Judul Artikel
Judul Artikel
PROFESI KEPENDIDIKAN
ANALISIS HAL YANG BERKAITAN DENGAN PROFESI
KEPENDIDIKAN
Disusun Oleh :
Dari kekurangan 43,3 persen tersebut, sebanyak 10 persennya guru SMP dan
33,3 persen guru SD. Kekurangan tersebut, termasuk guru olahraga, guru agama,
dan guru kelas. Ia menuturkan bahwa SD dan SMP di Kecamatan Bejen, Tretep,
dan Wonoboyo rata-rata mempunyai tiga guru kelas. Di daerah kota, seperti
Kecamatan Temanggung, juga masih kurang karena rata-rata empat sampai lima
guru kelas. "Idealnya, setiap sekolah dasar butuh sekitar enam hingga sembilan
guru," kata dia, dilansir Antara. Selama ini, kata dia, kekurangan guru dicukupi
oleh guru wiyata bakti atau guru honorer. Namun, pada periode Maret hingga Juni
mendatang akan banyak guru yang memasuki masa pensiun sehingga kekurangan
guru akan bertambah besar. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan
permintaan penambahan guru PNS sejak 2014. Ketika itu, kekurangannya hanya
sekitar 25 sampai 30 persen. Namun, hingga kini belum ada pengangkatan guru
PNS.
Kasus kekurangan guru SD ini harus segera dituntaskan. Sebab kita tahu
bahwa pendidikan merupakan modal awal kita menjalani hidup dari nol hingga
menuju kesuksesan. Pasalnya, selain orangtua, kontribusi dan jasa guru menjadi
salah satu faktor pendukung baik atau tidaknya masa depan seorang anak. Bisa
dibayangkan jika sekolah kekurangan banyak guru. Pastinya, pengetahuan dan
karakter anak didiknya tidak akan berkembang. Anak bisa tidak terarah, menjadi
pembangkang hingga melakukan tindakan-tindakan kriminal. Jadi tidak heran jika
sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang banyak kasus-kasus yang terjadi pada
anak.
Kedua, Perkelahian atau tawuran pelajar. Tentu kita masih ingat beberapa
waktu belakangan ini, banyak video perkelahian pelajar khususnya SD beredar di
sosial media yang meresahkan para orangtua maupun pihak sekolah. Kasus ini
bahkan seringkali terjadi di sekolah-sekolah dasar di daerah-daerah. Hal ini tentu
turut disebabkan kurangnya penanganan guru akibat minimnya kuantitas dan
kualitas guru dalam mengarahkan anak didiknya. Pasalnya, di berbagai video
yang beredar, lokasi perkelahian anak sekolah tersebut berada di lingkungan
sekolah.
Ketiga, kurangnya niat belajar siswa. Sudah menjadi fakta, di era majunya
teknologi komunikasi saat ini, anak-anak lebih suka berkutat dengan telepon
pintar dengan layanan media sosial, permainan (game) dan fitur-fitur lainnya
daripada membaca buku pelajaran sekolah mereka. Kemudian, sekarang ini
banyak anak-anak di bawah umur yang sudah pacaran. Hal ini sangat meresahkan
orangtua dan guru. Soalnya, ini membuat anak-anak jadi sering keluyuran hingga
lewat jam istirahat malam karena bertemu dengan pacarnya. Hal ini sungguh
menyedihkan. Anak-anak semakin lama semakin kehilangan hak-haknya untuk
memperoleh kebahagiaan masa kanak-kanak mereka. Dalam hal ini, guru
khususnya sekolah dasar sangat berkontribusi besar dalam membentuk moral dan
etika anak.
Oleh karena itu, jika guru cukup secara menyeluruh di Indonesia, maka
problematika anak-anak diatas bisa diminimalisir bahkan bisa dicegah. Kita
berharap pemerintah tetap fokus untuk membenahi pendidikan negeri ini melalui
kecukupan guru sekolah dasar di seluruh nusantara demi menciptakan generasi-
generasi berkualitas dan bermoral baik.
Solusi Kasus I:
Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini menurut saya
yaitu, pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus dikembalikan pada
sistem sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi wewenang penuh
pemerintah pusat, kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan tenaga guru
sedangkan daerah lain kelebihan guru bisa dengan mudah untuk melakukan
pemerataan tenaga guru tanpa terkendala birokrasi pemerintah daerah. Berikutnya
pemerintah juga harus memperhatikan wilayah-wilayah di luar pulau Jawa yang
masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya terpusat di Jawa saja akan
tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan untuk
mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset
kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan
bersama di wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan
bisa melalui forum seminar, workshop atau sejenisnya.
Bahkan, di Subulussalam, Aceh, ada guru yang tidak aktif mengajar selama
berbulan-bulan hingga setahun lebih. Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD)
Kota Subulussalam, Jaminuddin mengaku prihatin dengan keadaan tersebut.
"Akibatnya, guru tersebut hanya tercatat mengajar di sekolah itu namun tidak
pernah datang untuk mengajar," katanya.
"Inilah beberapa temuan MPD saat terun ke lapangan melihat realitas yang
ada. Dan ini akan disampaikan kepada pemerintah pada saat Rakerda II akhir
Desember ini," kata Jaminuddin.
"Karena hasil temuan banyak sekolah yang mengaku kekurangan guru PNS
dan tidak adanya penjaga sekolah, sehingga pemerataan guru dan keamanan
sekolah harus menjadi perhatian serius sebelum masuk tahun anggaran 2016,"
kata Jaminuddin.
Analisis Kasus II:
Berdasarkan fakta-fakta pada artikel diatas, ternyata masih banyak saja guru
yang melakukan bolos mengajar. Padahal guru rutin menerima gaji setiap bulan.
Hal ini merupakan bentuk indisipliner yang paling banyak ditemui. Tidak disiplin
masuk kelas, tidak melengkapi perangkat pembelajaran, dan yang paling parah
bolos kerja. Ada banyak sebab, mengapa fenomena guru bolos mengajar begitu
banyak terjadi. Hal yang paling sering menjadi alasan adalah mencari tambahan
penghasilan baik itu mengajar rangkap di sekolah lain atau memiliki pekerjaan
sampingan.
Tindakan guru yang semacam ini telah melanggar kode etik guru nomor (2)
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional, (4) Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar, (5) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhadap pendidikan, (6) Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, dan (7) Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial.
Solusi Kasus II:
Untuk mengetahui fenomena guru bolos perlu diteliti. Tidak hanya untuk
mengetahui presentasenya, yang lebih penting mencari penyebab dan solusi tepat.
Selanjutnya hasil ini dievaluasi dan dipaparkan di lingkungan pendidikan terbatas.
Tujuannya agar institusi dan personal guru bolos tersebut mempunyai rasa malu.
Sehingga yang bersangkutan segera berbenah. Langkah selanjutnya, bagi guru
bolos dilakukan pembinaan. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan,
sanksi sesuai hukum yang berlaku diterapkan.
Citizen6, Jakarta Pengabdian seorang guru patut membuat bangga siapa pun
yang melihatnya. Menjadi teladan dan panutan di mata para siswanya. Tak hanya
ajaran dari mata pelajaran yang disampaikan, wejangan dan motivasi sang guru
membuat semangat kembali bangkit.
Salah satunya sosok guru yang tengah viral di media sosial. Ibu guru Zahwati
Yusuf rupanya disenangi siswa-siswanya. Ia dikenal disiplin dan mudah bergaul.
Unggahan foto yang beredar, tidak menyebutkan lokasi sekolah, tempat Ibu
Zahwati mengajar.
Dalam foto yang diunggah, siswa-siswa yang tengah berada di ruang kelas
terlihat antusias mengacungkan tangan. Ibu Zahwati tampaknya memberikan
pertanyaan, yang langsung disambut para siswa.
Kamu akan terkejut sekaligus kagum, sang ibu guru yang berusia 46 tahun
ternyata tidak memiliki kedua kaki. Keterbatasan fisik yang dimilikinya, tidak
membuat Ibu Zahwati putus asa.
Analisis Kasus III:
Tidak masalah ketika guru tidak memiliki fisik yang bagus, atau memiliki
kekurangan dalam fisiknya. Kemungkinan ada pengaruhnya tetapi tidak besar.
Banyak realita bahwa ketika seorang pendidik tidak memiliki fisik yang
sempurna-pun mampu mengajar dengan baik bahkan lebih baik daripada yang
memiliki tubuh sempurna.
Kondisi Psikis
Faktor sangat penting bagi guru. Bagaimana tidak, coba bayangkan saja jika
seorang guru memiliki keterbelakangan mental atau gangguan jiwa. Bisakah
guru mengajar dengan baik dan sebagai teladan?
Oleh karena itu, guru haruslah memiliki suasana jiwa yang baik agar saat
mengajar dapat mengontrol emosi terhadap anak didik. Tidak kalah penting juga
bahwa guru harus memilki kompetensi paedagogis, kepribadian, dan sosial yang
bagus, serta profesional.
Akan tetapi. Apakah siswa memilki faktor besar dalam proses pembelajaran?
Tentu iya, karena obyek dalam pembelajaran adalah peserta didik. Untuk siapa
lagi guru mengajar, tentunya untuk para siswa.
Prosespembelajaran akan berlangsung baik dan optimal apabila antara guru,
peserta didik serta lingkungan saling memilki keterkaitan yang baik dan mampu
menunjang satu sama lain untuk mewujudkan pendidikan yang jauh lebih baik
lagi. Berusaha, berjuang dan semua butuh proses.
Dan sudah seharusnya kita membuka mata lebar-lebar dan mencontoh Ibu
Zahwati Yusuf, tidak hanya berpakaian indah, berparas indah tetapi yang
terpenting adalah kemauan serta semangat yang tumbuh di dalam setiap jiwa
pendidik untuk memberikan ilmu kepada peserta didik.