BAB VI
RENCANA PENGEMBANGAN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR PUNGGOLAKA
VI.1. Umum
Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun-tahun
mendatang akan berimbas pada semakin besarnya jumlah kebutuhan air
minum yang harus dipenuhi oleh PDAM Kota Kendari. Sebagai akibatnya,
instalasi pengolahan air (IPA) eksisting yang dikelola PDAM Kota
Kendari, yaitu IPA Punggolaka dengan kapasitas pengolahan sebesar 233
L/detik tentunya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan air minum
tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan terhadap IPA
eksisting agar dapat memenuhi kebutuhan air minum penduduk Kota
Kendari di tahun-tahun mendatang.
Perencanaan pengembangan IPA eksisting dilakukan dengan
memperhatikan hasil yang diperoleh dari Bab V yaitu kesimpulan
mengenai seberapa besar kapasitas pengolahan dari masing-masing unit
pengolahan yang ada di IPA eksisting setelah melalui proses evaluasi,
apakah masih tetap 233 L/detik, dapat ditingkatkan, atau harus dikurangi.
Berdasarkan hasil evaluasi, IPA eksisting hanya dapat digunakan pada
debit 201,7 L/det untuk memenuhi semua kriteria desain.
Proses evaluasi yang dilakukan pada Bab V juga dimaksudkan
untuk mengoptimalkan unit-unit pengolahan yang masih dapat
dipergunakan agar biaya pengembangan instalasi eksisting dapat ditekan.
Keterangan :
1. Kriteria di atas menunjukkan kondisi secara umum.
2. SSF dapat digunakan jika kualitas air baku memungkinkan untuk direct filtration
3. Jika kekeruhan air baku lebih dari 1000 NTU, proses prasedimentasi diperlukan pada
conventional complete untuk menghasilkan kualitas air yang baik.
Pemilihan unit-unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai
pengaruh yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair/Geyer/Okun, 1968).
Menurut JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan
parameter pencemar dalam air dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Tahap Pra Pengolahan
Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku sebelum air
baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan
seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi yang
terjadi pada akhir pengolahan. Pra Pengolahan memiliki fungsi utama
untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat mengganggu proses
selanjutnya.
2. Tahap Pengolahan Utama
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan
untuk mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi air minum,
seperti misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan flokulasi yang
diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.
3. Tahap Pengolahan Khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan apabila
pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik, sehingga
memerlukan pengolahan yang spesifik pula.
Pada Tabel VI.4 dan Tabel VI.5 di bawah ini dapat dilihat pemilihan unit
pengolahan air minum dengan model prediksi menurut JICA dan pengaruh
proses pengolahan air terhadap beberapa parameter menurut Fair, Geyer, dan
Okun.
Tabel VI.4. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum dengan Model Prediksi
Konsentr Pra Pengolahan Pengolahan Utama Pengolahan Khusus
Parameter
asi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT
Coliform 0-20 E
20-100 O O O O E
(MPN/100 ml) 100-5000 E E E O E
>5000 E O E E E O
Turbiditas 0-10 O O
(NTU) 10-200 O E
>200 O O E
Warna 20-70 E O O
(Unit Pt-Co) >70 O E O
Kesadahan
>200 E E E E
(mg/l CaCO3)
Fe, Mn <0,3 O O E
(mg/l) 0,3-1 O E E O
>1 E E E E O
Sumber : JICA, 1990
Keterangan :
S=Screening; PC=Prechlorination; PS=Plain Settling; A=Aeration; LS=Lime Softening;
CS=Coagulation-Sedimentation; RSF=Rapid Sand Filtration; SSF=Slow Sand Filtration; P=Post
Chlorination; SC=Special Chlorination; AC=Activated Carbon; SCT=Special Chemical
Treatment; SWT=Salt Water Treatment; O=Optional; E=Essential
VI.5.1. Intake
Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari
sumbernya untuk keperluan pengolahan dan suplai kepada konsumen.
Intake dapat berlokasi di sungai, danau, dekat reservoir, atau di mata air.
y intake gate harus dibangun di atas tanah dan pondasi yang kuat
y kemungkinan masuknya pasir dan batu kerikil harus diperkecil pada saat
penentuan dimensi intake
y pintu air diperkuat dengan struktur beton
y screen diletakkan di depat pintu air
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, intake gate
yang digunakan akan dilengkapi dengan :
1. Bar Screen
Bar screen berfungsi untuk menyaring benda-benda kasar seperti
plastik, kayu dan sampah-sampah yang terbawa oleh air sehingga
tidak mengganggu kinerja unit-unit selanjutnya.
Kriteria desain dari unit ini adalah :
Jarak antar batang, b = 1 - 2
Tebal batang, w = 0,8 - 1,0
Kecepatan aliran saat melalui batang, v = 0,3 0,75 m/det
Panjang penampang batang, p = 1,0 1,5
Kemiringan batang dari horizontal, = 30 - 60
Headloss maksimum, hL = 6
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kehilangan tekan pada
unit ini adalah sebagai berikut :
4/3
w
HL = hv sin
b
dimana : = Faktor Kirschmer, untuk batang bulat = 1,79
w = Diameter batang (m)
b = Jarak bukaan antar batang (m)
hv = Velocity head = Vb2/2g
= Sudut kemiringan batang pada saluran ()
HL = Headloss (m)
Persamaan-persamaan lain yang digunakan :
Jumlah batang :
L = n w + (n + 1) b
Jumlah bukaan total, s :
s = n +1
Lebar bukaan total, Lt :
Lt = s b
2. Saluran Intake
Saluran intake berfungsi sebagai saluran yang akan mengambil air
baku dari sumber air. Dalam merencanakan jenis intake ini maka
harus diperhatikan karakteristik air seperti tinggi air minimum dan
maksimum, materi tersuspensi dan terapung. Kecepatan merupakan
parameter penting agar tidak terjadi pengendapan.
Kriteria desain saluran intake menurut Al-Layla (1980) adalah :
V = 0,6 1.5 m/det, hal ini untuk mencegah sedimentasi pada
saluran intake.
Kecepatan aliran pada kedalaman minimum harus lebih besar dari
0,6 m/det.
Kecepatan aliran pada kedalaman maksimum harus lebih kecil dari
1,5m/det.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan dimensi saluran
intake, menurut JICA (1990) adalah :
Q
B=
H V
dimana : B = Lebar saluran intake (m)
Q = Debit maksimum (m3/det)
H = Kedalaman air yang masuk (m)
V = Kecepatan aliran air masuk (m/det)
3. Pintu Air
Pintu air berfungsi untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber
air baku berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air
juga berfungsi untuk membuka atau menutup saluran ketika akan
dilakukan pembersihan saluran.
Pada umumnya pintu air dibuat dari bahan baja atau besi cor. Pada
umumnya pintu air dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik,
namun konstruksinya harus dapat pula dioperasikan manual. Hal lain
yang harus diperhatikan adalah untuk mengurangi masuknya pasir dan
tanah ke dalam intake harus dilakukan pengontrolan juga terhadap
kecepatan aliran air yang masuk.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kriteria
desain pintu air adalah sebagai berikut :
Lebar pintu air, Lp < 3 m
Kecepatan aliran, Vp < 1 m/det
Persamaan yang dapat dipergunakan untuk menghitung headloss yang
terjadi pada pintu air adalah sebagai berikut :
Q
hL = 2/3
2.746 h f L p
4. Bak Pengumpul
Bak pengumpul ini memiliki fungsi untuk mengumpulkan air baku
yang masuk melalui pintu air sebelum dialirkan menuju instalasi
pengolahan air minum.
Menurut Al-Layla (1980), kriteria desain untuk bak pengumpul ini
adalah :
Untuk mempermudah pemeliharaan jumlah bak minimum adalah 2
buah.
Waktu tinggal di dalam bak pengumpul maksimal 20 menit.
Dasar bak pengumpul minimum 1 meter di bawah dasar sungai
atau 1,52 meter di bawah tinggi muka air minimum.
Dinding saluran dibuat kedap air dan konstruksinya terbuat dari
beton bertulang dengan ketebalan minimum 20 cm.
5. Sistem Transmisi
Sistem transmisi berfungsi untuk mentransmisikan air baku dari intake
menuju ke IPA. Sistem transmisi terdiri dari dua metode, metode
gravitasi dan metode pemompaan. Pada perencanaan ini digunakan
metode pemompaan karena lokasi intake lebih rendah dari lokasi IPA.
Pada perencanaan ini sistem transmisi terbagi menjadi dua bagian
yaitu :
Pipa Transmisi
Pompa Transmisi
Pipa Transmisi
Pada umumnya hanya terdapat satu pipa transmisi yang
menghubungkan intake dan instalasi pengilahan air.
Pipa yang digunakan dalam sisitem transmisi harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
Untuk diameter medium cukup ekonomis dan bervariasi cukup
banyak.
memiliki kekuatan pipa yang cukup besar sehingga dapat menahan
tekanan internal dan eksternal
Pompa Transmisi
Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk
mengalirkan air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah
daripada tempat yang lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah
reciprocating pump, fland pump, centrifugal pump, dan air lift pump
Terdapat beberapa sambungan yang diletakkan sebelum dan sesudah
pompa, yaitu gate valve, check valve, meteran air, dan peralatan
pengontrolan listrik.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain sistem
pemompaan, antara lain sebagai berikut :
y Volume air
Kriteria desain untuk pipa hisap pada sitem pemompaan, menurut Al-
Layla (1980), adalah sebagai berikut :
Kecepatan dalam pipa hisap 1 1,5 m/det
Beda ketinggian antara tinggi air minimum (LWL) dan pusat
pompa tidak lebih dari 3,7 m.
Jika pompa diletakkan lebih tinggi dari LWL, jarak penyedotan
harus lebih kecil dari 4 m
Lebih diutamakan peletakan pompa di bawah LWL, apabila
memang lebih ekonomis.
VI.5.3. Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai destabilisasi muatan pada
koloid dan partikel tersuspensi, termasuk bakteri dan virus, oleh suatu
koagulan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian
terintegrasi dari proses ini.
Destabilisasi partikel dapat diperoleh melalui mekanisme :
1. Pemanfaatan lapisan ganda elektrik
2. Adsorpsi dan netralisasi muatan
3. Penjaringan partikel koloid dalam presipitat
1. Pengaduk Mekanis
Pengadukan secara mekanis adalah metode yang paling
umum digunakan karena metode ini dapat diandalkan, sangat
efektif, dan fleksibel pada pengoperasiannya. Biasanya
pengadukan cepat menggunakan turbine impeller, paddle impeller,
atau propeller untuk menghasilkan turbulensi (Reynolds, 1982).
Pengadukan tipe ini pun tidak terpengaruh oleh variasi debit dan
memiliki headloss yang sangat kecil.
Apabila terdapat beberapa bahan kimia yang akan
dibubuhkan, aplikasi secara berurutan lebih dianjurkan, sehingga
akan membutuhkan kompartemen ganda. Untuk menghasilkan
pencampuran yang homogen, koagulan harus dimasukkan ke
tengah-tengah impeller atau pipa inlet.
2. Pengaduk Pneumatis
Pengadukan tipe ini mempergunakan tangki dan peralatan
aerasi yang kira-kira mirip dengan peralatan yang digunakan pada
proses lumpur aktif. Rentang waktu detensi dan gradien kecepatan
yang digunakan sama dengan pengadukan secara mekanis. Variasi
gradien kecepatan bisa diperoleh dengan memvariasiakan debit
aliran udara. Pengadukan tipe ini tidak terpengaruh oleh variasi
debit memiliki headloss yang relatif kecil.
3. Pengaduk Hidrolis
Pengadukan secara hidrolis dapat dilakukan dengan
beberapa metode, antara lain dengan menggunakan baffle basins,
weir, flume, dan loncatan hidrolis. Hal ini dapat dilakukan karena
masing-masing alat tersebut menghasilkan aliran yang turbulen
karena terjadinya perubahan arah aliran secara tiba-tiba. Sistem ini
lebih banyak dipergunakan dinegara berkembang terutama di
daerah yang jauh dari kota besar, sebab pengadukan jenis ini
memanfaatkan energi dalam aliran yang menghasilkan nilai G
yang tinggi, serta tidak perlu mengimpor peralatan, mudah
dioperasikan, dan pemeliharaan yang minimal (Schulz/Okun,
1984). Tetapi metode ini memiliki kekurangan antara lain tidak
Y1 = 0.54 H D 0.425
Y2 = 1.66 H D 0.27
Y2 1
= ( 1 + 8 F 2 1)
Y1 2
Lmin = L + L d + Lb
Tabel VI.10. Waktu Detensi dan Gradien Kecepatan Bak Pengaduk Cepat
VI.5.4. Flokulasi
Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit
pengaduk cepat. Tujuan dari proses ini adalah untuk mempercepat laju
tumbukan partikel, hal ini menyebabkan aglomerasi dari partikel
koloid terdestabilisasi secara elektrolitik kepada ukuran yang
terendapkan dan tersaring.
Flokulasi dicapai dengan mengaplikasikan pengadukan yang
tepat untuk memperbesar flok-flok hasil koagulasi. Pengadukan pada
bak flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin ke
hilir semakin lambat, serta pada umumnya waktu detensi pada bak ini
adalah 20 sampai dengan 40 menit. Hal tersebut dilakukan karena flok
yang telah mencapai ukuran tertentu tidak bisa menahan gaya tarik
dari aliran air dan menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu
kecepatan pengadukan dan waktu detensi dibatasi. Hal lain yang harus
diperhatikan pula adalah konstruksi dari unit flokulasi ini harus bisa
menghindari aliran mati pada bak.
Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk
melakukan flokulasi ini, yaitu :
1. Pengaduk Mekanis
2. Pengadukan menggunakan baffle channel basins
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, flokulasi
akan dilakukan dengan menggunakan vertical baffle channel (around-
the-end baffles channel). Pemilihan unit ini didasarkan pada
kemudahan pemeliharaan peralatan, ketersediaan headloss, dan
fluktuasi debit yang kecil.
VI.5.5. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan
menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan
partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynols,
1982). Proses ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan
air minum. Aplikasi utama dari sedimentasi pada instalasi pengolahan
air minum adalah :
1. Pengendapan awal dari air permukaan sebelum pengolahan oleh
unit saringan pasir cepat.
2. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi
sebelum memasuki unit saringan pasir cepat.
3. Pengendapan air yang telah melalui proses koagulasi dan flokulasi
pada instalasi yang menggunakan sistem pelunakan air oleh kapur-
soda.
Bak Sedimentasi
Bak sedimentasi pada umumnya terbuat dari konstruksi beton
bertulang dengan bentuk bulat maupun persegi panjang. Ada tiga
konfigurasi utama untuk bak sedimentasi, yaitu :
1. Bak persegi panjang dengan aliran horizontal
2. Bak sedimentasi dengan aliran vertikal
3. Clarifier dengan aliran vertikal
Pada umumnya bak sedimentasi berbentuk persegi panjang
dengan aliran horizontal adalah konfigurasi bak yang paling
menguntungkan. Hal ini disebabkan stabilitas hidrolisnya dan
toleransinya terhadap shock loading. Bak tipe ini juga memiliki
efektifitas kerja yang dapat diprediksi, mampu mengatasi debit dua
kali lipat dari desain, mudah untuk dioperasikan, dan mudah
beradaptasi terhadap instalasi plate settler atau sejenisnya (Kawamura,
1991)
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka bak sedimentasi yang
digunakan adalah bak sedimentasi persegi panjang dengan aliran
horizontal menggunakan plate settler. Unit sedimentasi ini terdiri dari:
1. Zona Pengendapan
2. Zona Inlet
3. Zona Outlet
4. Zona Lumpur
Bak sedimentasi memiliki tujuan untuk mengendapkan flok-flok
yang dibentuk oleh proses koagulasi dan flokulasi pada unit
sebelumnya. Agar pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi
berjalan dengan baik, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi menyangkut karakteristik aliran dalam bak sedimentasi yang
akan dibangun.
Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk bak
sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran
di dalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak
mengalami aliran mati (short-circuiting). Pada perencanaan instalasi
pengolahan air minum ini akan digunakan plate settler yang berfungsi
untuk meningkatkan laminaritas dan stabilitas aliran di dalam bak
sedimentasi. Penggunaan plate settler ini juga memberikan
keuntungan tambahan, yaitu kebutuhan lahan yang relatif kecil
dibandingkan dengan bak konvensional serta waktu detensi yang jauh
lebih singkat.
Waktu detensi, td :
z
td =
Vs
VI.5.6. Filtrasi
Filtrasi merupakan proses mengalirkan air melalui media pasir
atau kombinasi dari materi granular yang bertujuan memisahkan
sebanyak mungkin suspended solid dari air olahan.
Berdasarkan tipe media yang digunakan, filter dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Reynolds, 1982) :
1. Filter media tunggal. Filter ini memiliki satu tipe medium, biasanya
pasir atau crushed anthracite coal.
2. Filter media ganda. Filter ini memiliki dua tipe medium, biasanya
crushed anthracite dan pasir.
3. Filter multimedia. Filter ini memiliki tiga tipe media, biasanya
crushed anthracite, pasir, dan garnet.
Berdasarkan laju filtrasi, filter dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Slow sand filter
Pada slow sand filter medium pasir yang digunakan umumnya hanya
disyaratkan bebas lumpur dan organik. Urutan diameter butir pasir
dari atas ke bawah tidak teratur (tidak terstratifikasi). Proses
penyaringan yang lambat dalam slow sand filter memungkinkan
kontak yang cukup lama antara air dengan media filter sehingga
proses biologis terjadi, terutama pada permukaan media yang berada
di atas. Biomassa yang terbentuk pada medium filter bersama
suspended partikel disebut sebagai Scmutz decke yang bersifat
aktif dalam proses penyisihan senyawa organik dan anorganik
terlarut lainnya.
2. Rapid sand filter.
Mekanisme penyaringan pada rapid sand filter sama dengan
mekanisme pada slow sand filter. Perbedaannya adalah pada beban
pengolahan dan penggunaan media filter. Beban pengolahan pada
RSF jauh lebih tinggi daripada SSF. RSF memanfaatkan hampir
seluruh media sebagai media filter (in-depth filter) sedangkan SSF
hanya pada lapisan teratas saja.
Selain itu, RSF hanya efektif untuk menyaring suspensi kasar dalam
bentuk flok halus yang lolos dari sedimentasi sedangkan SSF dapat
Tabel VI.13. Perbandingan Slow Sand Filter dengan Rapid Sand Filter
Karakteristik Slow Sand Filter Rapid Sand Filter
Laju filtrasi 1 10 m/m/hari 100 300 m/hari
Ukuran saringan Besar, 2000 m Kecil, 40-400 m
Kerikil = 0,3 m Kerikil = 0,5 m
Kedalaman media
Pasir = 0,6 - 1 m Pasir = 0,8 m
Effective size 0,45 mm
Effective size = 0,25 - 0,35 mm
Ukuran pasir Uniformity coefficient 1,5 (tergantung
Uniformity coefficient = 2 - 3
sistem underdrain)
disusun, ukuran paling kecil atau paling
Distribusi ukuran
ringan berada di lapisan paling atas dan
butiran pasir di unstratified
ukuran paling besar atau paling berat
filter
berada di lapisan paling bawah
Headloss 6 - 12 cm 31 - 274 cm
Waktu pencucian 20 - 60 hari 12 - 72 jam
y menggerus lapisan permukaan pasir,
dicuci, kemudian menyimpan pasir
Metode bersih untuk pengisian pasir periodic dislodging dan memindahkan materi
pencucian y mencuci permukaan pasir di filter tersuspensi dengan backwashing
dengan cara pencuci menjelajahi seluruh
lapisan pasir
Pengolahan
umumnya tidak ada kogulasi, flokulasi, dan sedimentasi
sebelumnya
Biaya :
Konstruksi Tinggi Rendah
Operasi Rendah jika pasir dibersihkan di bak filter Tinggi
Depresiasi rendah Tinggi
Sumber : Fair/Geyer/Okun, (1968)
Media Penyangga
Media penyangga ini berfungsi sebagai penyangga media
penyaring yang diletakkan pada bagian bawah media penyaring tersebut.
Sebagai media penyangga ini biasanya digunakan kerikil yang
diletakkan secara berlapis-lapis, umumnya digunakan lima lapisan
dengan ukuran kerikil yang digunakan berdegradasi mulai dari 1/18
inchi pada bagian atas sampai dengan 1-2 inchi pada bagian bawah.
Ukuran kerikil ini sangat bergantung pada ukuran pasir pada media
penyaring dan tipe sistem underdrain yang digunakan.
Sistem Underdrain
Sistem underdrain berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah
difiltrasi oleh media penyaring pada saat saringan pasir cepat beroperasi,
sedangkan ketika backwash sistem ini berfungsi untuk mendistribusikan
air pencucian. Laju backwash menentukan desain hirolik dari filter
karena laju backwash beberapa kali lebih besar daripada laju filtrasi.
Pada dasarnya terdapat dua jenis sistem underdrain, yaitu :
1. Sistem manifold dengan pipa lateral
2. Sistem false bottom.
Luas permukaan, As :
As = Qn / V f
Sistem Filtrasi
1. Persamaan pada saat Filtrasi berlangsung (Blake-Kozeny)
Headloss pada media yang bersih :
k
hL = V f
(1 ) 6
2 2
X
L 2i
g 3
di
= Porositas awal
e = Porositas terekspansi
Xi = Fraksi tebal lapisan media
Kehilangan tekan pada media terekspansi, he :
(1 e )2 6
2
k
he = e Vbw Le
g e3 di
Sistem Underdrain
1. Orifice
Luas orifice total = (Luas orifice : Luas media filter) x As
Luas per orifice = 1/4d2 (d = diameter orifice)
Jumlah orifice = Luas orifice total / Luas per orifice
Kehilangan tekan pada orifice, hor :
2
q or
hor = k 2
Aor 2 g
dimana : hor = Kehilangan tekan pada orifice (m)
k = Konstanta (Kawamura, 1991 : k = 2.4)
qor = Debit yang melalui orifice (m3/det)
Aor = Luas orifice (m2)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
2. Lateral
Luas lateral total = (Luas lateral : Luas orifice) x Luas orifice total
Jumlah pipa lateral, nl = n/r
dimana : n = Panjang manifold (m)
r = Jarak antar pipa lateral (m)
Diameter lateral, dl = (Luas lateral total/nl/0.25)1/2
VI.5.7. Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses destruksi mikroorganisme patogen dalam
air dengan menggunakan mekanisme fisik atau kimia.
1. mekanisme fisik
a. Disinfeksi dengan pemanasan,
Menaikkan suhu air sampai pada titik didih air dapat
mendestruksi mikroorganisme patogen dalam air.
b. Disinfeksi dengan penyinaran,
Pada Gambar VI.4 dapat dilihat bahwa pada kurva bagian A-B,
klor beraksi dengan agen-agen pereduksi yang terdapat di dalam air.
Kemudian pada kurva bagian B-C adalah ketika klor bereaksi
membentuk kloramin. Pada kurva bagian C-D, terdapat sejumlah klor
bebas sehingga terjadi oksidasi dari kloramin yang sebelumnya
terbentuk, sehingga jumlah sisa klor di dalam air terus berkurang, hal ini
disebabkan oleh reduksi atom klor sampai dengan angka oksidasinya
yang paling rendah.
Jumlah sisa klor yang dibutuhkan pada saat distribusi berkisar antara
0,2 - 0,5 mg/L
Bak penampung desinfektan dapat terbuat dari plastik atau tanah liat
dengan jumlah bak minimum 2 buah. Volume bak penampung
sangat tergantung pada periode pengisian bak pelarut dan
konsentrasi larutan yang keduanya dapat diatur sedemikian rupa
sehingga memudahkan kegiatan operasi dan perawatan.
Klor yang terdapat dalam bak penampung dapat dialirkan secara
gravitasi maupun dengan pemompaan melalui sistem perpipaan.
Waktu kontak diatur berdasarkan pH larutan.
Berikut ini adalah persamaan-persamaan yang akan dipergunakan
dalam perencanaan unit desinfeksi :
Dosis Klor (mg/L) = DPC + Sisa Klor
Kebutuhan Kaporit = Q x Dosis Klor x Kemurnian
Volume Kaporit = Kebutuhan Kaporit / Berat Jenis Kaporit
100 Kons.Laru tan
Volume Pelarut = Vol.Kaporit
Kons.Laru tan
100
Volume Larutan Kaporit = Vol.Kaporit
Kons.Laru tan
Dimensi Bak, Vol. Bak = Volume Lar.Kaporit = p x l x t
Setelah proses desinfeksi perlu diperiksa nilai pH dan agresifitas
akhir yang akan menentukan perlu atau tidaknya penambahan kapur.
VI.5.8. Netralisasi
Pembubuhan kapur berfungsi untuk menghasilkan air yang tidak
agresif. Dalam melakukan pembubuhan kapur hal yang terpenting adalah
dosis kapur dan kondisi jenuh kapur. Larutan kapur berada pada kondisi
jenuh bila memiliki konsentrasi sebesar 1100 mg/L.
Untuk melakukan pembubuhan kapur diperlukan beberapa unit
yaitu pelarut kapur dan penjenuh kapur (lime saturator).
VI.5.10. Reservoir
Reservoir berfungsi mengekualisasi aliran (equalizing flow),
ekualisasi tekanan (equalizing pressure), sebagai distributor, dan sebagai
tempat penyimpanan air yang dibutuhkan untuk melayani fluktuasi
pemakaian air perjam dan sebagai cadangan air untuk kebutuhan darurat,
misalnya kebakaran
Berikut ini macam-macam reservoir pada sistem distribusi :
Elevated reservoir
Merupakan reservoir yang disangga dan terletak di atas permukaan
tanah dengan elevasi lebih tinggi dari daerah pelayanan. Keuntungan
menggunakan jenis reservoir ini adalah :
- Reduksi kebutuhan pompa dan biaya pemompaan, karena pompa
tidak perlu digunakan secara terus-menerus.
- Reduksi tekanan puncak selama pemompaan. Penghentian pompa
untuk beberapa waktu tidak mempengaruhi tekanan system secara
signifikan.
- Penyeimbang tekanan pada sisitem distribusi, sehingga tekanannya
jadi optimal dengan penempatan tangki yang tepat.
Ground Reservoir