Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

PROFESI KEPENDIDIKAN
ANALISIS HAL YANG BERKAITAN DENGAN PROFESI
KEPENDIDIKAN

Tugas Ini Disusun Demi Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Profesi Kependidikan

Disusun Oleh :

NO. NAMA NPM KELAS


1 Melinda Eka Putri 15210058 B

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2017
Judul Artikel : Daerah di Kaki Gunung Sumbing Butuh 2 Ribu Guru
Hari/Tanggal : Rabu, 08 Februari 2017 06:31 WIB
Penulis : Edi Prayitno
Sumber :http://regional.liputan6.com/read/2848979/daerah-di-kaki-gunung-
sumbing-butuh-2-ribu-guru

Liputan6.com, Temanggung - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga


Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, kekurangan 2.165 guru sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama. Angka itu nyaris setengah dari jumlah guru sekarang
di daerah kaki Gunung Sumbing tersebut.

Kepala Bidang Sumber Daya Manusia Dinas Pendidikan Pemuda dan


Olahraga Kabupaten Temanggung, Akhmad Saryono, mengatakan bahwa
guru SD dan SMP yang ada sekarang sekitar 5.000 orang.

Dari kekurangan 43,3 persen tersebut, sebanyak 10 persennya guru SMP dan
33,3 persen guru SD. Kekurangan tersebut, termasuk guru olahraga, guru agama,
dan guru kelas. Ia menuturkan bahwa SD dan SMP di Kecamatan Bejen, Tretep,
dan Wonoboyo rata-rata mempunyai tiga guru kelas. Di daerah kota, seperti
Kecamatan Temanggung, juga masih kurang karena rata-rata empat sampai lima
guru kelas. "Idealnya, setiap sekolah dasar butuh sekitar enam hingga sembilan
guru," kata dia, dilansir Antara. Selama ini, kata dia, kekurangan guru dicukupi
oleh guru wiyata bakti atau guru honorer. Namun, pada periode Maret hingga Juni
mendatang akan banyak guru yang memasuki masa pensiun sehingga kekurangan
guru akan bertambah besar. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan
permintaan penambahan guru PNS sejak 2014. Ketika itu, kekurangannya hanya
sekitar 25 sampai 30 persen. Namun, hingga kini belum ada pengangkatan guru
PNS.

Kepala Desa Kedawung Agus Salim mengatakan di desanya terdapat satu SD


negeri dengan jumlah siswa 100 sampai 150 anak. Idealnya, sekolah tersebut
butuh sembilan orang guru PNS. Namun, jumlah guru yang ada saat ini hanya
lima orang, terdiri atas tiga orang guru kelas, satu guru agama, dan satu guru
olahraga.
Analisis Kasus I:

Lembaga pendidikan SD apabila dilihat bangunan dan seperangkat sarana


fisiknya semata-mata, barangkali merupakan hal yang tidak sulit untuk
pengadaannya. Namun lembaga pendidikan ini tidak hanya terdiri dari bangunan
dan seperangkat sarana fisik saja, melainkan terdapat hal yang amat vital harus
ada di lembaga pendidikan ini adalah tenaga kependidikan, khususnya tenaga
guru.

Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka


berada di titik sentral dari setip usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada
perubaha-perubahan kualitatif. Setiap usaha peningkatan mutu pendidikan seperti
pembaharuan kurikulum, pengembangan metode-metode mengajar, penyediaan
sarana dan prasarana hanya berarti apabila melibatkan guru.

Kemudian Mohamad Surya (2000) mengungkapkan Tanpa guru,


pendidikan hanya akan menjadi slogam muluk karena segala bentuk kebijakan
dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di
garis terdepan yaitu guru. No Teacher no education, no education no economic
and social development

Kasus kekurangan guru SD ini harus segera dituntaskan. Sebab kita tahu
bahwa pendidikan merupakan modal awal kita menjalani hidup dari nol hingga
menuju kesuksesan. Pasalnya, selain orangtua, kontribusi dan jasa guru menjadi
salah satu faktor pendukung baik atau tidaknya masa depan seorang anak. Bisa
dibayangkan jika sekolah kekurangan banyak guru. Pastinya, pengetahuan dan
karakter anak didiknya tidak akan berkembang. Anak bisa tidak terarah, menjadi
pembangkang hingga melakukan tindakan-tindakan kriminal. Jadi tidak heran jika
sejak beberapa tahun lalu hingga sekarang banyak kasus-kasus yang terjadi pada
anak.

Pertama, maraknya curanmor dengan melukai hingga membunuh korbannya


atau yang lebih sering disebut Begal. Tidak hanya orang dewasa, begal pun
nyatanya dilakukan oleh anak-anak muda (sekolah). Dengan tidak
berprikemanusiaan, para begal itu menorehkan banyak korban hingga
menimbulkan ketakutan masif di masyarakat.

Kedua, Perkelahian atau tawuran pelajar. Tentu kita masih ingat beberapa
waktu belakangan ini, banyak video perkelahian pelajar khususnya SD beredar di
sosial media yang meresahkan para orangtua maupun pihak sekolah. Kasus ini
bahkan seringkali terjadi di sekolah-sekolah dasar di daerah-daerah. Hal ini tentu
turut disebabkan kurangnya penanganan guru akibat minimnya kuantitas dan
kualitas guru dalam mengarahkan anak didiknya. Pasalnya, di berbagai video
yang beredar, lokasi perkelahian anak sekolah tersebut berada di lingkungan
sekolah.

Ketiga, kurangnya niat belajar siswa. Sudah menjadi fakta, di era majunya
teknologi komunikasi saat ini, anak-anak lebih suka berkutat dengan telepon
pintar dengan layanan media sosial, permainan (game) dan fitur-fitur lainnya
daripada membaca buku pelajaran sekolah mereka. Kemudian, sekarang ini
banyak anak-anak di bawah umur yang sudah pacaran. Hal ini sangat meresahkan
orangtua dan guru. Soalnya, ini membuat anak-anak jadi sering keluyuran hingga
lewat jam istirahat malam karena bertemu dengan pacarnya. Hal ini sungguh
menyedihkan. Anak-anak semakin lama semakin kehilangan hak-haknya untuk
memperoleh kebahagiaan masa kanak-kanak mereka. Dalam hal ini, guru
khususnya sekolah dasar sangat berkontribusi besar dalam membentuk moral dan
etika anak.

Oleh karena itu, jika guru cukup secara menyeluruh di Indonesia, maka
problematika anak-anak diatas bisa diminimalisir bahkan bisa dicegah. Kita
berharap pemerintah tetap fokus untuk membenahi pendidikan negeri ini melalui
kecukupan guru sekolah dasar di seluruh nusantara demi menciptakan generasi-
generasi berkualitas dan bermoral baik.
Solusi Kasus I:

Solusi untuk permasalahan distribusi guru yang tidak merata ini menurut saya
yaitu, pertama sistem desentralisasi pengelolaan guru ini harus dikembalikan pada
sistem sentralisasi. Jadi pengelolaan guru memang menjadi wewenang penuh
pemerintah pusat, kalau semisal suatu daerah banyak membutuhkan tenaga guru
sedangkan daerah lain kelebihan guru bisa dengan mudah untuk melakukan
pemerataan tenaga guru tanpa terkendala birokrasi pemerintah daerah. Berikutnya
pemerintah juga harus memperhatikan wilayah-wilayah di luar pulau Jawa yang
masih tertinggal, proses pembangunan jangan hanya terpusat di Jawa saja akan
tetapi wilayah-wilayah lain juga sangat memerlukan pembangunan untuk
mengejar ketertinggalan. Selain itu perlu adanya pemberian motivasi dan mindset
kepada para guru agar mempunyai kesadaran untuk memajukan dunia pendidikan
bersama di wilayah-wilayah terpencil yang masih sangat memerlukan pendidikan
bisa melalui forum seminar, workshop atau sejenisnya.

Pemerintah harus memenuhi kekurangan-kekurangan guru yg di alami di


berbagai daerah degan menambah guru-guru berkualitas dan mengangkat kembali
calon-calon guru dengan diadakan tes CPNS yang bersih agar menghasilkan guru
yang berkualitas dan di tempatkan di tempat yg kekurangan guru tersebut.

Pemerintah bukan hanya meminta pendidikan yang berkualitas dengan hasil


yang baik dengan tidak memperhatikan daerah pelosok namun pemerintah harus
memperhatikan tentang guru-guru dan perlengkapan yang digunakan dalam
mengajar di sekolah-sekolah tersebut khususnya didaerah terpencil. Jadi tidak
hanya dikota saja yang mendapat pengertian tetapi didaerah-daerah yang terpencil
juga.
Judul Artikel : Disiplin Rendah, Guru Bolos Ngajar Berbulan-bulan
Hari/Tanggal : Rabu, 9 Desember 2015. 15:04 WIB
Penulis : Okezone
Sumber :http://news.okezone.com/read/2015/12/09/65/1263927/disiplin-
rendah-guru-bolos-ngajar-berbulan-bulan

SUBULUSSALAM - Salah satu masalah pendidikan di berbagai daerah


Tanah Air adalah motivasi dan disiplin guru yang masih rendah. Tidak heran,
banyak guru absen mengajar di sekolah-sekolah pedalaman selama beberapa
waktu.

Bahkan, di Subulussalam, Aceh, ada guru yang tidak aktif mengajar selama
berbulan-bulan hingga setahun lebih. Ketua Majelis Pendidikan Daerah (MPD)
Kota Subulussalam, Jaminuddin mengaku prihatin dengan keadaan tersebut.

"Inilah kondisi dan realitas pendidikan di Subulussalam sekarang, banyak


guru yang jauh dari kota lepas tanggungjawab. Sangat memprihatinkan apabila
kondisi seperti ini terus dibiarkan tanpa ada penanganan secara serius dari
pemerintah untuk kemajuan pendidikan," kata Jaminuddin di Subulussalam, Rabu
(9/12/2015).

Jaminuddin menyebut, kondisi yang sudah berlangsung lama ini sebenarnya


diketahui oleh kepada sekolah. Namun demikian, sebagai penanggung jawab,
kepala sekolah yang bersangkutan tidak mampu berbuat apa-apa karena oknum
guru memiliki hubungan famili dengan salah satu pejabat.

"Akibatnya, guru tersebut hanya tercatat mengajar di sekolah itu namun tidak
pernah datang untuk mengajar," katanya.

Fakta ini didapatkan setelah Jaminuddin melakukan monitoring dan evaluasi


(monev) terkait kondisi pendidikan di wilayah perkotaan dan pedalaman di daerah
itu. Hasilnya terdapat banyak kendala yang dihadapi sekolah dalam melaksanakan
aktivitas belajar mengajar. Di antara masalah itu adalah guru yang tidak aktif
mengajar, sekolah becek akibat banjir, sekolah yang tidak memiliki pagar serta
pelaksanaan upacara setiap Senin yang tidak pernah dilakukan sebagian sekolah.

"Inilah beberapa temuan MPD saat terun ke lapangan melihat realitas yang
ada. Dan ini akan disampaikan kepada pemerintah pada saat Rakerda II akhir
Desember ini," kata Jaminuddin.

Dia berharap, rekomendasi tersebut menjadi bahan pertimbangan dan


masukan kepada pemerintah untuk perbaikan pendidikan, tidak hanya di wilayah
perkotaan saja tapi secara menyeluruh sampai ke pelosok. Jaminudin menegaskan,
fokus perhatian juga perlu diberikan pada penempatan guru PNS sesuai kebutuhan
sekolah dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas. Sehingga, lanjut dia,
pada 2016 tidak ada lagi guru yang bolos sampai bertahun-tahun, karena ini dapat
menghambat kemajuan pendidikan di wilayah pedalaman.

"Karena hasil temuan banyak sekolah yang mengaku kekurangan guru PNS
dan tidak adanya penjaga sekolah, sehingga pemerataan guru dan keamanan
sekolah harus menjadi perhatian serius sebelum masuk tahun anggaran 2016,"
kata Jaminuddin.
Analisis Kasus II:

Berdasarkan fakta-fakta pada artikel diatas, ternyata masih banyak saja guru
yang melakukan bolos mengajar. Padahal guru rutin menerima gaji setiap bulan.
Hal ini merupakan bentuk indisipliner yang paling banyak ditemui. Tidak disiplin
masuk kelas, tidak melengkapi perangkat pembelajaran, dan yang paling parah
bolos kerja. Ada banyak sebab, mengapa fenomena guru bolos mengajar begitu
banyak terjadi. Hal yang paling sering menjadi alasan adalah mencari tambahan
penghasilan baik itu mengajar rangkap di sekolah lain atau memiliki pekerjaan
sampingan.

Budaya buruk seperti ini sering kali ditemui di lingkungan kita.


Pertanyaannya adalah mengapa hal ini terus terjadi. Tidak adakah tindakan untuk
mengingatkan, menegur atau member sanksi? Jika hal semacam ini terus terjadi
maka anak-anak, orang tua, dan Negara dirugikan. Anak tidak memperoleh ilmu.
Apalagi jika guru bolos ini mengajar siswa kelas akhir, bisa-bisa banyak anak
yang tidak lulus. Tentunya orang tua juga dirugikan. Harapan menyekolahkan
anaknya agar menjadi orang yang sukses bias aja dipupus. Rekan guru juga jadi
terganggu. Jika ada kelas kosong, tetangga kelas tergangu. Tentu saja tugas
tambahan guru yang membolos tidak dapat terlaksana. Guru lain terpaksa
menanggung tambahan beban kerja. Hal ini jelas merugikan teman kerja dan
negara.

Tindakan guru yang semacam ini telah melanggar kode etik guru nomor (2)
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional, (4) Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar, (5) Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhadap pendidikan, (6) Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, dan (7) Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial.
Solusi Kasus II:

Perlu penangan intensif terhadap guru yang membolos. Pihak sekolah,


terutama kepala sekolah menjadi ujung tombak. Keberanian, kebijkan dan
keadilan kepala sekolah menjadi langkah awal penegakan disiplin, tanpa pilih
kasih. Pendekatan persuasif, pembinaan, peringatan dan tindakan nyata
merupakan langkah-langkah untuk membentuk kesadaran guru yang membolos
agar tidak melakukan tindakan indisipliner. Kepala sekolah tidak perlut akut
karena ada paying hukumnya, PP RI No 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Kalau tetap membandel, pasal-pasal yang ada pada PP tersebut harus diterapkan.

Untuk mengetahui fenomena guru bolos perlu diteliti. Tidak hanya untuk
mengetahui presentasenya, yang lebih penting mencari penyebab dan solusi tepat.
Selanjutnya hasil ini dievaluasi dan dipaparkan di lingkungan pendidikan terbatas.
Tujuannya agar institusi dan personal guru bolos tersebut mempunyai rasa malu.
Sehingga yang bersangkutan segera berbenah. Langkah selanjutnya, bagi guru
bolos dilakukan pembinaan. Jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan,
sanksi sesuai hukum yang berlaku diterapkan.

Dalam hal ini nasib anak-anak jangan sampai ditinggalkan. Bagaimanapun


mereka tetap harus menerima pelajaran. Sekolah dapat memberdayakan guru piket
untuk mengampunya. Dicarikan guru piket yang sejenis sehingga guru piket
menggantikan peran guru pembolos untuk melanjutkan materi. Tidak hanya
memberikan tugas mengerjakan LKS atau belajar sendiri.
Judul Artikel : Meskipun Difabel, Semangat Ibu Guru Zahwati Layak Diteladani
Hari/Tanggal : Jumat, 02 Sep 2016, 09:00 WIB
Penulis : Fitri Haryanti Harsono
Sumber :http://citizen6.liputan6.com/read/2591791/meskipun-difabel-
semangat-ibu-guru-zahwati-layak-diteladani

Citizen6, Jakarta Pengabdian seorang guru patut membuat bangga siapa pun
yang melihatnya. Menjadi teladan dan panutan di mata para siswanya. Tak hanya
ajaran dari mata pelajaran yang disampaikan, wejangan dan motivasi sang guru
membuat semangat kembali bangkit.

Salah satunya sosok guru yang tengah viral di media sosial. Ibu guru Zahwati
Yusuf rupanya disenangi siswa-siswanya. Ia dikenal disiplin dan mudah bergaul.
Unggahan foto yang beredar, tidak menyebutkan lokasi sekolah, tempat Ibu
Zahwati mengajar.

Dalam foto yang diunggah, siswa-siswa yang tengah berada di ruang kelas
terlihat antusias mengacungkan tangan. Ibu Zahwati tampaknya memberikan
pertanyaan, yang langsung disambut para siswa.

Kamu akan terkejut sekaligus kagum, sang ibu guru yang berusia 46 tahun
ternyata tidak memiliki kedua kaki. Keterbatasan fisik yang dimilikinya, tidak
membuat Ibu Zahwati putus asa.
Analisis Kasus III:

Seorang guru, Perlukah fisik yang sempurna? Seberapa pentingkah faktor-


faktor guru mempengaruhi siswa dalam belajar? ataukah sebaliknya, seberapa
pentingkah faktor siswa mempengaruhi proses pembelajaran guru di kelas?
Guru sangatlah berperan penting dalam pembelajaran yang dilakukan di
kelas, mulai dari membimbing, memberikan ilmu serta mengontrol situasi dan
kondisi yang terjadi di dalam kelas. Bayangkan saja ketika di dalam kelas tidak
terdapat orang yang membimbing dalam pembelajaran. Apakah efektif ? tidak lah
jawabannya.
Oleh karena itu, ada faktor-faktor yang harus dimiliki oleh seorang pendidik,
yaitu:
Kondisi Fisik, meliputi kesehatan secara umum dan fungsi indrawi.
Bagaimana jika seorang pendidik sakit ketika mengajar? Tentu akan
menganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung, apalagi pendidik
memilki peran penting dalam proses tersebut. Tentu seorang pendidik harus
memiliki fungsi indrawi yang bagus ketika mengajarkan materi, misalnya
terkait materi warna. Tetapi, itu hanyalah syarat formalitas saja. Ketika guru
memiliki kasus seperti itu dan guru tersebut memiliki loyalitas tinggi dalam
pembelajaran, boleh-boleh saja. Yang penting kemauan kuatnya untuk
memberikan ilmu kepada anak bangsa.

Haruskah memiliki fisik yang sempurna? atau indah barangkalai? Tentu


tidak. Itu adalah pelengkap kalau menurut saya. Yang terpenting adalah kemauan
serta semangat yang tumbuh di dalam setiap jiwa pendidik untuk memberikan
ilmu kepada peserta didik.

Tidak masalah ketika guru tidak memiliki fisik yang bagus, atau memiliki
kekurangan dalam fisiknya. Kemungkinan ada pengaruhnya tetapi tidak besar.
Banyak realita bahwa ketika seorang pendidik tidak memiliki fisik yang
sempurna-pun mampu mengajar dengan baik bahkan lebih baik daripada yang
memiliki tubuh sempurna.
Kondisi Psikis
Faktor sangat penting bagi guru. Bagaimana tidak, coba bayangkan saja jika
seorang guru memiliki keterbelakangan mental atau gangguan jiwa. Bisakah
guru mengajar dengan baik dan sebagai teladan?

Oleh karena itu, guru haruslah memiliki suasana jiwa yang baik agar saat
mengajar dapat mengontrol emosi terhadap anak didik. Tidak kalah penting juga
bahwa guru harus memilki kompetensi paedagogis, kepribadian, dan sosial yang
bagus, serta profesional.
Akan tetapi. Apakah siswa memilki faktor besar dalam proses pembelajaran?
Tentu iya, karena obyek dalam pembelajaran adalah peserta didik. Untuk siapa
lagi guru mengajar, tentunya untuk para siswa.
Prosespembelajaran akan berlangsung baik dan optimal apabila antara guru,
peserta didik serta lingkungan saling memilki keterkaitan yang baik dan mampu
menunjang satu sama lain untuk mewujudkan pendidikan yang jauh lebih baik
lagi. Berusaha, berjuang dan semua butuh proses.

Tanggapan Kasus III:


Tentang artikel diatas bahwa Ibu Zahwati Yusuf adalah guru yang memiliki
keterbatasan fisik namun tidak mengganggu semangat untuk dia mengajar dikelas.
Ketika kita melihat seorang guru yang seperti ibu Zahwati Yusuf apakah kita tidak
malu ketika kita masih bermalas-malasan dalam belajar dan tidak semangat dalam
belajar. Seharusnya kita yang memiliki kondisi fisik yang sempurna dan jauh
lebih muda dari Ibu Zahwati Yusuf memiliki semangat yang lebih dari beliau.

Dan sudah seharusnya kita membuka mata lebar-lebar dan mencontoh Ibu
Zahwati Yusuf, tidak hanya berpakaian indah, berparas indah tetapi yang
terpenting adalah kemauan serta semangat yang tumbuh di dalam setiap jiwa
pendidik untuk memberikan ilmu kepada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai