Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam pembangunan suatu konstruksi, tanah mempunyai peranan yang
sangat penting. Pengaruh jenis tanah untuk suatu konstruksi akan berperan
penting untuk menentukan perencanaan perhitungan konstruksi yang aman.
Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat konstruksi di atas
tanah yang harus bisa memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang
turut diperhitungkan, kemudian dapat meneruskannya ke dalam tanah sampai ke
lapisan atau kedalaman tertentu. Sehingga kuat atau tidaknya bangunan atau
konstruksi itu juga dipengaruhi oleh kondisi tanah yang ada. Salah satu tanah yang
biasa ditemukan pada suatu konstruksi yaitu jenis tanah lempung. Sifat ataupun
karakteristik suatu tanah akan berbeda tergantung dari jenis tanah dan
terbentuknya tanah itu sendiri.
Tanah lempung mempunyai sifat mengembang (expansive soil). Tanah
yang bersifat mengembang (expensive soil) akan memiliki ciri-ciri kembang susut
besar. Pada musim hujan tanah lempung akan mengembang dan pada musim
kemarau tanah lempung akan menyusut . Penyusutan (shrinking) sebagian besar di
akibatkan oleh peristiwa kapiler. Pada musim kemarau terjadi karena pengeringan,
kadar air berkurang diikuti oleh kenaikan teganagn efektif sehingga volume tanah
menyusut. Jenis tanah lempung mempunyai ukuran butir yang sangat halus dan
dapat menyimpan kandungan air yang cukup besar. Pengaruh susut pada tanah-
tanah berbutir halus menjadi maslah penting dalam masalah teknik. Salah satu hal
yang sangat diperhatikan dalam keadaan kondisi tanah dalam pembuatan
konstruksi yaitu jalan.

Untuk merencanakan suatu konstruksi jalan raya yang baik maka harus
diketahui kondisidari tanah yang akan memikul semua beban. Jalan yang di
bangun di atas tanah lempung akan memberi dampak tersendiri pada kondisi
jalan. Kondisi konstruksi seperti jalan yang di bangun di tanah lempung akan
mempengaruhi kondisi jalan yang di bangun begitu juga seperti kondisi areal

1
2

penelitian yang berada di Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur


Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik dari
tanah lempung disepanjang ruas jalan Lintas Timur Sumatra dengan pengambilan
titik sample tanah 3 titik area jalan lintas timur Sumatra yang mencakup 3 desa
yaitu desa Tegal Yoso, Desa Taman fajar, dan Desa Taman Endah yang berada di
Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Tanah Lempung yang bersifat mudah mengembang akan mempunyai


besar dan nilai pengembangan yang bergantung pada banyaknya mineral lempung
didalam tanah dan kadar air awal. Untuk memprediksi potensi tanah lempung
mengembang di jalur Lintas Timur Sumatra, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten
Lampung Timur perlu dilakukan identifikasi tanah lempung berdasarkan uji
klasifikasi teknik dan uji batas-batas Atteberg.

1.2 Maksud dan Tujuan

Judul tugas akhir ini adalah Analisa Geoteknik Di Atas Tanah Ekspansif
Pada Ruas Jalan Lintas Timur Sumatra di Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten
Lampung Timur, Provinsi Lampung.
Analisa geoteknik ini dimaksudkan untuk :
1. Mengetahui jenis dan karakteristik tanah dasar pada ruas jalan lintas
timur Sumatra, Kecamtan Purbolinggo
2. Mengetahui dan kemampuan daya dukung tanah yang ada di lapangn
3. Menganalisa kemampuan geoteknik tanah dasar pada ruas jalan lintas
timur Sumatra, Kecamatan Purbolinggo
4. Diharapkan akan membantu untuk lebih mengerti bagaimana perilaku
mengembang tanah lempung di ruas jalan lintas Sumatra, Kecamatan
Purbolinggo,sehingga dapat diketahui bagaimana cara
penanggulangannya.
Tujuan yang hendak dicapai dari analisa geoteknik pada Ruas Jalan Lintas
Timur Sumatra di Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi
Lampung ini adalah :
3

1. Mengetahui potensi mengembang tanah lempung di ruas jalan lintas timur


Sumatra
2. Mengetahui derajat pengembangannya dengan uji klasifikasi teknik dan uji
batas-batas konsistensi Atterberg
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penyusun membatasi ruang pembahasan tentang
Analisa Geoteknik pada Ruas Jalan Lintas Timur Sumatra di Kecamatan
Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Sesuai dengan
masalah yang akan diteliti maka pembahasan penelitian ini dibatasi pada analisa
geoteknik yaitu menggunakan metode klasifikasi teknik dan uji atteberg.
I.4 Tinjauan Pustaka
1.4.1 Tanah
Tanah sebagai yang dikemukakan oleh Joffe (1949) dalam Poerwowidodo
(1991) merupakan suatu tubuh alami, terdiferensisasi menjadi horison horison
pelican dan bahan organik, umumnya tidak padu, jeluk beragam, berbeda dari
bahan induk dibawahnya dalam hal morfologi, watak watak fisis, bahan, watak
watak kimiawi, komposisi dan ciri ciri biologis.
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi,
yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan
bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang
merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu,
yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk,
jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto,
2010).
1.4.1.1.Kelas Tekstrur Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompokkelompok dan subkelompok- subkelompok berdasarkan
pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah
untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan
4

yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk
memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena
variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara
umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah
memiliki kesamaan sifat fisis. Dalam banyak masalah teknis (semacam
perencanaan perkerasan jalan, bendungan dalam urugan, dan lain-lainnya),
pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun subkelompok yang
menunjukkan sifat atau kelakuan yang sama akan sangat membantu
Sistem klasifikasi bukan merupakan system identifikasi untuk
menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi
tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk
perencanaan dan perancangan konstruksi. Terdapat dua sistem klasifikasi
tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Kedua sistem
tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg,
sistem-sistem tersebut adalah Sistem Unified Soil Clasification System (USCS)
dan Sistem AASHTO (American Association Of State Highway and
Transporting Official). Tetapi pada penelitian ini penulis memakai system
klasifikasi tanah unified (USCS).
Sistem Unified Soil Clasification System (USCS) pada awalnya
diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk dipergunakan pada pekerjaan
pembuatan lapangan terbang (Das, 1995). Oleh Casagrade sistem ini pada
garis besarnya membedakan tanah atas dua kelompok besar (Sukirman, 1992),
yaitu :
1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), kurang dari 50 % lolos
saringan No. 200, yaitu tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok
ini dimulai dari huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil
dan S untuk Pasir (Sand) atau tanah berpasir.
2) Tanah berbutir halus (fire-grained-soil), lebih dari 50 % lolos saringan
No. 200, yaitu tanah berlanau dan berlempung. Simbol dari kelompok ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk lempung
anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik.
5

Tabel 1.1

1.4.2 Pengertian Tanah Lempung


6

Simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah :


G = kerikil ( gravel )
S = pasir ( sand )
C = lempung ( clay )
M = lanau ( silt )
O = lanau atau lempung organik ( organic silt or clay )
Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi ( peat and highly organic soil )
W = gradasi baik ( well graded )
P = gradasi buruk ( poorly-graded )
H = plastisitas tinggi ( high-plasticity )
L = plastisitas rendah ( low-plasticity ).

1.4.1.2 Sifat-Sifat Tanah Mengembang (Expnasive)


Tanah ekspansif mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
A. Kadar Air (Moisture Content)
Jika kadar air (moisture content) dari suatu tanah ekspansif
tidak berubah berarti tidak ada perubahan volume dan struktur yang
ada di atas lempung tidak akan terjadi pergerakan yang diakibatkan
oleh pengangkatan (heaving). Tetapi jika terjadi penambahan kadar air
maka terjadi pengembangan volume (expansion) dengan arah vertikal
dan horisontal.
Holtz dan Fu Hua Chen (1975) mengemukakan bahwa tanah
lempung dengan kadar air alami di bawah 15% biasanya menunjukkan
indikasi berbahaya. Lempung akan mudah menyerap air sampai
mencapai kadar air 35% dan mengakibatkan kerusakan struktur akibat
pemuaian tanah. Sebaliknya apabila tanah lempung tersebut
mempunyai kadar air di atas 30%, maka pemuaian tanah telah terjadi
dan pemuaian lebih lanjut akan kecil sekali.
B. Kelelahan Pengembangan (Fatique of Swelling)
Gejala kelelahan pengembangan (fatique of swelling) telah
diselidiki dengan cara penelitian siklus atau pengulangan pembasahan
dan pengeringan yang berulang. Hasil penelitian menunjukkan
7

pengembangan tanah pada siklus pertama lebih besar daripada siklus


berikutnya. Kelelahan pengembangan diindikasikan sebagai jawaban
yang melengkapi hasil penelitian tersebut sehingga dapat disimpulkan
bahwa suatu pavement yang ditempatkan pada tanah ekspansif yang
mengalami siklus iklim yang menyebabkan terjadinya pengeringan dan
pembasahan secara berulang mempunyai tendensi untuk mencapai
suatu stabilitas setelah beberapa tahun atau beberapa kali siklus basah
kering Secara ideal penanganan kerusakan jalan pada lapis tanah
lempung ekspansif adalah berusaha menjaga atau mempertahankan
kadar air pada tanah tersebut agar tetap konstan, minimal tidak
mengalami perubahan kadar air yang signifikan, baik kondisi musim
penghujan maupun musim kering, sehingga tidak terjadi kembang
susut yang besar. Alternatif penanganan tersebut dapat berupa:
a. Penggantian material
Dengan cara pengelupasan tanah, yaitu tanah lempung diambil
dan digantidengan tanah yang mempunyai sifat lebih baik.
b. Pemadatan (compaction)
Dengan cara ini biaya yang dibutuhkan lebih sedikit (ekonomis).
c. Prapembebanan
Dengan cara memberi beban terlebih dahulu pada tanah tersebut
yang berfungsi untuk mereduksi settlement dan menambah
kekuatan geser.
d. Drainase
Dengan cara membuat saluran air di bawah prapembebanan
yang berfungsi untuk mempercepat settlement dan juga mampu
menambah kekuatan geser (sand blanket and drains).
e. Stabilisasi
Stabilisasi mekanis, yaitu dengan cara mencampur
berbagai jenis tanah yang bertujuan untuk mendapatkan
tanah dengan gradasi baik (well graded) sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan.
8

Stabilisasi kimiawi, yaitu stabilisasi tanah dengan cara


substitusi ion-ion logam dari tingkat yang lebih tinggi
seperti terlihat pada skala substitusi di bawah ini:
Li < Na < NH4 < K < Mg < Rb < Ca < Co < Al
Sebagai contoh yaitu dengan menambahkan stabilizing agent
pada tanah tersebut, antara lain portland cement (PC),
hydrated lime, bitumen, dan lainlain.
f. Penggunaan geosynthetics
Geosintetis secara umum didefinisikan sebagai bahan
polimer yang diaplikasikan di tanah. Produk atau bahan yang
merupakan geosintetis antara lain:
a.) Geotekstil
Geotekstil merupakan cikal bakal dari geosintetis, berupa
lembaran polimer yang fleksibel, terbuat dari serat sintetis. Ada
dua macam geotekstil, yang pertama berbentuk serat-serat
polimer yang berbentuk benang-benang atau elemen-elemen
pipih yang dianyam berbentuk lembaran dan disebut geotekstil
ayam (woven geotextile), dimana jenis ini tidak mempunyai
kemampuan drainase dan mempunyai kecenderungan untuk
membentuk lapis kedap air dari butiran tanah halus di bawah
beban lalu-lintas dinamis.
Geotekstil nir-anyam (non-woven geotextile) di mana
serat-serat dijadikan lembaran secara acak, jenis ini mempunyai
dimensi ketebalan dan permeabilitas yang tinggi sehingga
merupakan material drainase yang baik, yang akan
mengakibatkan tekanan air pori pada tanah dasar akan
terdisipasi sehingga meningkatkan kekuatan tanah dasar
Adapun keuntungan untuk pemakaian geotekstil pada lapisan
perkerasan adalah sebagai berikut :
9

Mencegah kontaminasi agregat subbase dan base oleh


tanah dasar lunak sehingga memungkinkan distribusi beban
lalulintas yang efektif melalui lapisan-lapisan timbunan ini.
Meniadakan kehilangan agregat timbunan ke dalam tanah
dasar yang lunak dan dengan demikian memperkecil biaya
dan kebutuhan akan tambahan lapisan agregat terbuang.
Mengurangi tebal galian.
Mengurangi penurunan dan deformasi yang tidak merata.
b.) Geogrid
Geogrid adalah polimer plastik yang berbentuk seperti
jala, geogrid dikembangkan untuk mengatasi daya dukung
tanah lunak dan mempunyai tegangan yang tinggi untuk
pembebanan yang lama. Geogrid biasanya digunakan untuk
pembangunan jalan di atas tanah lunak, bendungan, serta lereng
yang tinggi. Adapun keuntungan untuk pemakaian geogrid
pada lapisan perkerasan adalah sebagai berikut :
Untuk mengatasi daya dukung tanah lunak.
Mempunyai struktur geometri yang dapat menyerap gaya
geser.
Untuk menghindari ketidakstabilan tanah lunak.
Meningkatkan ketahanan agregat timbunan terhadap
keruntuhan setempat pada lokasi beban dengan
memperkuat tanah timbunan.
Mempunyai tegangan desain.
c.) Geomembran
Salah satu jenis geotekstil yang sering digunakan untuk
konstruksi perkerasan jalan adalah geomembrane yang oleh
orang awam terlihat seperti plastik kedap air. Kemudian di atas
lapisan itulah konstruksi jalan dibuat. Geomembran adalah
suatu lembaran sintetis yang memiliki sifat permeabilitas
10

sangat rendah yang berfungsi untuk mengontrol perpindahan


cairan (kadar air) yang pada suatu struktur.
Penggunaan geomembran ini menyebabkan kandungan
air di dalam tanah berangsur-angsur menjadi stabil. Pada kasus
tanah ekspansif, perubahan kadar air dapat menyebabkan
perubahan volume tanah sehingga dapat terjadi kerusakan
cukup serius pada struktur.
Geomembran dapat menghambat dan menghalangi
perubahan kadar air pada tanah dasar sehingga dapat mencegah
timbulnya kerusakan pada konstruksi jalan di atasnya.Pada
pelaksanaannya, geomembran dapat digunakan dalam berbagai
cara, yaitu:
Vertical Geomembrane
Membran vertikal dipasang pada kedua sisi perkerasan
jalan dengan kedalaman minimal 2/3 zona aktif (Nelson
dan Miller, 1992), dan tidak boleh kurang dari 1 meter.
Horizontal Geomembrane
Membran horisontal dipasang sedemikian rupa sehingga
menutupi lebar jalan pada kedalaman tertentu, kemudian di
atasnya diberi urugan tanah yang berasal dari daerah lain
dan bukan merupakan jenis tanah ekspansif.
1.4.2 Batas-Batas Atteberg
Atterberg adalah seorang ilmuwan dari Swedia yang berhasil
mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir
halus pada kadar air yang bervariasi, sehingga batas konsistensi tanah disebut
Batas-batas Atterberg.Kegunaan batas Atterberg dalam perencanaan adalah
memberikan gambaran secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang
bersangkutan. Bilamana kadar airnya sangat tinggi, campuran tanah dan air akan
menjadi sangat lembek.

Tanah yang batas cairnya tinggi biasanya mempunyai sifat teknik yang
buruk yaitu kekuatannya rendah, sedangkan compressiblitynya tinggi sehingga
11

sulit dalam hal pemadatannya. Kedudukan kadar air transisi bervariasi pada
berbagai jenis tanah. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu
disebut konsistensi. Konsistensi tergantung pada gaya tarik antara partikel mineral
lempungnya. Sembarang pengurangan kadar air menghasilkan berkurangnya tebal
lapisan kation dan terjadi penambahan gaya tarik antarpartikelnya.

Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antarpartikel


akan sedemikian hingga partikelnya bebas untuk relatif menggelincir antara satu
dengan yang lainnya, dengan kohesi antaranya tetap terpelihara. Pengurangan
kadar air juga menghasilkan pengurangan volume tanah. Sangat banyak tanah
berbutir halus yang ada di alam dalam kedudukan plastis.
Oleh karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat
dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan
cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1.1 di bawah ini:

Gambar 1.1 Batas-batas atteberg (sumber : )


Berikut mengenai bagian batas-batas atteberg :
1. Batas cair (LL) adalah kadar air tanah antara keadaan cair dan keadaan plastis.
2. Batas plastis ( PL) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis.
3. Indeks plastisitas (PI) adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, dimana
tanah tersebut dalam keadaan plastis, atau :
PI = LL-PL
Indeks Plastisitas (IP) menunjukkan tingkat keplastisan tanah. Apabila
nilai Indeks Plastisitas tinggi, maka tanah banyak mengandung butiran lempung.
Klasifikasi jenis tanah menurut Atterberg berdasarkan nilai Indeks Plastisitas
dapat dilihat pada Tabel 1.2 dibawah ini.
12

1. Kriteria Raman (1967)


Tabel 1.2. Kriteria Tanah Ekspansif berdasarkan PI dan menurut Raman (1967)
Indeks Plastisitas,PI (%) Indeks Penyusutan (%) Mengembang
<12 <15 Rendah
12-23 15-30 Sedang
23-30 30-40 Tinggi
>30 >40 Sangat Tinggi

2. Kritei Snethen (1977)


Tael 1.3 Klasifikasi Potensial Pengembangan menurut Snethen et.al, (1977)
Batas Cair % PI % Potensi Mengembang (%) Potensi Mengembang
>60 >35 >15 Tinggi
50-60 25-35 0,5-1,5 Sedang
<500 <25 <0,5 Rendah

3. Kriteri Chen (1988)


Table 1.4 Kriteria Pengembangan Berdasarkan PI menurut Chen (1988)
Potensi Pengembangan (%) Derajat Mengembang
0-1,5 Rendah
1,5-5 Sedang
5-25 Tinggi
25 Sangat tinggi

4. Kriteri Seed (1962)


Tabel 1.5 Klasifikasi Derajat Ekspansi (seed et al. 1962)
Potensi Mengembang )%) Derajat Mengembang
0-1,5 Rendah
1,5-5 Sedang
5-25 Tinggi
>25 Sangat Tinggi

Batas cair tanah berbutir halus dapat ditentukan dengan pengujian


Casagrande dan kerucut penetrasi (cone penetration). Pada penelitian ini metode
yang digunakan yaitu menggunakan metode casagrande (gambar 1.2).
13

Gambar 1.2 Skema uji batas cair metode Casagrande


Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya.
Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah
plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan
perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau remuk.
Tergantung pada kadar airnya, tanah mungkin berbentuk cair, plastis, semi padat,
atau padat.

1.4.2.1 Batas Cair (Liquit Limit)


Batas cair (LL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas
antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah
plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari pengujian Casagrande
(1948). Gambar skematis dari alat pengukur batas cair dapat dilihat
pada Gambar 1.2. Contoh tanah dimasukkan dalam cawan. Tinggi
contoh tanah dalam cawan kira-kira 8 mm.
Alat pembuat alur (grooving tool) dikerukkan tepat di tengah-
tengah cawan hingga menyentuh dasarnya. Kemudian, dengan alat
penggetar, cawan diketuk-ketukkan pada landasannya dengan tinggi
jatuh 1 cm. Persentase kadar air yang dibutuhkan untuk menutup celah
sepanjang 12,7 mm pada dasar cawan, sesudah 25 kali pukulan,
didefinisikan sebagai batas cair tanah tersebut.
Karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup
pada 25 kali pukulan, maka biasanya percobaan dilakukan beberapa
14

kali, yaitu dengan kadar air yang berbeda dan dengan jumlah pukulan
yang berkisar antara 15 sampai 35. Kemudian, hubungan kadar air dan
jumlah pukulan, digambarkan dalam grafik semi logaritmis untuk
menentukan kadar air pada 25 kali pukulannya.
1.4.2.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di
mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak ketika
digulung.
1.4.2.3 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas
plastis. PI = LL - PL
Indeks plastisitas akan merupakan interval kadar air di mana tanah
masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat
keplastisan tanahnya. jika tanah mempunyai interval kadar air daerah
plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus.
Tabel 1.6 Nilai Indeks plastisitas dan macam tanah (Hardiyatmo, 2002)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Nonplastis Pasir Nonkohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7-17 Plastisitas sedang Lempung Berlanau Kohesif
>17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
. http://imamzuhri.blogspot.co.id/2012/09/t-n-h-1.html
Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air daerah
plastis yang besar disebut tanah gemuk. Batasan mengenai indeks
plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya diberikan oleh Atterberg
terdapat dalam Tabel 1.6
1.4.3 Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran
mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-
unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai
15

luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tidak mudah terkelupas hanya
dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan
Peck, 1987).
Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering
akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif,
mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan
volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air. Sedangkan untuk jenis
tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya daya
dukung yang rendah, kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi,
kadar air yang relatif tinggi dan mempunyai gaya geser yang kecil. Kondisi tanah
seperti itu akan menimbulkan masalah jika dibangun konstruksi diatasnya.
Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon
dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya. Tanah lempung dan mineral
lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang
menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air (Grim,
1953). Tanah lempung terdiri dari butir butir yang sangat kecil ( < 0.002 mm)
dan menunjukkan sifat sifat plastisitas dan kohesi.
Kohesi menunjukkan kenyataan bahwa bagian bagian itu melekat satu
sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk
bahan itu dirubah rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk
aslinya, dan tanpa terjadi retakan retakan atau terpecah pecah (L.D Wesley,
1977). Mineral lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks
yang terdiri dari satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan alumunium
octahedral. Silicon dan alumunium mungkin juga diganti sebagian dengan unsur
lain yang disebut dengan substitusi isomorfis.
Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi
oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar
pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum daripada yang dipadatkan
pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif
kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang
16

(Hardiyatmo, 1999). Partikel lempung dapat berbentuk seperti lembaran yang


mempunyai permukaan khusus.Karena itu, tanah lempung mempunyai sifat sangat
dipengaruhi oleh gaya-gaya permukaan.
1.4.3.1. Sifat-Sifat Tanah Lempung
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) yaitu :
A. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
B. Permeabilitas rendah
C. Kenaikan air kapiler tinggi
D. Bersifat sangat kohesif
E. Kadar kembang susut yang tinggi
F. Proses konsolidasi lambat.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau
lebih dari satu macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu
terdiri dari partikel lempung saja, akan tetapi dapat bercampur
butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan mungkin juga
terdapat campuran bahan organik.
1.4.3.2. Identifikasi Tanah Lempung
Dalam Mengidentifikasi tanah Lempung dapat
menggunakan dua metode yaitu
A. Identifikasi minerallogi
Analisa Minerologi sangat berguna untuk
mengidentifikasi potensi kembang susut suatu tanah
lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:
a. Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction).
b.Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence)
c. Analisi Kimia (Chemical Analysis)
d.Mikroskop Elektron (Scanning Electron Microscope).
B. Cara tidak langsung (single index method)
Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat
digunakan untuk evaluasi berpotensi ekspansif atau tidak pada
suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-batas
17

Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang


bebas. Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan
dalam penelitian ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan.
Pengujian tersebut meliputi uji sifat-sifat fisis tanah.
1.4.3.3. Konsolidasi
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara
perlahanlahanpada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas
rendah akibat pengaliran sebagian air pori. Proses tersebut
berlangsung terusmenerus sampai kelebihan tekanan air pori yang
disebabkan oleh kenaikan tegangan total benarbenar hilang.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat
menyebabkan
lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan.
Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel
tanah, relokasi partikel, keluarnyaair atau udara dari dalam pori,
dan sebabsebab lain.
Beberapa atau semua faktor tersebut mempunyai hubungan
dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum,
penurunan (settlement) pada tanah yang disebabkan oleh
pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
A. Penurunan konsolidasi (consolidation settlement), yang
merupakan hasildari perubahan volume tanah jenuh air sebagai
akibat dari keluarnya air yang menempati poripori tanah.
B. Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan
akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air
tanpa adanya perubahan kadar air.
Lapisan tanah gambut yang mampu mampat (compressible)
diberi penambahan tegangan, maka penurunan (settlement) akan
terjadi dengan segera. Tanah gambut merupakan tanah yang
mempunyai kandungan organik dan kadar air yang tinggi, yang
terbentuk dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari
18

tumbuh-tumbuhan yang dalam proses pembusukan menjadi tanah,


yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan telah menjadi fosil,
dimana tanah gambut ini memiliki sifat yang tidak menguntungkan
bagi konstruksi yaitu daya dukung yang rendah serta
kompresibilitas yang tinggi.
Oleh karena itu harus dilakukan usaha perbaikan tanah agar
tidak terjadi penurunan konsolidasi kembali saat konstruksi
bangunan mulai dibangun bahkan setelah selesai dibangun
diatasnya, sehingga resiko kerusakan struktur bangunan karena
penurunan tanah yang terlalu besar dapat dihindari. Usaha
perbaikan tanah dilakukan untuk meningkatkan kuat geser tanah,
mengurangi compressibility tanah dan mengurangi permeabilitas
tanah (Stapelfeldt, 2006).
1.4.4 Mineral Lempung
Lempung merupakan material yang terdiri dari mineral kaya
alumina, silika dan air. Clay bukan mineral tunggal, tetapi sejumlah mineral.
Mineral lempung merupakan silikat yang berlapis; struktur kristal mineral-
mineral tersebut tersusun dari lapisan tetrahedron SiO4. Di tengah
tetrahedron SiO4 yang bergelang-6 biasanya terdapat ion hidroksil (OH).
Mineral lempung berukuran sangat kecil (kurang dari 2 mikron) dan
merupakan partikel yang aktif asecara elektrokimiawi dan hanya dapat
dilihat secara mikroskop elektron. Mineral yang membentuk lempung begitu
halus sehingga sampai penemuan X-ray analisis difraksi, mineral ini tidak
secara khusus dikenal. Pembesaran sangat tinggi dapat melihat mineral
lempung dapat berbentuk seperti serpih, serat dan bahkan tabung hampa.
Lempung dapat juga mengandung bahan lain seperti oksida besi (karat),
silika dan fragmen batuan. Kotoran ini dapat mengubah karakteristik dari
lempung.Ada juga beberapa garam sulfat yang akan mengalami ekspansi
jika mengalami perubahan temperatur. Semakin sedikit mineral lempung
dalam suatu tanah maka kemungkinan mengembangnya akan semakin kecil.
19

Mineral lempung meliputi kaolin, haloisit (hauoysite), illit,


vermikulit, bentonit dan masih banyak lagi. Sumber utama dari mineral
lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung : felspar
ortoklas, felspar plagioklas dan mika (muskovit), dapat disebut sebagai
silikat aluminium komples. Mineral lempung dapat terbentuk dari hampir
setiap jenis batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan tanah alkali
untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia (dekomposisi).
Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara
dan air berinteraksi dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung
dan produk lain (sapiie, 2006). Mineral lempung adalah mineral sekunder
yang terbentuk karena proses pengerusakan atau pemecahan dikarenakan
iklim dan alterasi air (hidrous alteration) pada suatu batuan induk dan
mineral yang terkandung dalam batuan itu.
Mineral yang membentuk lempung begitu halus sehingga sampai
penemuan X-ray analisis difraksi, mineral ini tidak secara khusus dikenal.
Pembesaran sangat tinggi dapat melihat mineral lempung dapat berbentuk
seperti serpih, serat dan bahkan tabung hampa. Lempung dapat juga
mengandung bahan lain seperti oksida besi (karat), silika dan fragmen
batuan. Kotoran ini dapat mengubah karakteristik dari lempung. Misalnya,
oksida besi warna lempung merah. Kehadiran silika meningkatkan
plastisitas lempung (yakni, membuatnya lebih mudah untuk cetakan dan
bentuk ke bentuk). Lempung dikategorikan ke dalam enam kategori dalam
industri. Kategori ini ball clay, bentonit, lempung umum, api lempung, bumi
penuh, dan kaolin.
1.4.4.1 Sifat Umum Mineral Lempung
Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Beberapa
sifat umum mineral lempung antara lain :
A. Hidrasi
Partikel lempung hampir selalu terhidrasi, yaitu dikelilingi
oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut air teradsorbsi
(adsorbsed water). Lapisan ini umumnya mempunyai tebal dua
20

molekul dan disebut lapisan difusi (diffuse layer), lapisan difusi


ganda atau lapisan ganda. Difusi kation teradsorbsi dari
mineral lempung meluas keluar dari permukaan lempung sampai
ke lapisan air.
Lapisan air ini dapat hilang pada temperatur yang lebih
tinggi dari 60 sampai 100 oC dan akan mengurangi plastisitas
alamiah dari tanah. Sebagian air ini juga dapat hilang cukup
dengan pengeringan udara saja. Apabila lapisan ganda
mengalami dehidrasi pada temperatur rendah, sifat plastisitasnya
dapat dikembalikan lagi dengan mencampurnya dengan air yang
cukup dan dikeringkan selama 24 sampai 48 jam. Apabila
dehidrasi terjadi pada temperatur yang lebih tinggi, sifat
plastisitasnya akan turun atau berkurang untuk selamanya.
B. Aktivitas (Ac)
Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk
pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung
sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan
prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm. , yaitu partikel
yang sifatnya bergantung pada gaya permukaan dan bukan gaya
gravitasi.
Indikator aktivitas yang praktis lebih baik adalah batas
susut yaitu batas kadar air sebelum terjadi perubahan volume.
Aktivitas dalam kaitannya dengan perubahan volume merupakan
pertimbangan utama dalam mengevaluasi tanah yang akan
dipakai dalam pekerjaan tanah dan konstruksi
Skempton mengemukakan rumus dari parameter aktifitas
(Ac) sebagai berikut:

Aktivitas (Ac) =
c10
21

Dimana: PI : Indeks Plastisitas


c : Presentase fraksi lempung <0.002
Ac>1.25 :Tanah bersifat aktif dan ekspansif
0.75>Ac<1.25 : Tanah digolongkan normal
Ac<0.75 : Tanah digolongkan tidak aktif
Dalam tabel di bawah ini dapat dilihat hubungan aktivitas
dan kandungan mineral tanah lempung.
Tabel 1. Hubungan Mineral Lempung dengan Aktivitas
(Skempton,1953 dan Mitchel, 1976)
Mineral Activity
Na- Montmorillonite 4-7
Ca-Montmorillonite 1,5
Illite 0,5-1,3
Kaolinite 0,3-0,5
Halloysite (dehydrated) 0,5
Hallosyte (hydrated) 0,1
Attapulgite 0,5-1,2
Allophane 0,5-1,2
Mica 0,2
Cacite 0,2
Quartz 0

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi


kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung.Ketebalan air
mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam
mineralnya. Jadi dapat disimpulkanplastisitas tanah lempung
tergantung dari : Sifat mineral lempung yang ada pada butiran dan
Jumlah mineral
Bila ukuran butiran semakin kecil, maka luas permukaan
butiran akan semakin besar. Pada konsep Atterberg, jumlah air
yang tertarik oleh permukaan partikel tanah akan bergantung pada
jumlah partikel lempung yang ada di dalam tanah.
22

C. Flokulasi dan Dispersi


Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah
air yang bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan
negatif netto pada satuan mineral. Akibat adanya muatan ini, ion-
ion H+ didalam air, gaya Van der Waals, dan partikel berukuran
kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau
bertabrakan di dalam larutan itu.
Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok
(floc) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran
lebih besar yang akan mengendap didalam larutan itu dengan
cepatnya dan membentuk sedimen yang sangat lepas. Di dalam
laboratorium, contoh lempung seberat 50 atau 60 g akan
mengendap di dalam larutan 1000 ml dalam waktu 30 menit,
kecuali apabila formasi flok dapat dikontrol.
Untuk menghindarkan flokulasi suatu larutan tanah air
yang terdispersi dapat dinetralisasikan dengan menambahkan ion-
ion H+ yang dapat diperoleh dari bahan-bahan yang mengandung
asam, misal sodium heksametafosfat. Lempung yang baru saja
terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam
larutan dengan menggoncangnya, yang menandakan bahwa tarikan
antar partikel ternyata jauh lebih kecil dari gaya goncangan.
Tetapi apabila lempung tersebut telah didiamkan selama
beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang
menunjukkan adanya gejala tiksotropik, di mana kekuatan
didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang
yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan
membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar
tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi
sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk
akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig,
Mekanika Tanah ).
23

D. Pengaruh Zat cair


Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung
adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di
laboratorium untuk batas Atterberg. Pemakaian air suling yang
relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa
yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah
terkontaminasi. Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas
dari lempung.
Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan
negative pada ujung yang (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada
air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang
tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur
lempung tidak akan terjadi apapun.
E. Sifat kembang susut (swelling potensial)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan
syistem tanah dengan air yang mengakibatkan terganggunya
keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik yang
bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya
elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta gaya
van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan
partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih
dengan permukaan bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya
bermuatan posistif.
Muatan negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah
yang terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya listrik. Sistem
gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan seimbang
antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air
tanah berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun
keluar masuknya air tanah, keseimbangan gayagaya dan jarak
antar partikel akan membentuk keseimbangna baru.
24

Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses


kembang susut. Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung
mengalami perubahan volume ketika kadar air berubah. Perubahan
itulah yang membahayakan bagunan. Tingkat pengembangan
secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:
Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
Kadar air.
Susunan tanah.
Konsentrasi garam dalam air pori.
Sementasi.
Adanya bahan organic.
1.4.4.2. Struktur Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia
yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid
dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Holtz &
Kovacs (1981) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari
Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron. Satuan-satuan dasar
tersebut bersatu membentuk struktur lembaran . Lembaran-lembaran
kristal yang memliki struktur atom yang berulang tersebut adalah:
A. Tetrahedron / Silica sheet
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika
tetrahedra dan alumunium okthedra. Silika Tetrahedron pada
dasarnya merupakan kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang
terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh
empat buah atom Oksigen.
Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi
susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam
ikatan antara masing-masing lembaran. Susunan pada kebanyakan
tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan alumunium okthedra
(Gambar 1.2 dan 1.3).
25

Gambar 1.2 a.)Tetrahedral b.)Lembaran Silika

Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan kombinasi dari


satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang
dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen.
B. Octahedron / Alumina sheet
Kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan
alumunium okthedra. Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan
kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom
silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom
Oksigen. Sedangkan Aluminium Oktahedron merupakan kombinasi
dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina yang dikelilingi oleh
atom Hidroksil pada keenam sisinya.

Gambar 1.3 a.) Octahedron b.)Alumina sheet


Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh
elemen yang lain dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai
substansi isomorf. Kombinasi dari susunan kesatuan dalam bentuk
susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan
lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
26

1.4.4.3 Jenis-Jenis Mineral Lempung


Mineral lempung memliki beberapa jenis yaitu:
A. Kaolinite
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari
susunan satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium
oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2. Kedua lembaran
terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari
lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran oktahedra
membentuk sebuah lapisan tunggal.

Gambar 1.4 (a) Diagram skematik struktur kaolinite(Lambe,1953),


(b) Struktur atom kaolinite (Grim. 1959)
(c) foto elektron dari Kristal kaolinite (Tovey,1971)

Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya


terikat oleh ikatan hidrogen. Pada keadaan tertentu, partikel
kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar
27

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk
di antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau
penyusutan pada sel satuannya.
B.Montmorillonite
Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat
mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya
tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan
perkerasan jalan raya.

Gambar 1.5 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)


(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)
(c) foto elektron dari Kristal montmorrilonite (Tovey,1971)

Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di


antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif
dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah
28

dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal


montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai
gaya tarik yang kuat terhadap air.
B. Illite
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari
mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri
dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua
lembaran silika tetrahedra.

Gambar 1.6 (a.) Diagram skematik struktur Illite


(b.) foto elektron 10 mikrometer dari Kristal Illite
(Tovey,1971)

Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial


aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra
terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium. Lembaran-lembaran
terikat besama - sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang
terdapat di antara lembaran-lembarannya.
Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada
ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat
lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal
29

montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air


di antara lembaran-lembarannya .
C. Halloysite
Halloysite, hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan
yang berturutan lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh
lapisan tunggal molekul air. Jika lapisan tunggal air menghilang oleh
karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka,
sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah
secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan
tunggal molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk
partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti
kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.
1.4.5. Penyebaran Lempung Montmorillonit di Indonesia
Montmorillonite dikenal di Indonesia sejak dimulainya aktivitas
minyak bumi yaitu kira-kira 100 tahun yang lampau. Bentonite adalah
istilah yang digunakan dalam dunia perdagangan untuk sejenis lempung
yang mengandung mineral montmorillonite. Nama bentonite ini pertama
kali dipergunakan pada tahun 1896 oleh Knight yaitu sejenis lempung
yang sangat plastis (koloid) yang terdapat pada formasi Benton, rock
creeck, Wyoming, Amerika Serikat. Nama ini diusulkan sebagai
pengganti dari nama sebelumnya yaitu soap clay (1873) Taylorite (1888)
dan masih banyak nama lain yang dikenal. Pada tahun 1960,
Gibson mendefinisikan bentonite sebagai mineral lempung yang
terdiri dari 85% montmorillonite yang mempunyai rumus kimia
(AL2O3.4SiO2 x H2O). Nama montmorillonite ini berasal dari jenis
lempung plastis yang ditemukan di daerah Montmorillon, Perancis pada
tahun 1947. Berdasarkan tipenya bentonite dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
A. Tipe Wyoming (Na-Bentonite)
Jenis bentonite tipe Wyoming mempunyai kemampuan
mengembang hingga mencapai delapan kali bila dicelupkan kedalam
air. Tipe bentonite ini banyak menyerap air dengan pengembangan
30

yang besar dan tetap terdispersi beberapa waktu dalam air. Dalam
keadaan kering barwarna putih atau krem, sebaliknya pada keadaan
basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap.
Perbandingan soda dan kapur tinggi. Suspensi koloidal bentonit
Wyoming mempunyai pH : 8.5 9.8, tidak dapat diaktifkan, posisi
pertukaran ion sama-sama diduduki oleh ion-ion sodium (Na)
B. Tipe Sub Bentonite (Mg, Ca-Bentonite)
Tipe bentonit ini memiliki kemampuan mengambang hingga
mencapai 1.5 kali apabila dicelupkan kedalam air. Bentonite tipe ini
tetap terdispersi di dalam air, perbandingan kandungan Na dan Ca
rendah, suspensi memiliki p : 4 7. Posisi pertukaran ion lebih banyak
diduduki oleh ion-ion magnesium dan kalsium.
Dalam keadaan kering bersifat rapid slakin, berwarna abu-abu,
biru, kuning dan coklat. Sebagian besar endapan bentonite di Indonesia
digolongkan Ca-Bentonit (Kalsium Bentonite).Lokasi endapan
bentonite (lempung montmorillonite) di Indonesia tersebar di Pulau
Jawa, Pulau Sumatera, sebagian Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi,
yaitu :
a. Lokasi endapan bentonite di Pulau Jawa
Jawa Barat : Kab. Rangkasbitung, Leuwiliang, Bogor,
Sukabumi,Ciamis, Tasikmalaya, Purwakarta, Karawang
Jawa Tengah : Nanggulan dan tanjung Harjo, Boyolali,
Wonosegara, G. Pentur
Jawa Timur : Pacitan, Trenggelek, Blitar, Malang
b. Lokasi Endapan bentonite di Pulau Sumatera
Sumatera Utara : Simalungun, Karo, Pangkalan Berandan
Sumatera Selatan : Liot, Lahat
Lampung : Bandar Lampung
Jambi : Sorolangun, Bangko
c. Lokasi endapan bentonite di daerah Barito Kalimantan
d. Lokasi endapan bentonite di daerah Manado Sulawesi Utara
31

Anda mungkin juga menyukai