Anda di halaman 1dari 9

Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

Efek Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosc.) terhadap Penurunan Tanda Inflamasi Eritema
pada Tikus Putih (Rattus novergicus) Galur Wistar dengan Luka Bakar Derajat II

Andriawan Hendra Susila*, Sumarno**, Dina Dewi SLI*

ABSTRAK

WHO memperkirakan lebih dari 7,1 juta cedera luka bakar pada tahun 2004 dan menyumbangkan
angka kejadian 110/100.000/tahun. Penyebab tersering adalah api (55,1 %) dan terbanyak adalah luka bakar
derajat II (76,9%). Ekstrak jahe telah diidentifikasi memiliki berbagai efek farmakologis, salah satunya adalah
antiinflamasi, sehingga penggunaan ekstrak jahe pada luka bakar diharapkan dapat menurunkan proses
inflamasi pada luka bakar. Tujuan penelitian ini untuk menguji ekstrak jahe terhadap penurunan tanda
inflamasi eritema. Desain penelitian ini adalah eksperimental murni, dengan sampel terdiri dari 18 ekor tikus
Wistar. Sampel dipilih dengan simple random sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
kontrol dengan menggunakan silver sulfadiazine (n = 9), dan kelompok perlakuan dengan ekstrak jahe (n =
9). Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali selama 3 hari, dan data yang diperoleh dianalisis dengan T-
test. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah penurunan tanda inflamasi eritema. Hasil yang didapat
pada penelitian ini adalah ekstrak jahe dapat menurunkan tanda inflamasi eritema pada hari ke-2 (p = 0,001)
dan ke-3 (p = 0,006). Namun, ekstrak jahe tidak efektif menurunkan tanda inflamasi eritema dibandingkan
dengan penggunaan silver sulfadiazin, dibuktikan dengan hasil nilai signifikansi uji t tidak berpasangan yaitu
p = 0,005 pada hari ke-1, kemudian pada hari ke-2 dengan nilai p = 0,271, dan pada hari ke-3 yaitu p =
0,885. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak jahe terbukti mampu menurunkan tanda inflamasi eritema pada
tikus putih galur Wistar dengan luka bakar derajat II, namun, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
dibandingkan dengan menggunakan silver sulfadiazine.

Kata kunci: Ekstrak jahe, Eritema, Luka bakar derajat II.

The effects of Ginger Extract (Zingiber officinale Rosc.) to Reduce Erythema Inflammation Signs on
Rat (Rattus novergicus) with Second Degree Burns

ABSTRACT

WHO estimate that more than 7.1 million burn injuries in 2004 are donated the incidence number of
110/100,000/year. The most common cause was flame (55.1 %) with 2nd degree of burns (76.9 %). Ginger
extract has been identified to have various pharmacological effects, one of which is anti-inflammatory.
Therefore, by using ginger extracts are expected to accelerate the process of inflammation in burns. The
study was conducted to examine ginger extract to decrease inflammatory signs of erythema. This study is an
experimental study. The sample consisted of 18 wistar rats, selected by simple random sampling and splitted
into two groups: a control group using silver sulfadiazine (n = 9), and the group treated with ginger extract (n
= 9). Observation was performed every 24 hours for 3 days. Data were analyzed by using t-test to determine
the reduction of inflammatory signs of erythema. The measured variable was the reduction of inflammatory
signs of erythema. The results showed that ginger extract can reduce the inflammatory signs of erythema on
day 2 (p = 0.001) and 3 (p = 0.006). However, ginger extract was more effective to reduce the inflammatory
signs of erythema compared with silver sulfadiazine, according to t test result on day 1 (p = 0.005), then on
day 2 (p = 0.271), and the day 3 (p = 0.885). This study concluded that ginger extract can reduce
inflammation signs of erythema in rat with second degree burns, but did not show significant difference
compared with silver sulfadiazine .

Keywords: Ginger extract, Erythema, Second degree burns.

* Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUB


** Lab Mikrobiologi, FKUB

214
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

PENDAHULUAN dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak


eritema atau kemerahan dan mengalami
Kulit merupakan sistem organ terbesar eksudasi cairan.1
dari tubuh yang memiliki peran sangat Fase penyembuhan luka melalui
penting dalam kehidupan manusia. Sedikit beragam proses seluler seperti regenerasi
terdapat kelainan atau kerusakan kulit, maka sel, proliferasi sel, dan pembentukan
akan mudah terlihat. Oleh sebab itu, keluhan kolagen. Sementara respon jarignan
dermatologik umumnya menjadi alasan terhadap cedera melewati beberapa fase,
utama mengapa pasien mencari perawatan yaitu inflamasi, proliferasi, dan maturasi.
kesehatan.1 Salah satu diantaranya keluhan Untuk dapat mencapai fase proliferasi dan
dermatologik timbul akibat luka bakar. Luka maturasi, diperlukan percepatan capaian
bakar merupakan keluhan dermatologik yang fase inflamasi yang efektif yang dapat
terjadi ketika beberapa atau semua lapisan ditunjang dengan penggunaan terapi
yang berbeda dari sel kulit dihancurkan oleh antiinflamasi. Inflamasi ditandai dengan
cairan panas (mendidih), solid panas (kontak adanya bengkak, nyeri, panas, fungsio
luka bakar) atau nyala (luka bakar api). Kulit lasea, dan kemerahan atau eritema. Eritema
terluka akibat radiasai ultraviolet, atau kemerahan merupakan manifestasi
radioaktivitas, listrik atau bahan kimia, serta fisiologis tubuh terhadap luka yang paling
kerusakan pernafasan akibat menghirup mudah diobservasi langsung dibandingkan
asap, juga termasuk ke dalam luka bakar.2 dengan tanda-tanda yang lain.1
WHO memperkirakan secara global Silver sulfadiazine merupakan obat
lebih dari 7,1 juta cedera luka bakar pada golongan sulfa berupa krim untuk
tahun 2004 menyumbangkan angka kejadian pencegahan dan penanganan dari infeksi
110 per 100.000 setiap tahun. Insiden fungi dan bakteri pada luka bakar derajat II
tertinggi terjadi di Asia Tenggara dengan dan III.6 Silver sulfadiazine merupakan krim
angka kejadian 243 per 100.000 setiap antibiotik topikal berspektrum luas yang
tahun.3 Lebih dari 95 % kematian akibat paling sering digunakan di pusat-pusat
kebakaran tersebut terjadi di negara perawatan luka bakar.7
berpendapatan rendah hingga menengah. Di Perawatan luka bakar memakan biaya
Indonesia sendiri angka kejadian cedera yang relatif mahal serta obat yang memiliki
akibat luka bakar menempati urutan ketiga efek samping. Berdasarkan data yang
setelah kecelakaan lalu lintas dan diperoleh dari RS Fatmawati Jakarta
kecelakaan kerja.2 Menurut data di RS Cipto perawatan lukan bakar membutuhkan biaya
Mangunkusumo pada periode Januari 1998 Rp. 90.000,- per satu kali kunjungan.8
2001, dari total 156 penderita luka bakar Sementara tarif pelayanan yang diberikan
didapatkan angka mortalitas 27,6 %, oleh RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat
penderita terbanyak berusia 19 tahun, Lawang tahun 2011 untuk perawatan luka
dengan laki-laki lebih banyak 1,6 kali mulai dari kelas VIP Rp. 135.000.- hingga
daripada wanita. Penyebab tersering adalah kelas III yakni Rp. 50.000,-.9
api (55,1 %) dan terbanyak adalah luka Penggunaan obat tradisional diharapkan
bakar derajat II (76,9 %).4 dapat membantu masyarakat untuk
Derajat luka bakar dibedakan menjadi perawatan luka bakar. The National Center
luka bakar derajat I, II, dan III.5 Luka bakar for Complementary and Alternative Medicine
derajat II adalah luka bakar yang meliputi (2010) membagi terapi komplementer dan
destruksi epidermis serta lapisan atas dermis alternatif dalam lima domain, salah satunya
dan cedera pada bagian dermis yang lebih yaitu biologically based practices yang terdiri

215
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

dari penggunaan bahan alam termasuk potensi untuk memperpendek proses


tanaman sebagai obat.10 Jadi, efek samping inflamasi seperti pada hasil penelitian yang
negatif yang terkandung dalam ramuan dilakukan oleh Tutik dkk (2003), sehingga
tradisional sangat kecil jika dibandingkan diharapkan dapat meminimalkan timbulnya
dengan obat-obatan medis modern.11 inflamasi terutama eritema pada kulit akibat
Salah satu tanaman obat tradisional luka bakar derajat II.14 Dalam hal ini, eritema
yang tidak asing lagi di masyarakat adalah mudah diobservasi secara makroskopis
jahe (Zingiber officinale Rosc). Tanaman dibandingkan dengan tanda-tanda inflamasi
jahe adalah salah satu bumbu dapur yang yang lain. Oleh karena itu, peneliti tertarik
sudah lama dimanfaatkan sebagai tanaman untuk mengetahui efektifitas ekstrak jahe
obat.12 Jahe biasa digunakan untuk (Zingiber officinale Rosc) dibandingkan
melancarkan ASI, mengobati batuk, dengan penggunaan silver sulfadiazin
membangkitkan nafsu makan, mengobati terhadap penurunan tanda inflamasi eritema
mulas, perut kembung, gatal (sebagai obat pada tikus putih (Rattus novergicus) galur
luar), sakit kepala, salesma, dan sebagai Wistar dengan luka bakar derajat II.
obat luar luka bakar.11 Hal ini karena jahe
mengandung flavonoid, fenol, terpenoid, BAHAN DAN METODE
dan minyak atsiri (oleoresin).13
Oleoresin adalah komponen minyak tak Desain Penelitian
menguap atau non volatil yang memberikan Penelitian ini merupakan penelitian
sensasi rasa pada jahe. Komponen yang murni (true experimental design) dengan
terdapat pada oleoresin merupakan pengambilan data dilakukan di awal dan di
gambaran utuh dari kandungan jahe yaitu akhir atau setelah pemberian perlakuan baik
terdiri dari gingerol, shogaol, zingerone, pada kelompok kontrol maupun kelompok
resin, dan minyak atsiri. Oleoresin terbukti perlakuan.
kuat memberikan efek anti inflamasi pada
jaringan ginjal tikus yang mengalami Bahan dan Alat
perlakuan stres. Perlakuan stres dilakukan Subjek penelitian adalah tikus putih
dengan cara puasa tidak diberi pakan, tapi (Rattus novergicus) berjenis kelamin
diberi air minum ad libitum serta perenangan betina; umur tikus 2,5-3 bulan (usia
5 menit/hari selama 5 hari. Efek anti pertumbuhan); berat badan tikus antara
inflamasi tersebut terlihat sangat nyata pada 150-250 g.
tikus dengan perlakuan stres dengan Sampel dipilih dengan metode simple
pemberian oleoresin dengan berbagai random sampling agar setiap anggota
dosis.14 Oleh karena itu, diharapkan populasi memiliki peluang sama untuk
kandungan oleoresin jahe mampu dijadikan subjek penelitian.
mempercepat proses inflamasi pada luka Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
bakar derajat II pada kulit sehingga proses Farmakologi Fakultas Kedokteran
proliferasi dan penyembuhan luka dapat Universitas Brawijaya Malang.
lebih cepat tercapai. Alat ukur penelitian yang digunakan
Luka bakar secara normal melalui masa dalam penelitian ini adalah foto luka yang
penyembuhan selama 14 hari. Proses kemudian diukur derajat eritemanya
penyembuhan dapat dipercepat dengan menggunakan aplikasi corel photo-paint
memperpendek proses inflamasi sehingga suite 12.
proses penyembuhan dapat dipercepat.
Jahe sebagai agen antiinflamasi mempunyai

216
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

Pembuatan Ekstrak jahe HASIL


Metode yang digunakan untuk
pembuatan ekstrak jahe ini adalah metode Hasil penelitian diperoleh melalui
ekstraksi dingin. menggunakan pelarut serangkaian perlakuan dengan jahe yang
metanol 96 % dengan alat ekstraktor. telah dilakukan pada tikus putih (Rattus
novergicus) galur Wistar dalam menurunkan
Pembuatan Luka Bakar tanda inflamasi eritema luka bakar derajat II.
Luka bakar pada hewan coba dibuat Delapan belas ekor tikus dibagi menjadi dua
dengan cara: (1) Menentukan area kelompok, yaitu kelompok I atau perlakuan
pembuatan luka, dalam percobaan ini adalah dengan ekstrak jahe 60mg/kg BB. Kelompok
punggung kanan atas, (2) Punggung II (kontrol) adalah perlakuan dengan silver
dibersihkan dan dicukur sampai jarak 3 cm sulfadiazin. Penelitian dilakukan selama 4
dari area yang akan dibuat luka, (3) hari.
Desinfeksi area yang akan dibuat luka, (4) Studi pendahuluan dilakukan pada dua
Anestesi dengan lidokain sebanyak 1-1,5 ml, sampel tikus putih luka bakar derajat II dan
(5) Kassa dicelupkan ke dalam air panas diambil gambar setiap 15, 30, 60, 120, 180,
selama 5 menit dan ditempelkan pada 240, 300, dan 360 menit untuk mengetahui
hewan coba selama 40 detik, kemudian capaian tertinggi nilai eritema sebagai acuan
basuh dengan air steril, (6) Luka dikeringkan pre-test. Hasil menunjukkan 180 menit
dan ditutup. setelah perlakuan memiliki nilai eritema
tertinggi yaitu 137,95 pixel. Oleh sebab itu,
Perawatan Luka Bakar Derajat II pengambilan data pre-test dimulai 3 jam
Untuk merawat luka bakar yang telah setelah perlakukan dan dilanjutkan rawat
dibuat pada hewan coba menggunakan luka tertutup serta pengambilan data setiap
ekstrak jahe 24 % pada kelompok I, dan 24 jam sekali pada pukul 13.00 WIB selama
menggunkan silver sulfadiazin pada tiga hari. Data diolah melalui dua tahap
kelompok II (kontrol). Perawatan luka yakni pengolahan data univariat dan bivariat
menggunkana tehnik rawat luka tertutup. dengan hasil penelitian diperoleh dan
dianalisis dengan uji t.
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah Analisis Data Univariat
dengan menggunakan analisis univariat dan Analisis univariat dilakukan untuk
bivariat. Analisis univariat dilakukan terhadap menilai hasil penurunan tanda inflamasi
karakteristik sampel, variabel bebas, dan eritema pada kedua kelompok yakni
variabel terikat. Sebelum analisis bivariat perlakuan dan kontrol. Hasil pengamatan
dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data kondisi luka sebelum perlakuan (pre-test),
dan uji kesetaraan variabel dengan Levenes dan sesudah perlakuan (post-test) hari ke-1,
test. Analisis bivariat, dilakukan untuk ke-2, ke-3 ditunjukkan pada Gambar 1.
membuktikan hipotesa yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini.

217
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

Kelompok Perlakuan (Jahe 24 %) Kelompok Kontrol (silver sulfadiazin)


Pre-test

Diberi tandaPost-
test hari ke-1

Post-test hari ke-2

Post-test hari ke-3

Gambar 1. Kondisi luka pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan tanda inflamasi eritema
(tanda panah kuning)

Gambar 1 di atas menunjukkan kondisi Setelah diperoleh gambar kondisi luka,


luka yang terjadi pada kelompok perlakuan selanjutnya nilai eritema pada gambar
dan kontrol mulai dari sebelum perlakuan ditentukan dengan program Corel Photo-
jahe dan silver sulfadiazin hingga hari Paint 12 dan data yang diperoleh dianalisis
terakhir setelah perlakuan. menggunakan SPSS version 16 for
Windows. Hasil anlisis data tersebut
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil penilaian penurunan tanda inflamasi

Kelompok Rata-rata SD Nilai 95 % CI


(pixel) mn-maks
Perlakuan Pre-test 126,34 1,78 123,76-129,49 124,96-127,71
Post-test hari ke-1 127,64 5,79 117,80-135,55 123,18-132,09

Post-test hari ke-2 119,89 4,60 111,86-127,37 116,36-123,43

Post-test hari ke-3 118,54 7,27 106,89-128,47 112,95-124,14

Kontrol Pre-test 123,79 4,78 115,93-130,67 120,11-127,47


Post-test hari ke-1 120,30 3,37 116,17-126,48 117,71-122,89

Post-test hari ke-2 123,04 6,89 111,99-133,94 117,75-128,34

Post-test hari ke-3 118,14 3,78 113,06-123,41 115,23-121,05

218
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

Dari data Tabel 1 di atas, didapatkan meningkat pada post-test hari ke-2 yakni
bahwa pada kelompok perlakuan telah 123,04 pixel. Nilai ini kemudian menurun
terjadi peningkatan nilai rata-rata eritema pada hari ke-3 yakni 118,14 pixel (post-test).
dari 126,34 pixel (pre-test) menjadi 127,64 Nilai standard deviasi mengalami perubahan
pixel pada post-test hari ke-1, namun dari 4,78 (pre-test) menjadi 3,37 pada pos-
kemudian menurun pada post-test hari ke-2 test hari ke-1, pada hari ke-2 menjadi 6,89,
dan 3 yakni 119,89 dan 118,54 pixel, dengan dan 3,78 pada hari ke-3. Untuk mengetahui
nilai standard deviasi mengalami perubahan hubungan antara kelompok perlakuan
dari 1,78 (pre-test) menjadi 5,79 pada post- dengan kontrol maka dilakukan analisis
test hari ke-1. Pada post-test hari ke-2 bivariat pada Tabel 1. Hasil identifikasi nilai
adalah 4,60, dan pada post-test hari ke-3 rata-rata dari tiap sampel dalam kedua
adalah 7,27. Sementara pada kelompok kelompok pre dan post-test menunjukkan
kontrol terjadi penurunan nilai rata-rata sebuah tren yang dapat dilihat pada Gambar
eritema dari 123,79 pixel (pre-test) menjadi 2 dan 3.
120,30 pixel pada post-test hari ke-1, dan

150,00
pre-post
Nilai eritema

140,00
post-test hari 1
130,00
post-test hari 2
120,00
post-test hari 3
110,00
100,00
tikus A tikus B tikus C tikus D tikus E tikus F tikus G tikus H tikus I

Gambar 2. Nilai eritema pre dan post-test hari ke-1, 2, dan 3 pada kelompok perlakuan

150,00
140,00 pre-post
Nilai eritema

130,00 post-test hari 1


120,00 post-test hari 2
110,00 post-test hari 3
100,00
tikus A tikus B tikus C tikus D tikus E tikus F tikus G tikus H tikus I

Gambar 3. Nilai eritema pre dan post-test hari ke-1, 2, dan 3 pada kelompok kontrol

Pada Gambar 2 di atas menunjukkan Sementara pada Gambar 3 menunjukkan


tren perubahan tanda inflamasi eritema yang tren perubahan tanda inflamasi eritema yang
terjadi pada kelompok perlakuan yakni pre- terjadi pada kelompok kontrol yakni pre-test
test data yang diambil 3 jam setelah data yang diambil 3 jam setelah perlakuan
perlakuan luka hingga sesudah perawatan luka hingga sesudah perawatan yakni post-
yakni post-test hari ke-1, 2, dan 3. test hari ke-1, 2, dan 3.

219
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

Analisis Bivariat hari ke-1 menghasilkan nilai signifikansi


Untuk menguji dan mengetahui efek sebesar 0,207, kemudian pre-test dengan
jahe dalam menurunkan tanda inflamasi post-test hari ke-2 sebesar 0,826, dan pre-
eritema pada luka bakar derajat II maka test dengan post-test hari ke-3 sebesar
dilakukan uji t yang didahului dengan 0,018. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak
pemenuhan atas beberapa asumsi data terdapat perubahan tanda inflamasi eritema
untuk melakukan uji bivariat, yaitu data harus yang bermakna pada hari ke-1 dan ke-2,
terdistribusi normal. Dari uji normalitas data tetapi perubahan yang bermakna baru terjadi
terhadap 18 sampel didapatkan angka pada hari ke-3.
signifikansi p > 0,05 yakni pada saat pre-test Analisis bivariat yang terakhir ialah
0,500, kemudian post-test hari 1 memiliki membandingkan perubahan nilai rata-rata
angka signifikansi 0,206 serta pada post-test tanda inflamasi eritema yang terjadi sesudah
hari ke-2 bernilai 0,571 dan post-test hari ke- diberi perlakuan yakni post-test hari ke-1, 2,
3 bernilai 0,965. Dengan demikian, dapat dan 3 antara kelompok perlakuan dengan
disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. kelompok kontrol menggunakan uji-t tidak
Dari hasil yang didapat diperoleh F berpasangan (pooled t-test). Dari
hitung sebesar 5,722 dengan nilai perbandingan tersebut didapatkan hasi uji
signifikansi 0,165. Berdasarkan uji tersebut antara kelompok perlakuan dengan
dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai kelompok kontrol pada post-test hari ke-1
signifikansi yang didapat lebih besar yakni f hitung sebesar 2,283 dengan nilai
daripada = 0,05 sehingga data tersebut signifikansi 0,005 sehingga terdapat
merupakan data yang homogen. perbedaan yang bermakna, akan tetapi
Analisis bivariat pertama yang dilakukan didapatkan nilai rata-rata eritema pada
ialah untuk mengetahui perubahan nilai rata- kelompok kontrol lebih rendah daripada
rata pada kelompok perlakuan sebelum dan kelompok perlakuan pada hari pertama
sesudah diberi perlakuan dengan sehingga kelompok perlakuan tidak terbukti
menggunakan uji-t berpasangan (paired t- efektif. Kemudian antara kelompok
test) yakni didapatkan antara pre-test perlakuan dengan kelompok kontrol pada
dengan post-test hari ke-1 menghasilkan post-test hari ke-2 yakni f hitung sebesar
nilai signifikansi sebesar 0,477, kemudian 1,683 dengan nilai signifikansi 0,271, dan
pre-test dengan post-test hari ke-2 sebesar terakhir yakni antara kelompok perlakuan
0,001, dan pre-test dengan post-test hari ke- dengan kelompok kontrol f hitung sebesar
3 sebesar 0,006. Sehingga dapat 0,057 dengan nilai signifikansi 0,885,
disimpulkan bahwa pada hari ke-1 tidak sehingga dapat disimpulkan bahwa
tejadi perubahan yang bermakna, penggunaan ekstrak jahe dapat menurunkan
sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 tanda inflamasi eritema akan tetapi tidak
menunjukkan perubahan yang bermakna lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan
pada penurunan tanda inflamasi eritema pada kelompok kontrol dengan
pada kelompok perlakuan dengan ekstrak menggunakan silver sulfadiazine. Adanya
jahe. hasil tersebut menunjukkan bahwa Ho
Analisis bivariat yang kedua adalah diterima dan H1 ditolak.
untuk mengetahui perubahan nilai rata-rata
pada kelompok kontrol dengan PEMBAHASAN
menggunakan uji-t berpasangan (paired t-
Proses penyembuhan luka secara
test) sebelum dan sesudah perlakuan yakni
fisiologis dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
didapatkan antara pre-test dengan post-test

220
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

koagulasi, fase inflamasi, fase proliferasi, immunostimulan, maka fase inflamasi tidak
dan fase remodeling. Adanya kerusakan akan diperpanjang, yang berarti fase
jaringan menyebabkan dilepaskannya proliferasi penyembuhan luka dapat segera
mediator inflamasi. Suplai darah meningkat dicapai.
ke jaringan yang rusak membawa nutrisi Hasil penelitian yang telah dilakukan
yang diperlukan pada proses penyembuhan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
luka sehingga luka menjadi terasa panas, silver sulfadiazine dalam menurunkan tanda
bengkak, dan berwarna merah.15 Proses inflamasi eritema. Hal ini dibuktikan oleh
inflamasi perlu diperpendek untuk hasil uji t berpasangan (paired t-test) pada
mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, kelompok kontrol sebelum (pre-test) dan
jika fase inflamasi memanjang dapat sesudah (post-test) perlakuan dengan hasil
menyebabkan granulasi berlebihan pada t-hitung 2,960 serta nilai signifikansi sebesar
fase proliferasi dan dapat menyebabkan 0,018.
jaringan parut hipertrofik.16 Seperti yang telah dijelaskan pada bab
Dari hasil penelitian yang telah sebelumnya, tujuan fase inflamasi adalah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai membersihkan daerah luka dari materi-
rata-rata penurunan tanda inflamasi eritema materi asing, sel-sel mati, dan bakteri untuk
pada kelompok perlakuan dengan ekstrak mempersiapkan proses penyembuhan luka.7
jahe 60 mg/KgBB, sebelum (pre-test) dan Inflamasi dapat memanjang jika masih
sesudah (post-test) perlakuan memiliki terdapat bakteri pada daerah luka.16
hubungan yang sangat tinggi. Hal ini dapat Manifestasi dominan dari reaksi silver
dibuktikan dari hasil uji t berpasangan sulfadiazin dengan organisme yang sensitif
(paired t-test) pada kelompok perlakuan kemungkinan akibat dari displacement
dengan hasil t-hitung adalah 5,144 serta nilai ikatan hidrogen dalam DNA bakteri. Sekali
signifikansi 0,001 pada hari ke-2 dan t-hitung ikatan yang menghubungkan dua untai DNA
3,659, serta nilai signifikansi sebesar 0,006 double helix mengalami displacement, maka
pada hari ke-3. Hasil tersebut menunjukkan replikasi bakteri dan perkembangan sel
bahwa pemberian ekstrak jahe dikurangi secara efektif. Rasio silver
berpengaruh sangat besar dalam sulfadiazin terhadap DNA epitel cukup
menurunkan tanda inflamasi eritema. Hal rendah sehingga tidak merusak regenerasi
tersebut karena jahe berperan sebagai sel epitel.6
antiinflamasi yang kuat dengan adanya Dalam penelitian ini, diperoleh evaluasi
kandungan oleoresin, minyak atsiri, dan mendasar bahwa dosis 60mg/KgBB/hari per
flavonoid. oral yang merujuk pada penelitian yang
Mekanisme penghambatan aktivitas dilakukan oleh Tutik et al (2003) tidak dapat
enzim cyclooxygenase dan 5-lypoxygenase diterapkan secara langsung pada
oleh ekstrak jahe yakni kandungan oleoresin, penggunaan topikal. Hal ini disebabkan
14

minyak atsiri, dan flavonoid sangat potensial oleh mekanisme kerja terapi oral dan topikal
untuk dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. bekerja berbeda, yakni terapi oral bersifat
Selain mekanisme di atas, jahe juga sistemik sedangkan pada penggunaan
berperan sebagai antioksidan dengan topikal bersifat lokal.17 Sehingga dibutuhkan
kandungan flavonoidnya.14 Jahe juga ekplorasi dosis untuk penggunaan secara
menghambat produksi komponen sistem topikal pada penelitian selanjutnya.
kekebalan yang disebut sitokin. Dengan
dihambatnya pengeluaran mediator inflamasi
tersebut, serta kandungan antioksidan, dan

221
Majalah kesehatan FKUB Volume 1, Nomer 4, Desember 2014

KESIMPULAN 8. Fatmawati Hospital. Biaya dan Tarif.


2011. (online). .
Berdasarkan penelitian yang telah http://www.fatmawatihospital.com/frame
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa _tarif.php. Diakses 22 Oktober 2011,
ekstrak jahe terbukti mampu menurunkan pukul 21.00 WIB.
tanda inflamasi eritema pada tikus putih 9. RSJ dr. Radjiman W. Tarif Pelayanan
galur Wistar dengan luka bakar derajat II. Tindakan Medik. Lawang. 2011.
Penggunaan ekstrak jahe pada penelitian ini (online).http://www.rsjlawang.com/tarif_ti
tidak terbukti lebih efektif dibandingkan ndakmedik.html. Diakses 20 Oktober
dengan penggunaan silver sulfadiazine. 2011, pukul 20.30 WIB.
10. College & Association of Registered
DAFTAR PUSTAKA Nurse of Alberta. Complimentary and/or
Alternative Therapy and Natural Health
1. Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Products: Standards for Registered
Keperawatan Medikal Bedah. Waluyo A Nurses. Kanada. 2011.
(Penerjemah). Ester M (Editor). Edisi ke- 11. Agromedia. Buku Pintar Tanaman Obat.
8. Jakarta: EGC. 2001. Hlm 1911-1917. Jakarta: Agromedia Pustaka. 2008. Hlm.
Terjemahan dari: Textbook of Medical 86.
Surgical Nursing. Vol 3. 12. Tim lentera. Khasiat dan Manfaat Jahe
2. [WHO] World Health Organization. Injury Merah Si Rimpang Ajaib. Jakarta:
Prevention and Control in the South- Agromedia. 2004.
East Asia Region. Thailand: WHO 13. Nursal dkk. Bioaktifitas Ekstrak Jahe
Regional Office for South-East Asia. (Zingiber officinale Roxb.) dalam
2002. Menghambat Pertumbuhan
3. Othman N dan Kendrick D. Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia
Epidemiology of Burn Injuries in the East Coli dan Bacillus subtilis. Riau: FKIP
Mediterranean Region: A Systematic Universitas Riau. 2006.
Review. BMC Public Health. 2010; 10. 14. Tutik dkk. Aktivitas Antiinflamasi
4. [Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) pada
Kejadian Luka Bakar. Jakarta: Badan Ginjal Tikus yang Mengalami Perlakuan
Litbang Depkes RI. 2001. (online). Stres. Jurnal Teknol dan Industri
(http://www.ann.com.au/herbs/monogra Pangan. 2003; XIV(2).
phs/curcuma.htm. Diakses 20 15. Suriadi. Perawatan Luka. Edisi ke-1.
Novemper 2011, pukul 22.00 WIB. Jakarta: Sagung Seto. 2004.
5. Effendy C. Perawatan Pasien Luka 16. Morison, Moya J. Manajemen Luka.
Bakar. Jakarta: EGC. 1999. Hlm 14-23. Tyasmono AF (Penerjemah). Jakarta:
6. Vincy LWS. Comparison of Moist EGC. 2004.
Exposed Burn Ointment (MEBO) with 17. Rehman et al. Zingiber officinale Roscoe
Silver Sulfadiazine (Ag-S) for The (Pharmacological Activity). 2010.
Treatment of Deep Burn Injury. 2004. (online).http://www.academicjournals.or
(online).http.Libproject.hkbu.edu.hk/trsi g/JMPR. Diakses 25 November 2011,
mage/hp/99000626.pdf pukul 22.00 WIB.
7. Schwarts et al. Principle of Surgery. 7th
Edition. USA: Mc Graw-Hill Health
Professions Divisions. 1999. p 233-288.

222

Anda mungkin juga menyukai