PROPOSAL
Disusun Oleh:
Dasriani (170341864573)
Hanifah Rahmawati (170341864508)
Muhammad Fahrurrizal .A (170341864564)
Mustaqim (170341864567)
Putri Dhamira (170341864505)
2
gen ketahanan (gen R) beras terhadap Xoo. Gen R untuk Xoo berlimpah dan ada di
beberapa lokus seluruh genom padi karena beberapa duplikasi gen dan transposisi
(Sattari dkk., 2014; Horgan dan Henderson, 2015). Kehadiran beberapa lokus gen
membuat piramida gen dan resistance susun aplikasi diakses dan bermanfaat dalam
pemuliaan untuk ketahanan. Penggunaan varietas tahan ternyata belum memberikan
hasil yang memuaskan karena Xoo mempunyai tingkat keragaman patotip yang tinggi
yang disebabkan oleh faktor lingkungan, varietas yang digunakan dan tingkat
mutabilitas gen yang tinggi (Keller et al., 2000). Hasil penelitian Rahim dkk. (2012)
menunjukkan bahwa dari enam varietas komersial yang diuji di lapangan, belum ada
yang tahan terhadap Xoo, khususnya terhadap patotip IV. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka diperlukan suatu metode pemeliharaan tanaman tomat yang lebih
ekonomis dan lebih ramah lingkungan.
Penggunaan bakteri memiliki peran penting untuk meningkatkan kesuburan
tanah, promosi pertumbuhan tanaman, dan pengendalian kapang patogen untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan ramah lingkungan (Gupta dkk., 2015).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan bakteri mampu
mengendalikan patogen tanaman dengan mekanisme antibiosis dan persaingan nutrisi
sehingga mengurangi pemakaian petisida antibakteri secara berlebihan (Sutariati,
2006). Khaeruni dkk. (2013) menunjukkan bahwa penggunaan bakteri isolat P11a dan
PKLK5 yang diisolasi mampu menginduksi ketahanan tanaman padi IR64 terhadap
penyakit HDB pada skala rumah kasa.
Berdasarkan informasi tersebut, penting dilakukan isolasi dan identifikasi
bakteri akar tomat di persawahan Kabupaten Pasuruan. Isolasi dan identifikasi bakteri
ini penting dilakukan untuk menemukan spesies akteri yang spesifik untuk tanaman
padi lokal yang disertai kemampuan mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh
kapang. Selanjutnya spesies-spesies bakteri tersebut diharapkan akan berguna dalam
usaha membantu meningkatkan ketahanan tumbuhan padi terhadap penyakit yang pada
akhirnya akan mengurangi biaya yang dikeluarkan petani untuk pestisida bakteri
berupa bahan kimia dan mengurangi residu pada lingkungan.
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah isolasi bakteri berpotensi pengendali kapang patogen pada
tanaman tomat (Solanum lycoperscium) di Kabupaten Malang?
2. Bagaimanakah uji antogonisme antara bakteri yang diisolasi dengan kapang
patogen?
3. Bagaimanakah identifikasi bakteri berpotensi pengendali kapang patogen pada
tanaman tomat (Solanum lycoperscium) di Kabupaten Malang?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengisolasi bakteri berpotensi pengendali kapang patogen pada tanaman
tomat (Solanum lycoperscium) di Kabupaten Malang.
2. Untuk mengetahui kemampuan uji antogonisme antara bakteri yang diisolasi
dengan kapang patogen.
3. Untuk mengidentifikasi bakteri berpotensi pengendali kapang patogen pada
tanaman tomat (Solanum lycoperscium) di Kabupaten Malang.
D. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Secara teoritis
a) Sebagai bahan referensi terkait cara isolasi dan identifikasi bakteri
berpotensi pengendali kapang patogen.
b) Sebagai informasi mengenai bakteri berpotensi pengendali bakteri kapang
patogen yang hidup di persawahan Kabupaten Malang.
c) Sebagai bahan referensi terkait pengembangan pestisida antikapang organik
untuk mengendalikan penyakit pada tanaman tomat.
2. Secara praktis
4
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi mengurangi biaya yang
dikeluarkan petani untuk membeli pestisida antikapang.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi residu pestisida
antikapang pada lingkungan sehingga lebih ramah lingkungan dan menekan
bahaya bagi kesehatan manusia.
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan ketahanan
padi terhadap penyakit yang berdampak pada meningkatnya produktivitas
tomat.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
terdiri dari hifa yang mempunyai banyak nucleus yang tidak dibatasi oleh sekat.
Pada tipe ini dapat pula dijumpai dinding sekat terutama pada hifa yang tua.
Jamur parasit mempunyai hifa yang ektofitik atau endofitik. Miselium yang
ektofitik berada pada permukaan tanaman inang sedangkan miselium yang
endofitik berada didalam jaringan tanaman inang dan dapat tumbuh secara
interseluler (diantara sel) atau intraseluler (masuk kedalam sel). Hifa yang
ektofitik dan interseluler membentuk haustorium ke dalarn sel untuk
memperoleh zat makanan. Bentuk haustorium dapat bulat atau seperti akar.
3. Reproduksi merupakan cara memperbanyak diri jamur yang terbagi dalam 3
macam, yaitu: 1) Setiap potongan talus mempunyai kemampuan untuk tumbuh
menjadi talus baru jika berada dalam keadaan lingkungan yang memungkinkan,
2) Reproduksi dengan spora yang dibentuk secara aseksual, 3) Reproduksi
dengan spora yang dibentuk secara seksual.
a. Reproduksi spora aseksual: spora aseksual jamur terdiri dari berbagai bentuk
dan cara pembentukannya ada berbagai macam zoospora. Bentuk dalam
kantung spora (sporangium), sporangiospora mempunyai flagela atau bulu
cambuk sehingga mampu untuk bergerak. Pembentukan sporangium ini
terjadi pada ujung hifa dengan jalan mengadakan pembengkakan.
1) Sporangiospora: Spora dibentuk didalam sporangium. Pembentukan
sporangium terjadi pada sporangiospora (tangkai sporangium) yang
ujungnya rnasuk agak kesebelah dalam sporangium dan disebut
kolumela.
2) Konidium: Spora yang dibentuk dalam ujung hifa khusus yang disebut
konidiospore. Spora tersebut dibentuk oleh hifa dengan cara segmentasi.
Jika tidak terlihat banyak perbedaan antara bentuk spora dan struktur
hifa, yang membentuknya, disebut oidium. Konidium dapat pula terjadi
pada sporangium yang berspora tunggal. Bentuk dan warna konidium.
beraneka ragam, ada yang bersel satu ada pula yang bersel banyak,
begitu pula ada yang berwarna gelap dan ada pula yang berwarna
bening.
7
3) Klamidospora: Bagian hifa yang membengkak berdinding tebal, bulat
dan dapat terpisah sebagai sel resisten yang dibentuk dari sel-sel tertentu
dari hifa, atau spora dan tidak mempunyai tangkai spora khusus.
Klamidospora dibentuk diujung atau ditengah hifa atau spora biasa.
b. Reproduksi seksual, spora yang dibentuk secara seksual mempunyai nama
yang berbeda antara lain:
1) Oospora : merupakan hasil percampuran antara anteridium dan
oogonium dimana sel jantan menyatu dengan inti oogonium
2) Zigospora : merupakan hasil percampuran menyeluruh antara dua
gametangium
3) Askospora : terbentuk dalam askus sebagai hasil percampuran antara
nukleus dalam sel induk askus yang masing-masing berasal dari
askogonium dan anteridium
4) Basidiospora : merupakan spora seksual pada Basidiomycetes yang
terbentuk dalam basidium melalui sterigma
5) Teliospora : merupakan spora yang terdapat pada Uredinales
8
Djafaruddin (2000) menjelaskan pada stadium pra-penetrasi hifa jamur
atau spora mengadakan kontak pada permukaan tanaman inang. Spora jamur akan
berkecambah atau akan terjadi pertumbuhan hifa jamur. Pada stadium ini tidak
akan berlangsung sempurna, jika keadaan lingkungan tidak menunjang terjadinya
pertumbuhan hifa atau perkecambahan spora. Seperti kelembaban yang tinggi.
Pada stadium penetrasi maka hifa jamur patogen memasuki tanaman inang dengan
berbagai cara:
1. Melalui luka yang disebabkan oleh kerusakan mekanis atau serangga atau
binatang lainnya serta oleh alat-alat pertanian yang digunakan petani saat
perawatan tanaman.
2. Melalui lubang alami seperti stomata atau mulut daun dan sebagainya
3. Melalui sobekan yang terjadi pada bagian permukaan tanaman yang
disebabkan oleh pertumbuhan organ-organ tertentu seperti akar
4. Penetrasi langsung karena adanya tekanan mekanis oleh hifa jamur, reaksi
kimia atau keduanya.
Masuknya hifa ke dalam tanaman masih tergantung kepada keadaan
lingkungan luar seperti kelembaban, suhu udara dll, tetapi sesudah berada di dalam
jaringan tanaman maka keadaan fisiologi tanaman sangat menentukan sekali. Jika
keadaan fisiologi tanaman tidak sesuai, maka hifa jamur akan tumbuh ke sel yang
paling dekat dan masuk kedalam sel atau akan membentuk haustorium. Dengan
cara demikian jamur akan mengabsorspsi zat makanan yang berada dalam
protoplasma sel tanaman.
Selain merugikan tanaman karena pengambilan zat makanan dari sel
tanaman, maka jamur dapat mengganggu aktivitas tanaman inang dengan berbagai
cara seperti mengeluarkan enzirn pektinolitik atau selulolitik yang masing-masing
dapat menguraikan zat pektin atau selulose. Selain itu jamur tersebut dapat
mengeluarkan toksin yang disebarkan ke berbagai bagian tanaman lainnya dan
menimbulkan kerusakan pada jaringan tanaman. adanya berbagai gangguan
tersebut maka akan rnengganggu pertumbuhan tanaman sehingga akan timbul
gejala penyakit. Jamur akan melanjutkan pertumbuhan dan membentuk spora
9
untuk memperbanyak diri. Spora akan dilepaskan melalui permukaan tanaman
untuk disebarkan. Proses seperti di atas akan berlangsung terus menerus.
2.1.4. Penyebaran
Jawetz (2013) Penyebaran jamur ini dapat terjadi dengan berbagai cara.
Pembentukan spora aseksual, merupakan cara cepat dalam melakukan
perbanyakan dan penyebaran, sedangkan pembentukan tubuh buah di mana
terdapat spora seksual dapat membantu jamur untuk dapat bertahan hidup dalam
keadaan lingkungan yang kurang baik. Spora aseksual dibentuk dalam jumlah
yang banyak dan disebarkan dengan mudah oleh angin, air atau serangga, tanah,
alat pertanian, binatang dan sebagainya. Spora seksual seperti askospora harus
dilepas dahulu dari askus dan tubuh buahnya dan kemudian baru terbawa oleh
aliran air atau udara.
Betdasarkan Jawetz (2013) jamur patogen tanah dapat memperbanyak diri
dalam tanah dan penyebarannya juga dilakukan dalam tanah antara lain dengan
kontak antara akar tanaman, pada waktu pengolahan tanah, tanah yang
mengandung patogen terbawa oleh air, angin atau melekat pada umbi atau bahan
tanaman lainnya. Dengan terbawanya patogen oleh bahan tanaman, maka
penyebaran patogen dapat terjadi dalam jarak jauh. Beberapa agen penyebar yang
biasa menyebarkan patogen yaitu:
1. Biji
Biji yang dipakai untuk benih dapat mengandung patogen dan dapat
terbawa ketempat jauh.
2. Angin
Angin memegang peranan penting dalam menyebarkan spora dari satu
tanaman ke tanaman lain atau dari satu daerah kedaerah lain. Banyak patogen
mempertahankan diri di tempat-tempat terpencil dan dengan bantuan angin
dapat menginfeksi pertanaman secara luas di tempat lain.
3. Air
Dengan air yang mengalir dapat menyebarkan tanah yang mengandung
patogen jamur sehingga seluruh kebun atau dikebun yang berdekatan dapat
10
terkontaminasi. Percikan air hujan pada bagian tanaman yang mengandung
spora dapat menyebarkan spora kebagian tanaman sebelah atasnya atau
ketanaman yang berada disebelahnya.
4. Serangga.
Serangga yang merupakan hama bagi tanaman dapat sekaligus menjadi
vektor bagi jamur patogen yang kebetulan menyerang tanaman yang sama dan
disebarkan ke tempat lain.
5. Manusia
Manusia dengan tidak sadar dapat menyebarkan bagian jamur yang
patogenik dari satu tanaman ketanaman lain dengan alat-alat pertanian atau
benih tanaman yang terinfeksi.
6. Bagian tanaman
Bagian tanaman yang sudah terserang penyakit dapat menyebarkan atau
menularkan patogen ke tanaman lain yang masih sehat yang berdekatan atau
bersinggungan.
11
Tomat memiliki nama ilmiah yaitu Lycopersicon esculentum memiliki
nama daerah terong kaluwat (Sumatera), tomat, ranti (Jawa), kemantes (Sulawesi);
dan nama asing tomato (Inggris) dan tomate (Jerman). Tomat termasuk genus
Lycopersicon dari keluarga Solanaceae (Masfufah, 2012). Purwati dan Khairunisa
(2007 dalam Masfufah 2012) menyatakan bahwa tomat merupakan tanaman
sayuran yang sudah dibudidayakan sejak ratusan tahun silam, tetapi belum
diketahui dengan pasti kapan awal penyebarannya. Jika ditinjau dari sejarahnya,
tanaman tomat berasal dari Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian
dari negara Bolivia, Cili, Kolombia, Ekuador, dan Peru. Semula di negara asalnya,
tanaman tomat hanya dikenal sebagai tanaman gulma. Namun, seiring dengan
perkembangan waktu, tomat mulai ditanam, baik di lapangan maupun di
pekarangan rumah, sebagai tanaman yang dibudidayakan atau tanaman yang
dikonsumsi.
Berikut adalah klasifikasi Tomat (Lycopersicon esculentum) berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Species : Lycopersicon esculentum
(Sumber: www.plantamor.com, 2017)
Tanaman tomat memiliki habitus berupa herba yang hidup tegak atau
bersandar pada tanaman lain, berbau kuat, tinggi 30-90 cm. Batang berbentuk
bulat, kasar, memiliki trikhoma, rapuh, dan sedikit memiliki percabangan. Daun
majemuk menyirip gasal berselang-seling dan memiliki trikhoma pada helaian dan
tangkai daunnya. Bunga pada tanaman tomat berkelamin dua (hermaprodit),
kelopaknya berjumlah 5 buah dengan warna hijau dan memiliki trikhoma,
12
sedangkan mahkotanya yang berjumlah 5 buah berwarna kuning. Alat kelaminnya
terdiri atas benang sari dan putik. Buah tomat merupakan buah tunggal dan
merupakan buah buni dengan daging buah lunak agak keras, berwarna merah
apabila sudah matang, mengandung banyak air dengan kulit buah yang sangat tipis
(Masfufah, 2012).
13
kapang antagonis dan pengujian potensinya untuk mengatasi penyakit tersebut
(Mawardika, 2015).
14
terkulainya tangkai daun yang lebih tua dan sebelum tanaman layu biasanya daun
tanaman berubah warna menjadi kuning. Gejala layu seperti ini, sama dengan yang
ditimbulkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp lycopercisi sebagaimana yang
dikemukakan oleh Semangun (1994) dari variasi gejala yang terlihat tanaman yang
layu dan terus menguning dari tangkai hingga daun tanaman yang terserang.
A B
Gambar 2. A. Tanaman tomat yang sehat, B. Tanaman tomat yang mengaami gejala
layu Fusarium, C. Gejala khas layu Fusarium pada batang tomat yang dipotong
secara melintang.
15
tomat yang terinfeksi layu fusarium dan akan terlihat berkas pembuluh yang
berwarna cokelat yang merupakan gejala khas dari layu fusarium. (Syam, 2014).
Gangguan penyakit yang disebabkan oleh cendawan merupakan ancaman
yang selalu ada dalam setiap penanaman. Penyakit-penyakit yang menyebabkan
kerusakan baik pada akar, batang, daun, bunga dan buah dapat disebabkan oleh
cendawan patogen. Phytopthora cactorum teridentifikasi sebagai cendawan
patogen y ang menyebabkan busuk pada buah strauberi dan buah tanaman tomat.
Penyakit embun berbulu yang menyerang tanaman jagung dan tomat disebabkan
oleh Peronospora dengan gejala berupa bercak klorosis di antara tulang daun,
mirip gejala kekurangan hara. Selanjutnya warna bercak berubah menjadi ungu
dan tekstur daun seperti kertas (Ata, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ata (tanpa tahun) Gejala penyakit
yang menyerang batang tanaman tomat yaitu pada bagian batang yang dekat
dengan tangkai daun dan tangkai buah tampak berwarna hijau kekuningan, bagian
tengah batang tampak kecil dengan tekstur berwarna hitam kecoklatan. Selain itu
gejala lainya penyebab busuk pada batang tomat yaitu tekstur batang berbintik-
bintik hitam kecoklatan, dan dibagian bawahnya tampak miselia berwarna putih.
Gejala penyakit yang ditemukan pada buah tomat yaitu, dengan
menimbulkan gejala berupa buah membusuk dengan tekstur dibagian kulit buah
yang terletak dekat dengan tandan berwarna hitam dan dibagian pinggiran agak
kecoklatan, disebelah kanannya terdapat bulatan miselia berwarna putih seperti
tepung gejala ini terdapat pada buah tomat yang tua. Gejala lain yang ditemukan
yaitu miselia tampak meluas, berwarna putih dan terdapat bintik-bintik hitam
gejala terdapat pada buah yang telah matang (Ata, 2016).
16
Odum (1975) menggunakan istilah amensialisme, biasa juga disebut
dengan simbiosis. Spesies yang terhambat pertumbuhannya yang disebut
eksternal, sedangkan spesies yang menghambat pertumbuhan adalah antagonis.
Pada penelitian Nandang Suharma (2003) menyatakan bahwa alternatif
yang semakin populer saat ini adalah pemanfaatan mikroba antagonis sebagai agen
pengendali hayati pada P. Capsici. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
penggunaan mikroba antagonis antara Iain tidak menimbulkan dampak seperti
yang ditimbulkan fungisida kimia. Trichoderma dan Pseudomonas adalah
mikroba-mikroba yang sering kali dikaji pemanfaatannya dalam pengendalian
hayati jamur patogen tanaman. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan
pengujian kapasitas antagonisme tiga isolat Trichoderma harzianum yang
diperoleh dari tanah Papua, satu isolat Pseudomonas sp. GH1 dari tanah hutan
Gunung Halimun dan dua isolat Penicillium sp. terhadap jamur patogen tersebut.
Trichoderma harzianum digunakan sebagai salah satu jenis jamur yang
diuji, karena jenis ini pula diketahui yang paling potensial di antara jenis-jenis
Trichoderma lain sebagai agen pengendali hayati jamur-jamur patogen tanaman,
seperti Rhizoctonia solani, Fusarium sp., Sclerotium rolfsii dan Phytium sp.
(Domsch et al dalam Suharma, 2003).
Pada penelitian Suharma dan Nurhidayat (2001) telah membuktikan tiga
isolat T. Harzianum dan isolat Pseudomonas sp. GH1 pada penelitian sebelumnya
menunjukkan kemampuannya dalam menekan pertumbuhan tujuh jenis Fusarium.
Adanya interaksi antar mikroba antagonis untuk mengetahui strategi penerapan
yang dilakukan adalah efektif.
Pada penelitian Mawardika dan Suharjono (2015) menyatakan bahwa
antagonis alami dari patogen tanaman dapat dimanfaatkan untuk mengeliminasi
penyakit dan melindungi tanaman. Beberapa jenis antagonis seperti Penicilliu,
Aspergillus, Trichoderma, dan Gliocladium telah terbukti mampu menekan
penyakit layu Fusarium. Serangan penyakit layu karena Fusarium masih tergolong
tinggi dan kapang tanah memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga diperlukan
eksplorasi mikroba antagonis dan pengujian potensi untuk mengatasi penyakit
tanaman.
17
Pada mulanya dilakukan isolasi kapang patogen pada tanaman dan kapang
tanah, kemudian dilakukannya skrining kandidat mikroba antagonis, dan
kemudian dilakukan uji antagonis pada mikroba Mawardika dan Suharjono
(2015).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
19
4 Needle dan Ose Medium lempeng PCA
5 Lampu Siritus Meidum lempeng NA
6 Erlenmeyer Medium miring NA
7 Vortex Alkohol
8 Mikropipet 10 ml Akuades
9 Mikropipet 5 ml Kapas
10 Mikropipet 1 ml Plastic wrap
11 Alumunium foil
20
c. Identifikasi bakteri dan kapang
Identifikasi pada bakteri dengan pengamatan mikroskop dan dilakukan
serangkaian pengujian, seperti pewarnaan gram, agar diperoleh hasil amatan hingga
tingkat spesies dan mengetahui karakteristik dari bakteri. Untuk kapang, digunakan
teknik micro slide agar diperoleh amatan secara jelas.
d. Uji Antagonisme Bakteri terhadap Kapang Patogen
Uji antagonisme bakteri dan kapang patogen ini dilakukan dengan
penginokulasian bakteri (hasil pengambilan dengan bor gabus) kedalam biakan kapang
patogen pada medium lempeng. Diinkubasikan selama 24-36 jam, kemudian diamati
zona hambat yang terbentu.
21
DAFTAR RUJUKAN
Jawetz, Ernest, J.L. Melnick dan E.A. Adelberg. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi
Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Holtikultura. 2015. Statistika Produksi
Holtikultura Tahun 2014. (Online), (http://hortikultura.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2016/02/Statistik-Produksi-2014.pdf), diakses pada tanggal 3
Oktober 2017.
Mahardika H. 2015. Isolasi dan Uji Antagonis Kapang Tanah terhadap Fusarium
Patogen pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) di Lahan
Pertanian Bocek, Jawa Timur. Jurnal Biotropika | Vol. 3 No. 3 | 2015.
Rahayuniati R.F. 2009. Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Tomat: Aplikasi Abu
Bahan Organik dan Jamur Antagonis Control Of Tomato Fusarial Wilt:
Application Of Organic Ash And Antagonistic Fungi. Jurnal Pembangunan
Pedesaan Vol. 9 No. 1, April - Juli 2009: 25.34, ISSN. 1411-9250.
Syam, M.F. 2014. Insidensi Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Tomat
(Lycopersicum esculentum Mill) di Kecamatan Langowan Barat. Jurusan Hama
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado
(Online)
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/download/5348/4861)
diaskes pada tanggal 2 Oktober 2017.
22
Djafarudin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi
Aksara.
Djaya A.A., Mulya R.B., Giyanto, dan Marsiah, 2003. Uji keefektifan
mikroorganisme antagonis dan bahan organik terhadap layu fusarium
(Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Prosiding Kongres Nasional dan
Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bandung, 6-8 Agustus
2003.
Driesche RG and Bellows JR TS. 1996. Biological Control. Chapman & Hall, ITP an
International Thomson Publishing Company. 538p
Herlina L, Dewi P & Mubarok I, 2004.Efektivitas biofungisida Trichoderma viride
terhadap pertumbuhan tomat. Laporan Penelitian. Semarang: FMIPA UNNES
Mawardika, H., Suharjono. 2015. Isolasi dan Uji Antagonis Kapang Tanah terhadap
Fusarium Patogen pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) di
Lahan Pertanian Bocek, Jawa Timur. Jurnal Biotropika. Vol 3 No 3.
23