OLEH:
TRI SILAWATI
NIM : 2010.C.02a.0078
i
LAPORAN STUDI KASUS
OLEH:
TRI SILAWATI
NIM : 2010.C.02a.0078
i
SURAT PERNYATAAN
Saya bersumpah bahwa laporan studi kasus ini adalah hasil karya sendiri dan
belum pernah dikumpul oleh orang lain untuk menempuh ujian pra klinik
dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.
TRI SILAWATI
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
iv
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Oleh:
Pembimbing:
Santy Romauli, S.Kep. (..)
iii
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI LAPORAN STUDI KASUS
PANITIA PENGUJI:
Penguji:
Putria Carolina, S.Kep. Ns (..)
Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi
Kasus yang berjudul: Asuhan Keperawatan Pada Ny M Dengan Stroke
Hemoragik di Ruang H BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Laporan Studi Kasus ini dibuat sebagai syarat dalam menempuh ujian
praktik lapangan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan
Studi Kasus tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. dr. Andriansyah Arifin, MPH selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya.
2. Dra. Mariaty Darmawan, MM sebagai Direktur Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
3. Putria Carolina, S. Kep. Ns, selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan dan sebagai
penguji.
4. Yeria Allen F., S. Kep. Ns, selaku Sekretaris Prodi S1 Keperawatan.
5. Santy Romauli, S.Kep sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan
masukan dan saran dalam upaya perbaikan teknik penulisan studi kasus ini.
6. Evi Monika Ruth, Amd. Kep sebagai Penguji dan Pembimbing II yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalam upaya perbaikan teknik
penulisan studi kasus ini.
7. Kedua orang tua yang selalu memberi motivasi dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus ini baik dari segi
susunan kata, cara penulisan, maupun dari ruang lingkup isi studi kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan studi kasus ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga studi kasus ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun pihak yang berkepentingan.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR BAGAN
Bagan
2.1 Patway Stroke Hemoragi ................................................................................7
3.1 Genogram Keluarga ...................................................................................... 21
viii
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Tabel pola makan pasien selama sakit dan sebelum sakit ............................... 25
3.2 Tabel Pemeriksaan penunjang ........................................................................26
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak. Secara
sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai
darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan dengan gejala lumpuh sesaat, atau
gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.
Kenyataannya masih banyak pasien yang datang ke rumah sakit dalam
keadaan kesadaran yang menurun (koma). Keadaan yang seperti ini memerlukan
penanganan dan perawatan yang bersifat umum, khusus, rehabilitasi, serta
rencana pemulangan pasien. Mengetahui keadaan tersebut, maka peran perawat
bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut
maupun sesudahnya. Usaha yang dilakukan mencakup pelayanan kesehatan
secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai dengan
rehabilitasi. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit
stroke sebagai laporan studi kasus, agar penulis lebih memahami bagaimana
proses keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit stroke.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada kasus stroke
hemoragik yakini sebagai berikut: Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. M
dengan diagnosa medis stroke hemoragik di ruang H BLUD RS dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan studi kasus ini adalah agar
penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif yang
meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual pada pasien dengan stroke hemoragik
dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian status kesehatan pada Ny. M dengan masalah stroke
hemoragik.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Ny. M
dengan masalah stroke hemoragik.
3
2.1.2 Etiologi
Secara umum penyebab stroke Menurut Tarwoto (2007) sebagai berikut:
1) Trombosis, terjadi penyempitan pembuluh darah otak akibat timbunan bekuan
darah (bekuan cairan dalam pembuluh darah otak).
2) Emboli, akibat penyumbatan pembuluh darah otak.
3) Hypoperfusi global
4) Perdarahan subarachnoid
5) Perdarahan intraserebral
Beberapa keadaan dibawah ini yang menyebabkan stroke menurut Fransisca
Baticaca (2008) dalam buku yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan adalah sebagai berikut:
1) Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
4
5
2.1.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak
(Mutaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. 2008). Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark
pada otak. Thrombus dapat berasal dari aterosklerotik, atau darah dapat beku pada
6
area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan kematian
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak.
7
Trombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan Pendarahan intraserebral
darah, lemak, dan udara
Perembesan darah ke
Pembuluh darah oklusi Emboli serebral dalam parenkim otak
Iskemik jaringaan otak
Strok Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti (cerebrovascular accident)
jaringan sekitar Infark otak, edema
dan herniasi otak
Defisit Neorologis
Kerusakan Kerusakan
mobilitas fisik komunikasi verbal
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Tarwoto (2007) adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi/hipotensi
2) Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
3) Kontraktur
4) Tonus otot abnormal
5) Thrombosis vena
6) Malnutrisi
7) Inkontinensia urine, bowel
Adapun komplikasi stroke menurut Fransisca Baticaca (2008) sebagai
berikut:
1) Gangguan otak yang berat
2) Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernapasan atau
kardiovaskular.
5) Sinar X tengkorak
Sinar X tengkorak berfungsi untuk mengetahui adanya tekanan normal, jika
tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kontraindikasi pada peningkatan
intrakranial.
2.2.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang
di harapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus Stroke Hemoragik
maka intervensi keperawatan meliputi:
2.2.3.1 Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada pasien.
Kriteria Hasil: Pasien tidak gelisah, pasien tampak nyaman, nilai GCS : 4, 5, 6
Intervensi:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK.
Rasional: Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi
2) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik
3) Evaluasi pupil
Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan oksigen
akan menunjang peningkatan TIK.
12
5) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh.
Memberikan suasana yang tegang dapat mengurangi respons psikologis dan
memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
6) Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan reflek nyeri di mana pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
7) Observasi tingkat kesadaran GCS.
Prubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi perkembangan penyakit.
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstremitas yang
tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
4) Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakan.
13
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi di maksudkan untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan
yang telah di lakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keparawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan implementasi keperawatan
meliputi:
19
3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 14 Januari 2013 jam 16.00 WIB, di
Ruang Rawat H BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya didapatkan data
yang diperoleh dari keluarga Ny. M, pasien berusia 90 tahun, dengan jenis
kelamin perempuan dan menganut agama Islam, pekerjaan swasta, pasien berasal
dari suku Jawa Indonesia yang beralamat di jalan sesep madu no. 218 Palangka
Raya, pasien masuk BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 9
Januari 2013 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
20
21
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Pasien
Tinggal serumah
Meninggal
Aphasia (gangguan bicara). Suasana hati tampak gelisah, dan penampilan tidak
rapi.
3) Tanda-tanda Vital
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien didapatkan hasil pemeriksaan
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 72 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu tubuh
melalui axila 36,2C.
4) Sistem Pernapasan
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, bentuk dada simetris, tidak
batuk, tidak ditemukan sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada mengeluh sesak
napas, irama pernapasan teratur, suara napas vesikuler, tidak ada suara tambahan
seperti wheezing, ronchi.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pasien tidak mengeluh nyeri dada, tidak ada kram/odema ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah, tidak ada tanda-tanda sianosis, clubing finger, capillary time
<2 detik, tidak ada asites, suara jantung S1 dan S2 normal (lup dup), tidak ada
kelainan lainnya.
6) Sistem Persyarafan
Membuka dan menutup mata dengan rangsang nyeri, nilai E: 2. Respon verbal
tidak berespon, nilai V: 1. Respon terhadap perintah reaksi menghindari nyeri,
nilai M: 4. Berdasarkan pemeriksaan didapatkan total nilai GCS dengan nilai 7.
Kesadaran Somnolen, pupil isokor, refleks pasien terhadap cahaya kanan dan kiri
positif, tidak ada nyeri, tidak ada kejang dan tremor, pasien saat ini mengalami
Aphasia.
Pemeriksaan syaraf kranial:
1) Syaraf kranial I/olfaktorius: Pasien dapat membedakan bau-bauan, fungsi
penciuman baik.
2) Syaraf kranial II/optikus: Pasien dapat melihat dengan jelas.
3) Syaraf kranial III/okulomotoris: Bola mata pasien dapat mengikuti arah
jari perawat.
4) Syaraf kranial IV/troklear: Pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas
ke bawah.
5) Syaraf kranial V/trigeminus: Pasien tidak dapat mengatup giginya.
23
7) Uji koordinasi
Uji ekstremitas bawah negatif, uji kestabilan tubuh negatif.
8) Eliminasi urine
Produksi urine pada tanggal 14 Januari 2013 yaitu 1.000ml, dengan warna
kecoklatan, bau khas amoniak, kencing normal.
9) Eliminasi alvi
Bibir terlihat lembab, pasien tidak dapat mengunyah dengan baik, gusi tidak
ada peradangan, lidah tidak ada peradangan, mukosa lembab, tidak ada
pembesaran tonsil, rectum tidak ada massa, hemoroid tidak ada, bising usus
terdengar 20 kali selama 1 menit, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada
benjolan pada abdomen.
10) Sistem tulang/otot/integumen
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, adanya kelemahan otot, adanya
kelumpuhan pada otot, adanya kekakuan otot pada separuh tubuh sebelah kanan,
tidak ada nyeri, tidak ada pembengkakkan, adanya kekakuan, tidak ada
peregangan pada otot, adanya kekakuan pada tonus otot, ukuran otot simetris,
kekuatan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah 0044 tidak ada pergeseran
tulang, tidak ada peradangan, tidak ada luka, tidak ada patah pulang, tulang
belakang normal.
Masalah Keperawatan: Gangguan mobilitas fisik.
24
Tabel 3.1 Pola makan pasien selama sakit dan sebelum sakit
lalu.
DO:
- Pasien tampak
tidak mampu
mengekspresik
an perasaannya
- pasien tidak
berespon saat
di ajak
berkomunikasi
- Pasien
mengalami
gangguan
bicara.
1. Gangguan perfusi jaringan dalam waktu 1x7 jam tidak 1. Kaji faktor penyebab dari 1. Deteksi dini untuk
serebral berhubungan terjadi peningkatan TIK pada situasi/keadaan memprioritaskan intervensi
dengan peningkatan pasien. individu/penyebab koma/
tekanan intrakranial (TIK). - Nilai GCS Meningkat penurunan perfusi jaringan dan
- Pasien tidak gelisah penyebab peningkatan TIK.
- pasien tampak nyaman 2. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 2. Suatu keadaan normal bila
jam sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan
kembali bola mata
merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak.
4. Monitor temperatur dan 4. Panas merupakan refleks dari
pengaturan suhu lingkungan. hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan oksigen akan
menunjang peningkatan TIK
5. Kurangi rangsangan ekstra dan 5. Memberikan suasana yang
berikan rasa nyaman seperti tegang dapat mengurangi
masase punggung, respons psikologis dan
lingkunganyang tenang, sentuhan memberikan istirahat untuk
yang ramah dan mempertahankan TIK yang
suasana/pembicaraan yang tidak rendah.
gaduh.
30
31
31
32
Rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi
2. Gangguan mobilitas fisik Dalam waktu 1x7 jam pasien 1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan mampu melaksanakan observasi terhadap peningkatan kemampuan kliendalam
kelemahan otot. aktivitas fisik sesuai dengan kerusakan. Kaji secara teratur melakukan aktivitas
kemampuannya. fungsi motorik.
- Meningkatnya kekuatan 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam. 2. Menurunkan risiko
terjadinya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang
tertekan.
3. Ajarkan pasien untuk melakukan 3. Gerakan aktif memberikan
latihan gerakan aktif pada massa, tonus dan kekuatan
ekstremitas yang tidak sakit. otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan
pernapasan
4. Lakukan gerakan pasif pada 4. Otot volunter akan
ekstremitas yang sakit. kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakan.
5. Bantu pasien melakukan latihan 5. Untuk memelihara
ROM (range of moction), fleksibilitas sesuai
perawatan diri sesuai toleransi. kemampuan
32
33
33
34
Rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi
3. Kerusakan komunikasi Dalam waktu 1x7 jam 1. Kaji tipe disfungsi misalnya 1. Membantu menentukan
verbal berhubungan dengan pasien dapat menunjukan pasien tidak mengerti tentang kerusakan area pada otak
efek dari kekerusakan pada pengertian terhadap :masalah kata-kata atau masalah berbicara dan menentukan kesulitan
area bicara pada hemisfer komunikasi. atau tidak mengerti bahasa klien dengan sebagian atau
otak. - mampu sendiri. seluruhproses komunikasi,
mengekspresikan klien mungkin mempunyai
perasaannya masalah dalam
- mampu mengguanakan mengertikan kata-kata
bahasa isyarat, (afasia, area Wernicke, dan
- Terciptanya suatu kerusakan pada area
komunikasi di mana Broca).
kebutuhan klien dapat 2. Bedakan afasia dengan disatria. 2. Dapat menentukan pilihan
dipenuhi, intervensi sesuai dengan
- Pasien mampu merespon tipe gangguan.
setiap berkomunikasi 3. Beri peringatan bahwa pasien di 3. Untuk kenyamanan yang
secara verbal maupun ruangan ini mengalami gangguan berhubungan dengan situasi
isyarat. berbicara, sediakan bel khusus individu
bila perlu.
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan 4. Membantu menurunkan
pasien frustasi oleh karena
ketergantungan atau
ketidaknyamanan
berkomunikasi ingatan dan
kata-kata.
34
35
35
36
4. Resiko ketidak seimbangan Dalam waktu 1x7 jam 1. Observasi tekstur, turgor kulit. 1. Mengetahui status nutrisi
nutrisi : kurang dari kebutuhan nutrisi pasien pasien.
kebutuhan tubuh terpenuhi
berhubungan dengan - Asupan dapat masuk
kelemahan otot dalam sesuai kebutuhan,
mengunyah dan menelan. - Terdapat kemampuan
menelan.
36
37
37
38
3.5 Implementasi
Hari/Tanggal/Jam : Senin, 14 Januari 2013 16.00 WIB
Tanda tangan dan
No. Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1 Diagnosa 1: S:Keluarga pasien mengatakan :
1. Mengkaji faktor penyebab dari situsai/penyebab koma/penurunan ibu saya sudah tidak gelisah
perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK lagi
2. Mengobservasi tanda-tanda vital O:
TTV: - tingkat kesadaran pasien
TD : 120/80 mmHg somnolen
N : 72 kali/menit - nilai GCS 7
RR : 22 kali/menit - Pasien tampak tenang
T : 36,2C. A: Masalah teratasi sebagian
3. Mengevaluasi pupil P : Lanjutkan intervensi
4. Mengurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman, lingkungan (TRI SILAWATI)
yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang
NIM: 2010.C.02a.0078
tidak gaduh.
5. mengbservasi tingkat kesadaran GCS pasien yaitu dengan total nilai 7.
6. Pemberian injeksi Kalnek 250 mg.
2 Diagnosa 2: S: Keluarga pasien mengatakan :
1. mengkaji mobilitas fisik pasien yaitu 4 (total care) ibu saya belum bisa
2. mengubah posisi pasien beraktivitas seperti biasa.
3. membantu pasien dalam memenuhi ADL yaitu membantu pasien O:
mandi, mengganti pakaian, menyisir rambut, dan mengganti pengalas - pasien belum mampu
tempat tidur. melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan
kemampuannya,
38
39
39
BAB 4
PEMBAHASAN
40
41
hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg), namun pada saat pengkajian yang
dilakukan pada Ny M tidak di temukan adanya renjatan (syock hipovolemik), dan
juga tekanan darah dalam batas normal. Hal ini di akibatkan karena pasien sudah
menjalani perawatan selama 6 hari di Rumah Sakit.
4.1.3 B3 (Brain)
Pada teori menyebutkan pengkajian pada brain yaitu terjadinya defisit
neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny M ditemukan adanya defisit
neurologis. pada pengkajian antara konsep teori dan fakta ditemukan adanya
kesamaan.
4.1.4 B4 (Bladder)
Pada teori menyebutkan pada pasien stroke terjadi inkontinensia urine
sementara pada saat konfusi, juga adanya ketidakmampuan mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Yang di temukan
pada pasien Ny M tidak mengalami masalah dalam eliminasi uri, hal ini
disebabkan karena pasien sudah menjalani perawatan yang cukup lama sehingga
pada pada pengkajian Bladder tidak ada masalah/gangguan.
4.1.5 B5 (Bowel)
Pada teori menyebutkan pada pasien stroke terjadi kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.Pola defekasi biasnya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adapun pada saat pengkajian dengan
pasien NY M tidak di temukan mual muntah pada fase akut, dan pola defekasi
tidak terjadi konstipasi. Hal ini dikarenakan perawatan yang dilakukan pada
pasien Ny M sudah cukup lama sehingga peristaltik usus tidak terjadi penurunan
jadi pasien tidak mengalami konstipasi. Pada pengkajian didapatkan Ny M
mengalami kesulitan menelan hal ini terjadi karena manifestasi klinis dari stroke
hemoragik yaitu dispagia sehingga pasien Ny M mengalami kesulitan dalam
menelan.
4.1.6 B6 (Bone)
Pada teori menyebutkan pasien dengan Stroke akan mengalami kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik yang paling umum
42
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada kulit, jika
pasien kurang oksigen, kulit akan pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pada saat pengkajian pada Ny M yang
ditemukan hampir sama sehingga tidak ditemukan kesenjangan pada pengkajian
system Bone.
pada gangguan mobilitas fisik dimana pada intervensi yang dilakukan penulis
membantu untuk mengubah posisi pasien upaya ini menurunkan risiko terjadinya
iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang tidak lancar pada area yang tertekan
dan membantu pasien memenuhi ADL seperti membantu pasien mandi,
mengganti pakaian, menyisir rambut, juga mengganti pengalas tempat tidur untuk
menjaga kebersihan kulit pasien, upaya ini mencegah dari terjadinya infeksi
nasokomial.
Selanjutnya mengapa pada diagnosa: ketidak seimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan
menelan penulis mengangkatnya sebagai resiko akan terjadi ketidakseimbangan
nutrisi karena ada kemungkinan asupan pasien yang tidak adekuat karena
gangguan menelan yang sering terjadi pada pasien dengan stroke namun pada
pasien Ny M terpasang alat bantu makan yaitu slang nasogastrik sehingga
kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
4.3 Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka untuk mengatasi masalah
pasien di perlukan tahap yang disebut tahap perencanaan keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang di
harapkan dari pasienatau tindakan yang harus di lakukan oleh perawat.
Perencanaan yang dilakukan sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan yang
diangkat dalam kasus Sroke Hemoragik pada Ny M, yaitu sebagai berikut:
4.3.1 Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan
individu/penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan
tik, monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam, evaluasi pupil, monitor temperatur dan
pengaturan suhu lingkungan, kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman
seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh, kaji peningkatan istirahat dan tingkah
laku pada pagi hari, observasi tingkat kesadaran GCS. Kolaborasi dalam dalam
pemeberian terapi injeksi Kalnex 250 mg.
45
4.4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah disusun dimana dalam pelaksanaan dilakukan secara
mandiri maupun tim. Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny M
dilakukan selama 2 hari dari tanggal 14 Januari 2013.
4.4.1 Tindakan yang telah dilakukan untuk diagnosa gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) meliputi:
mengaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK, memonitor tanda-
tanda vital, mengevaluasi pupil, mengurangi rangsangan ekstra dan memberikan
rasa nyaman, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh, mengobservasi tingkat kesadaran GCS,
memberikan terapi injeksi Kalnex 250 mg. Adapun hal yang tidak di lakukan
penulis berdasarkan intervensi yang sudah di rencanakan yaitu mngkaji
peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari karena penulis saat itu tidak
dinas saat pagi hari, kemudian pada masase dan pengukuran tekanan darah setiap
4 jam tidak dilakukan karena keterbatasan waktu yang dimiliki penulis.
4.4.2 Implementasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa: Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan otot yaitu mengkaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan kerusakan, mengubah posisi pasien, membantu
pasien dalam memenuhi ADL yaitu mebantu pasien mandi, mengganti pakaian,
menyisir rambut, dan mengganti pengalas tempat tidur. Adapun beberapa hal
yang tidak dilakukan berdasarkan intervensi yaitumengubah posisi tiap 2 jam,
melakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit, membantu pasien
melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu penulis untuk melaksanakan intervensi. Selanjutnya
berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien tidak dilakukan
karena tidak memungkinkannya dilakukan tindakan tersebut.
4.4.3 Implementasi untuk diagnosa kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan efek dari kekerusakan pada area bicara pada hemisfer otak yaitu:
mengkaji tipe ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi, menentukan pasien
47
4.5 Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap pengukuran keberhasilan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien. Untuk menilai/mengevaluasi
keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, Penulis melihat dan
membandingkan dengan kriteria tujuan yang ada di rencana keperawatan. Hal
yang dievaluasi adalah perilaku/keadaan yang ditujukan oleh Ny M sesuai yang
dinyatakan dalam tujuan dan kriteria hasil yang ada. Hasil evaluasi terhadap
masalah yang timbul pada pasien Ny M setelah berakhirnya perawatan selama 2
(dua) hari oleh penulis yaitu:
Pada masalah gangguan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian karena
pasien sudah tampak tidak gelisah namun nilai pengukuran GCS belum
normal/belum ditemukannya peningkatan.
48
5.1 Kesimpulan
Dalam memberikan asuhan keperawatan dilaksanakan dengan pendekatan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Pengkajian yang dilakukan pada Ny M yaitu mengobservasi keadaan
umum pasien yaitu pasien Ny M mengalami penurunan kesadaran dan mengalami
gangguan bicara/aphasia. Selanjutnya pada pengkajian B1 (breathing) tidak
ditemukan batuk dan sesak napas, B2 (blood): tekanan darah dalam batas normal,
B3 (brain) terjadinya defisist neurologis, B4 (bladder) normal atau tidak adanya
inkontinensia urine, B5 (bowel) terjadi kesulitan menelan, dan yang terakhir
pengkajian B5 (bone) terjadinya hemiparalisis.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Ny. M didapatkan prioritas
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kekerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak.
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang
teridentifikasi dan mengacu pada landasan teori. Pelaksanaan tindakan dilakukan
secara mandiri dan kolaboratif. Rencana dapat dilaksanakan dengan baik berkat
adanya kerjasama antara penulis dengan keluarga pasien serta dukungan dari
perawat di Ruang Perawatan H (Persarafan) di BLUD RS dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya. Dalam evaluasi masalah pada gangguan perfusi jaringan serebral
teratasi sebagian karena nilai pengukuran GCS belum normal. Kemudian pada
masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi karena pasien belum mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dan pasien masih
tampak lemah. Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh karena kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan, pada masalah ini
49
50
51