekan pada
unit ini adalah sebagai berikut :
4/3
w
HL = hv sin
b
dimana : = Faktor Kirschmer, untuk batang bulat = 1,79
w = Diameter batang (m)
b = Jarak bukaan antar batang (m)
hv = Velocity head = Vb2/2g
= Sudut kemiringan batang pada saluran ()
HL = Headloss (m)
Persamaan-persamaan lain yang digunakan :
Jumlah batang :
L = n w + (n + 1) b
Jumlah bukaan total, s :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-11


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

s = n +1
Lebar bukaan total, Lt :
Lt = s b

Panjang batang terendam, Yt :


Yt = Y / sin

Luas total bukaan, At :


At = Lt Yt

Kecepatan aliran melalui batang, Vb :


Q
Vb =
At

Tinggi muka air setelah melalui batang, Y :


Y'= Y H L
dimana : L = Lebar Saluran (m)
n = Banyak batang
Y = Kedalaman air (m)

2. Saluran Intake
Saluran intake berfungsi sebagai saluran yang akan mengambil air
baku dari sumber air. Dalam merencanakan jenis intake ini maka
harus diperhatikan karakteristik air seperti tinggi air minimum dan
maksimum, materi tersuspensi dan terapung. Kecepatan merupakan
parameter penting agar tidak terjadi pengendapan.
Kriteria desain saluran intake menurut Al-Layla (1980) adalah :
V = 0,6 1.5 m/det, hal ini untuk mencegah sedimentasi pada
saluran intake.
Kecepatan aliran pada kedalaman minimum harus lebih besar dari
0,6 m/det.
Kecepatan aliran pada kedalaman maksimum harus lebih kecil dari
1,5m/det.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan dimensi saluran
intake, menurut JICA (1990) adalah :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-12


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Q
B=
H V
dimana : B = Lebar saluran intake (m)
Q = Debit maksimum (m3/det)
H = Kedalaman air yang masuk (m)
V = Kecepatan aliran air masuk (m/det)
3. Pintu Air
Pintu air berfungsi untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber
air baku berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air
juga berfungsi untuk membuka atau menutup saluran ketika akan
dilakukan pembersihan saluran.
Pada umumnya pintu air dibuat dari bahan baja atau besi cor. Pada
umumnya pintu air dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik,
namun konstruksinya harus dapat pula dioperasikan manual. Hal lain
yang harus diperhatikan adalah untuk mengurangi masuknya pasir dan
tanah ke dalam intake harus dilakukan pengontrolan juga terhadap
kecepatan aliran air yang masuk.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kriteria
desain pintu air adalah sebagai berikut :
Lebar pintu air, Lp < 3 m
Kecepatan aliran, Vp < 1 m/det
Persamaan yang dapat dipergunakan untuk menghitung headloss yang
terjadi pada pintu air adalah sebagai berikut :
Q
hL = 2/3
2.746 h f L p

dimana : hL = Headloss pada pintu air (m)


Q = Debit air yang melalui pintu air (m3/det)
hf = Tinggi bukaan pintu air (m)
Lp = Lebar pintu air (m)

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-13


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

4. Bak Pengumpul
Bak pengumpul ini memiliki fungsi untuk mengumpulkan air baku
yang masuk melalui pintu air sebelum dialirkan menuju instalasi
pengolahan air minum.
Menurut Al-Layla (1980), kriteria desain untuk bak pengumpul ini
adalah :
Untuk mempermudah pemeliharaan jumlah bak minimum adalah 2
buah.
Waktu tinggal di dalam bak pengumpul maksimal 20 menit.
Dasar bak pengumpul minimum 1 meter di bawah dasar sungai
atau 1,52 meter di bawah tinggi muka air minimum.
Dinding saluran dibuat kedap air dan konstruksinya terbuat dari
beton bertulang dengan ketebalan minimum 20 cm.
5. Sistem Transmisi
Sistem transmisi berfungsi untuk mentransmisikan air baku dari intake
menuju ke IPA. Sistem transmisi terdiri dari dua metode, metode
gravitasi dan metode pemompaan. Pada perencanaan ini digunakan
metode pemompaan karena lokasi intake lebih rendah dari lokasi IPA.
Pada perencanaan ini sistem transmisi terbagi menjadi dua bagian
yaitu :
Pipa Transmisi
Pompa Transmisi

Pipa Transmisi
Pada umumnya hanya terdapat satu pipa transmisi yang
menghubungkan intake dan instalasi pengilahan air.
Pipa yang digunakan dalam sisitem transmisi harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
Untuk diameter medium cukup ekonomis dan bervariasi cukup
banyak.
memiliki kekuatan pipa yang cukup besar sehingga dapat menahan
tekanan internal dan eksternal

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-14


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

- Tekanan internal adalah tekanan yang disebabkan oleh fluida yang


dialirkan oleh pipa tersebut, antara lain : tekanan hidrostatik
maksimum dan tekanan akibat water hammer.
- Tekanan eksternal adalah tekanan yang disebabkan oleh faktor-
faktor lainnya, seperti : tekanan tanah, beban muka jalan, gaya
seismik, dll.
Mempunyai macam-macam spesifikasi dan fiting yang lengkap.
Dapat menahan tekanan tertentu dari dalam maupun dari bahan
penahan pipa yaitu tanah dan pasir.
Mudah diperoleh di pasaran.
Mudah dalam pemasangannya.
Defleksinya cukup baik untuk pipanya sendiri maupun pada
sambungan.
Tahan terhadap temperatur operasi yang cukup tinggi.
Cocok terhadap kondisi tanah dimana pipa tersebut akan dipasang
Memungkinkan dilaksanakannya pekerjaan konstruksi sesuai dengan
kondisi tanah di wilayah tersebut.
Terdapat beberapa jenis pipa yang cocok digunakan sebagai pipa
transmisi berdasaarkan syarat-syarat di atas, yaitu :
1. Pipa besi (ductile iron pipe)
2. Pipa baja
3. Pipa PVC (hard PVC pipe)
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis pipa dapat
dilihat pada tabel VI.8.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-15


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Tabel VI.8. Keuntungan dan Kerugian Beberapa Jenis Pipa


JENIS
KEUNTUNGAN KERUGIAN
PIPA
- Memiliki durabilitas dan kekuatan yang tinggi - Relatif Berat
- Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap impak - Memerlukan perlindungan spesial tergantung
- Memiliki sambungan yang fleksibel dan dari jenis sambungan yang digunakan
Pipa
expandable, memungkinkan pipa mengikuti - Mudah terkorosi jika terdapat kerusakan pada
Besi
variasi pada muka tanah lapisan dalam maupun luar
- Mudah dalam pekerjaan pemasangan
- Memiliki tipe sambungan yang sangat banyak
- Memiliki durabilitas dan kekuatan yang tinggi - Sambungan yang dilas membutuhkan pekerja
- Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap impak terampil dan peralatan khusus
- Dapat disambungkan dengan menggunakan - Korosi secara elektrolitik harus
Pipa pengelasan sambungan, dan bisa mengikuti diperhitungkan
Baja variasi muka tanah dalam alur yang sangat - Mudah terkorosi jika terdapat kerusakan pada
panjang lapisan dalam maupun luar
- Baik dalam proses pembuatan
- Memiliki banyak jenis pelapisan
- Sangat tahan terhadap korosi - Ketahanan terhadap impak berkurang pada
- Cukup ringan dan mudah dalam perkerjaan suhu rendah
pemasangan - Sensitif terhadap pelarut organik tertentu,
- Baik dalam proses pembuatan panas, dan sinar ultraviolet
- Tidak mengalami perubahan kekasaran pada - Kekuatan jangka panjang harus
Pipa
permukaan bagian dalam pipa diperhitungkan
PVC
- Kekuatan berkurang apabila permukaan
mengalami kerusakan
- Perlindungan spesial diperlukan
- Pada sambungan yang dilem kekuatan dan
kekedapan terhadap air harus diperhitungkan
Sumber : JICA, 1990

Berdasarkan keuntungan dan kerugian pada tabel VI.8, maka sistem


transimisi air baku pada instalasi pengolahan ini akan mempergunakan
pipa besi.

Pompa Transmisi
Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk
mengalirkan air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah
daripada tempat yang lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah
reciprocating pump, fland pump, centrifugal pump, dan air lift pump
Terdapat beberapa sambungan yang diletakkan sebelum dan sesudah
pompa, yaitu gate valve, check valve, meteran air, dan peralatan
pengontrolan listrik.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain sistem
pemompaan, antara lain sebagai berikut :
y Volume air

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-16


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

y Head pompa (kurva pompa)


y Variasi debit
y Jumlah pompa dan generator cadangan
y Jumlah daya listrik yang tersedia
y Dapat mengakomodasi kemungkinan modifikasi atau pengembangan
sistem
Jumlah pompa yang digunakan tergantung kepada besarnya debit
yang diperlukan oleh IPA dan head yang diperlukan untuk
mentransmisikan air menuju ke IPA. Kriteria dalam menentukan jumlah
pompa diberikan oleh tabel VI.9.

Tabel VI.9. Kriteria Jumlah Pompa yang Digunakan

Debit (L/menit) Jumlah Pompa Keterangan


< 1895 2 buah 1 operasi 1 cadangan
1895-5685 3 buah 2 operasi 1 cadangan
5685-11370 4 buah 3 operasi 1 cadangan
> 11370 6 buah 5 operasi 1 cadangan
Sumber : Al-Layla, 1980

Kriteria desain untuk pipa hisap pada sitem pemompaan, menurut Al-
Layla (1980), adalah sebagai berikut :
Kecepatan dalam pipa hisap 1 1,5 m/det
Beda ketinggian antara tinggi air minimum (LWL) dan pusat
pompa tidak lebih dari 3,7 m.
Jika pompa diletakkan lebih tinggi dari LWL, jarak penyedotan
harus lebih kecil dari 4 m
Lebih diutamakan peletakan pompa di bawah LWL, apabila
memang lebih ekonomis.

VI.5.2. Bak Penenang


Bak penenang digunakan untuk menstabilkan tinggi muka air
baku yang dialirkan dari bak pengumpul yang terletak di lokasi intake
menuju lokasi instalasi pengolahan air minum. Pada bak penenang ini
dilakukan juga proses penyisihan besi dengan membubukan kaporit.
Hal ini dilakukan karena klor selain memiliki kemampuan sebagai

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-17


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

disinfektan juga merupakan zat pengoksidasi kuat yang dapat


dipergunakan dengan tujuan-tujuan berikut :
1. Meningkatkan keamanan air baku sebelum difiltrasi apabila air
baku tersebut mengandung bakteri >5000 gen/ml atau B. Coli >
2500 MPN/100ml, sehingga memelihara kesehatan bak
sedimentasi dan bak filtrasi.
2. Membunuh atau mencek keberadaan alga, makhluk hidup kecil,
bakteri besi, dll.
3. Mengoksidasi ammonia, nitrit, H2S, fenol, besi, mangan, dll.
Pada proses penyisihan besi klor sering dipergunakan sebagai
pengoksidasi besi divalen dan mangan karena tidak seperti aerasi, klor
memiliki laju oksidasi yang lebih cepat dan memiliki kemampuan
untuk mengoksidasi besi yang terikat dengan senyawa organik.
Persamaan kimia berikut ini akan memperlihatkan bahwa
reaksi yang terjadi ketika klor mengoksidasi besi dan mangan adalah
sebagai berikut :
2 Fe(HCO3)2 + Ca(HCO3)2 + Cl2 2 Fe(OH)3 + CaCl2 + 6 CO2
Mn(HCO3)2 + Ca(HCO3)2 + Cl2 MnO2 + CaCl2 + 4 CO2 + 2 H2O
Persamaan di atas menunjukkan bahwa 1 mg/L klor
mengoksidasi 1,58 mg/L besi dan 0,78 mg/L mangan.
Laju reaksi persamaan di atas tergantung pada pH. Agar besi
dapat dioksidasi dalam kurun waktu kurang lebih 15 30 menit, pH
optimal dari air baku yang diproses adalah 8,0 8,3. Pada kondisi
yang sama mangan akan teroksidasi dalam 2 -3 jam.
Pada umumnya, proses standar yang mengikuti penghilangan
besi dan mangan adalah koagulasi oleh alum, yang diikuti dengan
klarifikasi dan filtrasi.
Pembubuhan klor untuk proses penyisihan besi ini dapat
dilakukan pada berbagai titik, antara lain bak penenang, titik masuk ke
bak pengaduk, outlet bak pengendap, dan sebagainya dimana
pencampuran yang ideal bisa terjadi sesuai dengan tujuan dari proses
tersebut.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-18


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini,


pembubuhan klor untuk proses penyisihan besi akan dilakukan pada
bak penenang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh waktu kontak
yang memadai agar klor dapat mengoksidasi besi dengan baik, selain
itu hal ini dilakukan agar pembubuhan klor dilakukan sebelum
pembubuhan koagulan pada proses koagulasi sehingga pH yang
optimum untuk proses preklorinasi bisa dicapai (penambahan
koagulan, dalam hal ini alum, akan menurunkan pH).
Kriteria desain dari bak penenang ini adalah sebagai berikut :
bak penenang dapat berbentuk bulat maupun persegi panjang;
Overflow berupa pipa atau pelimpah diperlukan untuk mengatasi
terjadinya tinggi muka air yang melebihi kapasitas bak. Pipa
overflow harus dapat mengalirkan minimum 1/5 x debit inflow.
freeboard dari bak penenang sekurang-kurangnya 60 cm;
waktu detensi bak penenang > 1,5 menit;
kedalaman bak penenang 3 5 m;
Pada umumnya bak penenang ini dilengkapi oleh alat ukut debit
sebagai kontrol aliran. Alat ukur ynag dipakai dapat berupa V-notch.
Debit melalui V-notch dengan sudut 90 dapat diukut menggunakan
rumus :
Q = 2,54 H 2.5
dimana : Q = Debit aliran yang masuk (ft3/s)
H = Tinggi muka air di atas V-notch (ft)

VI.5.3. Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada
koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu
koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian
terintegrasi dari proses ini.
Destabilisasi partikel dapat diperoleh melalui mekanisme :
1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik
2. Adsorpsi dan netralisasi muatan
3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-19


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

4. Adsorpsi dan pengikatan antar partikel


Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk :
1. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik
maupun organik di dalam air.
2. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam
air.
3. Mengurangi bakteri-bakteri patogen dalam partikel koloid, algae,
dan organisme plankton lain.
4. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid
dalam air.
Pemilihan koagulan sangat penting untuk menetapkan kriteria
desain dari sistem pengadukan, serta sistem flokulasi dan klarifikasi
yang efektif. Koagulan sebagai bahan kimia yang ditambahkan ke
dalam air tentunya memiliki beberapa sifat atau kriteria tertentu,
yaitu :
1. Kation trivalen (+3)
Koloid bermuatan negatif, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kation
untuk menetralisir muatan ini. Kation trivalen merupakan kation
yang paling efektif.
2. Non toksik
3. Tidak terlarut pada batasan pH netral
Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi diluar larutan
sehingga ion tidak tertinggal dalam air. Presipitasi seperti ini sangat
membantu dalam proses penyisihan koloid.
Koagulan yang paling umum digunakan adalah koagulan yang
berupa garam logam, seperti alumunium sulfat, ferri klorida, dan ferri
sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai koagulan.
Perbedaan antara koagulan yang berupa garam logam dan
polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya di dalam air. Garam logam
mengalami hidrolisis ketika dicampurkan ke dalam air, sedangkan
polimer tidak mengalami hal tersebut.
Pembentukan produk hidrolisis tersebut terjadi pada periode
yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1 detik dan produk tersebut

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-20


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

langsung teradsorb ke dalam partikel koloid serta menyebabkan


destabilisasi muatan listrik pada koloid tersebut, setelah itu produk
hidrolisis secara cepat terpolimerisasi melalui reaksi hidrolitik. Oleh
sebab itu, pada pembubuhan koagulan yang berupa garam logam,
proses pengadukan cepat (flash mixing/rapid mixing) sangat penting,
karena :
1. Hidrolisis dan polimerisasi adalah reaksi yang sangat cepat
2. Suplai koagulan dan kondisi pH yang merata sangat penting untuk
pembentukan produk hidrolitik
3. Adsorpsi spesies ini ke dalam partikel koloid berlangsung cepat.
Sedangkan pada penggunaan koagulan polimer hal tersebut
tidak terlalu kritis karena reaksi hidrolitik tidak terjadi dan adsorpsi
koloid terjadi lebih lambat karena ukuran fisik polimer yang lebih
besar, yaitu sekitar 2-5 detik.
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini akan
digunakan Alumunium Sulfat (Alum) sebagai koagulan, karena
koagulan jenis ini lebih mudah didapatkan, lebih ekonomis, dan
melalui jar test yang telah dilakukan terbukti cukup efektif untuk
memperbaiki kualitas air baku.
Pada penggunaan alumunium sulfat sebagai koagulan, air baku
harus memiliki alkalinitas yang memadai untuk bereaksi dengan
alumunium sulfat menghasilkan flok hidroksida. Umumnya, pada
rentang pH dimana proses koagulasi terjadi alkalinitas yang terdapat
dalam bentuk ion bikarbonat. Reaksi kimia sederhana pada
pembentukan flok adalah sebagai berikut :
Al2(SO4)3 14 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O +
6 CO2
Apabila air baku tidak mengandung alkalinitas yang memadai,
maka harus dilakukan penambahan alkalinitas. Umumnya alkalinitas
dalam bentuk ion hidroksida diperoleh dengan cara menambahkan
kalsium hikdrosida, sehingga persamaan reaksi koagulasinya menjadi
sebagai berikut :
Al2(SO4)3 14 H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 14 H2O

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-21


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Sebagian besar air baku memiliki alkalinitas yang memadai


sehingga tidak diperlukan penambahan bahan kimia lain selain
alumunium sulfat. Rentang pH optimum untuk alum adalah 4.5
sampai dengan 8.0, karena alumunium hidroksida relatif tidak larut
pada rentang tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara
lain :
1. Intensitas pengadukan
2. Gradien kecepatan
3. Karakteristik koagulan, dosis, dan konsentrasi
4. Karakteristik air baku, kekeruhan, alkalinitas, pH, dan suhu
Pendekatan rasional untuk mengevaluasi pengadukan dan
mendesain bak tempat pengadukan dilakukan telah dikembangkan
oleh T.R. Camp (1955). Derajat pengadukan merupakan didasarkan
pada daya (power) yang diberikan ke dalam air, dalam hal ini diukur
oleh gradien kecepatan. Laju tabrakan partikel proporsional terhadap
gradien kecepatan ini, sehingga gradien tersebut harus mencukupi
untuk menghasilkan laju tabrakan partikel yang diinginkan.
Dikarenakan proses koagulasi dipengaruhi oleh faktor nomor 3
dan 4 di atas, maka dosis koagulan yang akan digunakan pada proses
koagulasi ditentukan melalui prosedur jar tes di laboratorium. Pada
dasarnya prosedur jar tes tersebut merupakan simulasi dari proses
koagulasi dimana sampel air baku dituangkan pada satu seri gelas
reaksi dan dibubuhkan koagulan dalam berbagai dosis, kemudian
diberi putaran dengan kecepatan tinggi dan rendah untuk meniru
proses koagulasi dan flokulasi. Aspek terpenting yang harus
diperhatikan pada proses ini adalah waktu terbentuk flok, ukuran flok,
karakteristik sedimentasi, persentase turbiditas dan warna yang
dihilangkan, dan pH akhir air yang telah terkoagulasi dan terendapkan.

Pengadukan Cepat (Rapid Mixing)


Tipe alat yang biasanya digunakan untuk memperoleh
intensitas pengadukan dan gradien kecepatan yang tepat bisa
diklasifikasikan sebagai berkut :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-22


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

1. Pengaduk Mekanis
Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling
umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat
efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya
pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller,
atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).
Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan
memiliki headloss yang sangat kecil.
Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan
dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga
akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan
pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke
tengah-tengah impeller atau pipa inlet.
2. Pengaduk Pneumatis
Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan
aerasi yang kira-kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada
proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan
yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi
gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit
aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi
debit memiliki headloss yang relatif kecil.
3. Pengaduk Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan
beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins,
weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena
masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen
karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini
lebih banyak dipergunakan dinegara berkembang terutama di
daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini
memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai G
yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah
dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/Okun,
1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-23


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

bisa disesuaikan dengan keadaan dan aplikasinya sangat terbatas


pada debit yang spesifik.

Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, sistem


pengaduk cepat yang akan diaplikasikan pada proses koagulasi adalah
sistem pengaduk hidrolis dengan menggunakan lompatan hidrolis.
Pengadukan dengan sistem ini memberikan hasil yang cukup
memuaskan dengan biaya konstruksi, operasional, dan pemeliharaan
yang relatif rendah. Mengenai keterbatasan fleksibilitas yang dimiliki
oleh unit ini dapat diatasi dengan melakukan pengolahan pada debit
yang spesifik.

Persamaan-persamaan Yang Digunakan


Persamaan gradien kecepatan yang digunakan untuk unit
koagulasi hidrolis adalah sebagai berikut :
ghL
G=
T
Dimana : G = Gradien kecepatan (det-1)
= Massa jenis air (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
hL = Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
= Viskositas absolut air (kg/m-det)
T = Waktu detensi (det)

Rumus-rumus yang digunakan untuk melakukan perhitungan


dimensi pada unit lompatan hidrolis tersebut adalah sebagai berikut :
q2
D=
gH 3
Q
q=
W
Ld = 4.3 H D 0.27

Y1 = 0.54 H D 0.425

Y2 = 1.66 H D 0.27

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-24


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Y2 1
= ( 1 + 8 F 2 1)
Y1 2

Lmin = L + L d + Lb

dimana : D = Bilangan terjunan (Drop Number)


Q = Debit aliran dalam tiap unit koagulasi (m3/det)
W = Lebar unit koagulasi (m)
q = Debit/lebar unit
H = Tinggi terjunan (m)
Y1 = Kedalaman air pada hulu loncatan hidrolis (m)
Y2 = Kedalaman air pada hilir loncatan hidrolis (m)
V = Kecepatan aliran (m/det)
F = Bilangan Froud
Lmin = Panjang minimal bak koagulasi (m)
L = Panjang loncatan hidrolis (m); ditentukan dari besar
nilai L/Y2 untuk tiap nilai F1 yang diperoleh dari
grafik terlampir (Chow, 1959).
Ld = Panjang terjunan (m)
Lb = Panjang bak setelah loncatan (m)

Kriteria Desain Unit Koagulasi Hidrolis


Gradien Kecepatan, Gtd = 104 - 105 (det-1) (Reynolds, 1982)
Waktu Detensi, td = 20 60 det (Reynolds, 1982)

Tabel VI.10. Waktu Detensi dan Gradien Kecepatan Bak Pengaduk Cepat

Waktu detensi Gradien Kecepatan


td (det) G (det-1)
20 1000
30 900
40 790
50 700
Sumber : Reynolds, 1982
Headloss, hL 0,6 m (Kawamura, 1991)
Ketinggian pencampuran, Hp 0,3 m (Schulz&Okun, 1984)
Bilangan Froud, Fr1 2 (Schulz&Okun, 1984)
Rasio Kedalaman, Y2/Y1> 2,83 (Schulz&Okun, 1984)

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-25


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

VI.5.4. Flokulasi
Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit
pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju
tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel
koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang
terendapkan dan tersaring.
Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang
tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada
bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke
hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini
adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok
yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik
dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu
kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus
diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa
menghindari aliran mati pada bak.
Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk
melakukan flokulasi ini, yaitu :
1. Pengaduk Mekanis
2. Pengadukan menggunakan baffle channel basins
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, flokulasi
akan dilakukan dengan menggunakan vertical baffle channel (around-
the-end baffles channel). Pemilihan unit ini didasarkan pada
kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan
fluktuasi debit yang kecil.

Kriteria Desain Flokulasi dengan Baffled Channel


Prinsip perhitungan G yang diperlukan dalam flokulasi pada
dasarnya sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak
pada intensitas pengadukan dari kedua unit tersebut yang berbeda.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel VI.11.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-26


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Tabel VI.11. Kriteria Desain Baffled Channel


Parameter Satuan Nilai Sumber
G x td 104 - 105 Droste, 1997
Gradien Kecepatan, G det-1 10 - 60 Droste, 1997
Waktu detensi, td menit 15 - 45 Droste, 1997
Kecepatan aliran dalam bak, v m/et 0,1 0,4 Huisman, 1981
Jarak antar baffle, l m >0,45 Schulz&Okun, 1984
Koefisien gesekan, k 2 3,5 Bhargava&Ojha, 1993
Banyak saluran, n 6 Kawamura, 1991
Kehilangan tekan, hL m 0,3 - 1 Kawamura, 1991

Perhitungan turbulensi aliran yang diakibatkan oleh kehilangan


tekan dalam bak baffled channel didasarkan pada persamaan :
1. Perhitungan Gradien Kecepatan (G)
Persamaan matematis yang dipergunakan untuk
menghitung gradien kecepatan ini sama dengan perhitungan yang
telah diberikan pada unit koagulasi, yaitu :
ghL
G=
T
dimana : G = Gradien kecepatan (det-1)
= Massa jenis air (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
hL = Headloss karena friksi, turbulensi, dll (m)
= Viskositas absolut air (kg/m-det)
T = Waktu detensi (det)
2. Perhitungan Kehilangan Tekanan Total (Htot)
Kehilangan tekanan total sepanjang saluran baffle channel
ini diperoleh dengan menjumlah kehilangan tekanan pada saat
saluran lurus dan pada belokan.
Htot = HL + Hb
dimana :
a. Hb adalah kehilangan tekanan pada belokan yang disebabkan
oleh belokan sebesar 180. Persamaan untuk menghitung
besarnya kehilangan tekan ini adalah sebagai berikut :
2
V
Hb = k b
2g

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-27


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

dimana : Hb = Kehilangan tekan di belokan (m)


k = Koefisien gesek, diperoleh secara empiris
Vb = Kecepatan aliran pada belokan (m/det)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
b. HL adalah kehilangan tekanan pada saat aliran lurus. Kehilangan
tekanan ini terjadi pada saluran terbuka sehingga perhitungannya
didasarkan pada persamaan Manning :
1 2 / 3 1/ 2
VL = R S
n
2
n VL L1 / 2
H L = 2/3

R
dimana : HL = Kehilangan tekan pada saat lurus (m)
n = Koefisien Manning,
saluran terbuat dari beton n = 0.013
VL = Kecepatan alirang pada saluran lurus (m/det)
L = Panjang saluran (m)
R = Jari-jari basah (m) = A/P
A = Luas basah (m2)
P = Keliling basah (m)

VI.5.5. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan
menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan
partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynols,
1982). Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan
air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan
air minum adalah :
1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh
unit saringan pasir cepat.
2. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi
sebelum memasuki unit saringan pasir cepat.
3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi
pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-
soda.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-28


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

4. Pengendapan air pada instalasi pemisahan besi dan mangan.


Menurut Coe dan Clevenger (1916), yang kemudian
dikembangkan oleh Camp (1946) dan Fitch (1956) dan dikutip dari
Reynolds (1982), pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bisa
dibagi menjadi empat kelas. Pembagian ini didasarkan pada
konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari partikel tersebut untuk
berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis pengendapan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengendapan Tipe I, Free Settling
Pengendapan Tipe I adalah pengendapan dari partikel
diskrit yang bukan merupakan flok pada suatu suspensi. Partikel
terendapkan sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau
interaksi antara partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan
tipe I adalah prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit
chamber.
2. Pengendapan Tipe II, Flocculent Settling
Pengendapan Tipe II adalah pengendapan dari partikel-
partikel yang berupa flok pada suatu suspensi. Partikel-partkel
tersebut akan membentuk flok selama pengendapan terjadi,
sehingga ukurannya akan membesar dan mengendap dengan laju
yang lebih cepat. Contoh pengendapan tipe ini adalah
pengendapan primer pada air buangan dan pengendapan pada air
yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi.
3. Pengendapan Tipe III, Zone/Hindered Settling
Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel
dengan konsentrasi sedang, dimana partikel-partikel tersebut
sangat berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah
pengendapan dari partikel disekelilingnya. Partikel-partikel
tersebut berada pada posisi yang tetap satu sama lain dan semua
mengendap dengan kecepatan konstan. Sebagai hasilnya massa
partikel mengendap dalam satu zona. Pada bagian atas dari massa
yang mengendap akan terdapat batasan yang jelas antara padatan
dan cairan.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-29


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

4. Pengendapan Tipe IV, Compression Settling


Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel
yang memiliki konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel
bersentuhan satu sama lain dan pengendapan bisa terjadi hanya
dengan melakukan kompresi terhadap massa tersebut.
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini,
sedimentasi diperuntukkan untuk mengendapkan partikel-partikel flok
yang dihasilkan baik dari proses koagulasi-flokulasi maupun dari
proses pemisahan besi (preklorinasi). Sehingga tipe pengendapan yang
digunakan adalah pengendapan tipe II.
Seperti telah dikemukakan di atas, proses sedimentasi
didasarkan pada pengendapan secara gravitasi dari partikel. Oleh
sebab itu, untuk mendesain bak sedimentasi perlu diketahui kecepatan
pengendapan dari partikel-partikel yang akan diendapkan. Kecepatan
pengendapan flok bisa sangat bervariasi tergantung pada beberapa
faktor, yaitu :
1. Tipe koagulan yang digunakan
2. Kondisi pengadukan ketika proses flokulasi
3. Sifat materi koloid yang terdapat pada air baku
Pada umumnya, karakteristik pengendapan dari partikel-partikel
tersebut dievaluasi dengan menggunakan tes pengendapan secara
batch (Camp, 1952).
Umumnya kolom yang digunakan memiliki diameter antara 5
sampai 8 inchi untuk meminimalisir gangguan oleh dinding dan
ketinggian kolom minimal setara dengan kedalaman bak sedimentasi
yang akan digunakan. Titik sampling disediakan pada interval tertentu
dengan jarak yang sama.
Dengan mengetahui konsentrasi partikel awal dan dengan
melakukan sampling pada titik-titik yang telah disediakan setiap
rentang waktu tertentu, akan didapatkan persentase partikel yang
tersisihkan. Persentase penyisihan kemudian akan diplotkan pada
suatu grafik sebagai angka terhadap waktu dan kedalaman
pengambilan sampel. Interpolasi dibuat diantara angka-angka tersebut

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-30


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

dan kemudian dibuatlah kurva dari titik-titik dengan persentase


penyisihan yang sama.
Persentase penyisihan total pada suatu waktu pengendapan
tertentu dapat diketahui melalui persamaan berikut ini :
r Z i
RT = ro +
Zo
dimana :
RT = Persentase penyisihan total pada waktu pengendapan tertentu
ro = Persentase penyisihan pada titik terendah dalam kolom Camp.
r = Selisih persentase antara 2 garis isokonsentrasi yang berdekatan
Zi = Kedalaman kolom rata-rata di antara 2 garis isokonsentrasi yang
berdekatan
Zo = Kedalaman maksimum air dalam kolom Camp.
Perhitungan persentase penyisihan total tersebut dapat dilakukan
pada berbagai variasi waktu pengendapan. Dari masing-masing waktu
pengendapan tersebut bisa diperoleh nilai overflow rate berdasarkan
persamaan berikut :
H
Vo =
tT
dimana :
Vo = Overflow rate dengan waktu pengendapan tertentu (m3/jam-m2)
H = Kedalaman kolom pengendapan Camp (m)
tT = Waktu pengendapan (jam)
Setelah mengetahui beberapa variasi waktu pengendapan,
overflow rate, dan persentase penyisihan, dapat dilakukan desain bak
pengendap sesuai kebutuhan.
Apabila tes pengendapan di atas tidak dapat dilakukan, nilai
kecepatan pengendapan bisa didapatkan berdasarkan beberapa
literatur. Kecepatan pengendapan dapat dilihat pada Tabel VI.12.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-31


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Tabel VI.12. Kecepatan Pengendapan Berbagai Jenis Partikel


Specific Ukuran Partikel Kecepatan Pengendapan
Jenis Partikel
Gravity Mesh mm mm/det fpm
Tanah 2,65 18 1,00 100 19,7
Tanah 2,65 20 0,85 73 14,3
Tanah 2,65 30 0,60 62 12,2
Tanah 2,65 40 0,40 42 8,2
Lempung 2,65 70 0,20 21 4,1
Lempung 2,65 100 0,15 15 3
Lempung 2,65 140 0,10 8 1,6
Lempung dan Tanah Liat 2,65 200 0,03 6 1,2
Lempung dan Tanah Liat 2,65 230 0,06 3,8 0,75
Lempung dan Tanah Liat 2,65 400 0,04 2,1 0,41
Tanah Liat 2,65 - 0,02 0,62 0,12
Tanah Liat 2,65 - 0,01 0,154 0,03
Flok Alum 1,001 - 1-4 0,20,9 0,04-0,18
Flok Kapur 1,002 - 1-3 0,41,2 0,080,23
Sumber : Kawamura, 1991

Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi pada umumnya terbuat dari konstruksi beton
bertulang dengan bentuk bulat maupun persegi panjang. Ada tiga
konfigurasi utama untuk bak sedimentasi, yaitu :
1. Bak persegi panjang dengan aliran horizontal
2. Bak sedimentasi dengan aliran vertikal
3. Clarifier dengan aliran vertikal
Pada umumnya bak sedimentasi berbentuk persegi panjang
dengan aliran horizontal adalah konfigurasi bak yang paling
menguntungkan. Hal ini disebabkan stabilitas hidrolisnya dan
toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe ini juga memiliki
efektifitas kerja yang dapat diprediksi, mampu mengatasi debit dua
kali lipat dari desain, mudah untuk dioperasikan, dan mudah
beradaptasi terhadap instalasi plate settler atau sejenisnya (Kawamura,
1991)
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka bak sedimentasi yang
digunakan adalah bak sedimentasi persegi panjang dengan aliran
horizontal menggunakan plate settler. Unit sedimentasi ini terdiri dari:
1. Zona Pengendapan
2. Zona Inlet

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-32


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

3. Zona Outlet
4. Zona Lumpur
Bak sedimentasi memiliki tujuan untuk mengendapkan flok-flok
yang dibentuk oleh proses koagulasi dan flokulasi pada unit
sebelumnya. Agar pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi
berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam bak sedimentasi yang
akan dibangun.
Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak
sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran
di dalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak
mengalami aliran mati (short-circuiting). Pada perencanaan instalasi
pengolahan air minum ini akan digunakan plate settler yang berfungsi
untuk meningkatkan laminaritas dan stabilitas aliran di dalam bak
sedimentasi. Penggunaan plate settler ini juga memberikan
keuntungan tambahan, yaitu kebutuhan lahan yang relatif kecil
dibandingkan dengan bak konvensional serta waktu detensi yang jauh
lebih singkat.

Kriteria Desain Bak Sedimentasi


1. Zona Pengendapan
Kriteria desain dari zona pengendapan pada bak sedimentasi
berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan plate settler
adalah sebagai berikut (Kawamura, 1991) :
Jumlah bak minimum : Jb = 2
Kedalaman air : h = 35m
Rasio panjang dan lebar bak : p : l = (4-6) : 1
Rasio lebar bak dan kedalaman air : l : h = (3-6) : 1
Freeboard : fb = 0.6 m
Kecepatan aliran rata-rata : Vh = 0,15 0,2 m/min
Waktu detensi : td = 5 20 menit
Beban pelimpah : Wl < 12,5 m3/m-jam
Kemiringan plate settler : = 45 - 60

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-33


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Jarak antar plate settler : w = 25 50 mm


Bilangan Reynolds : NRe < 2000
Bilangan Froud : NFr > 10-5
Perfomance bak : n = 1/8 (sangat baik)
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan
dimensi bak pengendapan ini antara lain adalah :
Koreksi kecepatan pengendapan (Vs = Q/As)
1 / n
n Vs
RT = 1 1 +
Q / As
dimana :
RT = Total Removal
n = Performance dari bak, diasumsikan sangat baik (n=1/8)
Vs = Kecepatan mengendap partikel terbesar (m/det)
Q = Debit pengolahan (m3/det)
As = Luas permukaan (m2)
Tinggi pengendapan, z :
w
z = CD =
cos
dimana : w = Jarak tegak lurus antar plate settler (m)
= Sudut kemiringan plate settler ()
Panjang plate, p :
H
p = AC ' =
sin
dimana: H = Kedalaman zona pengendapan dengan plate (m)
Panjang zona pengendapan, p :
H w
p' = AC = +
sin tan
Kecepatan pengendapan di dalam plate, Vs :
z CD
Vs = =
td td

Waktu detensi, td :
z
td =
Vs

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-34


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Kecepatan horizontal di dalam plate, Vo :


AC AC
Vo = = Vs
td z
H w
+
H cos + w cos 2
Vo = sin tan Vs = Vs
w w sin
cos
Debit per satu kolom plate, q :
q = Vo Across = Vo w L
dimana : L = Lebar plate settler / bak pengendap (m)
Jumlah plate yang dibutuhkan, n :
Q
n= +1
q
dimana : Q = Debit pengolahan bak sedimentasi (m3/det)
Panjang zona plate settler, Pz :
w
Pz = (n 1) + p cos
sin
Jari-jari hidrolis, R :
w
R=
2
Bilangan Reynolds, NRe :
Vo R
N Re =

dimana : = Viskositas kinematis (m2/det)
Bilangan Froud, NFr :
2
Vo
N Fr =
gR
dimana : g = Percepatan gravitasi (m/det2)
2. Zona Inlet
Kontrol hirolis pada zona inlet adalah salah satu faktor desain
yang paling penting. Hal ini disebabkan, apabila terjadi
ketidakseimbangan aliran pada zona inlet akan mengakibatkan
aliran mati, jetting, turbulensi, dan kurangnya stabilitas hidrolis
secara menyeluruh pada zona pengendapan.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-35


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Metode paling efektif untuk mengurangi ketidakseimbangan aliran


tersebut adalah dengan menggunakan perforated baffle. Kriteria
desain dari perforated baffle ini adalah sebagai berikut :
Bukaan harus didistribusikan secara merata pada dinding
baffle, sehingga meliputi kesuluruhan penampang memanjang
bak.
Jumlah bukaan maksimum harus disediakan sehingga
pancaran dapat diminimalisir dan zona mati diantara bukaan
dapat dikurangi.
Headloss pada bukaan harus berada dikisaran 0,3 0,9 mm
untuk menyamakan distribusi aliran pada inlet dengan
pemecahan flok yang minimum.
Ukuran bukaan harus memiliki diameter yang sama, yaitu
0,075 0,2 m, untuk menghindari penyumbatan oleh alga dan
partikel lainnya.
Jarak antar pusat bukaan kurang-lebih 0,25 0,5 m untuk
menyediakan kekuatan struktur pada dinding baffle.
Konfigurasi bukaan harus diatur sehingga pancaran parallel
akan mengarahkan aliran menuju zona outlet.
3. Zona Outlet
Zona outlet berfungsi untuk mengumpulkan supernatan dari
seluruh bagian bak. Zona outlet ini terdiri dari pelimpah, saluran
pelimpah, saluran pengumpul dan saluran outlet. Pada zona outlet
ini digunakan pelimpah berupa mercu tajam sehingga
menghasilkan terjunan.
4. Zona Lumpur
Zona lumpur berfungsi sebagai tempat akumulasi zat padat atau
kotoran hasil pengendapan. Pada umumnya dasar zona lumpur ini
memiliki kemiringan antara 1/200 1/300 menuju titik
pengumpulan lumpur.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-36


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

VI.5.6. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses mengalirkan air melalui media pasir
atau kombinasi dari materi granular yang bertujuan memisahkan
sebanyak mungkin suspended solid dari air olahan.
Berdasarkan tipe media yang digunakan, filter dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Reynolds, 1982) :
1. Filter media tunggal. Filter ini memiliki satu tipe medium, biasanya
pasir atau crushed anthracite coal.
2. Filter media ganda. Filter ini memiliki dua tipe medium, biasanya
crushed anthracite dan pasir.
3. Filter multimedia. Filter ini memiliki tiga tipe media, biasanya
crushed anthracite, pasir, dan garnet.
Berdasarkan laju filtrasi, filter dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Slow sand filter
Pada slow sand filter medium pasir yang digunakan umumnya hanya
disyaratkan bebas lumpur dan organik. Urutan diameter butir pasir
dari atas ke bawah tidak teratur (tidak terstratifikasi). Proses
penyaringan yang lambat dalam slow sand filter memungkinkan
kontak yang cukup lama antara air dengan media filter sehingga
proses biologis terjadi, terutama pada permukaan media yang berada
di atas. Biomassa yang terbentuk pada medium filter bersama
suspended partikel disebut sebagai Scmutz decke yang bersifat
aktif dalam proses penyisihan senyawa organik dan anorganik
terlarut lainnya.
2. Rapid sand filter.
Mekanisme penyaringan pada rapid sand filter sama dengan
mekanisme pada slow sand filter. Perbedaannya adalah pada beban
pengolahan dan penggunaan media filter. Beban pengolahan pada
RSF jauh lebih tinggi daripada SSF. RSF memanfaatkan hampir
seluruh media sebagai media filter (in-depth filter) sedangkan SSF
hanya pada lapisan teratas saja.
Selain itu, RSF hanya efektif untuk menyaring suspensi kasar dalam
bentuk flok halus yang lolos dari sedimentasi sedangkan SSF dapat

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-37


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

meyaring suspensi halus (bukan koloid) dan mempunyai lapisan


biomassa yang aktif
Perbandingan slow sand filter dan rapid sand filter dapat dilihat
pada Tabel VI.13.

Tabel VI.13. Perbandingan Slow Sand Filter dengan Rapid Sand Filter
Karakteristik Slow Sand Filter Rapid Sand Filter
Laju filtrasi 1 10 m/m/hari 100 300 m/hari
Ukuran saringan Besar, 2000 m Kecil, 40-400 m
Kerikil = 0,3 m Kerikil = 0,5 m
Kedalaman media
Pasir = 0,6 - 1 m Pasir = 0,8 m
Effective size 0,45 mm
Effective size = 0,25 - 0,35 mm
Ukuran pasir Uniformity coefficient 1,5 (tergantung
Uniformity coefficient = 2 - 3
sistem underdrain)
disusun, ukuran paling kecil atau paling
Distribusi ukuran
ringan berada di lapisan paling atas dan
butiran pasir di unstratified
ukuran paling besar atau paling berat
filter
berada di lapisan paling bawah
Headloss 6 - 12 cm 31 - 274 cm
Waktu pencucian 20 - 60 hari 12 - 72 jam
y menggerus lapisan permukaan pasir,
dicuci, kemudian menyimpan pasir
Metode bersih untuk pengisian pasir periodic dislodging dan memindahkan materi
pencucian y mencuci permukaan pasir di filter tersuspensi dengan backwashing
dengan cara pencuci menjelajahi seluruh
lapisan pasir
Pengolahan
umumnya tidak ada kogulasi, flokulasi, dan sedimentasi
sebelumnya
Biaya :
Konstruksi Tinggi Rendah
Operasi Rendah jika pasir dibersihkan di bak filter Tinggi
Depresiasi rendah Tinggi
Sumber : Fair/Geyer/Okun, (1968)

Dalam proses filtrasi oleh granular filter terdapat beberapa


mekanisme yang terjadi, yaitu :
1. Mechanical Straining
Mekanisme mechanical straining terjadi akibat partikel atau flok
tertahan karena mempunyai ukuran yang lebih besar dari lubang
pori, sehingga partikel tidak lolos.
2. Sedimentasi
3. Adsorpsi
Sebagian partikel yang halus akan teradsorpsi oleh permukaan
media filter karena ada tumbukan dan gaya tarik antar partikel.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-38


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Ketika mekanisme filtrasi tersebut terjadi secara simultan, secara


kuantitatif umumnya mekanisme yang pertama lebih dominan.
Pada pengolahan air minum ini akan dipergunakan saringan pasir
cepat, karena filter jenis ini memiliki debit pengolahan yang cukup
besar, penggunaan lahan yang tidak terlalu besar, biaya operasi dan
pemeliharaan yang cukup rendah, dan tentunya kemudahan dalam
pengoperasian dan pemeliharaan.
Saringan pasir cepat yang digunakan pada instalasi pengolahan air
minum biasanya merupakan tipe gravitasi dengan bentuk bak terbuka
yang terbuat dari beton yang di dalamnya terdiri dari dua jenis media
penyaring, media penyangga, dan sistem underdrain. Walaupun
demikian, terkadang dipergunakan juga filter dengan tekanan.
Media Penyaring
Berdasarkan jenis media penyaring yang digunakan, Saringan
pasir cepat ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :
1. Filter Media Tunggal
Filter jenis ini mempergunakan satu jenis media saja, biasanya pasir
atau batu bara antrasit yang dihancurkan.
2. Filter Media Ganda
Filter jenis ini mempergunakan dua jenis media, biasanya
merupakan gabungan dari pasir dan batu bara antrasit yang
dihancurkan.
3. Filter Multimedia
Filter jenis ini mempergunakan tiga jenis media, biasanya sebagai
tambahan dari kedua media yang telah disebutkan di atas
diaplikasikan jenis media ketiga, yaitu batu akik.
Mekanisme utama penyisihan flok tersuspensi yang memiliki
ukuran lebih kecil daripada ukuran pori-pori media terdiri dari adhesi,
flokulasi, sedimentasi, dan penyaringan.
Selama proses filtrasi berjalan flok yang terakumulasi
menyebabkan ruangan antar partikel mengecil, kecepatan meningkat,
dan sebagian dari flok yang tertahan akan terbawa semakin dalam

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-39


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

diantara media filter. Flok yang terakumulasi tersebut akan


menyebabkan peningkatan headloss hidrolik.
Saringan pasir dikarakterisasi oleh ukuran efektif (effective size)
dan koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dari pasir yang
digunakan sebagai media filtrasi. Sebagian besar saringan pasir cepat
memiliki pasir dengan ukuran efektif antara 0.35 sampai 0.50 mm dan
memiliki nilai koefisien keseragaman antara 1,3 sampai 1,7.
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, saringan
pasir cepat yang digunakan adalah saringan pasir cepat dengan media
ganda. Hal ini dilakukan karena filter dengan media ganda memiliki
kelebihan dibandingkan filter dengan media tunggal, yaitu : waktu
filtrasi yang lebih panjang, laju filtrasi yang lebih besar, kemampuan
untuk memfilter air dengan turbiditas dan partikel tersuspensi yang
tinggi.
Karakteristik media filtrasi yang secara umum digunakan dapat
dilihat pada Tabel VI.14.

Tabel VI.14. Karakteristik Media Filter


Berat Jenis Porositas Ukuran efektif
Material Bentuk Spheritas
relatif (%) (mm)
Pasir Silika Rounded 0,82 2,.65 42 0,4-1,0
Pasir Silika Angular 0,73 2,65 53 0,4-1,0
Pasir Ottawa Spherical 0,95 2,65 40 0,4-1,0
Kerikil Silika Rounded 2,65 40 1,0-50
Garnet 3,1-4,3 0,2-0,4
Anthrasit Angular 0,72 1,5-1,75 55 0,4-1,4
Plastik Bisa dipilih sesuai kebutuhan
Sumber : Droste, 1997

Media Penyangga
Media penyangga ini berfungsi sebagai penyangga media
penyaring yang diletakkan pada bagian bawah media penyaring tersebut.
Sebagai media penyangga ini biasanya digunakan kerikil yang
diletakkan secara berlapis-lapis, umumnya digunakan lima lapisan
dengan ukuran kerikil yang digunakan berdegradasi mulai dari 1/18
inchi pada bagian atas sampai dengan 1-2 inchi pada bagian bawah.
Ukuran kerikil ini sangat bergantung pada ukuran pasir pada media
penyaring dan tipe sistem underdrain yang digunakan.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-40


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Sistem Underdrain
Sistem underdrain berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah
difiltrasi oleh media penyaring pada saat saringan pasir cepat beroperasi,
sedangkan ketika backwash sistem ini berfungsi untuk mendistribusikan
air pencucian. Laju backwash menentukan desain hirolik dari filter
karena laju backwash beberapa kali lebih besar daripada laju filtrasi.
Pada dasarnya terdapat dua jenis sistem underdrain, yaitu :
1. Sistem manifold dengan pipa lateral
2. Sistem false bottom.

Kriteria Desain Saringan Pasir Cepat


Tabel VI.15 adalah kriteria desain untuk saringan pasir cepat
menurut Reynolds (1982) :

Tabel VI.15. Kriteria Desain Unit Saringan Pasir Cepat


Nilai
Karakteristik Satuan
Rentang Tipikal
Antrasit :
- Kedalaman cm 45,72-60,96 60,96
- Ukuran Efektif mm 0,9-1,1 1,0
- Koefisien Keseragaman 1,6-1,8 1,7
Pasir :
- Kedalaman cm 15,24-20.32 15,24
- Ukuran Efektif mm 0,45-0,55 0,5
- Koefisien Keseragaman 1,5-1,7 1,6
Laju Filtrasi m3/hr-m2 176-469,35 293,34
Sumber : Reynolds, 1982

Ketinggian air di atas pasir : 90 120 cm


Kedalaman media penyangga : 15,24 60,96 cm
Ukuran efektif media penyangga : 0,16 5,08 cm
Perbandingan panjang dan lebar bak filtrasi : (1-2) : 1
Kecepatan aliran saat backwash : 880 1173,4 m3/hari-m2
Ekspansi media filter : 20 50 %
Waktu untuk backwash : 3 10 menit
Jumlah bak minimum : 2 buah
Jumlah air untuk backwash : 1 5 % air terfiltrasi
Selain kriteria desain di atas dapat kita lihat pula kriteria desain
untuk saringan cepat menurut Fair, Geyer, dan Okun (1968) :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-41


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Dimensi Bak dan Media Filtrasi


Kecepatan Filtrasi : 5 7,5 m/jam
Kecepatan backwash : 15 100 m/jam
Luas permukaan filter : 10 20 m2
Ukuran media :
- Ukuran efektif : 0,5 0,6 mm
- Koefisien keseragaman : 1,5
- Tebal media penyaring : 0,45 2 m
- Tebal media penunjang : 0,15 0,65 m
Sistem Underdrain
Luas orifice : Luas media : (1,5 5) x 10-3 : 1
Luas lateral : Luas orifice : 24:1
Luas manifold : Luas lateral : (1,5 3) : 1
Diameter orifice : 0,25 0,75 inchi
Jarak antar orifice terdekat : 3 12 inchi
Jarak antar pusat lateral terdekat : 3 12 inchi
Pengaturan Aliran
Kecepatan aliran dalam saluran inlet, Vin : 0,6 1,8 m/det
Kecepatan aliran dalam saluran outlet, Vout : 0,9 1,8 m/det
Kecepatan dalam saluran pencuci, Vp : 1,5 3,7 m/det
Kecepatan dalam saluran pembuangan, Vb : 1,2 2,5 m/det

Persamaan-persamaan yang dipergunakan pada perencanaan unit


saringan pasir cepat ini adalah :
Dimensi Bak Filter
Jumlah bak, N :
N = 1,2(Q )
0,5

dimana : Q = Debit pengolahan (mgd)


Debit tiap bak, Qn :
Qn = Q / N

Luas permukaan, As :
As = Qn / V f

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-42


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

dimana : Vf = Kecepatan filtrasi (m/det)


Dimensi bak :
As = p l
dimana : p = Panjang bak filtrasi (m)
l = Lebar bak filtrasi (m)
Sistem Inlet dan Outlet
Luas penampang pipa inlet dan outlet, A :
Q
A=
Vp

dimana : A = Luas penampang pipa (m2)


Q = Debit pengolahan (m3/det)
Vp = Kecepatan aliran di dalam pipa (m/det)
Diameter pipa inlet dan outlet, d :
4 A
d=

dimana : d = Diameter pipa inlet dan outlet (m)
Kehilangan tekan sepanjang pipa inlet dan outlet, hmayor :
1 / 0 , 54
Q L0,54
hmayor =
2 , 63
0,2785 C d

dimana : hmayor = Kehilangan tekan sepanjang pipa (m)


Q = Debit pengolahan (m3/det)
L = Panjang pipa (m)
C = Koefisien Darcy-Weischbach
d = Diameter pipa (m)
Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa, hminor :
V2
hmin or = k
2g

dimana : hminor = Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa (m)


k = koefisien
V = Laju aliran (m/det)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-43


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Sistem Filtrasi
1. Persamaan pada saat Filtrasi berlangsung (Blake-Kozeny)
Headloss pada media yang bersih :
k
hL = V f
(1 ) 6
2 2
X
L 2i
g 3
di

dimana : hL = Kehilangan tekan pada media (m)


k = Koefisien Kozeny, k = 5
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
Vf = Kecepatan filtrasi (m/det)
= Viskositas kinematis (m2/det)
= Porositas media
= faktor bentuk
L = Kedalaman media (m)
Xi = Fraksi berat partikel
di = Ukuran tengah geometrik butir media (m)
2. Persamaan pada saat pencucian (Backwash)
Porositas terekspansi, e :
2
e3 k w 6
= e Vbw
1 e g m w di
dimana : e = Porositas terekspansi
ke = Koefisien Kozeny pada saat pencucian, ke = 4
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
Vbw = Laju pencucian (m/det)
= Viskositas kinematis (m2/det)
w = Berat jenis spesifik air (kg/m3)
m = Berat jenis spesifik media (kg/m3)
= faktor bentuk
d = Diameter efektif media (m)
Tebal media terekspansi, Le :
Xi
Le = L (1 )
1 e

dimana : Le = Tebal media saat terekspansi (m)


L = Tebal media (m)

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-44


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

= Porositas awal
e = Porositas terekspansi
Xi = Fraksi tebal lapisan media
Kehilangan tekan pada media terekspansi, he :
(1 e )2 6
2
k
he = e Vbw Le
g e3 di

dimana : he = Kehilangan tekan pada media terekspansi (m)


e = Porositas terekspansi
= Viskositas kinematis (m2/det)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
Vbw = Laju pencucian (m/det)
d = Diameter efektif media (m)
Le = Tebal media saat terekspansi (m)

Sistem Underdrain
1. Orifice
Luas orifice total = (Luas orifice : Luas media filter) x As
Luas per orifice = 1/4d2 (d = diameter orifice)
Jumlah orifice = Luas orifice total / Luas per orifice
Kehilangan tekan pada orifice, hor :
2
q or
hor = k 2
Aor 2 g
dimana : hor = Kehilangan tekan pada orifice (m)
k = Konstanta (Kawamura, 1991 : k = 2.4)
qor = Debit yang melalui orifice (m3/det)
Aor = Luas orifice (m2)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
2. Lateral
Luas lateral total = (Luas lateral : Luas orifice) x Luas orifice total
Jumlah pipa lateral, nl = n/r
dimana : n = Panjang manifold (m)
r = Jarak antar pipa lateral (m)
Diameter lateral, dl = (Luas lateral total/nl/0.25)1/2

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-45


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Jumlah orifice/lateral = Jumlah orifice / Jumlah lateral


Jarak antar orifice = pl / Jumlah orifice per lateral
dimana : pl = Panjang lateral (m)
Kehilangan tekan pada lateral, Hl :
2
1 L V
Hl = f l l
3 Dl 2 g
dimana : Hl = Kehilangan tekan pada lateral (m)
f = Konstanta
Ll = Panjang lateral (m)
Vl = Kecepatan aliran pada lateral (m/det)
Dl = Diameter lateral (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
3. Manifold
Luas manifold = luas lateral total x luas manifold : luas lateral
Dia. manifold, dm = (luas manifold/0,25)1/2
Kehilangan tekan pada manifold, Hm :
2
1 L V
Hm = f m m
3 Dm 2 g
dimana : Hm = Kehilangan tekan pada lateral (m)
f = Konstanta
Lm = Panjang lateral (m)
Vm = Kecepatan aliran pada lateral (m/det)
Dm = Diameter lateral (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)

VI.5.7. Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses destruksi mikroorganisme patogen dalam
air dengan menggunakan mekanisme fisik atau kimia.
1. mekanisme fisik
a. Disinfeksi dengan pemanasan,
Menaikkan suhu air sampai pada titik didih air dapat
mendestruksi mikroorganisme patogen dalam air.
b. Disinfeksi dengan penyinaran,

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-46


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Matahari merupakan disinfektan alami. Iradiasi dengan sinar


ultraviolet meningkatkan efisiensi disinfeksi. Sumber sinar
ultraviolet yang paling sering digunakan adalah lampu mercury-
vapor.
2. Mekanisme kimia
Klorin, bromid, dan iodin merupakan disinfektan yang efektif.
Disinfektan lain yang dapat digunakan adalah potasium
premanganat, klorin dioksida, dan ozon.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih alternatif proses
disinfeksi adalah (Kawamura, 1991) :
y Munculnya organisme baru atau pengganti pada penyediaan air
bersih
y Kemungkinan penggunaan disinfektan alternatif
y Sisa disinfektan
y Bentuk hasil sampingan disinfektan dan pengaruhnya
y Kualitas air olahan
y Faktor keamanan disinfektan
y Biaya masing-masing alternatif disinfeksi
Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
klorinasi :
y Suspended solid dalam air dapat melindungi bakteri dari klorin
y Adanya materi organik dapat mengurangi efisiensi disinfeksi
y Proses klorinasi akan lebih efektif pada air dengan alkalinitas rendah
dan pH rendah
y Keefektifan klorin berkurang jika terdapat nitrit, besi, dan mangan
yang dapat bereaksi dengan klorin
Karakteristik desinfektan yang baik (Fair/Geyer/Okun, 1968) :
y Efektif membunuh mikroorganisme patogen
y Tidak beracun bagi manusia/hewan domestik
y Tidak beracun bagi ikan dan spesies akuatik lainnya
y Mudah dan aman disimpan, dipindahkan, dibuang
y Rendah biaya
y Analisis yang mudah dan terpercaya dalam air

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-47


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

y Menyediakan perlindungan sisa dalam air minum


Hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam pemilihan
desinfektan yang akan digunakan adalah kemampuan desinfektan
tersebut untuk memerangi kontaminasi yang terjadi setelah pengolahan
pada sistem ditribusi air. Sehingga desinfektan yang terpilih harus
memiliki kekuatan desinfeksi yang tersisa di dalam air selama proses
distribusi terjadi.
Oleh sebab itu, pada perencanaan instalasi pengolahan air minum
ini akan digunakan klor sebagai desinfektan. Selain karena klor sebagai
desinfektan dapat menghasilkan sisa klor, desinfektan ini juga mudah
didapatkan dengan harga yang cukup murah. Pada instalasi pengolahan
air minum ini, klor akan diperoleh dalam bentuk padatan dengan rumus
kimia Ca(OCl)2. Sebelum dibubuhkan ke dalam air baku klor ini akan
dilarutkan terlebih dahulu dengan air dan baru kemudian dialirkan ke
dalam instalasi pengolahan air minum.
Reaksi kimia yang terjadi pada saat pembubuhan desinfektan ke
dalam air baku adalah sebagai berikut :
Ca ( OCl ) 2 + H 2 O Ca ( OH ) 2 + 2 HOCl
+
2 HOCl 2 H + 2 OCl
+
2H + 2 HCO 3 2 H 2 CO 3

Ca (OCl ) 2 + 2 H 2 O + 2 HCO3 Ca (OH ) 2 + 2OCl + 2 H 2 CO3

Hipoklorit (HOCl) yang terbentuk akan terlebih dahulu bereaksi


dengan ammonia yang terkandung di dalam air membentuk
monokloramin, dikloramin, dan trikloramin menghasilkan klor terikat.
Persamaan kimia yang memperlihatkan terbentuknya kloramin ini
adalah sebagai berikut :
NH 3 + HOCl NH 2 Cl + H 2 O
NH 3 + 2 HOCl NHCl 2 + 2 H 2 O
NH 3 + 3HOCl NCl 3 + 3H 2 O
Oleh sebab itu, dosis klor yang harus diaplikasikan ke dalam air
baku harus disesuaikan dengan break point chlorination yang dapat
dilihat pada Gambar VI.4 (Rich, 1963).

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-48


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Pada Gambar VI.4 dapat dilihat bahwa pada kurva bagian A-B,
klor beraksi dengan agen-agen pereduksi yang terdapat di dalam air.
Kemudian pada kurva bagian B-C adalah ketika klor bereaksi
membentuk kloramin. Pada kurva bagian C-D, terdapat sejumlah klor
bebas sehingga terjadi oksidasi dari kloramin yang sebelumnya
terbentuk, sehingga jumlah sisa klor di dalam air terus berkurang, hal ini
disebabkan oleh reduksi atom klor sampai dengan angka oksidasinya
yang paling rendah.

Gambar VI.2. Kurva Sisa Klor

Setelah oksidasi selesai, penambahan klor lebih lanjut akan


menghasilkan pembentukan sisa klor bebas di dalam air yang
dibutuhkan pada saat distribusi air minum dengan dosis kurang lebih 0,5
mg/L. Pada kurva di atas yang dimaksud dengan break point
chlorination adalah titik D. Sehingga jumlah klor yang dibutuhkan
untuk desinfeksi pada suatu unit pengolahan air minum adalah :
Kebutuhan Klor (mg/L) = Kebutuhan BPC (mg/L) + Sisa Klor (mg/L)
Perlengkapan yang diperlukan pada unit desinfeksi ini antara lain,
wadah penampung klor yang telah dilarutkan, sistem penyuplai
desinfektan baik secara gravitasi maupun dengan pemompaan, dan
suplai air untuk melarutkan klor.

Kriteria Desain Unit Desinfeksi


Desinfektan yang digunakan adalah Kalsium Hipoklorit dengan
persentase Cl2 yang terkandung didalamnya adalah 50 % dengan
berat jenis 0,86 kg/L.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-49


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Jumlah sisa klor yang dibutuhkan pada saat distribusi berkisar antara
0,2 - 0,5 mg/L
Bak penampung desinfektan dapat terbuat dari plastik atau tanah liat
dengan jumlah bak minimum 2 buah. Volume bak penampung
sangat tergantung pada periode pengisian bak pelarut dan
konsentrasi larutan yang keduanya dapat diatur sedemikian rupa
sehingga memudahkan kegiatan operasi dan perawatan.
Klor yang terdapat dalam bak penampung dapat dialirkan secara
gravitasi maupun dengan pemompaan melalui sistem perpipaan.
Waktu kontak diatur berdasarkan pH larutan.
Berikut ini adalah persamaan-persamaan yang akan dipergunakan
dalam perencanaan unit desinfeksi :
Dosis Klor (mg/L) = DPC + Sisa Klor
Kebutuhan Kaporit = Q x Dosis Klor x Kemurnian
Volume Kaporit = Kebutuhan Kaporit / Berat Jenis Kaporit
100 Kons.Laru tan
Volume Pelarut = Vol.Kaporit
Kons.Laru tan
100
Volume Larutan Kaporit = Vol.Kaporit
Kons.Laru tan
Dimensi Bak, Vol. Bak = Volume Lar.Kaporit = p x l x t
Setelah proses desinfeksi perlu diperiksa nilai pH dan agresifitas
akhir yang akan menentukan perlu atau tidaknya penambahan kapur.

VI.5.8. Netralisasi
Pembubuhan kapur berfungsi untuk menghasilkan air yang tidak
agresif. Dalam melakukan pembubuhan kapur hal yang terpenting adalah
dosis kapur dan kondisi jenuh kapur. Larutan kapur berada pada kondisi
jenuh bila memiliki konsentrasi sebesar 1100 mg/L.
Untuk melakukan pembubuhan kapur diperlukan beberapa unit
yaitu pelarut kapur dan penjenuh kapur (lime saturator).

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-50


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

VI.5.9. Menara Air


Menara air dibuat untuk menampung air yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan air di instalasi pengolahan air minum. Kebutuhan air
di instalasi meliputi :
Kebutuhan air untuk pencucian filtrasi
Kebutuhan air untuk pelarutan bahan kimia
Kebutuhan air untuk kantor
Ketinggian menara air tersebut disesuaikan dengan kebutuhan head
pada saat pencucian filter, sedangkan volumenya disesuaikan dengan
kebutuhan air di instalasi seperti telah diuraikan di atas. Menara air juga
dilengkapi dengan sistem pemompaan untuk memasukkan air ke dalam
menara air.

VI.5.10. Reservoir
Reservoir berfungsi mengekualisasi aliran (equalizing flow),
ekualisasi tekanan (equalizing pressure), sebagai distributor, dan sebagai
tempat penyimpanan air yang dibutuhkan untuk melayani fluktuasi
pemakaian air perjam dan sebagai cadangan air untuk kebutuhan darurat,
misalnya kebakaran
Berikut ini macam-macam reservoir pada sistem distribusi :
Elevated reservoir
Merupakan reservoir yang disangga dan terletak di atas permukaan
tanah dengan elevasi lebih tinggi dari daerah pelayanan. Keuntungan
menggunakan jenis reservoir ini adalah :
- Reduksi kebutuhan pompa dan biaya pemompaan, karena pompa
tidak perlu digunakan secara terus-menerus.
- Reduksi tekanan puncak selama pemompaan. Penghentian pompa
untuk beberapa waktu tidak mempengaruhi tekanan system secara
signifikan.
- Penyeimbang tekanan pada sisitem distribusi, sehingga tekanannya
jadi optimal dengan penempatan tangki yang tepat.
Ground Reservoir

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-51


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Merupakan reservoir yang terletak di permukaan tanah dengan elevasi


relatif sama dengan daerah pelayanan. Keuntungan penggunaan
reservoir ini adalah :
- biaya lebih murah
- pemeliharaan lebih mudah
- keamanan lebih terjamin
- mudah melakukan pemantauan kualitas air
- menghindari kemungkinan terjadinya hal yang tidak terduga yang
mungkin terjadi jika reservoir diletakkan di atas kaki.
Untuk menentukan jenis resevoir yang akan dipilih, ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan antara lain faktor topografi, ekonomi,
dan jumlah pelanggan. Ground reservoir merupakan pilihan yang baik
apabila lokasi sumber terletak pada daerah elevasi topografi yang baik,
tapi untuk daerah elevasi sumber dan daerah distribusi yang relatif
seragam maka elevated tank dapat dijadikan alternatif pilihan. Secara
ekonomis sebaiknya penggunaan elevated tank hanya untuk instalasi yang
kecil, daerah distribusi dan jumlah konsumen yang tidak terlalu besar
untuk menghemat biaya konstruksi dan energi. Pada perencanaan ini
digunakan ground reservoir.
Berikut beberapa kriteria desain untuk membangun suatu ground
level reservoir :
1. Ambang bebas dan dasar bak :
Dibutuhkan ambang bebas minimum sebesar 30 cm di atas
permukaan tertinggi.
Dasar bak sebaiknya 15 cm dari muka air terendah.
Kemiringan dasar bak reservoir antara 1/100 1/500 ke arah pipa
penguras.
2. Inlet dan outlet :
Posisi dan jumlah inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan
bentuk dan struktur reservoir sehingga tidak ada daerah yang tidak
teraliri.
Pipa outlet minimal terletak 10 cm dari dasar atau dari permukaan
air minimum dan sebaiknya dilengkapi dengan screen.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-52


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

Perlu diperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding


reservoir, dinding tersebut harus kedap air dan dilengkapi dengan
flexibel joint.
Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve
Pipa overflow dan penguras memiliki diameter yang mampu
mengaliri air secara gravitasi, dan outletnya harus terjaga dari
kemungkinan kontaminasi
3. Ventilasi dan manhole
Reservoir dilengkapi dengan ventilasi, manhole untuk operasi
perawatan dan perbaikan, juga alat ukur ketinggian muka air.
Ventilasi yang dibuat harus menunjang aliran udara yang cukup.
Tinggi lubang ventilasi kira-kira 50 cm dari atap, terbuat dari besi
berdiameter 50 mm, dan dipasang di dekat lubang pemeriksaan.
Ukuran manhole memudahkan akses ke dalam reservoir, dan
mampu menahan rembesan air dari luar.
4. Konstruksi :
Reservoir terbuat dari beton bertulang yang kedap air. Dinding
bagian dalam hendaknya diplester halus, dan kedap air.
Atap bak penampung terbuat dari konstruksi beton dan dilapisi
dengan coal tar. Sebaiknya dilengkapi juga dengan talang air
hujan.
Dalam perencanaan konstruksi, harus dipertimbangkan faktor gaya
tekan tanah terutama pada saat bak kosong, jika konstroksi tidak
kuat maka bak tersebut dapat saja pecah.
Pada outlet perpipaan yang menggunakan pompa, bak penampung
dibuat lebih dalam sebagai tempat mengendapnya partikel
pengotor yang tersisa

VI.5.11. Pengolahan Lumpur


Lumpur buangan dihasilkan dari unit filtrasi dan sedimentasi yaitu
air cucian filter dan lumpur sedimentasi. Karakteristik kedua jenis
lumpur tersebut sangat berbeda. Air cucian filter dapat langsung dibuang
ke badan air, atau diolah dengan berbagai cara yaitu :

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-53


Rencana Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Punggolaka

1. Didaur ulang ke awal proses pengolahan


2. Diolah dengan paket pengolahan konvensional
3. Diendapkan dalam kolam besar
Proses pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu :
1. Gravitasi, seperti lagoon sludge drying bed.
2. Mekanik, seperti filter press, belt press, vacuum filter.
Penggunaan kedua jenis pengolahan ini biasanya dipilih
berdasarkan ketersediaan lahan, karakteristik lumpur dan hasil akhir
pengolahan yang diinginkan. Pada proses dengan gravitasi dibutuhkan
lahan yang luas dan kandungan solid dalam lumpur hanya mampu
mencapai 50%. Jenis pengolahan ini sangat baik untuk daerah dengan
iklim panas dan penguapan melebihi curah hujan.
Pada instalasi pengolahan air minum di Kota Kendari digunakan
pengolahan lumpur dengan cara gravitasi, yaitu menggunakan sludge
drying bed.

Novi Yanti Kimsan - 15303036 VI-54

Anda mungkin juga menyukai