GANGGUAN ANSIETAS
Di susun Oleh :
1. Fera Ramadhani
2. Ngemas Syifha Lulu M
3. Nur Eygita Inggriani
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan karunia-Nya
kami dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul Gangguan Anxietas.
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi
kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa/i yang juga sudah
memberi dukungan dan hasil pemikirannya baik langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga karya tulis
ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1) Apa itu gangguan kecemasan / anxietas ?
2) Apa saja bentuk bentuk gangguan kecemasan ?
3) Bagaimana reaksi yang di timbulkan oleh gangguan kecemasan ?
4) Bagaimna terapi gangguan kecemasan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecemasan
Menurut Freud ( ahli psikoanalisi ) bahwa kecemasan adalah reaksi
terhadap ancaman dari rasa sakit maupun dari rasa sakit maupun dunia luar yang
tidak siap di tanggulangi dan berfungsi memperingatkan individu akan adanya
bahaya.
Anxietas adalah suatu perasaan yang dialami secara universal. Ansietas
merupakan respon terhadap stress yang umumnya memiliki fungsi adaptif yang
menyiagakan kita terhadap bahaya nyata dan memotivasi kita untuk bersiap dan
menghadapi berbagai situasi. Akan tetapi, ketika perasaan ansietas muncul
berlebihan dan secara signifikan mengganggu fungsi individu, perasaan tersebut
merupakan kondisi patologik dan didiagnosis sebagai gangguan anxietas
(american psyciatric association, 2000).
Menurut Davisin, Neale, & Kring (2004). Anxietas atau kecemasan adalah
suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu
yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman
dan ketakutan yang tidak menyenangkan.
Kecemasan dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan
takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikui dengan naiknya
rangsangan pada tubuh, seperti : jantung bedebar-debar, keringat dingin.
Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap bahaya baik yang sungguh
sungguh ada maupu yang tidak ( hasil dari imajinasi saja ) yang sering kali di
sebut dengan free floating anxiety ( kecemasan yang terus mengambang tanpa
di ketahui penyebabnya ).
Kecemasan adalah keadaan yang berorientasi pada masa yang akan datang, yang
di tandai dengan efek negatif, dimana seseorang memfokuskan diri pada
kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan yang tidak di kontrol. Bisanya
rasa cemas ini perlu di milki oleh manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan
akan berubah menjadi abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu
menjadi berlebihan atau melebihi kapasitas umumnya. Individu yang mengalami
gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan kecemasan yaitu
ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan
menderita Anxietas disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu
aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut. Salah satu nya terganggunya
fungsi sosial dalam diri individu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan
menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu
maupun kelompoknya.
Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua
tingkat, yaitu:
1. Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala
kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan
tidak menentu dan sebagainya.
2. Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud
pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak
dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.
B. Teori Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan tekanan.
Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu harapan
yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan tingkah laku
(Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau fisik.
Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi
dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
1. Teori Psikodinamik
Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan hasil dari konflik
psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi tanda terhadap ego untuk
mengambil aksi penurunan cemas. Ketika mekanisme diri berhasil, kecemasan
menurun dan rasa aman datang lagi. Namun bila konflik terus berkepanjangan,
maka kecemasan ada pada tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami
sebagai simptom, seperti phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep
psikodinamik menurut Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul
pertama dalam hidup manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali.
Saat itu dalam kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon
terhadap kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama.
Kecemasan berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk
menuntut pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka
terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan sangsi
dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik tersebut ditekan
dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak terpengaruh oleh waktu,
sering tidak realistik dan dibesar-besarkan. Tekanan ini akan muncul ke
permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu : sensor super ego menurun, desakan Id
meningkat dan adanya stress psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan
berikutnya (Prawirohusodo, 1988).
2. Teori Perilaku
Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus
khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi
untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi,
sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang di
inginkan.
3. Teori Interpersonal
Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar
individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.
4. Teori Keluarga
Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat
adanya konflik dalam keluarga.
5. Teori Biologik
Beberapa kasus kecemasan (5 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses
fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau
keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan
sekunder (Rockwell cit stuart & sundeens, 1998).
C. Klasifikasi Kecemasan
Menurut Townsend (1996) ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang,
berat dan panik.
1. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah
kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk
belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi
pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan
pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal,
kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada
rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak
sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan
kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan
spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan
banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain.
Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala,
nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan
persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
2. Faktor Eksternal.
a. Dukungan Keluarga
b. Kondisi Lingkungan
F. Gejala Kecemasan
b. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot,
gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol
emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat
bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian
menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui.
Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan
tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi
diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke
tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang
yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
c. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap
saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan
gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi
kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya
dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan
rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang
sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang
sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
respon fisologi dan psikologi yang terjadi pada gejala gangguan kecemasan
diantaranya sebagai berikut :
a. Perilaku; Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi,
menarik diri, menghindar.
b. Kognitif; Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,
bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang
berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,
takut mati dan lain-lain.
c. Afektif; tidak sabar, tegang, neurosis,tremor, gugup yang luar biasanya,
sangat gelisah, dan lain-lain.
G. Penanganan Gangguan Kecemasan
1. Pendekatan-Pendekatan Psikodinamika
Dari perspektif psikodinamika, kecemasan merefleksikan energi yang
dilekatkan kepada konflik-konflik tak sadar dan usaha ego untuk
membiarkannya tetap terepresi. Psikoanalisis tradisional menyadarkan bahwa
kecemasan klien merupakan simbolisasi dari konflik dalam diri mereka.
Dengan adanya simbolisasi ini ego dapat dibebaskan dari menghabiskan
energi untuk melakukan represi. Dengan demikian ego dapat member
perhatian lebih terhadap tugas-tugas yang lebih kreatif dan memberi
peningkatan. Begitu juga dengan yang modern, akan tetapi yang modern
lebih menjajaki sumber kecemasan yang berasal dari keadaaan hubungan
sekarang daripada hubungan masa lampau. Selain itu mereka mendorong
klien untuk mengembangkan tingkah laku yang lebih adaptif.
2. Pendekatan-Pendekatan Humanistik
Para tokoh humanistik percaya bahwa kecemasan itu berasal dari represi
sosial diri kita yang sesungguhnya. Kecemasan terjadi bila ketidaksadaran
antara inner self seseorang yang sesungguhnya dan kedok sosialnya
mendekat ke taraf kesadaran. Oleh sebab itu terapis-terapis humanistik
bertujuan membantu orang untuk memahami dan mengekspresikan bakat-
bakat serta perasaan-perasaan mereka yang sesungguhnya. Sebagai akibatnya,
klien menjadi bebas untuk menemukan dan menerima diri mereka yang
sesunggguhnya dan tidak bereaksi dengan kecemasan bila perasaan-perasaan
mereka yang sesungguhnya dan kebutuhan-kebutuhan mereka mulai muncul
ke permukaan.
3. Pendekatan-Pendekatan Biologis
Pendekatan ini biasanya menggunakan variasi obat- obatan untuk mengobati
gangguan kecemasan. Diantaranya golongan benzodiazepine, valium dan
Xanax. Meskipun benzodiazepine mempunyai efek menenangkan tatapi
mengakibatkan depansi fisik adiksi (USDHHSS,1999a) . orang- orang yang
tergantung kedapanya dapat mengalami serangkaian sintom putus zat bila
mereka berhenti menggunakannya dengan tiba- tiba. Obat
antidepresimempunyai efek antikecemasan dan anti panik selain juga
mempunyai efek anti depresi
4. Pendekatan-Pendekatan Belajar
Efektifitas penanganan kecemasan dengan pendekatan belajar telah banyak
dibenarkan oleh beberapa riset. Inti dari pendekatan belajar adalah usaha
untuk membantu individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi situasi
yang menjadi penyebab munculnya kecemasan tersebut. Ada beberapa
macam model terapi dalam pendekatan belajar,diantaranya:
a. Pemaparan Gradual
Metode ini membantu mengatasi fobia ataupun kecemasan melalui
pendekatan setapak demi setapak atau (stepwise) dari pemaparan aktual
terhadap stimulus fobik. Efektifitas terapi pemaparan (exposure therapy)
sudah sangat terbukti, membuat terapi ini sebagai terapi pilihan untuk
menangani fobia spesifik. Pemaparan gradual juga banyak dipakai pada
penanganan agorafobia. Terapi bersifat bertahap menghadapkan individu
yang agorafobik kepada situasi stimulus yang makin menakutkan, sasaran
akhirnya adalah kesuksesan individu ketika dihadapkan pada tahap terakhir
yang merupakan tahap terberattanpa ada perasaan tidak nyaman dan tanpa
suatu dorongan untuk menghindar. Keuntungan dari pemaparan gradual
adalah hasilnya yang dapat bertahan lama. Cara menanggulangi ataupun
cara membantu memperkecil kecemasan.
b. Rekonstruksi Pikiran
Yaitu membantu individu untuk berpikir secara logis apa yang terjadi
sebenarnya.biasanya digunakan pada seorang psikolog terhadap penderita
fobia.
c. Flooding
Yaitu individu dibantu dengan memberikan stimulus yang paling
membuatnya takut dan dikondisikan sedemikan rupa serta memaksa
individu yang menderita anxiety untuk menghadapinya sendiri.
d. Terapi Kognitif
Terapi yang dilakukan adalah melalui pendekatan terapi perilaku rasional-
emotif,terapi kognitif menunjukkan kepada individu dengan fobia sosial
bahwa kebutuhan-kebutuhan irrasional untuk penerimaan-penerimaan
sosial dan perfeksionisme melahirkankecemasan yang tidak perlu dalam
interaksi sosial. Kunci terapeutik adalah menghilangkan kebutuhan
berlebih dalam penerimaan sosial. Terapi kognitif berusaha
mengoreksikeyakinan-keyakinan yang disfungsional. Misalnya, orang
dengan fobia sosial mungkin berpikir bahwa tidak ada seorangpun dalam
suatu pesta yang ingin bercakap-cakap dengannya dan bahwa mereka
akhirnya akan kesepian dan terisolasi sepanjang sisa hidup mereka. Terapi
kognitif membantu mereka untuk mengenali cacat-cacat logis dalam
pikiran mereka dan membantu mereka untuk melihat situasi secara
rasional. Salah satu contoh tekhnik kognitif adalah restrukturisasi kognitif,
suatu proses dimana terapis membantu klienmencari pikiran-pikiran dan
mencari alternatif rasional sehingga mereka bisa belajar menghadapi situasi
pembangkit kecemasan.
e. Terapi Kognitif Behavioral (CBT)
Terapi ini memadukan tehnik-tehnik behavioral seperti pemaparan dan
tehnik-tehnik kognitif seperti restrukturisasi kognitif. Beberapa gangguan
kecemasan yang mungkin dapat dikaji dengan penggunaan CBT antara lain
: fobia sosial, gangguan stres pasca trauma,gangguan kecemasan
menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan panik.Pada fobia
sosial, terapis membantu membimbing mereka selama percobaan pada
pemaparan dan secara bertahap menarik dukungan langsung sehingga klien
mampu menghadapi sendirisituasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Berry, Ruth. 2001. Freud. Seri Siapa Dia?. Jakarta : Erlangga
2. Kuswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : PT. Eresco
3. Makalah online. http://www.scribd.com/doc/52579464/MAKALAH-
KECEMASAN-EDIT
4. R, Budimoeljono. Seri Sikap Hati. Kecemasan. Artikel (Online).
Malang : Gandum Mas.
5. Davison, Gerald C, Neale, John M, Kring, Ann M. 2006. Psikologi
Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
6. Wade & Tavris. 2007. Psikologi 9th edition. Jakarta : Erlangga