Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

Vesicolithiasis

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Radiologi

Pembimbing :

dr. Zakiyah, Sp.Rad

dr. Lilis Untari S., Sp.Rad (K)

Disusun oleh :

Rista Dwi Susanti 30101307066

Yunitia Anjani 30101307075

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITRAAN RADIOLOGI

Laporan Kasus dengan judul :

Vesicolithiasis

Disusun oleh :

Rista Dwi Susanti 30101307066

Yunitia Anjani 30101307075

Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp.Rad dr. Lilis Untari S., Sp.Rad (K)

Tanggal : September 2017

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Radioogi


Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
RSUD Tuguejo Semarang
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tugurejo RT03/RW04, Tugu, Kota semarang
TanggalMasuk RS : 5 September 2017

II. Anamnesis
Pasien datang ke bagian radiologi atas rekomendasi dokter
penyakit dalam untuk pemeriksaan USG dengan kolik abdomen.
Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama nyeri perut
kanan. Keluhan dirasakan sejak tanggal 4 september jam 22.00 WIB,
keluhan dirasakan terus menerus. Tidak berkurang meskipun telah minum
obat dari puskesmas. Saat perut nyeri dirasakan pinggang kanan juga nyeri
dan pasien mengeluh sesak di dada, nyeri tidak menjalar sampai
punggung. Mual (+), Muntah (+) 2 kali. Makan dan minum normal. BAK
seperti teh, tidak nyeri, dan tidak panas. BAB normal.
Pasien belum pernah merasakan sakit seperti ini, riwayat
makan makanan berlemak(-), riwayat merokok (-), minum alkohol (-).
Pasien mengaku pernah mengalami nyeri-nyeri sendi di ibu jari kaki dan
bengkak, namun belum pernah cek asam urat.
Riwayat Hipertensi (+), Dyspepsia(+),TB (+) 2 tahun yang lalu
dan sembuh, Riwayat batu saluran kencing (-), DM (-), Alergi Obat (-).
Anamnesis Sistemik:
1. RPS : Kolik abdomen
Onset : 2 hari
Kronologi : Nyeri perut kanan diikuti nyeri pinggang kanan
Kuantitas : nyeri tidak menjalar, nyeri agak pegal.
Kualitas : nyeri terus menerus
Memperberat memperingan :
o Nyeri tidak menghilang dengan obat dari puskesmas
Keluhan lain : Nyeri pinggang kanan
Muntah 2x
2. RPD
Hipertensi (+) DM (-) riw. Jantung (-)
Riw. Pengobatan TB 6 bulan (2 tahun yang lalu)
Riwayat dyspepsia.
3. RPK
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
Tumor (-)
Hipertensi (-) DM (-) riw. Jantung (-)
4. RIW. SOSEK
Konsumsi makanan sehari-hari normal
BPJS PBI
III. Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadran : Composmentis
Status gizi : BB : 65 kg
TB : 155 cm
BMI : 27,1 kg/m2 (Overweight)
Vital Sign : BP : 115/82 mmHg
HR : 86 x/menit
RR : 24 x/menit, irama reguler
T : 36,1C

Kepala : mesochepal, tidak ada kerontokan rambut, Conjunctiva tidak


anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, refleks cahaya
langsung / tidak langsung +/+
Thoraks :
Inspeksi : pergerakan hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak ada
tanda-tanda inflamasi.
Palpasi : stem fremitus vocal dan taktil hemitoraks kanan dan kiri
simetris.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler di kedua lapang paru, suara BJ I&II + reguler,
gallop (-), murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : permukaan perut cembung, tak tampak tanda-tanda inflamasi.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Perkusi : timpani di empat kuadran abdomen, pekak alih (-), pekak sisi
(-).
Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, renal dextra et sinistra tidak teraba.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Radiologi
Tanggal : 6 september 2017
USG abdomen
Klinis : Colic renal
- Hepar :
o Ukuran Normal, Tepi tajam, Permukaan rata, Parenkim
homogen, Nodul (-), Vena porta dan vena hepatika tak
melebar
- Ductus Billiaris
o Tak tampak pelebaran ductus biliaris intra dan ekstra
hepatal.
- Vesica Fellea
o Ukuran normal, tak tampak sludge/batu.

- Pankreas :
o Ukuran normal, tak tampak massa atau kalsifikasi.
- Kelenjar para aorta tak melebar
- Lien : ukuran normal, parenkim homogen, nodul (-), v. lienalis tak
melebar.
- Renal Kanan : ukuran dan bentuk normal, echogenisitas parenkim
baik, system pelviocalyces dan ureter melebar, batu (-)
- Renal Kiri : ukuran dan bentuk normal, echogenisitas parenkim
baik, system pelviocalyces tak melebar, batu (-)
- Vesica urinaria : dinding tak menebal, tampak batu (+) 2 buah
ukuran terbesar 0,83cm.

Kesan :

- Hidronefrosis ( moderate grade) dan hidroureter kanan et causa


ureterolithiasis distal (2 buah)
Tanggal : 6 September 2017
Klinis : HT

X-foto Thorax
- Posisi PA
- Soft tissue normal
- Struktur tulang normal, Tak tampak reaksi litik dan sklerotik.
- Sudut costofrenicus kanan tumpul, kiri baik.
- Diafragma kiri tenting
- Pulmo : corakan bronkovaskuler kasar
Bercak kesuraman (-)
Kesuraman homogen kedua apex
Gambaran bulat lusen (+) kedua lapangan paru
-Cor : CTR >50%

Kesan: Cardiomegali
TB paru lama suspek atelektasis
Efusi pleura kanan (minimal).

Diagnosa Klinis
1. Colic Renal
2. Ureterolithiasis
3. TB paru lama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Buli-buli atau vesika urinaria adalah adalah organ berongga yang terdiri atas 3

lapis otot polos (detrusor ) yang saling beranyaman, yakni(1) terletak paling dalam

adalah otot longitudinal, (2) di tengahmerupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar

merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel transisional yang sama

seperti padamukosa pelvis renalis, ureter , dan uretra posterior. Pada dasar buli-

buli,kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang

disebut trigonum buli-buli.Secara anatomis, buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu

(1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) permukaan

inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaansuperior merupakan lobus

minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.

Volume kapasitas maksimal vesika urinaria berkisar 300 cc 450 cc. Apabila

vesika urinaria terisi sebagian atau lebih, akan terjadi perangsangan saraf aferen dan
menyebabkan aktifasi pusat miksi di medulla spinalis S2-4 dan akhirnya merangsang

parasimpatis serta menghambat neuron motorik yang mempersarafi sfingter eksterna.

Stimulasi parasimpatis menyebabkan kontraksi vesika urinaria. Perubahan bentuk

vesika urinaria sewaktu berkontraksi secara mekanis menarik sfingter interna terbuka.

Secara simultan terjadi relaksasi sfingter eksterna kemudian urin melewati uretra dan

terjadilah proses miksi.

2.2 Definisi

Batu vesika urinaria adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika

urinaria. Pada anak 75% ditemukan di bawah usia 12 tahun dan 57% pada usia 1 6

tahun

2.3 Etiologi Batu Saluran Kemih

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan

aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-

keadaan lain yang masih belum terungkap ( idiopatik ).


a. Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300

mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya

hiperkalsiuri, antara lain:

i. Hiperkalsiuri absorptif, terjadi karena peningkatan absorpsi

kalsium melalui usus.

ii. Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan

reabsorpsi kalsium melalui tubulus ginjal.

iii. Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya peningkatan

resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada

hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.

b. Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari.

Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus

passca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan

yang kaya akan oksalat, seperti : teh, kopi instan, minuman soft drink,

arbei, jeruk sitrun, dan sayuran hijau terutama bayam.

c. Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24

jam.

d. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi

kalsium berikatan dengan oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi

pada penyakit asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau

pemakaian diuretik golongan thiazid dalam waktu lama.


e. Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai

inhibitor timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium

bereaksi dengan oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga

mencegah ikatan kalsium oksalat.

2.4 Faktor Risiko

Faktor intrinsik

1. Herediter (keturunan)

Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis

batu umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu

memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko

yang lebih tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik

dan eksposur lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun

beberapa faktor genetik telah jelas berhubungan dengan bentuk yang

jarang dari nefrolisiasis, (misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas

pada gen yang berkontribusi terhadap risiko bentuk umum dari penyakit

batu.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

Untuk pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40

dan 60 tahun. Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada
akhir 20-an pada usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa

dekade berikutnya.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan

dengan pasien perempuan.

. Faktor Ekstrinsik

1. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah

stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air

yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya

penyakit batu saluran kemih.

5. Pekerjaan

Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan

kurang aktifitas atau sedentary life.

Beberapa faktor resiko terjadinya batu kandung kemih :


1) obstruksi infravesika

2) neurogenic bladder

3) infeksi saluran kemih (urea-splitting bacteria)

4) adanya benda asing

5) divertikel kandung kemih.

Di Indonesia diperkirakan insidensinya lebih tinggi dikarenakan adanya

beberapa daerah yang termasuk daerah stone belt dan masih banyaknya kasus batu

endemic yang disebabkan diet rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi

kronik. Pada umumnya komposisi batu kandung kemih terdiri dari : batu infeksi

(struvit), ammonium asam urat dan kalsium oksalat. Batu kandung kemih sering

ditemukan secara tidak sengaja pada penderita dengan gejala obstruktif dan iritatif

saat berkemih. Tidak jarang penderita datang dengan keluhan disuria, nyeri

suprapubik, hematuria dan buang air kecil berhenti tiba-tiba.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soemarko menyebutkan bahwa salah satu

faktor yang memengaruhi kenyamanan lingkungan kerja adalah suhu lingkungan

kerja. Jika suhu terlalu tinggi, yang disebut dengan lingkungan kerja panas, selain

mengganggu kenyamanan, juga memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh, jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup, produksi urin akan

menurun dan kepekatan urin meningkat (hipersaturasi/supersaturasi). Keadaan ini bila

berlangsung cukup lama dapat mendorong terbentuknya antara lain kristal dan batu
asam urat di saluran kemih. Diperoleh prevalensi kristal asam urat pada penelitian ini

sebesar 45,2%.(5)

Menurut penelitian yang dilakukan Borghi, et al yang memeriksa prevalensi

terjadinya batu ginjal (stone disease) dan faktor risiko terjadinya batu di saluran

kemih (urinary stone risk) masinis di pabrik pembuatan kaca bersuhu 29-310WBGT,

diperoleh hasil prevalensi pada kelompok kontrol yang bekerja pada temperature

normal sebesar 2,4% (4 dari 165). Terjadi insidens yang tinggi (38,8%) berupa jenis

batu asam urat pada pekerja yang terpapar keadaan heat stress. Dari studi ini dapat

dipastikan bahwa dehidrasi kronis merepresentasi faktor risiko keadaan lithogenic,

terutama terhadap batu jenis asam urat, dan perlunya minum yang cukup pada pekerja

yang berkerja di lingkungan panas.

Suhu lingkungan kerja yang panas akan menyebabkan usaha mendinginkan

tubuh, antara lain dengan jalan mengeluarkan keringat dan meningkatkan penguapan

melalui paruparu. Pengeluaran cairan yang relatif banyak akan memengaruhi

keseimbangan cairan di dalam tubuh, cairan tubuh akan berkurang (dehidrasi),

disusul dengan pemekatan urin, sehingga akan terjadi keadaan supersaturasi urin.

Keadaan ini akan memengaruhi ion-ion dalam urin, sehingga mempermudah

kristalisasi urin.

Faktor umur karyawan yang berada pada umur 40 mempunyai hubungan

dengan terjadinya kristalisasi urin. Hal ini sesuai dengan kajian pustaka yang

menyatakan bahwa pada umur lebih dari 40 tahun, ketahan tubuh untuk beradaptasi

dengan lingkungan panas akan melambat dan menurun pada usia tersebut, sehingga
prevalensi kejadian kristal urin akan meningkat karena kemampuan tubuh orang

berumur lanjut dalam mengembalikan suhu tubuh menjadi normal akan lebih

melambat. Lamanya seseorang bekerja secara baik pada umumnya 6-8 jam per hari

dan sisanya untuk beristirahat atau berkumpul dengan keluarga. Bekerja secara

lembur (di luar waktu normal) dapat menyebabkan menurunnya efisiensi kerja.

2.5 Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses

pembentukan batu di saluran kemih, tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana

yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah :

a. Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).

Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh

(supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya

membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran

kemih.

b. Teori Matriks

Matriks organik terdiri atas serum/ protein urine (albumin, globulin, dan

mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal

batu.
c. Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara

lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika

kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan

terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal

dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,

membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan

berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat

menurun. Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak

sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal,

menghambat agregasi kristal, maupun menghambat retensi kristal. Senyawa

itu antara lain :

i. Glikosaminoglikan (GAG)

ii. Protein Tamm Horsfall (THP) / uromukoid

iii. Nefrokalsin

iv. Osteopostin.

2.5 Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau

kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%),

xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).

1. Batu Kalsium
Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun fosfat.

2. Batu Struvit

Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh

adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan pemecah

urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah pH

urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperi pada reaksi :

Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan

karbonat untuk membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP). CO(NH2)2 +

H2O 2NH3 + CO2

3. Batu asam urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara

75 80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran

kalsium oksalat. Penyakit ini banyak diderita oleh pasien dengan penyakit gout,

penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang

banyak menggunakan obat urikosurik, seperti sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat.


Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk

mendapatkan penyakit ini. Asam urat relatif tidak larut dalam urine, sehingga pada

keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya

membentuk batu asam urat.

Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :

1. urine yang terlalu asam (pH urine < 6),

2. volume urine yang jumlahnya sedikit (< 2 liter/hari) atau dehidrasi,

3. hiperurikosuri atau kadar asam urat yang tinggi.

Batu asam urat bentuknya halus dan bulat, sehingga seringkali keluar spontan.

Bersifat radiolusen, sehingga pada pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling

defect pada saluran kemih sehingga harus dibedakan dengan bekuan darah.

4. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang

dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan

absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit bawaan berupa

defisiensi enzim xanthin oksidase.

2.6 Gejala

a. Rasa nyeri waktu miksi (disuria, stranguria), dirasakan refered pain pada

ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki Hematuria diserta urine

yang keruh

b. Pancaran urine tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi
c. Polakisuria (sering miksi)

d. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-narik penis,
(3)
miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani .

2.7 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria

(nitrit), pH urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit,

ureum dan kreatinin. Urinalysis : pH > 7.5 : lithiasis karena infeksi, pH < 5.5 :

lithiasis karena asam urat.

2.8 Pemeriksaan Radiologi

- Foto polos/BNO : tampak opak (90%) dan radiolusen (batu asam urat), lebih

baik dilanjutkan dengan IVP untuk mengetahui ada atau tidak kerusakan pada

ginjal

- IVP : untuk dapat melihat batu di lain tempat, anatomi saluran kencing bagian

atas

- PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih

- USG : gambaran acoustic shadow


Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut :

a. Dengan alergi kontras media

b. Dengan level kreatinin serum > 200mol/L (>2mg/dl)

c. Dalam pengobatan metformin

d. Dengan myelomatosis

2.9 Penatalaksanaan

Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus

batu kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai

sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik), vesikolitotomi

perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL.

Vesikolitolapaksi

Merupakan salah satu jenis tindakan yang telah lama dipergunakan dalam

menangani kasus batu kandung kemih selain operasi terbuka.

Kontraindikasi :

1. kapasitas kandung kemih yang kecil

2. batu multiple

3. batu ukuran lebih dari 20 mm

4. batu keras

5. batu kandung kemih pada anak

6. akses uretra yang tidak memungkinkan.


Vesikolitotripsi

1. Elektrohidrolik (EHL)

Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan

batu kandung kemih. Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan

waktu yang lebih lama dan fragmentasinya inkomplit. EHL tidak dianjurkan

pada kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 63-92%. Penyulit :

sekitar 8%, kasus ruptur kandung kemih 1,8%. Waktu yang dibutuhkan :

26 menit.

2. Ultrasound

Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih

dapat igunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan

dan biaya tidak tinggi. Angka bebas batu : 88% (ukuran batu 12-50 mm).

Penyulit: minimal (2 kasus di konversi). Waktu yang dibutuhkan : 56 menit.

3. Laser

Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu

besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat

singkat dan tidak ada penyulit. Angka bebas batu : 100%. Penyulit : tidak ada.

Waktu yang dibutuhkan : 57 menit.

4. Pneumatik
Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu

kandung kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada

kasus batu besar dan keras. Angka bebas batu : 85%. Penyulit : tidak ada.

Waktu yang dibutuhkan : 57 menit.

Vesikolitotomi perkutan

Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada

penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu mltipel.

Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih,

riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih

atau dinding abdomen. Angka bebas batu : 85-100%. Penyulit : tidak ada.

Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.

Vesikolitotomi terbuka

Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras, kesulitan

akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau

divertikelektomi. Angka bebas batu : 100%.

ESWL

o Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan

untuk
o operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan

o Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan

menurunkan

o angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi

sekitar 10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu

o Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali

o untuk terapi batu kandung kemih

o Angka bebas batu : elektromagnetik; 66% pada kasus dengan obstruksi dan

96% pada kasus non obstruksi. Bila menggunakan piezoelektrik didapatkan

hanya 50% yang berhasil.

2.10 Pedoman pilihan terapi

Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan

oleh para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang

bias dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.

Penggunaan istilah standar, rekomendasi dan opsional digunakan berdasarkan

fleksibilitas yang akan digunakan sebagai kebijakan dalam penanganan penderita.

Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm.

1. Litotripsi endoskopik

2. Operasi terbuka

Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm.

1. Operasi terbuka
2. Litotripsi endoskopik

Pedoman untuk batu buli-buli pada anak.

1. Operasi terbuka

2. Litotripsi endoskopi

BAB III
KESIMPULAN

Vesicolithiasi adalah suatu keadaan ditemukannya batu di dalam vesika


urinaria.
Penegakan diagnosis berdasarkan dari gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan
hasil radiologi. Gambaran Radiologi dapat digunakan sebagai pemeriksaan
penunjang, penentuan besar ukuran batu dan menentukan anatomi vesica urinaria
pasien.
Selain penatalaksanaan dengan pembedahan, radioterapi merupakan modalitas
penting dalam terapi adjuvant dan paliatif dalam vesicolithiasis.
Pencegahan terhadap batu vesica urinaria perlu dilakukan untuk mengurangi
atau meniadakan faktor resiko terhadap batu vesicaurinaria.

Anda mungkin juga menyukai