Anda di halaman 1dari 51

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Teguh Harijono Mulud, Wahyono (2015), telah melakukan penelitian

tentang Pengaruh Excess Air Terhadap Flue Gas Di PLTU Tanjung Jati B

Unit 2. Metode perhitungan yang digunakan adalah metode ASME PTC 4.1

dan ASME PTC19.1. Hasil penelitian menunjukkan nilai excess air terendah

15,395 % memiliki nilai kerugian dry flue gas sebesar 4,492 % dan nilai

efisiensi sebesar 89,824 %. Sementara itu, nilai excess air tertinggi 23,207%

memiliki nilai kerugian flue gas sebesar 5,573% dan efisiensi sebesar

88,076%. Pengaruh yang ditimbulkan dari pasokan excess air terhadap

kuantitas produk flue gas berupa CO dan CO2, memiliki tren penurunan

terhadap penambahan excess air, tetapi bernilai sebanding terhadap produk

flue gas SOx dan NOx.

Raditya Nanang Purwanto, Wahyono (2013), telahn melakukan

penelitian tentang Pengaruh Unjuk Kerja Air heater Type Ljungstrorm

Terhadap Perubahan Beban Di PLTU Tanjung Jati B Unit 1 Berdasarkan

perhitungan ASME PTC 4.3. Hasil penelitian penggunaan air heater pada unit

dapat memberikan peningkatan efisiensi termal unit hingga 10,476 % sebagai

pemanfaatan energi panas gas buang untuk memanaskan udara pembakaran

dan mengurangi kandungan moisture pada batubara. Efisiensi air heater

tertinggi terdapat pada 69,060 %. Untuk kondisi beban yang relatif sama, nilai

efisiensi semakin tinggi, berbanding lurus dengan nilai kalori batubara yang

digunakan. Pada sampel perhitungan, nilai efisiensi sisi gas tertinggi terdapat

saat unit menggunakan batubara 5778 kCal / kg dengan presentase karbon

52,749 %. Penggunaan air heater tipe Ljungstorm mempunyai kondisi leakage

yang mempengaruhi nilai efisiensi air heater. Semakin kecil leakage maka

5
6

efisiensi sisi gas akan semakin baik, karena gas buang dan akan lebih optimal

memanaskan udara pembakaran.

Ahmad Budiman, Akhmad Syarief, Hajar Isworo (2014), telah

melakukan penelitian tentang Analisis Perpindahan Panas dan Efisiensi

Efektik High Pressure Heater (HPH) di PLTU Asam-Asam. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa pada bagian shell koefisien perpindahan panas

shell tertinggi yaitu sebesar 441,8 Btu/jam.ft2.oF pada suhu 588,2 oF, dan

koefisien perpindahan panas shell terendah yaitu sebesar 431,38

Btu/jam.ft2.oF pada suhu 568,4 oF. Pada bagian fin, diketahui koefisien

perpindahan panas fin tertinggi yaitu sebesar 7.319,05 Btu/jam.ft2.oF pada

suhu 360,5 oF, dan koefisien perpindahan panas fin terendah yaitu sebesar

7113,22 Btu/jam.ft2.oF pada suhu 386,6 oF. Pada bulan Juli 2013 efisiensi

efektif tertinggi yang dicapai heat exchanger yaitu sebesar 53,92 %, dan

efisiensi efektif terendah yaitu sebesar 42,59 % dengan rata-rata efisiensi

47,77 % dalam sebulannya.

Esti Ratnasari, Dr. Ridho Hantoro, ST., MT dan Nur Laila Hamidah,

ST., M.Sc (2014), telah melakukan penelitian tentang Desain Economizer

untuk Meningkatkan Efisiensi Boiler 52 B 1/2/3 pada Unit Utilities Complex di

PT. Pertamina RU IV Cilacap. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

nilai perpindahan panas tertinggi diperoleh dari variasi diameter luar fin 50

mm, jarak transversal 60 mm dan jarak longitudinal 30 mm bernilai 2,4.106 W.

Apabila economizer ini dipasang akan dapat menghemat penggunaan bahan

bakar sebesar 7,8.1010 kkal/tahun.

Teguh Wendar L.P (2013), telah melakukan penelitian tentang Analisis

Heat Transfer pada Economizer PT. Indocement Tunggal Prakasa, Tbk P-12.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada pembebanan tinggi 45

mW dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh 762,21 Btu/h.ft2.oF dan


7

pembebanan rendah 35 mW dengan koefisien perpindahan panas

menyeluruh 557,22 Btu/h.ft2.oF. Pada pembebanan tinggi fauling factor

sebesar 0,00199 h.ft2.oF/Btu dengan koefisien perpindahan panas

menyeluruh 762,21 Btu/h.ft2.oF dan pembebanan rendah 0,00227 h.ft2.oF/Btu

dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh 557,22 Btu/h.ft2.oF. Efisiensi

pada pembebanan tinggi adalah 44% dan pembebanan rendah adalah 39%.

Yopi Handoyo (2014), telah melakukan penelitian tentang Analisis Alat

Penukar Kalor pada Ketel Uap. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

dengan kenaikan temperatur air umpan pada alat penukar kalor sebesar

133oC sampai dengan 139oC dan jumlah bahan bakar yang digunakan

sebesar 50% sampai dengan 100% maka dapat menghemat bahan bakar

sebesar 6,23 %. Tetapi berbeda jika pada mesin tersebut tidak menggunakan

alat penukar kalor, maka boiler tersebut akan menghasilkan uap panas yang

tidak pakai / terbuang sia-sia. Oleh karena itu, uap panas tersebut

dimanfaatkan untuk pemanasan air pada alat penukar kalor sebesar 103oC

sementara uap panas yang terdapat di boiler sebesar 249oC.

2.2 Prinsip Kerja PLTU

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit yang

mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik.

Bentuk utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang

dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap kering.

Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar

terutama batu bara dan minyak bakar untuk start up awal. Salah satu PLTU

adalah PT. PLN (Pesrsero) Pembangkit Sektor Asam-Asam. Proses konversi

energi pada PLTU berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu :


8

1. Pertama, energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas

dalam bentuk uap bertekanan dan temperatur tinggi.

2. Kedua, energi panas (uap) diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk

putaran.

3. Ketiga, energi mekanik diubah menjadi energi listrik.

Gambar 2.1 Proses Konversi Energi


(Sumber : Session 2, Steam Power Plant : 06)

PLTU menggunakan fluida kerja air uap yang bersirkulasi secara

tertutup. Siklus tertutup artinya menggunakan fluida yang sama secara

berulang-ulang. Urutan sirkulasinya secara singkat adalah sebagai berikut :

Pertama, air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas

permukaan pemindah panas. Didalam boiler air ini dipanaskan dengan

gas panas hasil pembakaran bahan bakar dengan udara sehingga

berubah menjadi uap.

Kedua, uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu

diarahkan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik

berupa putaran.
9

Ketiga, generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar

menghasilkan energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet

dalam kumparan, sehingga ketika turbin berputar dihasilkan energi listrik

dari terminal output generator.

Keempat, uap bekas keluar turbin masuk ke kondensor untuk didinginkan

dengan air pendingin agar berubah kembali menjadi air yang disebut air

kondensat. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi

sebagai air pengisi boiler. Demikian siklus ini berlangsung terus menerus

dan berulang-ulang.

2.3 Siklus Rankine

Siklus kerja yang digunakan pada PLTU adalah siklus rankine, ciri

utama siklus rankine adalah fluida kerja yang digunakan yaitu air. Siklus

rankine merupakan siklus ideal untuk pembangkit daya uap.

Pada siklus rankine ideal sederhana terdiri dari 4 proses yang dapat

dilihat pada gambar diagram Ts berikut ini :

Gambar 2.2 Siklus Rankine


(Sumber : Sunyoto, dkk, 2008 : 384)

Adapun urutan siklus dari gambar 2.2 adalah :

1 2 Fluida kerja/ air dipompa dari tekanan rendah ke tekanan tinggi dan

pada proses ini fluida kerja masih berfase cair sehingga tidak
10

memerlukan input tenaga yang terlalu besar. Proses ini dinamakan

proses kompresi isentropik karena pada saat dipompa, secara ideal

tidak ada perubahan entropi yang terjadi.

2 3 Air bertekanan tinggi tersebut masuk ke boiler untuk mengalami proses

selanjutnya, yaitu dipanaskan secara isobarik (tekanan konstan).

Sumber panas didapat dari proses pembakaran. Di boiler air

mengalami perubahan fase cair dan uap serta 100% uap kering.

3 4 Proses ini terjadi pada turbin uap. Uap kering dari boiler masuk ke

turbin dan mengalami proses secara isentropik. Energi yang tersimpan

di dalam uap air di konversi menjadi energi gerak pada turbin.

4 1 Uap air yang keluar dari turbin uap masuk ke kondensor dan

mengalami kondensasi secara isobarik. Uap air diubah fasenya

menjadi cair kembali sehingga dapat digunakan kembali pada proses

siklus.

2.4 Siklus Rankine Reheat Ideal

Pada siklus Rankine reheat ideal terjadi 2 kali proses ekspansi. Pada

ekspansi pertama (high pressure turbine), uap diekspansikan secara

isentropik ke tekanan medium dan dikirimkan kembali ke boiler untuk

dipanaskan kembali dengan tekanan konstan. Lalu pada proses ekspansi ke

kedua (low pressure turbine) uap diekspansikan secara isentropik ke tekanan

kondensor. Pada siklus rankine reheat ideal dapat dilihat pada gambar

diagram Ts dibawah ini :


11

Gambar 2.3 Siklus Rankine Reheat Ideal


(Sumber : Yunus A. Cengel and Michael A. Boles, 1994)

Adapun urutan siklus dari gambar 2.3 adalah :

1 1 Penaikan tekanan pada air menggunakan condensate extraction

pump.

1 2 Pemanasan air pada low pressure heater.

2 2 Penaikan tekanan air menggunakan boiler feed pump.

2 3 Pemanasan air pada high pressure heater dan pada economizer.

3 4 Pemanasan air menjadi uap air pada wall tube dan downcomer di

dalam boiler.

4 5 Pemanasan uap air menjadi uap panas lanjut (superheated steam)

pada superheater.

5 6 Ekspansi uap di dalam high pressure turbine.

6 7 Pemanasan kembali uap yang keluar dari high pressure turbine yang

terjadi dalam reheater.

7 7 Ekspansi uap yang keluar dari reheater di dalam intermediate pressure

turbine.

7 8 Ekspansi uap di dalam low pressure turbine tanpa mengalami

pemanasan ulang.
12

8 1 Pendinginan uap menjadi air di dalam kondensor.

2.5 Boiler

Boiler adalah bejana tertutup yang berfungsi untuk mengubah air

menjadi uap. Proses perubahan air menjadi uap terjadi dengan memanaskan

air yang berada didalam pipa-pipa dengan memanfaatkan panas dari hasil

pembakaran bahan bakar. Pembakaran dilakukan secara kontinyu didalam

ruang bakar dengan mengalirkan bahan bakar dan udara dari luar. Uap yang

dihasilkan boiler adalah uap superheat dengan tekanan dan temperatur yang

tinggi. Jumlah produksi uap tergantung pada luas permukaan pemindah

panas, laju aliran dan panas pembakaran yang diberikan. Boiler yang

konstruksinya terdiri dari pipa-pipa berisi air disebut dengan water tube boiler.

Sistem boiler terdiri dari sistem air umpan, sistem uap dan sistem

bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis

sesuai dengan kebutuhan steam. Sistem steam mengumpulkan dan

mengontrol produksi steam dalam boiler. Sistem bahan bakar adalah semua

peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk

menghasilkan panas yang dibutuhkan. Data spesifikasi boiler yang digunakan

di PLTU Asam-Asam unit 2 adalah sebagai berikut (Sumber : mitsui

enginnering & shapbuilding Co., Ltd):

Type : YG 130 / 9. 8M17 CFB Boiler

Rated Evaporation : 130 t/h

Rated Steam Pressure : 9,8 MPa (gauge pressure)

Rated Steam Temperature : 540 OC

Thermal Efficiency : 89,60 %

Boiler Output Heat : 333.448.350 KJ/h

Heating Area : 10.541 M2

Economizer : 4.371 M2
13

Screen Water Wall : 674 M2

Superheater : 1.519 M2

Air Preheater : 3.977 M2

Combustion Mode : Circulating Fluidized Bed

Design Fuel : Lignite

Application Fuel : Bitumite

Coal Consumption : 23.817,08 Kg/h

Coal Size : 0 13 mm

Air Preheater Temperature : 150 OC

Earthquake Intensity : 7 Degree

Gambar 2.4 Boiler Combustion System PLTU


(Sumber : Session 2, Steam Power Plant : 08)
14

Gambar 2.5 Display Boiler Combustion System PLTU Wijaya unit 2


(Sumber : Dokumentasi Control Room PLTU Wijaya unit 2)
15

2.6 Sistem Flue Gas

Salah satu unsur penting dalam reaksi pembakaran adalah

oksigen. Oksigen diperoleh dari udara, udara yang digunakan untuk

pembakaran batubara terdiri atas udara primer dan udara sekunder. Udara

primer yang bersuhu 40C dihisap oleh primary air fan setelah sebelumnya

melalui filter udara. Udara ini kemudian dipanaskan pada tri-sector air

heater.

Gambar 2.5 Skema Sistem Flue Gas


(Sumber :Dokumentasi PLTU)

Air heater dengan memanfaatkan gas panas setelah melewati

economizer agar kandungan air dalam udara primer dan sekunder

menguap. Udara ini kemudian disalurkan ke penggiling batubara

(Pulverizer) dengan dikendalikan oleh control dampers agar menstabilkan

gabungan udara dingin dan udara panas sesuai dengan jumlah dan

temperatur yang dibutuhkan masing-masing pulverizer yaitu 300C. Udara

panas ini akan memanaskan batubara dan mengeringkan batubara. Udara

primer ini membawa batubara yang sudah dihancurkan menjadi serbuk


16

sebesar mesh menuju ke burner pada boiler. Jadi udara primer berfungsi

sebagai memanaskan batubara dan menyediakan udara untuk masing-

masing pulverizer guna mentransport batubara menuju ruang

bakar.Sedangkan udara sekunder dihasilkan oleh force draft fan. Udara

yang dihasilkan force draft fan kemudian menuju ke secondary air heater

untuk dipanaskan lagi dengan memanfaatkan gas pembakaran setelah

melewati economizer. Tujuan pemanasan ini adalah udara cukup panas

(sekitar 300C). sehingga memudahkan proses pembakaran. Dari

pemanas ini udara sekunder dialirkan ke wind box yang dihubungkan ke

lubang udara pembakaran pada Burner.

Udara selain sebagai pensuplai udara pembakaran juga sebagai

pendingin bagian-bagian pembakar (Firing System) agar tidak rusak

karena panas (radiasi) api, jadi fungsi dari udara sekunder adalah sebagai

penyuplai udara pembakaran di dalam furnace. Di dalam boiler terjadi

pencampuran antara batubara serbuk, udara primer, dan udara sekunder

yang kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas panas dan abu.

Gas panas yang terjadi dialirkan ke saluran (Duct) untuk memanaskan

steam drum, pipa-pipa wall tube dan down comer, pipa pemanas lanjut

(Superheater), pemanas ulang (Reheater) dan economizer. economizer

gas masih bertemperatur tinggi yaitu sekitar 400C dan dipergunakan

sebagai sumber untuk memanaskan udara pada air heater. Keluar dari

boiler, gas dialirkan ke electriostatic precipitator untuk diambil abu hasil

pembakaran boiler dengan efisiensi penyerapan abu sekitar 99,5%.

Sedang sisanya terbawa bersama udara dihisap oleh induced draft fan dan

akhirnya dibuang ke lingkungan melalui cerobong (stack).


17

2.1 Air Heater

Air heater adalah salah satu alat penukar panas. Alat penukar panas

adalah alat yang menghasilkan perpindahan panas dari satu fluida ke fluida

lainnya. Fluida panas memberikan panasnya ke fluida dingin melalui suatu

media atau secara langsung sehingga akan terjadi perubahan sesuai dengan

yang dikehendaki, baik penurunan maupun kenaikan temperatur. Air Heater

pada PLTU digunakan untuk memanaskan udara pembakaran dan

meningkatkan proses pembakaran. Prinsipnya, flue gas adalah sumber

energi dan air heater berfungsi sebagai perangkap panas untuk

mengumpulkan dan menggunakan hasil panas untuk proses di dalam boiler.

Hal ini dapat meningkatkan efisiensi boiler secara keseluruhan efisiensi yang

dihasilkan 5 sampai 10%. Unit-unit ini biasanya difungsikan untuk mengontrol

temperatur udara yang akan masuk kedalam boiler. Air heater terletak

dibawah economizer, seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.1 di mana

air heater menerima flue gas dari economizer dan udara dingin dari forced

draft fan dan primary air fan. Udara panas yang dihasilkan oleh air heater

meningkatkan pembakaran bahan bakar dan membawa batubara menuju

burner untuk dibakar dari pulverizer

Gambar 2.6 Skema Gas Buang PLTU Asam-Asam unit 2


(Sumber : Dokumentasi PLTU Asam-Asam unit 2)
18

Gambar 2.7 Skema Sistem Udara Pembakaran dan Gas Buang


(Sumber :Drawing PLTU Suralaya)

Air heater memiliki beberapa jenis atau macam yang biasa digunakan

di peralatan-peralatan industri. Jenis-jenis ini dibedakan karena memang

beberapa industri memiliki tujuan dan rancangan berbeda dalam memilih jenis

air heater.

2.7.1 Recuperatif Air Heater

Pada recuperatif heat exchanger, panas dipindahkan secara terus

menerus dan langsung melalui stasioner, permukaan perpindahan panas

yang padat memisahkan aliran panas dari aliran yang dingin. Pada recuperatif

heat exchanger biasanya pada permukaan perpindahan panas berbentuk

tabung dan plat paralel.

2.7.2 Tubular Air Heater

Tubular air heater memiliki ciri-ciri yaitu energi yang ditransfer dari

panas flue gas mengalir di dalam tabung yang berdinding tipis dan didinginkan

oleh udara yang berada diluar tabung sehingga temperatur udara yang berada
19

di luar tabung menaik. Tubular air heater memiliki ciri-ciri yaitu unit tersusun

dari tumpukan tabung berbentuk lurus yang menggulung atau di las kedalam

lapisan tabung dan tertutup dalam casing baja. Casing berfungsi sebagai

penutup udara atau gas dan memiliki lubang masuk dan lubang keluar udara

dan gas.

Gambar 2.5 Tubular Air Heater


(Sumber : Ahmad Sutopo, 2013)

Material pada tubular air heater biasanya adalah baja karbon atau

material tabung logam tahan korosi yang digunakan dalam tabung dengan

diameter yang berkisar 1,5-4 inci (38-102 mm) dan memiliki ketebalan dinding

1.24 - 3,05 mm. Tubular air heater dilengkapi dengan uap atau udara

sootblowers untuk menghilangkan akumulasi debu dari bagian pipa gas yang

terbuka selama operasi. Pengaturan aliran yang paling umum adalah counter

Aliran yaitu gas naik secara vertical melalui tabung dan udara mengalir secara

horizontal dalam satu atau lebih jalur di luar tabung. Satu variasi dari

pengaturan jalur gas udara tunggal dan ganda digunakan untuk

mengakomodasi tata ruang pembangkit. Desain biasanya mencakup


20

perlengkapan resirkulasi pada udara dingin atau udara panas untuk

mengontrol korosi dan pencemaran debu.

2.7.3 Cast Iron Air Heater

Cast iron air heater kebanyakan digunakan untuk industri petrokimia,

namun ada juga yang digunakan pada unit utilitas listrik. Besi cor digunakan

karena ketahanannya terhadap korosi sangat bagus. Pembagian tabung

secara membujur dirakit dari dua pelat besi cor dan tabung tunggal yang

dirakit ke dalam bagian pemanas udara seperti split tubes. Air heater

biasanya diatur untuk sebuah jalur gas tunggal dan jalur udara ganda bersama

dengan aliran udara di dalam tabung.

2.7.4 Plate Air Heater

Plate air heater memindahkan panas dari aliran gas panas yang

berada di salah satu sisi plat ke aliran udara dingin di sisi yang berlawanan,

biasanya dalam aliran silang dan juga elemen pemanas terdiri dari tumpukan

pelat paralel. Plate air heater adalah beberapa jenis pertama yang digunakan,

tetapi penggunaannya menurun karena masalah seal plate.

2.7.5 Steam Coil Air Heater

Steam coil and water coil re-cuperative air heater adalah pemanas

udara secara luas digunakan dalam utilitas pembangkit uap untuk

memanaskan udara pembakaran. Udara pemanasan mengurangi potensi

korosi dan penyumbatan pada cold end dalam air heater utama. Steam coil

air heater terkadang berfungsi sebagai satu-satunya sumber udara

pembakaran sebelum pemanasan. Pemanas ini terdiri dari tumpukan

tumpukan diameter kecil tabung bersirip eksternal yang diatur horizontal atau

vertikal di pipa antara combustion air fan dan air heater utama. Udara
21

pembakaran yang melewati aliran silang di luar tabung, dipanaskan oleh uap

ekstraksi turbin atau feedwater yang mengalir di dalam tabung. Glikol etilena

terkadang digunakan sebagai fluida panas untuk mencegah kerusakan.

2.7.6 Regeneratif Air Heater

Regeneratif air heater mentransfer panas secara tidak langsung

dengan konveksi sebagai media penyimpanan panas secara berkala untuk

bagian panas dan dingin oleh putaran atau pergantian katup. Pada

pembangkit listrik tenaga uap, rangkaian lempengan besi bergelombang yang

rapat berfungsi sebagai media penyimpanan. Dalam unit ini baik pelat baja

atau elemen permukaan berputar melalui udara dan aliran gas atau berputar

melalui saluran udara langsung dan uap gas melalui elemen permukaan

statis. Regeneratif air heater relatif padat dan merupakan jenis yang paling

banyak digunakan untuk pemanasan udara pembakaran pada pembangkit

listrik tenaga uap. Karakteristiknya operasi yang paling signifikan yaitu

kebocoran udara ke dalam aliran gas dikarenakan operasi putaran.

2.7.7 Ljungstrom Air Heater

Ljungstrom Air Heater adalah yang paling umum pada tipe regeneratif

yang dilengkapi dengan shell silinder ditambah rotor dengan rangkaian

elemen pemanasan yang diputar dan dilalui udara primer dan sekunder yang

berlawanan dengan aliran gas. Rotor ini dibatasi oleh penempatan tetap yang

memiliki saluran pada kedua ujungnya.

Udara mengalir melalui setengah dari rotor dan aliran gas melalui

setengah lainnya. Seal digunakan untuk meminimalisir kebocoran gas.

Bantalan di atas dan bawah penyusunan penyangga menopang dan

mengantar rotor pada pusat poros. Kecepatan rotor pada tipe Ljungstrom yaitu

satu sampai tiga rpm. Desain poros baik vertikal maupun horisontal digunakan
22

untuk mengakomodir berbagai udara pembangkit dan aliran gas. Desain

poros vertikal lebih umum dipakai pada tipe Ljungstrom air heater.

Gambar 2.5 Ljungstrom air heater


(Sumber : Ahmad Sutopo, 2013)

Pengaturan aliran yang paling umum adalah aliran counter flow yaitu

gas panas yang memasuki bagian atas rotor dan udara dingin memasuki

bagian bawah rotor. Pemanas yang menggunakan skema aliran ini

diidentifikasi sebagai hot end on top dan cold end on bottom. Dalam

pengoperasiannya, rotor terkena suhu yang berbeda, panas pada bagian atas

dan dingin pada permukaan bawah, sehingga menyebabkan rotor melentur

(atau mengubah bentuk) ke atas. Perubahan bentuk rotor ini membuka celah

antara rotor itu sendiri yang menyebabkan kebocoran terjadi antara bagian

udara ke sisi gas.

Perangkat sootblowing di outlet gas juga harus digunakan untuk

mengarahkan superheated steam atau udara kering melalui nozzles ke dalam

elemen-elemen pemanasan permukaan rotor. Perangkat sootblow ini

digunakan agar secara berkala dapat membersihkan rotor dari akumulasi

residu bahan bakar selama operasi. Selain harus ada perangkat sootblower
23

harus dipasang juga seal-seal untuk mencegah kebocoran sehingga dapat

bercampur antara udara dan gas buang.

2.7.8 Rothemuhle Air Heater

Rothemhle air heater adalah jenis regeneratif air heater yang

menggunakan unsur-unsur permukaan stasioner dan saluran yang berputar.

Panas ditransfer sebagai aliran arus yang diarahkan melalui permukaan

pemanas dengan aliran counter flow, salah satu aliran arus yang berada di

dalam penutup adalah aliran udara dan aliran lain di luar penutup adalah aliran

flue gas.

Gambar 2.5 Rothemuhle Air Heater


(Sumber : Ahmad Sutopo, 2013

Rothemhle air heater stators mendistorsi dengan cara yang mirip

dengan rotor Ljungstrom. Sistem penutupan khusus dipasang untuk memutar

kap dengan stator yang digunakan untuk mengontrol kebocoran.


24

2.7 Losses

Adanya kerugian-kerugian (losses) yang terjadi mengakibatkan

penurunan kinerja dari air heater. Kerugian-kerugian yang sering

ditemukan antara lain,adanya faktor pengotoran (fouling factor), kebocoran

udara (air leakage), kerugian aliran.

2.7.1 Fouling factor

Selama air heater dioperasikan dengan kebanyakan cairan

dan gas, terbentuk suatu lapisan kotoran pada permukaan

perpindahan-panas secara berangsur-angsur. Endapan ini dapat

berupa abu (ash), sulfur yang menempel, atau berbagai endapan

lainnya yang berasal dari gas buang dan dapat menyebabkan kerak

bahkan korosi. Efeknya, yang disebut pengotoran (fouling) dapat

mempertinggi tahanan thermal. Tahanan thermal dapat ditentukan

dari hubungan
1 1
=

Dimana :

U = konduktansi satuan penukar panas bersih,

Ud = konduktansi setelah terjadinya pengotoran,

Rd = tahanan termal satuan endapan

2.7.2 Air leakage

Kebocoran udara atau Air leakage adalah berat atau jumlah

udara yang ikut terbawa keluar dari sisi udara bakar (air side) ke

sisi gas buang (gas side). Seluruh kebocoran diasumsikan terjadi

di antara sisi udara masuk (air inlet) dan sisi keluar gas buang (gas

outlet).

2 2
% = 0,9100%
21 2
25

Dimana :

AL = Air heater Leakage (%)

O2out = Prosentase keluar air heater (%)

O2in = Prosentase masuk air heater (%)

21 = Kadar oksigen pada udara normal (%)

0,9 = faktor

2.7.2.1 Kebocoran Circumferential Seal

Circumferential seal adalah sealing yang terletak di seluruh

bagian yang mengelilingi (circumference) rotor dari air heater,

pada kedua hot end dan cold end dari air heater. Pada sisi flue

gas dari air heater, semua kebocoran (Leakage) yang melewati

celah di sekitar sisi circumferential seal pada air heater

(melewati elemen perpindahan panas) dan keluar melalui hilir

circumferential seals. Hasil dari kebocoran ini menyebabkan

hilangnya transfer enthalpi ke element bundle, dan

menyebabkan naiknya temperatur (serta actual volume) pada

flue gas yang memasuki Induced Draft Fan.

Sisi air side pada air heater volume kebocoran (Leakage)

yang melewati first set pada circumferential seals, akan

memasuki annulus di sekeliling rotor, di mana Leakage akan

terpecah/terbagi menjadi dua arah. Volume di setiap arahnya

bergantung pada differential pressure antara titik keluarnya.

Sebagian dari aliran akan terus mengalir lurus dan keluar

melalui second set dari circumferential seals. Sisa dari aliran

akan diarahkan di sekeliling rotor dan keluar ke dalam

aliran/saluran gas buang (melewati axials seal) melewati gas

side-cold end circumferential seals.


26

2.7.2.2 Kebocoran Radial Seal

Radial sealing system memberikan sealing di antara rotor

dan sector plates pada kedua hot-end dan cold-end. Sealing ini

mengurangi kebocoran (Leakage) udara yang digunakan untuk

pembakaran dan ikut keluar bersama gas buang pada gas side.

Kebocoran yang terjadi dari air side ke gas side pada air heater

melewati/melalui sela-sela di antara rotor dan sector plate pada

arah radial. Ketika rotor berputar, radial seal ini bekerja dengan

permukaan sector plate untuk menahan aliran yang terjadi pada

air side to gas side. Kebocoran pada radial seal dinyatakan

sebagai sebuah presentase. Pada dasarnya merupakan

presentase suatu aliran gas (gas flow) dari air heater yang

merupakan hasil dari massa udara masuk yang mengalami

kebocoran(leakage) dan melewati air heater seals dalam aliran

gas outlet.

Pressure drop

Pressure drop adalah penurunan tekanan yang terjadi dalam heat

exchanger apabila suatu fluida melaluinya. Pressure drop merupakan parameter

penting dalam desain alat penukar panas. Penurunan tekanan ini semakin besar

dengan bertambahnya fouling factor pada heat exchanger karena usia

penggunaan

alat terlalu lama. Dalam pemanas udara tipe rotary, penurunan tekanan pada sisi

gas (gas side) dan sisi udara (air side) muncul dari hambatan (gesek) terhadap

aliran masuk dan keluar9.

2.8 Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam

kehidupan sehari-hari baik penyerapan atau pelepasan kalor, untuk


27

mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu

proses berlangsung. Kalor sendiri adalah salah satu bentuk energi. Hukum

kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah, contohnya

hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang.

Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang

kedua. Kalor dapat berpindah dengan tiga macam cara yaitu:

Pancaran, sering juga dinamakan radiasi.

Hantaran, sering juga disebut konduksi.

Aliran, sering juga disebut konveksi.

2.8.1 Radiasi

Radiasi ialah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat

ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru

terbukti setelah suhu meningkat. Apabila sejumlah energi kalor menimpa

suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap ke

dalam bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi

dalam mempelajari perpindahan kalor radiasi akan dilibatkan suatu fisik

permukaan. Ciri-ciri radiasi yaitu :

Kalor radiasi merambat lurus.

Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya

zat cair atau gas).

2.8.2 Konduksi

Konduksi ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga

perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses

dalam karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan.

Arah aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu

rendah. Bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan

konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang


28

digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu

isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai

koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor

dengan cepat. Untuk bahan isolator koefisien ini bernilai kecil. Pada

umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna

(logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya.

Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam

dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan

bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin.

Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini

akan memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang

membangun bahan tersebut.

2.8.3 Konveksi

Konveksi ialah perpindahan kalor oleh gerak dari zat yang

dipanaskan. Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan

satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan

bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting.

Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan

permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan kesetimbangan

termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan

bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini terdapat

keadaan suhu tidak setimbang diantara bahan dengan sekelilingnya

2.9 Aliran Laminar dan Turbulen

Aliran laminar dan turbulen ini dibedakan berdasarkan pada

karakteristik internal aliran. Umumnya klasifikasi ini bergantung pada

gangguan-gangguan yang dapat dialami oleh suatu aliran yang

mempengaruhi gerak dari partikel-partikel fluida tersebut. Apabila aliran


29

mempunyai kecepatan relatif rendah atau fluidanya sangat viscous,

gangguan yang mungkin dialami oleh medan aliran akibat getaran,

ketidakteraturan permukaan batas dan sebagainya, relatif lebih cepat

teredam oleh viskositas fluida tersebut dan aliran fluida tersebut disebut

aliran laminar. Fluida dapat dianggap bergerak dalam bentuk lapisan-

lapisan dengan pertukaran molekuler yang hanya terjadi diantara lapisan-

lapisan yang berbatasan untuk kondisi tersebut. Gangguan yang timbul

semakin besar hingga tercapai kondisi peralihan pada kecepatan aliran

yang bertambah besar atau efek viskositas yang berkurang.

Terlampauinya kondisi peralihan menyebabkan sebagian gangguan

tersebut menjadi semakin kuat, di mana partikel bergerak secara fluktuasi

atau acak dan terjadi percampuran gerak partikel antara lapisanlapisan

yang berbatasan. Kondisi aliran yang demikian disebut dengan aliran

turbulen.

Gambar 2.5 Batas Benda Padat


(Sumber :F. Kreith, 1991)

Perbedaan yang mendasar antara aliran laminar dan turbulen

adalah bahwa gerak olakan / acak pada aliran turbulen jauh lebih efektif

dalam pengangkutan massa serta momentum fluidanya daripada gerak

molekulernya. Tidak ada hubungan yang bisa dipastikan secara teoritis

antara medan tekanan dan kecepatan rata-rata pada aliran turbulen

sehingga pada analisa aliran turbulen dilakukan dengan pendekatan


30

setengah empiris. Kondisi aliran yang laminar dan turbulen ini dapat

dinyatakan dengan bilangan Reynold.

2.9.1 Reynold Number

Reynold number (Re) atau bilangan reynold adalah suatu

bilangan tanpa dimensi yang menganalisa gaya inersia fluida. Jenis

aliran fluida dan gaya gesekan yang terjadi dengan permukaannya

akan menentukan bilangan reynold. Aliran fluida dapat dibagi dalam

tiga kategori : Laminar, Transisi dan Turbulen. Untuk membedakan

antara aliran laminar, transisi, dan turbulen maka digunakan bilangan

tak berdimensi, yaitu bilangan reynold, yang merupakan

perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskos. Rumus

bilangan reynold (J.P. Holman, 1997 : 528) :

.. .
= = ............................................................... (2.7)

Keterangan :

= Densitas fluida, /3

= Kecepatan aliran fluida, /

= Panjang karakteristik,

pada aliran dalam pipa jika penampang bulat maka, = jika

penampang tidak bulat, =

= Viskositas absolut fluida dinamis, /.



= Viskositas kinematika fluida, ( = ) 2 /

Pada aliran laminar molekul molekul fluida mengalir mengikuti

garis garis aliran secara teratur. Aliran turbulen terjadi saat molekul-

molekul fluida mengalir secara acak tanpa mengikuti garis aliran.

Aliran transisi adalah aliran yang berada diantara kondisi laminar dan

turbulen, biasanya pada kondisi ini aliran berubah-ubah antara


31

transien dan turbulen sebelum benar-benar memasuki daerah

turbulen penuh. Nilai bilangan reynolds yang kecil (< 2100)

menunjukkan aliran bersifat laminar sedangkan nilai yang besar

menunjukkan aliran turbulen (> 4000).

2.9.2 Nusselt Number

Perpindahan kalor yang terjadi pada suatu lapisan fluida terjadi

melalui proses konduksi dan konveksi. Bilangan nusselt menyatakan

perbandingan antara perpindahan kalor konveksi pada suatu lapisan

fluida dibandingkan dengan perpindahan kalor konduksi pada lapisan

fluida tersebut. Dapat ditulis dengan persamaan The DittusBoelter

(Incropera, F.P and D.P. Dewitt : 514) :

4/5
= 0,023 .................................................. (2.8)

Dimana :

n = 0,4 untuk memanaskan fluida

n = 0,3 untuk mendinginkan fluida

perumusan ini dapat digunakan dengan kondisi :

0,6 Pr 160

10.000


10

Semakin besar nilai bilangan nusselt maka konveksi yang

terjadi semakin efektif. Bilangan nusselt yang bernilai 1 menunjukkan

bahwa perpindahan kalor yang terjadi pada lapisan fluida tersebut

hanya melalui konduksi.

2.9.3 Prandtl Number

Bilangan tak berdimensi selanjutnya adalah Bilangan Prandtl yang

merupakan perbandingan antara ketebalan lapis batas kecepatan


32

dengan ketebalan lapis batas termal. Bilangan Prandtl (Pr)

merupakan sifat-sifat fluida saja dan hubungan antara distribusi suhu

dan distribusi kecepatan. Bila bilangan Prandtlnya lebih kecil dari

satu, gradien suhu di dekat permukaan lebih landai dari pada gradien

kecepatan, dan bagi fluida yang bilangan Prandtlnya lebih besar

daripada satu gradien suhunya lebih curam daripada gradien

kecepatan. Bilangan Prandtl dinyatakan dengan persamaan2


= = .................................................................

Dimana :

Cp = Kalor spesifik fluida pada tekanan tetap, J/kg

K = Konduktivitas termal, Watt

= viskositas kg/s

v = Viskositas kinematik m2/s

= Diffutivitas termal m2/s

Nilai bilangan Prandtl berkisar pada nilai 0.01 untuk logam cair, 1

untuk gas, 10 untuk air, dan 10000 untuk minyak berat. Difusivitas

kalor akan berlangsung dengan cepat pada logam cair (Pr << 1) dan

berlangsung lambat pada minyak (Pr >>1). Pada umumnya nilai

bilangan Prandtl ditentukan menggunakan tabel sifat zat.

2.9.4 Neraca Panas

Neraca panas merupakan suatu hukum kesetimbangan panas,

dimana panas yang masuk sama dengan panas yang dilepaskan

(Holman J.P, 1997). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

Q yang dilepas = Q yang diterima

h x h () = C x C () ..................... (2.9)

Keterangan :
33

= Laju aliran massa, / (/)

= Panas jenis pada tekanan konstan, /.

T = Temperatur fluida,

Indeks h = menunjukkan fluida panas, hot

Indeks c = menunjukkan fluida dingin, cold

2.9.5 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Nilai LMTD (Logarithmic Mean Temperature Difference) adalah

nilai yang berkaitan dengan perbedaan temperatur antara sisi panas

dan sisi dingin penukar panas. Dengan asumsi bahwa aliran

pendingin mengalir dalam kondisi tunak (steady state), tidak ada

kehilangan panas secara keseluruhan, tidak ada perubahan fase

pendingin. Gambar 2.12 menggambarkan perubahan suhu yang

dapat terjadi pada salah satu atau kedua fluida dalam penukar panas

pada aliran counterflow.

Gambar 2.13 Distribusi Suhu dalam Penukar Panas untuk Jenis

Aliran Counterflow

(Sumber : Incropera, F.P and D.P. Dewitt : 679)

Keterangan :

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi panas,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi panas,


34

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi dingin,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi dingin,

1 dan 2 menunjuk kepada masing-masing ujung penukar panas.

Maka nilai LMTD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

(D. Q. Kern, 1950 : 89) :

t2 t1
LMTD = Tlm = t ...................................................... (2.10)
t2
1

Dimana :

t1 = 2 1

t 2 = 1 2

True temperature difference dapat dihitung menggunakan rumus

(D.Q. Kern, 1950 : 149) :

t = LMTD ................................................................... (2.11)

2.9.6 Laju Perpindahan Panas

Laju perpindahan panas keseluruhan adalah besarnya energi yang

dipindahkan setiap satuan waktu saat proses perpindahan panas

dalam alat penukar kalor berlangsung. Satuan yang biasa dipakai

untuk menjelaskan nilai laju perpindahan panas adalah British

Thermal Unit per jam (Btu/h), serta yang umum kita gunakan adalah

satuan Joule per second (J/s) yang juga biasa disebut Watt (W).

Untuk mencari nilai laju perpindahan panas dapat digunakan rumus

rumus berikut ini

= ................................

Dimana :

q =laju perpindahan panas keselurahan, J/s

U = koefisien perpindahan panas keselurahan, W/m2

A = luas area perpindahan panas keselurahan, m2


35

2.2

Gambar 2.6 Model Sirip-sirip Economizer


(Sumber : Sunyoto, dkk (2008) : 395)

Gambar 2.7 Sirip Economizer PLTU PT. Wijaya Tri Utama unit 2
(Sumber : Dokumentasi PLTU PT. Wijaya Tri Utama unit 2)
36

Gambar 2.8 Konstruksi Economizer


(Sumber : Sunyoto, dkk, 2008 : 396)

Berikut ini adalah keuntungan-keuntungan menggunakan economizer :

1. Meningkatkan kapasitas menghasilkan uap karena memperpendek waktu

yang diperlukan untuk merubah air menjadi uap.

2. Mencegah pembentukan kerak di dalam pipa air ketel, sebab kerak

sekarang mengendap di pipa economizer yang bisa dengan mudah

dibersihkan.

3. Karena air umpan memasuki boiler panas, sehingga regangan karena

ekspansi yang tidak sama bisa diminimasi.


37

2.3 Data Spesifikasi Economizer PLTU PT. Wijaya Tri Utama

Data spesifikasi ini diambil dari Operating Manual Book, Jinan Boiler

Group C., Ltd. (lampiran 10 13) data spesifikasi tersebut sebagai berikut :

Economizer weight : 71.269,0 Kg

Economizer : 4.371 M2

(Product General List, page 2)

Type : In line spiral finned tube

Tube size and thickness (D x S) : 32 mm x 4 mm

Tube pitch : 41 x 67 mm in line

Number of tubes : 41 pieces x 11 x 3 high = 1.353

Tube material specification : 20G (GB5310)

(Boiler Eriction Manual, page 8)

Pressure loss : 0,2 MPa

Inlet pressure : 11,4 MPa

Economizer resistance : In-line spiral-finned tube,

d = 32 mm 426,4 Pa

Mass flow rate : 105,825 t/h

(Resistance Data Sheet of Steam and Water, page 2)

Flue gas weight (Gy) : 8,6685 Kg

Flue gas density () : 1,3034 Kg/m3

Fly ash mass concent (fh) : 0,0042 Kg

(Summary of Heating Calculation, page 4)

Inlet feed water temperature (Ti) : 146,50

Outlet feed water temperature (To) : 303,59

Inlet flue gas temperature (i) : 465,55

Outlet flue gas temperature (o) : 212,26


38

Flue gas flow rate (y) : 8,92 m/s

Feed water flow rate (g) : 1,17 m/s

Temperature difference (T) : 157,09

Mass flow rate : 121,23 t/h

Heat transfer rate (q) : 154,92 KJ/m. h.

Heat transfer amount (h) : 2.417,99 KJ/Kg

(Summary of Heating Calculation, page 6)

2.4 Mekanisme Pemanas Air Pengisian Ketel (Economizer)

Economizer merupakan suatu alat perlengkapan ketel yang digunakan

untuk memanaskan air pengisian sebelum dimasukkan kedalam steam drum.

Tujuan dari penggunaan efisiensi dari ketel disamping untuk mencegah agar

suhu air dalam boiler tidak mendadak naiknya atau dengan kata lain

economizer adalah suatu alat peningkatan efisiensi boiler dengan jalan

mengabsorbsi kembali panas flue gas. Semakin rendah suhu gas asap keluar

corong asap, makin kecil pula kerugian corong asap dan semakin berkurang

pula kebutuhan bahan bakar untuk membentuk uap pada kondisi tertentu. Jadi

dapat dikatakan bahwa economizer itu menghemat pemakaian bahan bakar.

Selain dapat menghemat bahan bakar alat ini juga mempunyai

keuntungan lain, yaitu air pengisian (feed water) dimasukkan kedalam ketel

dengan suhu yang lebih tinggi, sehingga air ketel tidak banyak mengalami

pendinginan ketika memasukkan air pengisian yang baru, dengan demikian

pembuatan uap tidak banyak terganggu. Adapun cara yang dilakukan untuk

memanaskan air yang berada didalam economizer dilakukan dengan jalan

mengontakkan air yang masuk kedalam tube-tube economizer dengan gas

hasil pembakaran yang berada diluar tube. Kontak antara gas asap dengan

air umpan alirannya teratur secara berlawanan arah. Sedangkan gas asap
39

yang masuk kedalam economizer diatur dan dikontrol oleh pengaturan aliran

gas. Selanjutnya air umpan yang telah dipanaskan dikirim ke steam drum

melalui pipa-pipa penghubungnya. Didalam drum uap air umpan tersebut

terus mengalami pemanasan sehingga air umpan tersebut sebagian berubah

fasa menjadi uap basah untuk selanjutnya dikirim ke superheater untuk

dipanaskan lebih lanjut hingga berubah menjadi uap kering.

Keuntungan-keuntungan dari pemanas awal yang dilakukan terhadap

air umpan pada saat masuk ke steam drum, antara lain :

a. Dinding ketel tidak mengalami pengerutan sehingga drum ketel dapat lebih

awet, dengan demikian biaya perawatannya menjadi lebih kecil. Lain

halnya jika air yang masuk dalam keadaan dingin, dinding drum akan

mengerut dan mudah pecah atau bocor.

b. Dengan memanfaatkan gas asap yang masih mempunyai temperatur yang

cukup tinggi untuk memanasi air sebelum masuk ke drum ketel, berarti

akan memperbesar efisiensi boiler karena dapat memperkecil kerugian

panas pada ketel.

c. Keuntungan berikutnya adalah dengan air yang dalam keadaan panas

masuk kedalam drum ketel untuk menguapkannya hanya dibutuhkan

sedikit panas, sehingga dengan demikian untuk menguapkan air didalam

tungku hanya dibutuhkan sedikit bahan bakar.

d. Bila air telah dalam keadaan panas memasuki drum ketel maka untuk

menguapkannya hanya dibutuhkan panas sedikit sehingga luas bidang

yang dipanaskan dari penguap menjadi lebih sedikit, akibat sedikitnya

ukuran-ukuran tungku menjadi lebih kecil dan harga tungku menjadi lebih

murah atau secara keseluruhan harga investasi tungku menjadi lebih kecil.
40

2.5 Fouling Factor

Dalam ilmu perpindahan panas fouling adalah pembentukan lapisan

deposit pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang

tidak diinginkan. Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa

biologi, produk reaksi kimia ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini

akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi

deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure

drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Untuk menghindari

penurunan performa alat penukar kalor yang terus berlanjut dan terjadinya

unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi yang jelas tentang

tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan (cleaning

schedule).

Lapisan fouling dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa

lainnya yang terangkut oleh aliran fluida. Pertumbuhan lapisan tersebut dapat

meningkat apabila permukaan deposit yang mempunyai sifat adhesif yang

cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan

permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada

umumnya proses pembentukan lapisan fouling merupakan fenomena yang

sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Mekanisme

pembentukannya sangat beragam dan metode-metode pendekatannya juga

berbeda-beda.
41

Gambar 2.9 Pengotoran Tube bagian luar Economizer PLTU Wijaya unit 2
(Sumber : Dokumentasi PLTU PT. Wijaya Tri Utama unit 2)

Berdasarkan proses terbentuknya endapan atau kotoran, faktor

pengotoran dibagi 5 jenis, yaitu :

1. Pengotoran akibat pengendapan zat padat dalam larutan (precipitation

fouling). Pengotoran ini biasanya terjadi pada fluida yang mengandung

garam-garam yang terendapkan pada suhu tinggi, seperti garam kalsium

sulfat, dll.

2. Pengotoran akibat pengendapan partikel padat dalam fluida (particulate

fouling). Pengotoran ini terjadi akibat pengumpulan partikel-partikel padat

yang terbawa oleh fluida di atas permukaan perpindahan panas, seperti

debu, pasir, dll.

3. Pengotoran akibat reaksi kimia (chemical reaction fouling). Pengotoran

terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan perpindahan

panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut

bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dll.

4. Pengotoran akibat korosi (corrosion fouling). Pengotoran terjadi akibat

reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan permukaan

perpindahan panas.
42

5. Pengotoran akibat aktivitas biologi (biological fouling). Pengotoran ini

berhubungan dengan aktivitas organisme biologi yang terdapat atau

terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dll.

2.6 Heat Transfer

Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai suatu proses

berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya

perbedaan suhu pada daerah tersebut.

Perpindahan panas dari sumber panas ke penerima dibedakan atas

tiga cara, yaitu :

1. Konduksi (Conduction ; hantaran).

2. Konveksi (Convection ; ilian).

3. Radiasi (Radiation ; pancaran).

1). Perpindahan Panas secara Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan

panas dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah

yang bersuhu rendah dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau

antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara

langsung dimana molekul-molekul dari zat perantara tidak ikut berpindah

tempat tetapi molekul-molekul tersebut hanya menghantarkan panas.

Gambar 2.10 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Datar


(Sumber : J.P. Holman, 1997 : 33)
43

Laju perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas

konduksi adalah berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan

persamaan berikut. Persamaan Dasar Konduksi : (J.P. Holman, 1997 : 2)


qk = k A ..................................................................... (2.1)

Keterangan :

qk = Laju perpindahan panas konduksi, Watt atau / (/)


k = Konduktivitas termal bahan, /. (/. . )

A = Luas Penampang, 2 ( 2 )

dT = Perbedaan Temperatur, ()

T= Perubahan Suhu, ()

= Perbedaan Jarak,

dT/d = gradien temperatur ke arah perpindahan kalor. Konstanta

positif k disebut konduktivitas atau kehantaran termal (thermal conductivity)

benda itu, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum

kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih

rendah dalam skala suhu. (J.P. Holman, 1997 : 2)

Hubungan dasar aliran panas melalui konduksi adalah

perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan isotermal

dan gradien yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada setiap

titik dalam suatu benda pada setiap waktu yang dikenal dengan hukum

Fourier. Dalam penerapan hukum fourier (persamaan 2.1) pada suatu

dinding datar, jika persamaan tersebut diintegrasikan maka akan

didapatkan : (J.P. Holman, 1997 : 26)

A
qk = (T2 T1) ............................................................ (2.2)

Keterangan :
= Tebal dinding,
T1, T2 = Suhu muka dinding, ()
44

Tetapan kesebandingan k adalah sifat fisik bahan atau material

yang disebut konduktivitas termal. Persamaan 2.1 merupakan persamaan

dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka

dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan

konduktivitas termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas termal

itu sangat tergantung pada suhu.

Konduktivitas termal pada berbagai bahan dapat dilihat pada tabel

2.1 berikut.

Tabel 2.1 Konduktivitas Termal Berbagai Bahan pada 0 oC

(Sumber : J.P. Holman, 1997 : 7)


45

2). Perpindahan Panas secara Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas

yang terjadi dari satu tempat ke tempat lain dengan gerakan partikel secara

fisis. Perpindahan panas secara konveksi ini juga diakibatkan oleh molekul-

molekul zat perantara ikut bergerak mengalir dalam perambatan panas

atau proses perpindahan panas dari satu titik ke titik lain dalam fluida

antara campuran fluida dengan bagian lain.

Ada dua macam perpindahan panas secara konveksi, yaitu :

a. Konveksi Bebas (Natural Convection)

Merupakan proses perpindahan panas yang berlangsung secara

alamiah, dimana perpindahan panas dalam molekul-molekul dalam zat

yang dipanaskan terjadi akibat dari perbedaan densitas (kerapatan) yang

disebabkan gradien suhu.

b. Konveksi Paksa (Forced Convection)

Merupakan proses perpindahan panas yang terjadi bila gerakan

fluida tersebut disebabkan karena adanya penggunaan alat dari luar,

misalnya pompa atau kipas. Maka perpindahan panas terjadi secara

konveksi dipaksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya

bantuan dari luar.

Gambar 2.11 Perpindahan Panas Konveksi


(Sumber : J.P. Holman, 1997 : 252)
46

Proses pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir di dalam

saluran tertutup seperti pada gambar merupakan contoh proses

perpindahan panas. Laju perpindahan panas pada beda suhu tertentu

dapat dihitung dengan persamaan. (Schaums, 2011 : 1)

qc = hc A (Ts T) .................................................................. (2.3)


= hc (Ts T)...................................................................... (2.4)

Keterangan :

qc = Laju perpindahan panas konveksi, Watt atau / (/)

= Laju perpindahan panas per satuan luas (heat flux), /2 (/

. 2 )

hc = Koefisien perpindahan panas konveksi, /2 . (/. 2 . )

A = Luas bidang permukaan, 2 ( 2 )

Ts = Temperatur permukaan dari benda padat, ()

T= Temperatur fluida, ()

Perpindahan panas pada sistem radial silinder dapat dilihat pada

gambar 2.11 dibawah ini.

Gambar 2.12 Perpindahan Panas pada Sistem Radial Silinder


(Sumber : J.P. Holman, 1997 : 30)
47

3). Perpindahan Panas secara Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang

terjadi karena perpindahan energi melalui gelombang elektromagnetik

secara pancaran / sinaran dengan panjang gelombang pada interval

tertentu. Jadi perpindahan panas radiasi tidak memerlukan media,

sehingga perpindahan panas dapat berlangsung dalam ruangan hampa

udara.

Benda yang dapat memancarkan panas dengan sempurna disebut

radiator yang sempurna dan dikenal sebagai benda hitam. Sedangkan

benda yang tidak dapat memancarkan panas dengan sempurna disebut

dengan benda abu-abu.

Persamaan dasar dari konsep perpindahan panas radiasi adalah

hukum Stefan-Boltzman, dinyatakan dengan :

qr = A T4 ............................................................................ (2.5)

Keterangan :

qr = Laju perpindahan panas radiasi, Watt (/)

= Emisivitas benda

= Konstanta Stefan-boltzman, 5,669 x 108 W/m2.K4 (0,1713 x 108

(/. 2 . R4 )

A = Luas permukaan, 2 ( 2 )

T = Suhu absolut benda, K (R)

2.12 Perhitungan Analisis Performa Economizer

3 Koefisien Heat Transfer pada Economizer

Menurut J.P. Holman, 1997 : 528, koefisien perpindahan panas

dapat dicari dengan rumus :


= ......................................................................... (2.6)
48

Keterangan :

= Koefisien perpindahan panas konveksi pipa bagian dalam,

/2 . K (/. 2 . )

= Nusselt number

k = Konduktivitas termal, /2 . C (/. 2 . )

= Diameter dalam,

4 Reynold Number

Reynold number (Re) atau bilangan reynold adalah suatu

bilangan tanpa dimensi yang menganalisa gaya inersia fluida. Jenis

aliran fluida dan gaya gesekan yang terjadi dengan permukaannya

akan menentukan bilangan reynold. Aliran fluida dapat dibagi dalam

tiga kategori : Laminar, Transisi dan Turbulen. Untuk membedakan

antara aliran laminar, transisi, dan turbulen maka digunakan bilangan

tak berdimensi, yaitu bilangan reynold, yang merupakan

perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskos. Rumus

bilangan reynold (J.P. Holman, 1997 : 528) :

.. .
= = ............................................................... (2.7)

Keterangan :

= Densitas fluida, /3

= Kecepatan aliran fluida, /

= Panjang karakteristik,

pada aliran dalam pipa jika penampang bulat maka, =

jika penampang tidak bulat, =

= Viskositas absolut fluida dinamis, /.



= Viskositas kinematika fluida, ( = ) 2 /
49

Pada aliran laminar molekul molekul fluida mengalir mengikuti

garis garis aliran secara teratur. Aliran turbulen terjadi saat molekul-

molekul fluida mengalir secara acak tanpa mengikuti garis aliran.

Aliran transisi adalah aliran yang berada diantara kondisi laminar dan

turbulen, biasanya pada kondisi ini aliran berubah-ubah antara

transien dan turbulen sebelum benar-benar memasuki daerah

turbulen penuh.

Nilai bilangan reynolds yang kecil (< 2100) menunjukkan

aliran bersifat laminar sedangkan nilai yang besar menunjukkan

aliran turbulen (> 4000).

5 Nusselt Number

Perpindahan kalor yang terjadi pada suatu lapisan fluida terjadi

melalui proses konduksi dan konveksi. Bilangan nusselt menyatakan

perbandingan antara perpindahan kalor konveksi pada suatu lapisan

fluida dibandingkan dengan perpindahan kalor konduksi pada lapisan

fluida tersebut. Dapat ditulis dengan persamaan The DittusBoelter

(Incropera, F.P and D.P. Dewitt : 514) :

4/5
= 0,023 .................................................. (2.8)

Dimana :

n = 0,4 untuk memanaskan fluida

n = 0,3 untuk mendinginkan fluida

perumusan ini dapat digunakan dengan kondisi :

0,6 Pr 160

10.000


10

50

Semakin besar nilai bilangan nusselt maka konveksi yang

terjadi semakin efektif. Bilangan nusselt yang bernilai 1 menunjukkan

bahwa perpindahan kalor yang terjadi pada lapisan fluida tersebut

hanya melalui konduksi.

6 Neraca Panas

Neraca panas merupakan suatu hukum kesetimbangan panas,

dimana panas yang masuk sama dengan panas yang dilepaskan

(Holman J.P, 1997). Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

Q yang dilepas = Q yang diterima

h x h () = C x C () ..................... (2.9)

Keterangan :

= Laju aliran massa, / (/)

= Panas jenis pada tekanan konstan, /.

T = Temperatur fluida,

Indeks h = menunjukkan fluida panas, hot

Indeks c = menunjukkan fluida dingin, cold

7 Log Mean Temperature Difference (LMTD)

Nilai LMTD (Logarithmic Mean Temperature Difference) adalah

nilai yang berkaitan dengan perbedaan temperatur antara sisi panas

dan sisi dingin penukar panas. Dengan asumsi bahwa aliran

pendingin mengalir dalam kondisi tunak (steady state), tidak ada

kehilangan panas secara keseluruhan, tidak ada perubahan fase

pendingin. Gambar 2.12 menggambarkan perubahan suhu yang

dapat terjadi pada salah satu atau kedua fluida dalam penukar panas

pada aliran counterflow.


51

Gambar 2.13 Distribusi Suhu dalam Penukar Panas untuk Jenis

Aliran Counterflow

(Sumber : Incropera, F.P and D.P. Dewitt : 679)

Keterangan :

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi panas,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi panas,

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi dingin,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi dingin,

1 dan 2 menunjuk kepada masing-masing ujung penukar panas.

Maka nilai LMTD dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

(D. Q. Kern, 1950 : 89) :

t2 t1
LMTD = Tlm = t ...................................................... (2.10)
t2
1

Dimana :

t1 = 2 1

t 2 = 1 2

True temperature difference dapat dihitung menggunakan rumus

(D.Q. Kern, 1950 : 149) :

t = LMTD ................................................................... (2.11)

= Faktor koreksi (lampiran 3)


52

8 The Caloric Temperatur

Besarnya temperatur caloric untuk fluida panas (flue gas) yaitu

(D.Q. Kern, 1950 : 96) :

Tc = T2 + Fc (T1 T2 ) ........................................................ (2.12)

dan untuk fluida dingin (feed water) :

tc = t1 + Fc (t 2 t1 ) ......................................................... (2.13)

Keterangan :

Tc = Temperatur caloric untuk fluida panas (flue gas),

tc = Temperatur caloric untuk fluida dingin (feed water),

Fc = Temperatur caloric factor (lampiran 4)

9 Overall Heat Transfer Koefisien

Overall heat transfer koefisien adalah hantaran perpindahan

panas dari economizer.

Clean Overall Heat Transfer Koefisien

Clean overall heat transfer koefisien ( ) adalah koefisien

perpindahan panas dari heat exchanger pada saat bersih dan belum

terdapat endapan atau kotoran dan dapat diperoleh sebagai berikut

(D. Q. Kern, 1950 : 106) :

x
= + ................................................................... (2.14)

sisi dalam tube (D. Q. Kern : 105)

= dari grafik tube side water heat transfer curve (lampiran 6)

dengan ID (in) dan temperatur caloric untuk fluida dingin

(t c )

maka = Fc

ID
= OD
................................................................ (2.15)
53

sisi luar tube :

1
= 1 1 ......................................................... (2.16)


Keterangan :

=Clean overall heat transfer koefisien adalah koefisien

perpindahan panas dari economizer pada saat bersih,

Btu/h. 2 .

= Koefisien perpindahan panas pada sisi dalam tube, Btu/h. 2 .

= Koefisien perpindahan panas pada sisi luar tube, Btu/h. 2 .

Overall Heat Transfer Koefisien Design

Overall heat transfer koefisien design ( ) adalah hantaran

perpindahan panas dari heat exchanger setelah dioperasikan dan

sudah terdapat endapan atau kotoran dan dapat diperoleh sebagai

berikut (D. Q Kern, 1950 : 150) :

Q
= .............................................................. (2.17)
A x Tlm

A = .......................................................... (2.18)

Keterangan :

=Overall heat transfer koefisien design adalah hantaran

perpindahan panas dari economizer setelah dioperasikan dan

sudah terdapat endapan atau kotoran, Btu/h. 2 .

Q = Panas yang diterima oleh tube, Btu/h

Tlm = Beda temperatur rata rata logaritmik,

A = Luas permukaan tube, 2

= Eksternal pipe surface per foot of length, 2 (lampiran 5)

= Length of tube,

= Number of tubes
54

10 Fouling Factor

Faktor pengotoran sangat mempengaruhi perpindahan panas

pada economizer. Pengotoran pada bagian dalam dan bagian luar

tube selalu terjadi selama alat beroperasi. Terjadinya kotoran atau

deposit pada permukaan tube akan menaikkan tahanan panasnya.

Hal ini akan menurunkan koefisien perpindahan panas keseluruhan

(U). Semakin tebal kotoran pada tube maka akan semakin besar pula

gangguan (hambatan) yang terjadi.

Faktor pengotoran, dapat diperoleh dari persamaan berikut

(D. Q. Kern, 1950 : 108) :

1 1
Rd = = ............................................. (2.19)

Keterangan :

Rd = Faktor pengotoran h. 2 . /

= Koefisien perpindahan panas keseluruhan yang bersih,

/. 2 .

= Koefisien perpindahan panas setelah terdapat endapan atau

kotoran, /. 2 .

11 Efisiensi Efektif

J.P. Holman menyatakan efisiensi alat penukar kalor sebagai

perbandingan banyaknya panas yang dapat dipindahkan oleh fluida

panas atau energi yang diterima oleh fluida dingin dengan panas

maksimum yang dapat dipindahkan dari fluida yang mengalami

perubahan suhu sebesar beda suhu maksimum yang terdapat dalam

penukar kalor itu, yaitu selisih antara suhu masuk fluida panas dan

fluida dingin.
55

Efisiensi () alat penukar kalor dinyatakan sebagai berikut (J.P.

Holman, 1997 : 546) :

. . 1 2
= = .................................................... (2.20)
. . 1 1

Keterangan :

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi panas,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi panas,

, = 1 = Temperatur inlet pada sisi dingin,

, = 2 = Temperatur outlet pada sisi dingin,

Anda mungkin juga menyukai