TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit kronis dan terjadinya pengerasan dari hati ( Sujono, 2002).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biaasanya di mulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati kan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang di tandai oleh distorsi susunan hati
normal oleh pita pita jaringan penyambung dan oleh nodul nodul sel hati yang
mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia
Anderson,2001:445).
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa sirosi hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati.
2.2 Anatomi Fisiologi
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 grma.
Letaknya dikuadaran kana atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindung oleh
tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus
oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang
berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah
yang kaya akan zat zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah
tersebut masuk kedalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen.
Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di sebut sinusoid
hepatik. Dengan demikian, sel sel hati (hepatosit ) akan terendam oleh campuran
darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap
lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vana hepatika mengalirkan isinya
ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk
ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel sel fagositosi yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelia juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsung tulang, kelenjar limfe dan paru paru.
Dalam hati, sel sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah
memakan benda partikel ( seperti bakteri ) yang masuk ke dalam hati lewat darah
portal. Fungsi metabolik hati :
1. Matabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah
menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah
kembali menajdi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah
untuk mempertahakan kadar glokosa yang normal. Glukosa tambahan dapat
disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukonegonesis. Untuk
proses ini hati menggunakan asam 0 asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk
amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh
proses metabolik ini menajdi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri
dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis
ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin
berbahaya menajdi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam
urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini menditesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor
faktor pembukuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar
lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin
dan sebagian faktor pembeku lainnya. Asam asam amino berfungsi sebagai
unsur pembangun bagi sintesi protein.
4. Metabolisme lemak
Asam asam dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya.
Pemecahan asam lemak menajdi bahan keton terutama terjadi ketika
ketersedian glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan
atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Metabolisme obat
Metabolis umunya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada
sebagian kasus, aktivitas obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk
metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan
sejumlah senyawa, utnuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekresi
bilirubin.
6. Pembentukan empedu
7. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel
sel pada sistem retikuloendotelial yang menacakup sel sel kupfer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menajdi asam glukuronat yang membuat
bilirubin lebih dapat larut didalam larut yang encer. Bilirubin terkonjugasi
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan
akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam
darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu
terhalang atau bila terjadi penghancuran sel - sel darah merah yang berlebihan.
Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan
sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
2.3 Etiologi
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis
berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri penyebab
sirosis hepatic mulai dari yang paring sering
1. Hepatitis C (26%)
2. Alcoholic Liver Disease (21%)
3. Penyebab Cryptogenik/Tidak diketahui (18%)
4. Hepatitis C + Alkohol (15%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%)
7. Kelainan metabolic :
Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Defisiensi Alphal-antitripsin
Glikonosis type-IV
Galaktosemia
2.4 Tanda dan Gejala
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
a. Merasa kemampuan jasmani menurun
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopathy)
g. Perasaan gatal yang hebat
Berikut gejala-gejala umum beserta dengan penjelasan patomekanismenya.
1. Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada
aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap
dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan
oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti
terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata.
Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide
diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada
sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan
kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.
Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena
portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm
Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan
HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ
terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
2. Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam
memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan
protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan
mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma.
Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan
keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis
hepatis dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat
terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal
Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal
membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk
ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan
dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang
berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium
dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum
dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus
bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien
3. Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi
pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri
besar dan kecil ginjal dan akibat berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak
sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor meningkat pada pasien dengan sirosis,
temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine.
4. Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi
ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah
amino, teori kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar
sampai ke darah di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti
amino, asam amino, purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah
kembali menjadi urea di hati, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar ammonia pada pembuluh
darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga peningkatann
kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit
asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat
mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada
derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi
penderita, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien
mengalami koma.
2.5 Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau
perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini
kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk
ekstraselular matriks yang membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan
memacu pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstra selular matriks ini dimana akan memacu timbulnya
jaringan parut di sertai terbentuknya speta fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakkan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran
darifenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler)dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi
yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas selstellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di
hati sehinggamengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati. Kematianhepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya
fungsi hati yangrusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akandapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan
utama penyebabterjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensiterhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan
aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar
melalui venahepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang
menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini
merangsang timbulnyaaliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga
perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin
sehinggaaldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbanganelektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi terjadi retensinatrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan
lama-kelamaanmenyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hatimenahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana
terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya,
misaldikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson
dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik.Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan,
lalu nekrosis hatiyang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikta
yang disertainodul.
2.6 Pathway
Pengkajian
1 Identitas
A. Identitas Klien
Usia : Pasien sirosis hepatis pada umumnya berusia diatas 30 tahun, kurang
lebih usia 39-59 tahun karena pada usia tersebut kondisi imunitas
orang sudah mulai menurun.
Jenis Kelamin : Perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan (3:1), karena
sesuai data epidemiologi yang didapatkan hasil penderita sirosis hati
paling banyak dialami oleh laki-laki karena konsumsi alkohol yang
berlebihan.
Pekerjaan : Orang-orang yang memiliki pekerjaan seperti petani, kuli-kuli, buruh
kasar dan mereka yang tidak bekerja berisiko mengalmi sirosis hepatis
karena kurangnya asupan protein hewani, orang orang yang terpapar
dengan toksin.
2 Pengkajian Fisik
1. Fisik
a. Vital sign:
TD: >140/90
Nadi: >100x per menit
RR: >30x per menit
Suhu: >38C
b. Sistem tubuh:
Sistem pernafasan
dispnea: karena sumbatan yang menekan diafragma sehingga pasien
mengalami sesak nafas.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah dan nadi meningkat karena nyeri yang di rasakan pasien.
Sistem persyarafan
Muncul nyeri saat melakukan aktivitas.
Sistem perkemihan
Urine berwarna gelap dan pekat
Sistem perncernaan
Nafsu makan pasien berkurang, sehingga mengalami mual dan muntah.
Sistem muskuloskeletal
Mobilititas terhambat, penurunan fungsi hati, karena adanya gangguan
metabolisme yang menyebabkan keletihan dan kelemahan sehingga
mengalami kelemahan fisik.
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif ( GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
distrimia, bunyi jantung ekstra, DVJ : vena abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen (Hepatomegali, slepnomegali, asites), penurunan /
tak adanya bising usus, fesef warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan / tak dapat mencerna,
mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan / peningkatan ( cairan ), kulit kering, turgor
buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau / fetor hepatikus, perdarahan
gusi.
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan
mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat / tak jelas.
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas
Tanda : Perilaku berhati hati / distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi npas tambahan, ekspansi paru
terbatas (asites), hipoksia
h. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam ( le (bih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis,
petekie
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut ( dada, bawah lengan,
pubis )
a. Diagnosakeperawatan
2. Ketidak efektifan pola nafas Merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat.
5. Gangguan citra tubuh Merupakan fungsi dalam gambaran mental tentang diri-
fisik individu
Do:
Sikap melindungi
area nyeri
Ekspresi wajah
meringis
Fokus pada
dirinya sendiri
Mengekspresikan
perilaku gelisah
TD : 140/90
mmHg
Nadi :
110x/menit
RR : 30x/menit
RR 30x/menit
Nadi 100x per
menit
Mengekspresikan
perilaku gelisah
penurunan
nafsu makan
nyeri
abdomen.
Pasien tampak
menggaruk-garuk
kulit yang gatal
Gangguan
pigmentasi
Do:
Pasien tampak
menutupi bagian
tubuhnya yang
warna kuning
Menghindari
melihat tubuhnya
Menghindari
menyentuh tubuh
Do:
Peningkatan
denyut nadi
110x/menit
Peningkatan
tekanan darah
140/90 mmHg
Peningkatan RR
30x/menit
2.13Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
Implementasi Keperawatan
1. Nyeri akut
- Mengkaji sifat, intensitas, lokasi, durasi, dan faktor pencetus dan pereda nyeri
- Menggunakan skala penilaian nyeri yang konsisten untuk menetapkan nilai dasar
dan deviasi yang mengidentifikasi intervensi selanjutnya
- Menentukan akibat dari pengalamna nyeri terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya ,tidur, persaaan,performa kerja, dan tanggung jawab peran )
- Mengkaji tanda nonverbal nyeri khusus pada pasien
- Mendapatkan informasi dari pasien mengenai pengalaman nyeri masa lalu dan
metode pereda nyeri yang digunakan
- Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan persepsi nyeri: suhu,
suara, pencahayaan
- Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
yang akan dirasaakan, dan ada antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
- Membantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
- Membantu pasien untuk mencapai kondisi ketegangan fisik minimal melalui
teknik-teknik seperti relaksasi, musik, visualisasi dan pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan akan medikasi
- Memberikan lingkungan yang nyaman memberikan kesempatan untuk istirahat
siang hari di periode tidur yang tidak terganggu pada malam hari
- Mengkolaborasi dengan dokter, berikan mediksi analgesik sesuai kebutuhan,
observasi efek terapeutik dan efek samping
2. Pola nafas tidak efektif
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan fentilasi.
- Mengauskultasi suara nafas, catat area yang fentilasinya menurun, atau tidak
adanya suara tambahan.
- Memposisikan untuk meringankan sesa nafas.
- Memonitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
- Memonitor kecepatan irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
- Memonitor pola nafas.
- Memonitor keuhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut.
- Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Menimbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien.
- Menjaga intake / asupan yang akurat dan catat output.
- Memonitor status gizi.
- Mendukung psien dan keluarga untuk membantu memberikan makanan dengan
baik.
- Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
- Menginstruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
- Mengatur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan protein tinggi).
- Menciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang menyengat).
- Memastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang
cocok untuk konsumsi secara optimal.
- Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara
berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang sesuai
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondsi sakit.
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia (misalnya: peningkatan kalsium, protein, cairan).
- Menawarkan makanan ringan yang padat gizi.
- Memastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah
konstipasi.
- Memonitor kalori dan asupan makanan.
- Memonitor kecenderungan terjadinya penurunan dan peningkatan berat badan.
4. Resiko kerusakan integritas kulit
- Membatasi natrium seperti yang diresepkan
- Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
- Mengubah posisi klien dengan sering
- Melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous
- Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain
5. Gangguan citra tubuh
- Menentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangannya.
- Membantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan perubahan actual dari
tubuh atau tingkat fungsinya.
- Membantu pasien untuk menentukan pengaruh per group terhadap persepsipasien
mengenai citra tubuh pasien saat ini.
- Membantu pasien untuk mendiskusiakn stressor yang mempengaruhi citra diri
terkait dengan cidera.
- Menentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi pada peningkatan
interaksi sosial.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan tindakan utk meningkatkan
penampilan
- Menentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri .
- Membantu pasien utuk menemukan penerimaan diri.
- Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri
6. Ansietas
- Menggunakan pendekatan yang menenangkan
- Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.
- Mendengarkan dengan penuh perhatian.
- Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
- Membantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
- Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
2.15 Evaluasi
1. Nyeri akut
S : Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri berkurang dan dapat mengontrol nyeri
dengan teknik relaksasi.
O : Tanda-tanda vital pasien normal (TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. Pola nafas tidak efektif
S : Pasien mengatakan bahwa sesak nafas mulai berkurang.
O : tanda-tanda vital pasien normal (RR: 22x/menit)
A : Lanjutkan intervensi
P : Hentikan intervensi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
S : Pasien mengatakan sudah tidak mual muntah dan nafsu makan pasien
mulai meningkat.
O : frekuensi muntah berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurulhiday-6749-2-babii.pdf
Baradero, M. dkk. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC