Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit kronis dan terjadinya pengerasan dari hati ( Sujono, 2002).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biaasanya di mulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati kan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang di tandai oleh distorsi susunan hati
normal oleh pita pita jaringan penyambung dan oleh nodul nodul sel hati yang
mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia
Anderson,2001:445).
Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa sirosi hati adalah
penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari
hati.
2.2 Anatomi Fisiologi
Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar 1500 grma.
Letaknya dikuadaran kana atas abdomen, dibawah diafragma dan terlindung oleh
tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan setiap lobus hati terbungkus
oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang kedalam lobus itu sendiri dan
membagi massa hati menjadi unit unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua sumber yang
berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah
yang kaya akan zat zat gizi dari traktus gastrointestinal. Bagian lain suplai darah
tersebut masuk kedalam hati lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen.
Kedua sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di sebut sinusoid
hepatik. Dengan demikian, sel sel hati (hepatosit ) akan terendam oleh campuran
darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentralis di setiap
lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vana hepatika mengalirkan isinya
ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua sumber yang mengalirkan darah masuk
ke dalam hati dan hanya terdapat satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel sel fagositosi yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelia juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung sel sel
retikuloendotelial adalah limpa, sumsung tulang, kelenjar limfe dan paru paru.
Dalam hati, sel sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel kupfer adalah
memakan benda partikel ( seperti bakteri ) yang masuk ke dalam hati lewat darah
portal. Fungsi metabolik hati :
1. Matabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan diubah
menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen diubah
kembali menajdi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah
untuk mempertahakan kadar glokosa yang normal. Glukosa tambahan dapat
disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan glukonegonesis. Untuk
proses ini hati menggunakan asam 0 asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
2. Konversi amonia
Penggunaan asam asam amino untuk glukoneogenesis akan membentuk
amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia yang dihasilkan oleh
proses metabolik ini menajdi ureum. Amonia yang diproduksi oleh bakteri
dalam intestinum juga akan dikeluarkan dari dalam darah portal untuk sintesis
ureum. Dengan cara ini hati mengubah amonia yang merupakan toksin
berbahaya menajdi ureum yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam
urin.
3. Metabolisme protein
Organ ini menditesis hampir seluruh plasma protein termasuk albumin, faktor
faktor pembukuan darah protein transport yang spesifik dan sebagian besar
lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan hati untuk mensintesis protombin
dan sebagian faktor pembeku lainnya. Asam asam amino berfungsi sebagai
unsur pembangun bagi sintesi protein.
4. Metabolisme lemak
Asam asam dapat dipecah untuk memproduksi energi dan benda keton.
Benda keton merupakan senyawa senyawa kecil yang dapat masuk ke dalam
aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot serta jaringan tubuh lainnya.
Pemecahan asam lemak menajdi bahan keton terutama terjadi ketika
ketersedian glukosa untuk metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan
atau diabetes yang tidak terkontrol.
5. Metabolisme obat
Metabolis umunya menghilangkan aktivitas obat tersebut meskipun pada
sebagian kasus, aktivitas obat dapat terjadi. Salah satu lintasan penting untuk
metabolisme obat meliputi konjugasi (pengikatan) obat tersebut dengan
sejumlah senyawa, utnuk membentuk substansi yang lebih larut. Hasil
konjugasi tersebut dapat diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekresi
bilirubin.

6. Pembentukan empedu

Empedu dibentuk oleh hepatosist dan dikumpulkan dalam kanalikulus serta


saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin
dan sebagai pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh
garam garam empedu.

7. Ekskresi bilirubin

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel
sel pada sistem retikuloendotelial yang menacakup sel sel kupfer dari hati.
Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia
mengubahnya lewat konjugasi menajdi asam glukuronat yang membuat
bilirubin lebih dapat larut didalam larut yang encer. Bilirubin terkonjugasi
diekskresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan
akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum. Konsentrasi bilirubin dalam
darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu
terhalang atau bila terjadi penghancuran sel - sel darah merah yang berlebihan.
Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan
sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
2.3 Etiologi
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk radang kronis
berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit jantung. Di Amerika sendiri penyebab
sirosis hepatic mulai dari yang paring sering
1. Hepatitis C (26%)
2. Alcoholic Liver Disease (21%)
3. Penyebab Cryptogenik/Tidak diketahui (18%)
4. Hepatitis C + Alkohol (15%)
5. Hepatitis B (15%)
6. Lain-lain (5%)
7. Kelainan metabolic :
Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
Defisiensi Alphal-antitripsin
Glikonosis type-IV
Galaktosemia
2.4 Tanda dan Gejala
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
a. Merasa kemampuan jasmani menurun
b. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
c. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
d. Pembesaran perut dan kaki bengkak
e. Perdarahan saluran cerna bagian atas
f. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopathy)
g. Perasaan gatal yang hebat
Berikut gejala-gejala umum beserta dengan penjelasan patomekanismenya.

1. Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada
aliran darah portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal
terjadi oleh adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan
peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap
dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan
oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti
terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh sel stellata.
Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya
kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide
diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada
sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan
kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.
Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena
portal dan tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm
Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan
HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya varises pada organ
terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
2. Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam
memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan
protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan
mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma.
Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan
keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis
hepatis dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat
terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal
Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal
membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk
ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan
dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang
berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium
dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum
dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan spontaneus
bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien
3. Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi
pada pasien dengan sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri
besar dan kecil ginjal dan akibat berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak
sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor meningkat pada pasien dengan sirosis,
temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine.
4. Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi
ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah
amino, teori kedua menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar
sampai ke darah di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti
amino, asam amino, purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah
kembali menjadi urea di hati, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar ammonia pada pembuluh
darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga peningkatann
kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit
asam amino, air, dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat
mengganggu pembentukan potensial eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada
derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu kosentrasi
penderita, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien
mengalami koma.
2.5 Patofisiologi
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian
tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau
perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hal ini
kemudian membuat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk
ekstraselular matriks yang membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan
memacu pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata
membentuk kembali ekstra selular matriks ini dimana akan memacu timbulnya
jaringan parut di sertai terbentuknya speta fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakkan pada hati.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran
darifenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler)dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi
yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan
kontraktilitas selstellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di
hati sehinggamengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati. Kematianhepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya
fungsi hati yangrusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari
vena pada hati akandapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan
utama penyebabterjadinya manifestasi klinis.
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan
resistensiterhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan
aliran arteriasplangnikus. Kombinasi kedua faktor ini yaitu menurunnya aliran keluar
melalui venahepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang
menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan sistem portal ini
merangsang timbulnyaaliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga
perfusi ginjal pun menurun. Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin
sehinggaaldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur
keseimbanganelektrolit terutama natrium . Dengan peningkatan aldosteron maka
terjadi terjadi retensinatrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan dan
lama-kelamaanmenyebabkan asites dan juga edema.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit
hatimenahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana
terjadi pembengkakan hati. Etiologi sirosis hepatis ada yang diketahui penyebabnya,
misaldikarenakan alkohol, hepatitis virus, malnutrisi, hemokromatis, penyakit Wilson
dan juga ada yang tidak diketahui penyebabnya yang disebut dengan sirosis
kriptogenik.Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan,
lalu nekrosis hatiyang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikta
yang disertainodul.
2.6 Pathway
Pengkajian

1 Identitas

A. Identitas Klien
Usia : Pasien sirosis hepatis pada umumnya berusia diatas 30 tahun, kurang
lebih usia 39-59 tahun karena pada usia tersebut kondisi imunitas
orang sudah mulai menurun.
Jenis Kelamin : Perbandingan kejadian pada laki-laki dan perempuan (3:1), karena
sesuai data epidemiologi yang didapatkan hasil penderita sirosis hati
paling banyak dialami oleh laki-laki karena konsumsi alkohol yang
berlebihan.
Pekerjaan : Orang-orang yang memiliki pekerjaan seperti petani, kuli-kuli, buruh
kasar dan mereka yang tidak bekerja berisiko mengalmi sirosis hepatis
karena kurangnya asupan protein hewani, orang orang yang terpapar
dengan toksin.

B. Riwayat Keperawatan Saat Ini


Keluhan Utama : Nyeri pada abdomen
Riwayat penyakit sekarang: perut kembung, mual dan muntah
C. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP

2 Pengkajian Fisik

1. Fisik
a. Vital sign:
TD: >140/90
Nadi: >100x per menit
RR: >30x per menit
Suhu: >38C
b. Sistem tubuh:
Sistem pernafasan
dispnea: karena sumbatan yang menekan diafragma sehingga pasien
mengalami sesak nafas.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah dan nadi meningkat karena nyeri yang di rasakan pasien.
Sistem persyarafan
Muncul nyeri saat melakukan aktivitas.
Sistem perkemihan
Urine berwarna gelap dan pekat
Sistem perncernaan
Nafsu makan pasien berkurang, sehingga mengalami mual dan muntah.
Sistem muskuloskeletal
Mobilititas terhambat, penurunan fungsi hati, karena adanya gangguan
metabolisme yang menyebabkan keletihan dan kelemahan sehingga
mengalami kelemahan fisik.

3. Pola Fungsional

a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif ( GJK) kronis, perikarditis,
penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
distrimia, bunyi jantung ekstra, DVJ : vena abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen (Hepatomegali, slepnomegali, asites), penurunan /
tak adanya bising usus, fesef warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan / tak dapat mencerna,
mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan / peningkatan ( cairan ), kulit kering, turgor
buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau / fetor hepatikus, perdarahan
gusi.
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan
mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat / tak jelas.
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas
Tanda : Perilaku berhati hati / distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi npas tambahan, ekspansi paru
terbatas (asites), hipoksia
h. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam ( le (bih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis,
petekie
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut ( dada, bawah lengan,
pubis )

Pengkajian Pola Gordon

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Sebelum pasien mengalami penyakit sirosis hepatis pasien sangat tidak peduli
dengan kesehatannya, namun saat mengalami sirosis hepatis pasien sangat
menjaga kesehatnnya yaitu mengurangi mengkonsumsi alkohol.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pasien mengalami penurunan nafsu makan, nyeri abdomen, mual dan muntah
darah atau hematemesis. Keadaan tidak normal tersebut disebabkan oleh status
nutrisi yang tidak adequat.
c. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien dapat menjalankan aktivitas sehari-hari secara mandiri
meskipun pasien mengalami sedikit keterbatasan saat melakukan aktivitas karena
mulai merasakan keletihan dan kelelahan.
d. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengalami gelisah, cemas, dan gangguan tidur, karena nyeri pada
abdomen.
e. Pola eliminasi
Pasien mengalami distensi abdomen, feses berwarna pucat, melena, urine
berwarna gelap, dan pekat.
f. Pola neurosensori
Pasien mengalami nyeri tekan abdomen dan nyeri pada kuadran kanan atas..
g. Pola mekanisme koping
Saat mengalami sakit maka faktor stres, perasaan tidak berdaya, tidak ada
harapan, tidak ada kekuatan, meyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan dapat menyebabkan pasien tidak
meampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
h. Pola konsep diri
Perbandingan rasio laki-laki yang lebih banyak dibanding perempuan untuk
penyakit sirosis hepatis karena pria lebih banyak melakukan aktivitas dan
kegiatan diluar ruangan. Selain itu, pria bisa mengkonsusmsi alkohol 4 gelas
sedangkan perempuan hanya mengkonsumsi alkohol maksimal 2 gelas.
i. Pola hubungan
hubungan pasien dengan keluarga baik dan tidak ada masalah antar anggota
keluarga. Selain itu keluarga pasien selalu menemani pasien selama perawatan di
Rumah Sakit.
j. Pola reproduksi
Sebelum dan sesudah sakit intensitas hubungan seksual anatara pasien dengan
pasangannya berkurang dikarenakan pasien impoten.
k. Pola kepercayaan
Sebelum dan sesudah sakit pasien menganggap bahwa pasien sakit karena ujian
dari tuhan dan juga faktor usia, pasien selalu berdoa pada tuhan agar diberi
kesembuhan
2.11 Diagnosa Keperawatan

a. Diagnosakeperawatan

1. Nyeri Akut Merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (International Association fr the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.

2. Ketidak efektifan pola nafas Merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Merupakan asuhan


nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

4. Resiko kerusakan integritas kulit Merupakan rentan mengalami kerusakan


epidermis atau dermis, yang dapat menganggu kesehatan.

5. Gangguan citra tubuh Merupakan fungsi dalam gambaran mental tentang diri-
fisik individu

6. Ansietas Merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar


disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang mmeperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman.

2.12 Analisa Data


No. Data Diagnosa Masalah Par
af

1. Ds: Nyeri Akut berhubungan Nyeri Akut


dengan proses inflamasi yang
Pasien
terjadi karena adanya infeksi
mengatakan nyeri
dari virus hepatitis B dan C,
pada bagian
Alkohol, malnutrisi, dan zat
abdomen toksik.

Do:

Sikap melindungi
area nyeri
Ekspresi wajah
meringis
Fokus pada
dirinya sendiri
Mengekspresikan
perilaku gelisah
TD : 140/90
mmHg
Nadi :
110x/menit
RR : 30x/menit

2. Ds : Ketidak efektifan pola nafas Ketidak


berhubungan dengan asites efektifan
Pasien mengatakan
yang terjadi karena peningkatan pola nafas
sesak nafas
ekspansi paru terganggu.
Do :

RR 30x/menit
Nadi 100x per
menit
Mengekspresikan
perilaku gelisah

3. Ds: Ketidak seimbangan nutrisi Ketidakseim


kurang dari kebutuhan tubuh bangan
Pasien
berhubungan dengan gangguan nutrisi
mengatakan
pembentukan empedu yang kurang dari
mual dan menyebabkan lemak tidak dapat kebutuhan
muntah di imulsikan dan tiak dapat tubuh
diserap oleh usus halus
Do:

penurunan
nafsu makan
nyeri
abdomen.

4. Ds: Resiko kerusakan integritas Resiko


kulit berhubungan dengan kerusakan
Pasien mengeluh
penumpukkan garam empedu integritas
gatal
dibawah kulit dan kulit
Do: menyebabkan pruritas

Pasien tampak
menggaruk-garuk
kulit yang gatal
Gangguan
pigmentasi

5. Ds: Gangguan citra tubuh Gangguan


berhubungan dengan ikterik citra tubuh
Pasien mengatkan
tidak percaya
dengan
penampilannya
saat ini

Do:

Pasien tampak
menutupi bagian
tubuhnya yang
warna kuning
Menghindari
melihat tubuhnya
Menghindari
menyentuh tubuh

6. Ds: Ansietas berhubungan dengan Ansietas


penyakit kronis dan nyeri yang
Pasien terus
diderita pasien dan tidak
menanyakan
kunjung sembuh.
perkembangan
penyakitnya

Do:

Peningkatan
denyut nadi
110x/menit
Peningkatan
tekanan darah
140/90 mmHg
Peningkatan RR
30x/menit

2.13Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Nyeri Akut Setelah perawatan 2x24 jam 1. kaji sifat, intensitas,


nyeri akut klien dapat teratasi lokasi, durasi, dan
dengan, faktor pencetus dan
pereda nyeri
KH :
2. gunakan skala
1. Mampu mengontrol nyeri penilaian nyeri yang
(tahu penyebab nyeri, konsisten untuk
mampu menngunakan menetapkan nilai dasar
tehnik non farmakologi dan deviasi yang
dan mencari bantuan). mengidentifikasi
2. Nyeri berkurang dengan intervensi selanjutnya
menggunakan manajemen 3. tentukan akibat dari
nyeri pengalamna nyeri
3. Menyatakan rasa terhadap kualitas hidup
nyaman setelah nyeri pasien (misalnya ,tidur,
berkurang persaaan,performa
4. Tidak ada ekspresi kerja, dan tanggung
menahan nyeri jawab peran )
4. kaji tanda nonverbal
nyeri khusus pada
pasien
5. Mendapatkan informasi
dari pasien mengenai
pengalaman nyeri masa
lalu dan metode pereda
nyeri yang digunakan
6. Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
meningkatkan persepsi
nyeri: suhu, suara,
pencahayaan
7. berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri yang
akan dirasaakan, dan
ada antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
8. Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi
yang nyaman
9. Bantu pasien untuk
mencapai kondisi
ketegangan fisik
minimal melalui
teknik-teknik seperti
relaksasi, musik,
visualisasi dan
pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan
akan medikasi
10. Berikan
lingkungan yang
nyaman memberikan
kesempatan untuk
istirahat siang hari di
periode tidur yang tidak
terganggu pada malam
hari
11. kolaborasi dengan
dokter, berikan mediksi
analgesik sesuai
kebutuhan, observasi
efek terapeutik dan
efek samping

2. Pola nafas tidak Setelah perawatan 2x24 jam1.1.Posisikan pasien untuk


efektif ansietas dapat teratasi dengan memaksimalkan fentilasi.
KH : 1.2.Auskultasi suara nafas,
catat area yang
1. Tidak ada dipsneu.
fentilasinya menurun,
2. Irama nafas, frekuensi
pernafasan daam atau tidak adanya suara
rentang normal, tidak tambahan.
ada suara nafas1.3.Posisikan untuk
abnorma. meringankan sesa nafas.
3. Tanda-tanda vital1.4.Monitor status pernafasan
dalam rentang normal. dan oksigenasi
sebagaimana mestinya.
1.5.Monitor kecepatan irama,
kedalaman, dan kesulitan
bernafas.
1.6.Monitor pola nafas.
1.7.Monitor keuhan sesak
nafas pasien, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas
tersebut.
1.8.Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan.

3. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 3. Timbang berat


integritas kulit keperawatan selama 2x24 jam badan setiap hari
kebutuhan nutrisi tubuh dan monitor status
terpenuhi dengan KH : pasien.
4. Jaga intake /
1. Menunjukkan peningkatan
asupan yang akurat
berat badan secara
dan catat output.
progresif.
5. Monitor status gizi.
2. Tidak mengalami tanda
6. Dukung psien dan
malnutrisi lebih lanjut.
keluarga untuk
membantu
memberikan
makanan dengan
baik.
7. Tentukan status
gizi pasien dan
kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
8. Instruksikan pasien
mengenai
kebutuhan nutrisi.
9. Atur diet yang
diperlukan (yaitu:
menyediakan
makanan protein
tinggi).
10. Ciptakan
lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makanan
(misalnya: bersih,
berventilasi, santai,
dan bebas dari bau
yang menyengat).
11. Pastikan makanan
disajikan dengan
carayang menarik
dan pada suhu
yang cocok untuk
konsumsi secara
optimal.
12. Anjurkan keluarga
untuk membawa
makanan favorit
pasien sementara
berada di rumah
sakit atau fasilitas
perawatan yang
sesuai.
13. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan diet
untuk kondsi sakit.
14. Anjurkan pasien
terkait dengan
kebutuhan
makanan tertentu
berdasarkan
perkembangan atau
usia (misalnya:
peningkatan
kalsium, protein,
cairan).
15. Tawarkan makanan
ringan yang padat
gizi.
16. Pastikan diet
mencakup
makanan tinggi
kandungan serat
untuk mencegah
konstipasi.
17. Monitor kalori dan
asupan makanan.
Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan
dan peningkatan berat
badan.
4. Ketidakseimbang Setelah dilakukan tindakan 1. Batasi natrium seperti
an nutrisi kurang keperawatan 2x24 jam yang diresepkan
dari kebutuhan kerusakan integritas kulit 2. Berikan perhatian dan
tubuh dapat teratasi dengan KH : perawatan yang cermat
pada kulit.
1. Memperlihatkan turgor
3. Balik dan ubah posisi
kulit yang normal pada
klien dengan sering
ekstremitas dan batang
4. Lakukan latihan gerak
tubuh.
secara pasif, tinggikan
2. Tidak memperlihatkan
ekstremitas edematous
luka pada tubuh.
5. Letakkan bantalan busa
Memperlihatkan jaringan yang kecil dibawah
yang normal tanpa gejala tumit, dan tonjolan
eritema, perubahan warna tulang lain
atau peningkatan suhu
didaerah tonjolan tulang.

5. Gangguan citra Setelah tindakan 1. tentukan harapan citra


tubuh keperawatan selama 2x24 diri pasien didasarkan
jam gangguan citra tubuh pada tahap
dapat teratasi dengan perkembangannya
kriteria hasil : 2. Bantu pasien
menentukan
1. Kesesuaian antara realitas
keberlanjutan dari
tubuh dengan penampilan
perubahan perubahan
tubuh.
actual dari tubuh atau
2. Kepuasan dengan tingkat fungsinya.
penampilan tubuh 3. Bantu pasien untuk
menentukan pengaruh
per group terhadap
persepsi pasien
mengenai citra tubuh
pasien saat ini.
4. Bantu pasien untuk
mendiskusiakn stressor
yang mempengaruhi
citra diri terkait dengan
cidera.
5. Tentukan apakah
perubahan citra tubuh
berkontribusi pada
peningkatan interaksi
sosial
6. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
tindakan tindakan utk
meningkatkan
penampilan.
7. Tenttukan kepercayaan
diri pasien dalam hal
penilaian diri.
8. Bantu pasien utuk
menemukan
penerimaan diri .
9. Fasilitasi lingkungan
dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga
diri

6. Ansietas Setelah perawatan 2x24 jam 1. Gunakan pendekatan


ansietas dapat teratasi dengan yang menenangkan
KH : 2. Temani pasien untuk
memberikan keamanan
1. Klien mampu
dan mengurangi rasa
mengidentifikasi dan
takut
mengungkapkan gejala
3. Dengarkan dengan
cemas penuh perhatian
2. Mengidentifikasi, 4. Identifikasi tingkat
mengungkapkan, dan kecemasan
menunjukkan teknik 5. Bantu pasien mengenal
untuk mengontrol cemas situasi yang
3. Vital sign dalam batas menimbulkan
normal kecemasan
4. Postur tubuh, ekspresi 6. Instruksikan pasien
wajah, bahasa tubuh dna menggunakan teknik
tingkat aktivitas relaksasi
menunjukkan 7. Dorong pasien untuk
berkurangnya kecemasan mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi.

Implementasi Keperawatan
1. Nyeri akut
- Mengkaji sifat, intensitas, lokasi, durasi, dan faktor pencetus dan pereda nyeri
- Menggunakan skala penilaian nyeri yang konsisten untuk menetapkan nilai dasar
dan deviasi yang mengidentifikasi intervensi selanjutnya
- Menentukan akibat dari pengalamna nyeri terhadap kualitas hidup pasien
(misalnya ,tidur, persaaan,performa kerja, dan tanggung jawab peran )
- Mengkaji tanda nonverbal nyeri khusus pada pasien
- Mendapatkan informasi dari pasien mengenai pengalaman nyeri masa lalu dan
metode pereda nyeri yang digunakan
- Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan persepsi nyeri: suhu,
suara, pencahayaan
- Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri
yang akan dirasaakan, dan ada antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
- Membantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
- Membantu pasien untuk mencapai kondisi ketegangan fisik minimal melalui
teknik-teknik seperti relaksasi, musik, visualisasi dan pengalihan untuk
mengurangi kebutuhan akan medikasi
- Memberikan lingkungan yang nyaman memberikan kesempatan untuk istirahat
siang hari di periode tidur yang tidak terganggu pada malam hari
- Mengkolaborasi dengan dokter, berikan mediksi analgesik sesuai kebutuhan,
observasi efek terapeutik dan efek samping
2. Pola nafas tidak efektif
- Memposisikan pasien untuk memaksimalkan fentilasi.
- Mengauskultasi suara nafas, catat area yang fentilasinya menurun, atau tidak
adanya suara tambahan.
- Memposisikan untuk meringankan sesa nafas.
- Memonitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
- Memonitor kecepatan irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
- Memonitor pola nafas.
- Memonitor keuhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut.
- Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Menimbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien.
- Menjaga intake / asupan yang akurat dan catat output.
- Memonitor status gizi.
- Mendukung psien dan keluarga untuk membantu memberikan makanan dengan
baik.
- Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
- Menginstruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi.
- Mengatur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan protein tinggi).
- Menciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makanan
(misalnya: bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang menyengat).
- Memastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang
cocok untuk konsumsi secara optimal.
- Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara
berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan yang sesuai
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk kondsi sakit.
- Menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia (misalnya: peningkatan kalsium, protein, cairan).
- Menawarkan makanan ringan yang padat gizi.
- Memastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah
konstipasi.
- Memonitor kalori dan asupan makanan.
- Memonitor kecenderungan terjadinya penurunan dan peningkatan berat badan.
4. Resiko kerusakan integritas kulit
- Membatasi natrium seperti yang diresepkan
- Memberikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
- Mengubah posisi klien dengan sering
- Melakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous
- Meletakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain
5. Gangguan citra tubuh
- Menentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangannya.
- Membantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan perubahan actual dari
tubuh atau tingkat fungsinya.
- Membantu pasien untuk menentukan pengaruh per group terhadap persepsipasien
mengenai citra tubuh pasien saat ini.
- Membantu pasien untuk mendiskusiakn stressor yang mempengaruhi citra diri
terkait dengan cidera.
- Menentukan apakah perubahan citra tubuh berkontribusi pada peningkatan
interaksi sosial.
- Membantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan tindakan utk meningkatkan
penampilan
- Menentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri .
- Membantu pasien utuk menemukan penerimaan diri.
- Memfasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri
6. Ansietas
- Menggunakan pendekatan yang menenangkan
- Menemani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut.
- Mendengarkan dengan penuh perhatian.
- Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
- Membantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
- Menginstruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
2.15 Evaluasi

1. Nyeri akut
S : Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri berkurang dan dapat mengontrol nyeri
dengan teknik relaksasi.
O : Tanda-tanda vital pasien normal (TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. Pola nafas tidak efektif
S : Pasien mengatakan bahwa sesak nafas mulai berkurang.
O : tanda-tanda vital pasien normal (RR: 22x/menit)
A : Lanjutkan intervensi
P : Hentikan intervensi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
S : Pasien mengatakan sudah tidak mual muntah dan nafsu makan pasien
mulai meningkat.
O : frekuensi muntah berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

4.Resiko kerusakan integritas kulit

S : Pasien mengatakan sudah tidak gatal lagi.


O : Gatal yang dirasakan pasien berkurang.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

5.Gangguan citra tubuh

S : Pasien mengatakan sudah mulai percaya diri dan menerima dengan


keadaanya
O : Tanda-tanda vital pasien normal (Nadi: 80x/menit, TD: 120/80 mmHg,
RR: 20x/menit)
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
6.Ansietas
S : Pasien mengatakan sudah bisa menerima keadaanya sekarang dan percaya
bahwa penyakitnya adalah sudah kehendak tuhan.
O : pasien terlihat sudah tenang dan rasa cemas berkurang
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
Daftar Pustaka

Brunner&Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed.12. Jakarta: EGC.


Corwin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Rachman Aditya. 2017. Sirosis Hepatis. https://id.scribd.com/doc/233801931/SIROSIS-
HEPATIS-pdf. Diakses pada 12 September 2017
Maryani Sri. 2003. Sirosis Hepatitis. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
srimaryani5.pdf. Diakses pada 12 September 2017

Made Pande. 2017. Laporan Kasus Sirosis Hepatis.


http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82524&val=970. Diakses pada
12 September 2017

Ririranti. 2010. Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatitis.


https://www.scribd.com/doc/42734763/Etiologi-Dan-Patofisiologi-Sirosis-Hepatis
Diakses pada tanggal 12 September 2017

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurulhiday-6749-2-babii.pdf

Baradero, M. dkk. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai