Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PROGRAM MENTORING TERHADAP PENERAPAN BUDAYA

KESELAMATAN PASIEN

Devi Nurmalia*, Hanny Handiyani**, Hening Pujasari***

*) Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar, PSIK FK UNDIP Semarang


*) Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar, FIK Universitas Indonesia Jakarta
**) Departemen Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar FIK Universitas Indonesia Jakarta

ABSTRAK

Budaya keselamatan pasien merupakan dasar utama dalam keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh program mentoring terhadap penerapan budaya keselamatan pasien di ruang rawat inap
di salah satu rumah sakit swasta di Semarang. Metode penelitian ini menggunakan quasi experiment design:
pretest-posttest with control group design, sampel yang digunakan 90 perawat (45 pada kelompok intervensi
dan 45 pada kelompok kontrol). Hasil menunjukkan terdapat pengaruh antara penerapan budaya kelompok
kontrol dengan kelompok intervensi sesudah progam mentoring (p= 0.056,2= 4.5 = 0.1) dan RR 2.5. Hasil
analisis menunjukkan bahwa kelompok yang tidak mendapatkan program mentoring akan beresiko
mengalami penurunan dalam penerapan budaya keselamatan pasien sebesar 2.5 kali lebih besar dibandingkan
kelompok yang mendapatkan program mentoring keperawatan.

Kata kunci: budaya keselamatan pasien, mentoring keperawatan

Pengaruh Program Mentoring Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien 79


Devi Nurmalia, Hanny Handiyani, Hening Pujasari
PENDAHULUAN kebutuhan mentee sehingga proses
internalisasi terhadap sesuatu akan lebih
Budaya keselamatan pasien merupakan mudah didapatkan (Dadge & Casey, 2009).
pondasi utama dalam menuju keselamatan Penelitian kualitatif (action research) yang
pasien. Penerapan ini sejalan dengan National dilakukan oleh Norwood (2010) mendapatkan
Patient Safety Agency dan KKP-RS dalam hasil bahwa mentoring terbukti efektif dalam
tujuh langkah keselamatan pasien yang meningkatkan persepsi perawat terhadap
menekankan bahwa langkah awal menuju pekerjaannya, meningkatkan pengetahuan
keselamatan pasien adalah dengan dan skill sehingga berdampak pada
menerapkan budaya keselamatan pasien komunikasi dan penyelesaian konflik.
(NPSA, 2004). Pronovost & Sexton (2005) Program mentoring yang dilakukan oleh
juga menekankan bahwa memiliki budaya Stacy Cottingham selama 18 bulan
meningkatkan keselamatan di organisasi itu menunjukkan 100% dari peserta program
merupakan awal yang sangat penting dalam puas dan 100 % peserta juga menyatakan
meningkatkan keselamatan pasien. akan tetap bekerja di instansi masing-masing.
Budaya keselamatan pasien merupakan mentoring juga mengurangi biaya rumah
hal yang penting dalam keselamatan pasien. sakit sebesar 24% akibat turn over perawat
Membangun budaya keselamatan pasien (Cottingham, DiBartolo, Battisono, & Brown,
merupakan suatu cara untuk mewujudkan 2010).
keselamatan pasien secara keseluruhan. Mentoring merupakan proses
Fokus pada budaya keselamatan pasien akan pembelajaran dimana mentor mampu
lebih berhasil apabila dibandingkan hanya membuat mentee (peserta mentoring) yang
fokus pada program keselamatan saja tadinya tergantung menjadi mandiri.
(Fleming, 2006; Reason, 2000). Budaya Mentoring merupakan bantuan secara
keselamatan pasien secara garis besar tersembunyi offlline help dari mentor ke
dipengaruhi oleh 4 dimensi yaitu terbuka mentee untuk transfer pengetahuan,
(open), adil (just) dan informatif dalam pemikiran dalam kerja secara signifikan
melaporkan kejadian yang terjadi (reporting) (McKimm, Jolie, & Hatter, 2007)
dan belajar dari kesalahan yang ada Penelitian ini dilakukan di salah satu
(learning). Bersikap terbuka dan adil berarti rumah sakit swasta dimana selama ini belum
berbagi informasi secara terbuka dan bebas, mempunyai pelaporan dari angka kejadian,
dan perlakuan adil bagi perawat ketika dan angka kejadian tidak diinginkan baru
sebuah kejadian terjadi (NPSA, 2004). terdeteksi pada tahun 2011 sebesar 4%.
Informasi yang akurat membantu dalam Jumlah secara rinci dari angka kejadian
pencegahan kejadian dari keselamatan pasien tersebut peneliti tidak mendapatkan ijin untuk
(Reason, 2000). Sistem pelaporan digunakan menampilkan data. Ketua tim keselamatan
untuk memberikan informasi kepada pihak pasien menyatakan bahwa pelaporan tentang
managerial mengenai kejadian yang terjadi kejadian seringkali terlambat dan harus terus
dan sebagai pembelajaran sehingga kejadian menerus diminta baru perawat membuat
yang sama tidak terulang (Carthey & Clarke, laporan. Pelaporan yang terlambat
2010). Budaya keselamatan pasien juga dapat mengakibatkan tidak adanya pembelajaran
mengurangi pengeluaran financial yang atas kejadian yang ada sehingga kejadian
diakibatkan oleh kejadian keselamatan pasien yang terjadi terus menerus berulang.
(Carthey & Clarke, 2010; Jeff, Law, & Baker, Pengarahan dengan program mentoring
2007; NPSA,2004). belum ada. Tim keselamatan pasien menjadi
Mentoring terbukti efektif dalam tumpuan utama dalam pembentukan budaya
meningkatkan persepsi dan ketrampilan keselamatan pasien. Pengarahan tentang
perawat. Proses mentoring menerapkan keselamatan pasien yang ada di rumah sakit
model pembelajaran sesuai dengan tingkatan saat ini hanya berfokus pada tim keselamatan

80 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 79-88


pasien sebagai pemberi arahan dan hanya setelah program mentoring selesai kelompok
terjadi secara satu arah. intervensi dan kontrol di evaluasi dengan post
test.
METODE PENELITIAN Pengambilan sampel menggunakan
metode sampel random sampling. Sesuai
Penelitian ini merupakan jenis hitungan jumlah sampel yang akan diambil
penelitian quasi eksperimen: pretest-posttest berdasarkan Kriteria inkusi dan eksklusi
with control group design. Kelompok sebanyak 90 (n1=n2=45). Kriteria inklusi
intervensi mendapatkan perlakuan berupa pada penelitian ini ada semua perawat yang
program mentoring yang dilakukan selama 4 mau menjadi responden, sedangkan kriteria
sesi, sedangkan kelompok kontrol tidak ekslusinya 1) perawat yang sedang cuti (cuti
mendapatkan perlakukan apa-apa. Sebelum hamil, cuti menikah, cuti sakit), 2). Perawat
mendapatkan program mentoring kelompok yang sedang masa tugas/ijin belajar, 3).
intervensi dan kontrol terlebih dahulu Perawat yang menjadi anggota tin
dilakukan pre test, kemudian satu minggu keselamatan pasien

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Perawat, April-Mei 2012 (N=90)

No Variabel Kelompok Total


Kontrol Intervensi (N=90)
(n=45) (n=45)
1 Umur
Mean 32.8 25.7 -
Min-max 23-45 21-41 -
90% CI 31.11-34-53 24.83-26.59 -

2 Masa Kerja
Mean 5.22 2.42 -
Min-max 1-10 1-8 -
90% CI 4.49-5.95 2.05-2.79 -

3 Jenis Kelamin
(%)
Laki-laki 9 (20) 4 (8.9) 13 (14.4)
Perempuan 36 (80) 41 (91.9) 77 (85.6)

4 Pendidikan, (%)
DIII Keperawatan 41 (51.3) 39 (86.7) 80 (88.9)
S1 Keperawatan 4 (8.9) 6 (13.3) 10 (11.1)

5 Pelatihan, (%)
Pernah 15 (33.3) 9 (20) 24 (26.7)
Tidak Pernah 36 (66.7) 36 (80) 66 (73.3)

Pengaruh Program Mentoring Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien 81


Devi Nurmalia, Hanny Handiyani, Hening Pujasari
Tabel 1 menunjukkan karakteristik perawat kelompok kontrol menunjukkan persebaran
berdasarkan usia, masa kerja, jenis kelamin, yang sama. Mayoritas perawat berjenis
tingkat pendidikan dan pelatihan. Hasil kelamin perempuan yaitu sebanyak 77
penelitian ini menunjukkan bahwa usia perawat (85.6%). Tingkat pendidikan perawat
responden dan masa kerja pada kedua sebagian besar adalah DIII Keperawatan
kelompok tidak berdistibusi normal. Rentang sebesar 80 (88.9%). Perawat mayoritas belum
usia pada kedua kelompok antara 21 sampai pernah mengikuti pelatihan tentang
45 tahun. Jenis kelamin, tingkat pendidikan keselamatan pasien yaitu sebesar 66 perawat
dan status pelatihan tentang keselamatana (73.3%).
pasien antara kelompok intervensi dan

Tabel 2 Penerapan Budaya Keselamatan Pasien pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Program Mentoring, April-Mei 2012 (N=90)

Variabel/ Sebelum Sesudah P


kelompok
Kurang baik Baik Kurang Baik
baik
Budaya
penerapan
pasien
Kontrol 23 (51.1) 22 (48.9) 25 (55.6) 20 (44.4) 0.00*
Intervensi 24 (53.3) 21 (46.7) 15 (33.3) 30 (66.7) 0.06*

Dimensi
keterbukaan
Kontrol 25 (55.6) 20 (44.4) 15 (33.3) 30 (66.7) 0.00*
Intervensi 25 (55.6) 20 (44.4) 21 (46.7) 24 (53.3) 0.01*

Dimensi
keadilan
Kontrol 17 (37.8) 28 (62.2) 18 (40) 27 (60) 0.000*
Intervensi 31 (68.9) 14 (31.1) 20 (44.4) 25 (55.6) 0.618

Dimensi
pelaporan
Kontrol 25 (55.6) 20 (44.4) 24 (53.3) 21 (46.7) 0.000*
Intervensi 23 (51.1) 22 (48.9) 17 (37.8) 28 (62.2) 0.850

Dimensi
pembelajaran
Kontrol 26 (57.8) 19 (42.2) 25 (55.6) 20 (44.4) 0.000*
Intervensi 27 (60) 18 (40) 18 (40) 27 (60) 0.823

*bermakna pada : 0.1

82 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 79-88


Penerapan budaya keselamatan pasien Dimensi keselamatan pasien pada
pada kelompok intervensi sebelum program kelompok kontrol mayoritas mengalami
mentoring berada pada kategori kurang baik, peningkatan sebesar 2.2% dan secara statistik
yaitu sebesar 53.3%. Budaya keselamatan bermakna (p= 1.000; = 0.1) hanya satu
pasien meningkat 20% setelah mendapatkan dimensi yang mengalami peningkatan secara
program mentoring yang secara klinis dan klinis paling besar yaitu sebesar 22.3% pada
statistik bermakna (p 0.06; = 0.1). dimensi keterbukaan.
Proporsi dimensi budaya keselamatan Tabel 3 menunjukkan perbandingan
pasien paling rendah pada dimensi keadilan perawat dalam penerapan budaya
31.1%. Dimensi keselamatan pasien pada keselamatan pasien antara kelompok yang
kelompok intervensi secara keseluruhan mendapatkan program mentoring dengan
mengalami peningkatan secara klinis, tetapi kelompok yang tidak mendapatkan program
hanya satu dimensi yang mengalami mentoring, maka dapat disimpulkan ada
peningkatan bermakna secara klinis dan perbedaan proporsi penerapan budaya
statistik yaitu pada dimensi keterbukaan (p= keselamatan pasien antara kelompok
0.01; = 0.1). intervensi dan kelompok kontrol(p= 0.056; 2
Penerapan budaya keselamatan pasien 4.5; 0.1). Hasil analisis diperoleh nilai
pada kelompok kontrol sebelum program RR= 2.5, artinya kelompok yang tidak
berada pada kategori kurang baik, yaitu mendapatkan program mentoring
sebesar 51.1%. Sesudah kelompok intervensi keperawatan akan beresiko mengalami
mendapatkan program mentoring, penerapan penurunan dalam penerapan budaya
budaya keselamatan pasien pada kelompok keselamatan pasien sebesar 2.5 kali lebih
kontrol mengalami penurunan sebesar 4.5% besar dibandingkan kelompok yang
dan penurunan ini secara secara statistik mendapatkan program mentoring
bermakna (p =0.000; = 0.1). keperawatan

Tabel 3 Efektifitas Program Mentoring Keperawatan terhadap Budaya Keselamatan Pasien, April-Mei 2012
(N=90)

Variabel Kategori Kelompok Kelompok Jumlah 2 p RR


budaya kontrol intervensi
(N= 45) (N= 45)
Budaya % % %
Budaya kurang 25 55.6 15 33.3 40 44.5
baik 4.5 0.056 2.5
Budaya baik 20 44.4 30 66.7 50 55.5

Pengaruh Program Mentoring Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien 83


Devi Nurmalia, Hanny Handiyani, Hening Pujasari
PEMBAHASAN mencapai tingkat kemadirian yang lebih
tinggi serta mampu mengambil keputusan
Penerapan Budaya Keselamatan Pasien secara otonom.
pada Kelompok yang Mendapatkan
Program Mentoring a. Dimensi keterbukaan

Peningkatan proporsi budaya baik pada Keterbukaan berarti perawat merasa


penerapan budaya sebelum dan sesudah nyaman berdiskusi tentang adanya
intervensi pada kelompok intervensi kejadian dan issue tentang keselamatan
bermakna secara klinis dan statistik (nilai p: pasien dengan teman satu tim atau
0.06; : 0.1). Intervensi program mentoring dengan manajer. Fokus dari keterbukaan
yang diberikan pada kelompok intervensi merupakan media pembelajaran dan
meningkatkan proporsi budaya sebesar 20%. bukan untuk mencari kesalahan perawat
Temuan ini membuktikan bahwa (NPSA, 2004; Reilling, 2006).
membangun budaya keselamatan pasien Keterbukaan merupakan salah satu
memerlukan waktu yang lama dan komponen dari budaya keselamatan
melibatkan semua elemen dalam organisasi, pasien. Kepercayaan dan kepribadian
tidak hanya perawat (Reason, 2000, 2003). merupakan pedoman bagi seseorang
Efektifitas program mentoring akan lebih dalam bersikap terbuka. Program
terlihat jika dilakuan selama satu tahun ajaran mentoring bertujuan untuk memberi
(Ali & Panther, 2008). Hal ini sejalan dengan dukungan emosional sehingga diharapkan
penelitian Cottingham (2010) yang perawat sebagai mantee mempunyai trust
menyatakan bahwa mentoring yang dilakukan dengan mentor. Hubungan saling percaya
selama 18 bulan dapat meningkatkan antara mentor dan mentee serta tim satu
produktifitas perawat. Penelitian yang lain kelompok diharapkan mampu
oleh Gagliardi (2009) juga menyatakan membentuk kepercayaan diri mentee
bahwa mentoring sangat bermanfaat dalam untuk mau terbuka sehingga dapat belajar
menurunkan stress dan konflik kerja sehingga dari kesalahan yang telah diperbuat (Ali&
dapat meningkatkan produktifitas dan kecil Panther, 2008, Reilling, 2006).
kemungkinan meninggalkan organisasi. Program mentoring yang singkat juga
Hasil pada kelompok intervensi lebih menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
tinggi dibandingkan kelompok kontrol yang keterbukaan dari perawat. Mentoring
mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh yang hanya terjadi selama dua minggu
penelitian sebelumya bahwa lingkungan yang kurang mencukupi untuk menimbulkan
kondusif akan meningkatkan penerapan sikap terbuka. Waktu seringkali menjadi
budaya keselamatan pasien (Jeffs, Law & kendala dalam proses mentoring, seperti
Baker, 2007; Sammer et al, 2009). Mentoring pada penelitian Van Eps et al dalam
merupakan metode untuk menciptakan Noorwood (2010) menyatakan bahwa
lingkungan yang kondusif, sehingga dapat waktu yang singkat membuat harapan
memudahkan dalam proses belajar dari mantee tidak terpenuhi sehingga
(Ali&Panther, 2008; Noorwood, 2010). Hal menimbulkan ketidakpuasan.
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Dadge, Jean & Casey (2009) yang b. Dimensi keadilan
menyatakan bahwa mentoring mampu
memberikan dukungan untuk menguatkan Perbedaan proporsi yang lebih besar
mental, mengembangkan mekanisme baru pada kelompok intervensi terjadi pada
yang lebih baik untuk mempertahankan dimensi keadilan, yaitu sebesar 24.5%.
kontrol diri dan mengembalikan Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
keseimbangan yang adaptif, sehingga mampu

84 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 79-88


program mentoring dapat meningkatkan Faktor yang dapat mempengaruhi
penerapan pada dimensi keadilan. keberhasilan program mentoring dalam
Dimensi keadilan berfokus pada meningkatkan dimensi keadilan tidak
respon tidak menghukum terhadap terlepas dari kontribusi mentor yang
kesalahan dan melihat suatu kejadian dari efektif dalam mentoring. Mentor mampu
dua sisi. Selain melihat dari akuntabilitas menunjukkan empati, menciptakan
perawat juga memperhatikan kesalahan lingkungan belajar, memahami
dari sistem (Sammer et al, 2009). Fokus kebutuhan dari mantee akan menciptakan
pada kesalahan yang diperbuat perawat mentoring yang efektif (Anderson, 2011).
akan mempengaruhi kinerja perawat Lingkungan belajar yang efektif
karena mempunyai dampak pada didukung oleh mentor yang mempunyai
psikologis perawat (Yahya, 2006). Fokus pengetahuan dan pengalaman yang lebih
pada kesalahan sistem akan lebih efektif dari mentor.
dibandingkan fokus pada kesalahan yang
diperbuat, karena kesalahan medis sangat c. Dimensi pelaporan
jarang disebabkan oleh faktor kesalahan
manusia secara tunggal (Reason, 2000, Pelaporan merupakan unsur penting
2003). dari keselamatan pasien. informasi yang
Kelompok intervensi sebelum adekuat akan dijadikan sebagai proses
mendapat program mentoring mayoritas pembelajaran untuk meningkatkan
merasa takut untuk membuat pelaporan keselamatan apsien (Jeff, Law& Baker,
karena beranggapan bahwa laporan yang 2007). Perawat yang merasa aman bahwa
dibuat akan membuat aib dan akan diperlakukan secara adil dan tidak
mempengaruhi penilaian dari mendapat hukuman karena laporan
manajemen. Hikmah (2008) menyatakan tersebut akan mendorong untuk membuat
bahwa perawat merasa kesalahan akan dalam pelaporan. Hambatan dalam
membawa dampak negative sehingga pembuatan laporan bisa dikarenakan
kesalahan yang ada tidak dilaporkan. beberapa hal antara lain: perasaan takut
National Patient Safety Agency (2004) disalahkan, bingung bentuk pelaporan,
menyatakan bahwa respon tidak kurang menyadari keuntungan pelaporan
menghukum akan meningkatkan (Bird, 2005; Jeffs, Law & Baker, 2007).
pelaporan. Pelaporan yang adekuat, akan
Program mentoring bersifat lebih memberikan manfaat antara lain:
fokus terhadap permasalahan yang keterlibatan staff pada manajemen resiko
dialami mantee. Kualitas hubungan dan kesadaran staff akan meningkat,
antara mentor dan mantee akan organisasi akan merespon keluhan dari
menentukan outcome. Hubungan positif pasien secara lebih cepat dan efektif,
yang telah terbina antara mentor dan mencegah pengeluaran rumah sakit yang
mantee menjadi hal yang penting bagi berlebih karena keluhan pasien
perawat sebagai mantee, karena bagi berkurang, kejadian dapat dicegah dan
mantee mentor adalah role model yang biaya perkara (Hudson, 1999; Bird, 2005;
layak diikuti. Sesuai dengan pernyataan Jeffs, Law & Baker, 2007).
Ali&Panther (2008) dan Noorwood Pada penelitian, mayoritas perawat
(2010) yang menyatakan bahwa mentor merasa kesulitan dalam membuat
memiliki beberapa peran sebagai guru, pelaporan. Pada program mentoring yang
panutan, pelindung, penasehat dan berlangsung dipilih pelaporan sebagai
pelindung sedangkan mantee cenderung bahan untuk simulasi dan diskusi. Mentor
mengikuti apa yang dianjurkan mentor. membantu mentee dalam pembuatan
laporan yang baik. Sehingga didapatkan

Pengaruh Program Mentoring Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien 85


Devi Nurmalia, Hanny Handiyani, Hening Pujasari
hasil di akhir sesi/ post test hasil dari ilmu yang didapat serta meningkatkan
dimensi pelaporan mengalami proses belajar. (Sammer et al, 2009;
peningkatan. Mentor bertindak sebagai Flemming, 2006).
guru dengan memberikan pengatahuan Hasil penelitian ini memberikan
dan pengalaman yang dimilikinya serta informasi bahwa program mentoring
menciptakan lingkungan yang kondusif merupakan salah satu upaya positif dalam
untuk proses belajar (Ali&Panther, 2008; pengembangan budaya keselamatan
Noorwood, 2010). pasien. Budaya keselamatan pasien yang
Mentoring dengan cara simulasi terdiri dari beberapa dimensi tidak dapat
terbukti efektif meningkatkan dimensi berdiri sendiri melainkan dimensi yang
budaya pelaporan. Hasil penelitian ini satu dengan yang lain saling
menunjukkan kelompok intervensi emmpengaruhi (Jeffs, Law & Baker,
mengalami peningkatan dari sebelum dan 2007). Penerapan budaya keselamatan
sesudah pelaksanaan program. Sebelum pasien dikatakan berhasil apabila semua
pelaksanaan program mentoring elemen yang ada di dalam rumah sakit
pelaporan berada pada kategori kurang menerapkan budaya keselamatan pasien
baik 68.9% sesudah program mentoring dalam pekerjaannya sehari-hari (Hudson,
menjadi kategori baik dengan 55.6%. 1999; Reilling, 2006).

d. Dimensi pembelajaran KESIMPULAN

Budaya pembelajaran terbentuk Hasil penelitian ini menunjukkan


ketika individu belajar dari kesalahan dan bahwa karakteristik perawat rata-rata berada
mampu meningkatkan kemampuan pada usia dewasa muda (20-40 tahun),
sebagai bagian dari sistem Pembelajaran dengan rata-rata lama kerja 3 tahun,
dimulai ketika pemimpin menjadi role mayoritas berjenis kelamin perempuan,
model bagi perawat tidak hanya pada dengan tingkat pendidikan sebagian besar
budaya yang kurang melainkan juga DII Keperawatan serta mayoritas belum
budaya yang baik (Sammer et al, 2009; pernah mengikuti pelatihan tentang
Reilling 2006). keselamatan pasien.
Kejadian yang berhubungan dengan Terdapat perbedaan yang bermakna
keselamatan pasien merupakan proses sebelum dan sesudah intervensi pada
belajar untuk lebih menjadi baik. Perawat kelompok intervensi. Ditemukan perbedaan
merupakan bagian dari budaya yang bermakna pada dimensi keterbukaan
keselamatan pasien mampu belajar dari budaya keselamatan pasien pada kelompok
laporan kejadian keselamatan pasien baik intervensi sebelum dan sesudah program
itu kejadian tidak diinginkan dan kejadian mentoring. Hasil penelitian menunjukkan
nyaris cidera (Jeffs, Law & Baker, 2007). terdapat perbedaan yang bermakna pada
Pembelajaran dilakukan untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol
mengambil nilai dari kesalahan yang sesudah dilakukan program mentoring (p=
terjadi sehingga dapat mencegah 0.056; 2= 4.5; =0.1).
terjadinya kesalahan berulang (Reilling, Program mentoring terbukti
2006). Pembelajaran didukung oleh berpengaruh dalam meningkatkan penerapan
feedback dan dukungan dari organisasi budaya keselamatan pasien. Proses perubahan
serta rekan satu tim di rumah sakit. budaya memerlukan waktu yang lama. Oleh
Pembelajaran efektif untuk mencegah sebab itu, diperlukan proses yang terus
proses yang tidak aman dan mencegah menerus dalam memberikan mentoring,
kesalahan. Evaluasi dari proses belajar sehingga pencapaian budaya keselamatan
meningkatkan kesempatan untuk berbagi pasien mencapai hasil yang optimal. Hasil

86 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 79-88


penelitian ini memberikan implikasi bagi qualitative study. BioMed Central
pelayanan dan pendidikan keperawatan untuk 4(55).
mengembangkan meotde pengarahan sesuai
dengan kebutuhan perawat di rumah sakit. Hikmah,S. (2008). Persepsi staf mengenai
patient safety di IRD RSUP
REFERENSI Fatmawati. Skripsi. Jakarta: FKM-UI

Ali, P. A., & Panther, W. (2008). Professional Hudson, P. (1999). Safety culture-theory and
development & the role of practice.
mentorship. Journal of Nursing http://www.ftp.rta.nato.int/public/Pu
Standard, 22(42), 35-39. bFulltext/RTO/MP/RTO-MP-
032///MP-032-08.pdf. Diperoleh
Anderson, L. (2011). A learning resource for tanggal 12 Februari 2012.
developing effective mentorship in
practice. Journal of Nursing Jeffs, L., Law, M., & Baker, G. R. (2007).
Standard, 25(51), 48-56. Creating reporting & learning
cultures in health-care organizations.
Bird, D. (2005). Patient safety: Improving The Canadian Nurse, 103(3), 16.
incident reporting. Journal of
Nursing Standar. 20(14-16), 43. McKimm, J., Jolie, C., & Hatter, M. (2007).
Mentoring: Theory and practice.
Carthey, J..& Clarke, J. (2010). Implementing Preparedness to Practice, mentoring
human factor in healthcare: How to scheme.
guide. London: Patient Safety First http://www.faculty.londondeanery.ac.
uk/elearning/feedback/files/judul.pdf
Cottingham, S., DiBartolo, M. C., Battistoni, Diperoleh tanggal 10 Februari 2012.
S., & Brown, T. (2010). Partners in
nursing: A mentoring initiative to National Patient Safety Agency (NPSA).
enhance nurse retention. Nursing (2004). Seven step to patient safety:
Education Research, 32(4). the full reference guide. London:
National Patient Safety Agency
Dadge, Jean.,& Casey,D. (2009). Supporting
mentors in clinical practice. Journal Norwood, A. W. (2010). The Lived
Nursing Children and Young People, Experience of Nurse Mentors:
21(10), 35 Mentoring nurses in the proffesion.
Disertasi. Missouri: Faculty of The
Fleming, M. (2006). Patient safety culture: Graduate School University of
sharing & learning from each other. Missouri-Columbia.
http://www.capch.org/patientsafetycu
lture. Diperoleh tanggal 12 Februari Pronovost, P., & Sexton, B. (2005).
2012 Assessing safety culture: guidelines
& recommendations. Quality &
Gagliardi, A. R., Perrier, L., Webster., F., Safety in Health Care, 14(231-233).
Leslie., K., Bell., M., Levinson., W., .
. . Straus., S. E. (2009). Exploring Reason, J. & Hobbs, A. (2003). Managing
mentorship as a strategy to build maintenance error: A practical
capacity for knowledge translation guide. Hampshire : Ashgate
research and practice: protocol for a Publising Company.

Pengaruh Program Mentoring Terhadap Penerapan Budaya Keselamatan Pasien 87


Devi Nurmalia, Hanny Handiyani, Hening Pujasari
Reason, J. (2000). Human error: Models and What is patient safety culture? A
management. Journal BMJ, 320. review literature. Journal Nursing
Scholarship, 42(2), 156
Reilling, J. G. (2006). Creating a culture of
patient safety through innovative Yahya,A. (2006, November). Konsep dan
hospital design. Journal Advanced in program patient safety. Disampaikan
Patient Safety, 2(20), 1-15. pada konvensi nasional mutu rumah
sakit ke VI. Bandung.
Sammer,E. C.; Lykens, K.; Singh, K.P;
Mains, D.A.& Lackan, N.A. (2009).

88 Jurnal Managemen Keperawatan . Volume 1, No. 2, November 2013; 79-88

Anda mungkin juga menyukai