Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN STROKE HEMORAGIK


DI RUANG H BLUD RS dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:
TRI SILAWATI
NIM : 2010.C.02a.0078

YAYASAN EKAHARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2013

i
LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN STROKE HEMORAGIK


DI RUANG H BLUD RS dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Ujian Pra Klinik Pada


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya

OLEH:
TRI SILAWATI
NIM : 2010.C.02a.0078

YAYASAN EKAHARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2013

i
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa laporan studi kasus ini adalah hasil karya sendiri dan
belum pernah dikumpul oleh orang lain untuk menempuh ujian pra klinik
dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun.

Palangka Raya, Febuari 2013


Yang Menyatakan,

TRI SILAWATI

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan studi kasus ini telah disetujui


Tanggal 21 Febuari 2013

Oleh:

Putria Carolina, S.Kep.,Ns. (..)

Evi Monika Ruth, Amd. Kep (..)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

Putria Carolina, S.Kep.Ns.

iv
iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Studi Kasus Ini Telah Disetujui Untuk Di Uji


Pada Tanggal 20 Febuari 2013

Oleh:

Pembimbing:
Santy Romauli, S.Kep. (..)

Evi Monika Ruth, Amd. Kep (..)

iii
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI LAPORAN STUDI KASUS

Laporan studi kasus ini telah di uji


Pada tanggal 21 Januari 2013

PANITIA PENGUJI:

Penguji:
Putria Carolina, S.Kep. Ns (..)

Evi Monika Ruth, Amd. Kep (..)

Mengetahui,
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan

Putria Carolina, S.Kep.Ns.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi
Kasus yang berjudul: Asuhan Keperawatan Pada Ny M Dengan Stroke
Hemoragik di Ruang H BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Laporan Studi Kasus ini dibuat sebagai syarat dalam menempuh ujian
praktik lapangan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan
Studi Kasus tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. dr. Andriansyah Arifin, MPH selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya.
2. Dra. Mariaty Darmawan, MM sebagai Direktur Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
3. Putria Carolina, S. Kep. Ns, selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan dan sebagai
penguji.
4. Yeria Allen F., S. Kep. Ns, selaku Sekretaris Prodi S1 Keperawatan.
5. Santy Romauli, S.Kep sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan
masukan dan saran dalam upaya perbaikan teknik penulisan studi kasus ini.
6. Evi Monika Ruth, Amd. Kep sebagai Penguji dan Pembimbing II yang telah
banyak memberikan masukan dan saran dalam upaya perbaikan teknik
penulisan studi kasus ini.
7. Kedua orang tua yang selalu memberi motivasi dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus ini baik dari segi
susunan kata, cara penulisan, maupun dari ruang lingkup isi studi kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan studi kasus ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga studi kasus ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun pihak yang berkepentingan.

Palangka Raya , 2013

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR


HALAMAN SAMPULDALAM ........................................................................... i
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI LAPORAN STUDI KASUS ................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 4
2.1 Konsep Dasar ................................................................................................. 4
2.2 Manajemen Keperawatan............................................................................... 9
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................ 20
3.1 Pengkajian .................................................................................................... 20
3.2 Analisa Data ................................................................................................. 27
3.3 Prioritas Masalah ......................................................................................... 29
3.4 Intervensi Keperawatan................................................................................ 30
3.5 Implementasi dan Evaluasi .......................................................................... 38
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 40
4.1 Pengkajian .................................................................................................... 40
4.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 42
4.3 Intervensi ...................................................................................................... 44
4.4 Implementasi ................................................................................................ 46
4.5 Evaluasi ........................................................................................................ 47
BAB 5 PENUTUP ............................................................................................... 49
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 49
5.2 Saran ............................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR BAGAN
Bagan
2.1 Patway Stroke Hemoragi ................................................................................7
3.1 Genogram Keluarga ...................................................................................... 21

viii
DAFTAR TABEL

Tabel
3.1 Tabel pola makan pasien selama sakit dan sebelum sakit ............................... 25
3.2 Tabel Pemeriksaan penunjang ........................................................................26

ix
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Baticaca,
Fransisca. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
2008). Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan
kecacatan berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses fikir, daya
ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi
otak.
Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan
dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat (Baticaca,
Fransisca. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
2008). Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per
1.000 penduduk). (www/http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemorrhagic di
unduh pada tanggal 5 Januari 2013 pukul 15.45 WIB). Menurut data rekam medik
di BLUD RS dr Doris Sylvanus Palangka Raya pada ruangan rawat H penderita
dengan Stroke Hemoragik (Pebruari sampai Desember 2012) tercatat sebanyak 23
kasus (di ambil pada tanggal 4 Febuari 2013).
Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia
dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu
oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai faktor resiko
yang dapat menimbulkan stroke. Penyebab stroke adalah pecahnya (ruptur)
pembuluh darah di otak dan atau terjadinya trombosis dan emboli. Gumpalan
darah akan masuk ke aliran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena
adanya bagian otak yang cedera dan menutup atau menyumbat arteri otak.

1
2

Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penurunan fungsi otak. Secara
sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai
darah ke otak karena sumbatan atau perdarahan dengan gejala lumpuh sesaat, atau
gejala berat sampai hilangnya kesadaran, dan kematian.
Kenyataannya masih banyak pasien yang datang ke rumah sakit dalam
keadaan kesadaran yang menurun (koma). Keadaan yang seperti ini memerlukan
penanganan dan perawatan yang bersifat umum, khusus, rehabilitasi, serta
rencana pemulangan pasien. Mengetahui keadaan tersebut, maka peran perawat
bekerja sama dengan tim kesehatan lain sangat dibutuhkan baik masa akut
maupun sesudahnya. Usaha yang dilakukan mencakup pelayanan kesehatan
secara menyeluruh, mulai dari promotif, preventif, kuratif, sampai dengan
rehabilitasi. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menjadikan penyakit
stroke sebagai laporan studi kasus, agar penulis lebih memahami bagaimana
proses keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit stroke.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada kasus stroke
hemoragik yakini sebagai berikut: Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. M
dengan diagnosa medis stroke hemoragik di ruang H BLUD RS dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan dan penulisan laporan studi kasus dapat dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan studi kasus ini adalah agar
penulis mampu menggambarkan asuhan keperawatan secara komprehensif yang
meliputi bio, psiko, sosial dan spiritual pada pasien dengan stroke hemoragik
dengan menggunakan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Melakukan pengkajian status kesehatan pada Ny. M dengan masalah stroke
hemoragik.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Ny. M
dengan masalah stroke hemoragik.
3

3) Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul pada


Ny. M dengan stroke hemoragik.
4) Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang dibuat
pada Ny. M dengan stroke hemoragik.
5) Membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. M dengan stroke hemoragik.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik.
1.4.2 Praktis
1) Ilmu Pengetahuan
Mengembangkan ilmu pengetahuan terbaru khususnya dalam bidang
keperawatan serta dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan.
2) Institusi Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang penyakit stroke hemoragik dari penyebab,
tanda dan gejala, serta perencanaan dan penatalaksaan asuhan keperawatan.
3) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Periode (UAP) di
pendidikan dan untuk menambah referensi bagi pendidikan.
4) Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik dan untuk memenuhi tugas
akhir semester yang diberikan oleh pendidikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi
Stroke Hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan
subarachnoid, mungkin disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak tertentu.
Biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif, namun juga pada
kondisi istirahat (Tarwoto, dkk. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Persarafan. 2007).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Baticaca,
Fransisca. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
2008).
Berdasarkan uraian diatas maka stroke secara umum yaitu sindrom klinis
dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan
pembuluh darah otak yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular.

2.1.2 Etiologi
Secara umum penyebab stroke Menurut Tarwoto (2007) sebagai berikut:
1) Trombosis, terjadi penyempitan pembuluh darah otak akibat timbunan bekuan
darah (bekuan cairan dalam pembuluh darah otak).
2) Emboli, akibat penyumbatan pembuluh darah otak.
3) Hypoperfusi global
4) Perdarahan subarachnoid
5) Perdarahan intraserebral
Beberapa keadaan dibawah ini yang menyebabkan stroke menurut Fransisca
Baticaca (2008) dalam buku yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan adalah sebagai berikut:
1) Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.

4
5

2) Pecahnya pembuluh darah di otak karena kelumpuhan pembuluh darah otak.


3) Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

2.1.3 Manifestasi klinis


Gejala klinis stroke hemoragik menurut Tarwoto (2007) berupa:
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodnormal yang terjadi pada
saat istirahat atau bangun pagi.
2) Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran.
3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun namun adapula yang mengalami
serangan stroke pada usia muda.
4) Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
Gejala stoke akut berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul mendadak.
2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik)
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, derilium, letargi/somnolen,
stupor, atau koma)
4) Afasia (tidak lancer atau tidak dapat bicara)
5) Disartria (bicara pelo atau cadel)
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasarannya)
7) Vertigo (mual muntah atau nyeri kepala).
8) Dispagia (kesulitan menelan)

2.1.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak
(Mutaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. 2008). Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi
dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark
pada otak. Thrombus dapat berasal dari aterosklerotik, atau darah dapat beku pada
6

area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi
turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi
berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma
pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan kematian
kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau
ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak.
7

Bagan 2.1 Pathway Stroke Hemoragik

Faktor faktor resiko stroke

Ateroskleroses Hipergulasi, artesis Katup jantung rusak, miokard, infark, fibrilasi,


Aneuresma, Malformasi, ariovenous
endokarditis

Trombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan Pendarahan intraserebral
darah, lemak, dan udara

Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan


darah, lemak, dan udara

Perembesan darah ke
Pembuluh darah oklusi Emboli serebral dalam parenkim otak
Iskemik jaringaan otak
Strok Penekanan jaringan otak
Edema dan kongesti (cerebrovascular accident)
jaringan sekitar Infark otak, edema
dan herniasi otak
Defisit Neorologis

Kehilangan kontrol Resiko peningkatan Disfungsi bahasa


Infark serebral dan komunikasi
volunter TIK

Hemiasi falks serebri


dan ke foramen Disatria disfasia/afasia,
Penurunan Perfusi Hemiplegia dan magnum
Jaringan serebral hemiparesis apraksia
Kompresi batang otak

Kerusakan Kerusakan
mobilitas fisik komunikasi verbal

Depresi saraf Kemampuan batuk


menurun, kurang Disfungasi kandung
Koma kardiovaskular dan kemih dan saluran
pernapasan mobilitas fisik, dan
produksi sekret pencernaan

Intake nutrisi tidak Kelemahan Kegagalan


adekuat fisik umum kardiovaskular dan
pernapasan Resiko bersihan Gangguan eliminasi
jalan napas tidak uri dan alvi
efektif
Perubahan Ketidak mampuan
pemenuhan perawatan diri kematian
nutrisi (ADL)

Penurunan tingkat Penekanan jaringan Resiko tinggi kerusakan integritas


kesadaran setempat kulit

Daftar Pustaka: Mutaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Persarafan (2008)
8

2.1.5 Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Tarwoto (2007) adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi/hipotensi
2) Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
3) Kontraktur
4) Tonus otot abnormal
5) Thrombosis vena
6) Malnutrisi
7) Inkontinensia urine, bowel
Adapun komplikasi stroke menurut Fransisca Baticaca (2008) sebagai
berikut:
1) Gangguan otak yang berat
2) Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernapasan atau
kardiovaskular.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada pasien stroke sebagai berikut:
1) Computerized Tomografi Scaning (CT Scan)
CT scan berfungsi mengetahui area infark, edema hematoma, struktur dan
sistem ventrikel otak.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI berfungsi untuk menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteriovena.
3) Elektro Encephalografi (EEG)
EEG berfungsi untuk mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
4) Angiografi Serebral
Angiografi serebral berfungsi untuk membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
ruptur.
9

5) Sinar X tengkorak
Sinar X tengkorak berfungsi untuk mengetahui adanya tekanan normal, jika
tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik
subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kontraindikasi pada peningkatan
intrakranial.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Terapi stroke hemoragik pada serangan akut:
1) Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
2) Masukan pasien keunit perawatan saraf untuk dirawat dibagian bedah saraf
3) Penatalaksanaan umum di bagian bedah saraf
4) Penatalaksanaan khusus pada kasus :
(1) Subsrachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage
(2) Kombinasi antara parenchymatous dan Subsrachnoid hemorrhage
(3) Parenchymatous hemorrhage
5) Neurologis
(1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
(2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
6) Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah
(1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
(2) Natrii Etamsylate
(3) Kalsium
(4) Profilaksis Vasospasme
7) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
8) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Keadaan umum: umumnya pasien stroke mengalami penurunan kesadaran,
kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa
bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi
bervariasi.
10

1) B1 (Breathing): batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
2) B2 (Blood): renjatan (syock hipovolemik) yang sering terjadi pada pasien
stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain): defisit neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori).
4) B4 (Bladder): inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.
5) B5 (Bowel): kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut. Pola defekasi biasnya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
6) B6 (Bone): kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi
motorik yang paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh. Pada kulit, jika pasien kurang oksigen, kulit akan pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah sebuah label singkat, mengambaarkan
kondidi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-
masalah aktual atau potensial (Wilkinson, Judith.Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. 2007).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan dengan
stroke hemoragik yaitu sebagai berikut:
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
11

3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi.
5) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder,
perubahan tingkat kesadaran.
7) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan
cairan yang tidak adekuat.

2.2.3 Intervensi
Perencanaan keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang
di harapkan dari pasien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus Stroke Hemoragik
maka intervensi keperawatan meliputi:
2.2.3.1 Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada pasien.
Kriteria Hasil: Pasien tidak gelisah, pasien tampak nyaman, nilai GCS : 4, 5, 6
Intervensi:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK.
Rasional: Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi
2) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik
3) Evaluasi pupil
Reaksi pupil dan pergerakan kembali bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.
4) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan oksigen
akan menunjang peningkatan TIK.
12

5) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh.
Memberikan suasana yang tegang dapat mengurangi respons psikologis dan
memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.
6) Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan reflek nyeri di mana pasien tidak mampu mengungkapkan
keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.
7) Observasi tingkat kesadaran GCS.
Prubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan
lokasi perkembangan penyakit.

2.2.3.2 Diagnosa 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


otot.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil: Meningkatnya kekuatan
Intervensi:

1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik.
Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
2) Ubah posisi pasien tiap 2 jam.
Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang tertekan.
3) Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstremitas yang
tidak sakit.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
4) Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakan.
13

5) Bantu pasien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.


Untuk memelihara fleksibilitas sesuai kemampuan
6) Bantu pasien dalam memenuhi ADL seperti bantu pasien mandi, mengganti
pakaian, menyisir rambut, mengganti pengalas tempat tidur.
Memandikan pasien merupakan salah satu cara memperkecil infeksi
nasokomial. Agar terlihat rapi.Menyisir rambut merupakan bentuk fisioterapi.
Merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia.
7) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien..
Peningkatan kemampuan dalam mobilitasi ekstremitas dapat ditingkatkan
dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.

2.2.3.3 Diagnosa 3: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil: Turgor baik, Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, Terdapat
kemampuan menelan.
Intervensi:
1) Observasi tekstur, turgor kulit.
Rasional: Mengetahui status nutrisi pasien.
2) Lakukan oral hygiene.
Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
3) Observasi intake dan output nutrisi.
Mengetahui keseimbangan nutrisi pasien.
4) Tentukan kemampuan pasien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk.
Untuk menetapkan jenis makana yang akan diberikan pada pasien.
5) Berikan makana dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
6) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau
makanan melalui selang.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan
jika pasien tidak mampu untuk memasukan segala sesuatu melalui mulut.
14

2.2.3.4. Diagnosa 4: Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan control otot/koordinasi.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri
Kriteria Hasil: pasien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan
merawat diri, pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
ADL.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan pasien dan bantu bila perlu.
Pasien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk
mencegah frustasi dan harga diri klien
3) Menyadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan.
Pertahankan dukungan pola pikir izinkan pasien melakukan tugas, beri umpan
balik, positif untuk usahanya. Pasien memerlukan empati, tetapi perlu
mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani pasien.sekaligus
meningkatkan harga diri, memandirikan pasien, dan menganjurkan pasien
untuk terus mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan
dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Pasien akan mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat
keluar masuknya orang ke ruangan.
5) Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari jalan.
Menjaga keamanan pasien bergerak di sekitar tempat tidur dan menurunkan
risiko tertimpa perabotan
6) Beri kesempatan untuk menolong diri seperti menggunakan kombinasi pisau
garpu, sikat dengan pegangan panjang, ekstensi untuk berpijak pada lantai
atau ke toilet, kursi untuk mandi. Mengurangi ketergantungan.
15

7) Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan menggunakan urinal,


pispot. Antarkan ke kamar mandi bila kondisi memungkinkan.
Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat menimbulkan
masalah pengosongan kandung kemih oleh karena masalah neurogenik.
8) Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas.
Meningkatkan latihan dan membantu mencegah konstipasi.
9) Kolaborasi:
Pemberian supositoria dan pelumas feses/pencahar.
Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi
10) Konsul ke dokter terapi okupasi.
Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus

2.2.3.5. Diagnosa 5: Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah


baring yang lama.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria Hasil: Pasien mampu berpartisispasi terhadap pencegahan luka,
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan
atau luka.
Intervensi:
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi
jika mungkin.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi tiap 2 jam.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
Menghindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
16

Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan


6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap
kulit.
Mempertahankan kulit

2.2.3.6. Diagnosa 6: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan


dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun,
penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pasien mampu meningkatkan dan
mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria Hasil: bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, menunjukan
batuk yang efektif.
Intervensi:
1) Kaji keadaan jalan napas
Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa
cairan mukus, perdarahan, bronkospasme, dan/atau posisi dari trakeostomi
yang berubah.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru.
Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru
menandakan jalan napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelaktasis akan menimbulkan perubahan suara napas seperti
ronkhi atau mengi.
3) Berikan minuman hangat jika keadaan memungkinkan.
Membantu pengenceran sekret, mempermudah pengeluaran sekret.
4) Atur/ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam)
Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi
risiko atelaktasis.
5) Jelaskan kepada pasien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
17

6) Ajarkan pasien metode yang tepat untuk mengontrol batuk.


Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
7) Latihan napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
8) Lakukan pernapasan diafragma.
Pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
9) Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Meningkatkan volume udara dalam paru-paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
10) Lakukan napas kedua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk pasien.
11) Auskultasi paru sebelum dan sesudah pasien batuk.
Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelaktasis.
12) Ajarkan pasien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi:
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000-
1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Upaya untuk menghindari pengentalan dari sekret pada saluran napas bagian
atas.
13) Kolaborasi: pemberian obat-obat bronkodilator sesuai indikasi.
Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi
otot/bronkospasme.

2.2.3.7 Diagnosa 7: Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan


imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.
Kriteria Hasil: pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, bising usus normal.
Intervensi:
18

1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.


Rasional: Pasien dan keluarga dapat mengerti tentang penyebab konstipasi.
2) Auskultasi bising usus.
Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3) Anjurkan pada pasien untuk makan-makanan yang mengandung serat.
Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi
regular.
4) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari)
jika tidak ada kontraindikasi.
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang
sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien.
Aktivitas fisik regular membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6) Kolaborasi: dengan tim medis dalam pemberian pelunak feses (laksatif,
enema, supositoria).
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
perawat menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien dengan Stroke hemoragik. Perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi di maksudkan untuk pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan
yang telah di lakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keparawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan.
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan implementasi keperawatan
meliputi:
19

1) Pasien tidak terjadi peningkatan TIK.


(1) Pasien tidak gelisah,
(2) pasien tampak nyaman,
(3) nilai GCS normal dengan total nilai 15 yaitu kesadaran penuh
(4) TTV dalam batas normal.
2) Pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Meningkatnya kekuatan
3) Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
(1) Turgor baik,
(2) Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan
(3) Terdapat kemampuan menelan..
4) Memperlihatkan tidak adanya defisit perawatan diri.
(1) Menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri.
(2) Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.
5) Mendemonstrasikan integritas kulit adekuat
(1) Pasien mampu berpartisispasi terhadap pencegahan luka
(2) Pasien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
(3) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
6) Pasien mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas
agar tetap bersih dan mencegah aspirasi.
(1) Bunyi napas terdengar bersih,
(2) Ronkhi tidak terdengar,
(3) Menunjukan batuk yang efektif.
7) Pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi
(1) Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancer tanpa menggunakan obat,
(2) Konsistensi feses lembek berbentuk
(3) Bising usus normal.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal/jam Pengkajian: Hari Senin, 14 januari 2013


Sumber pengkajian: Keluarga, Petugas Kesehatan dan Data rekam medis.

3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada tanggal 14 Januari 2013 jam 16.00 WIB, di
Ruang Rawat H BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya didapatkan data
yang diperoleh dari keluarga Ny. M, pasien berusia 90 tahun, dengan jenis
kelamin perempuan dan menganut agama Islam, pekerjaan swasta, pasien berasal
dari suku Jawa Indonesia yang beralamat di jalan sesep madu no. 218 Palangka
Raya, pasien masuk BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 9
Januari 2013 dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan:


1) Keluhan Utama:
Keluarga pasien mengatakan: ibu saya tidak ada bicara sejak sakit sekitar 6
hari yang lalu, dan ibu saya mengalami kelemahan otot pada bagian tubuh sebelah
kanan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada tanggal 9 Januari 2013 pukul 16.40 WIB, pasien dilarikan ke IGD
BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan keluhan hilang kesadaran
sejak pukul 4 pagi. Diagnosa medis dari IGD menyebutkan bahawa pasien Suspek
Stroke Hemoragik.Karena kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dipulangkan
dan memerlukan perawatan lebih lanjut, maka pasien dianjurkan untuk di rawat di
ICU (intensif care unit) untuk dilakukan perawatan secara intensif. Pada tanggal
14 Januari 2013 pasien dipindahkan ke ruang rawat H (persarafan).
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Dari hasil pengkajian/anamnesa tanggal 14 Januari 2013 dengan keluarga
pasien di dapatkan hasil, sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit
seperti yang di alami pasien sekarang, pasien belum pernah di rawat di rumah
sakit dan tidak pernah di operasi.

20
21

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengatakan di keluarga mereka tidak ada riwayat penyakit
seperti yang di alamami pasien sekarang.
(1) Genogram Keluarga
Bagan 3.1. Genogram keluarga

Keterangan:

Laki-laki

Perempuan

Pasien

Tinggal serumah

Meninggal

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum
Pasien tampak sakit berat, terpasang infus di tangan kanan pasien dengan jenis
cairan NaCl 20 Tpm. Terpasang Kateter pada uretra, dan selang nasogastrik.
2) Status Mental
Dari hasil pengkajian status mental pasien Ny M di dapatkan hasil tingkat
kesadaran pasien Somnolen, ekspresi wajah tampak lesu, bentuk badan sedang,
cara berbaring/bergerak terbatas/dengan bantuan orang lain, pasien mengalami
22

Aphasia (gangguan bicara). Suasana hati tampak gelisah, dan penampilan tidak
rapi.
3) Tanda-tanda Vital
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien didapatkan hasil pemeriksaan
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 72 x/menit, pernapasan 22 x/menit, suhu tubuh
melalui axila 36,2C.
4) Sistem Pernapasan
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok, bentuk dada simetris, tidak
batuk, tidak ditemukan sianosis, tidak ada nyeri dada, tidak ada mengeluh sesak
napas, irama pernapasan teratur, suara napas vesikuler, tidak ada suara tambahan
seperti wheezing, ronchi.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pasien tidak mengeluh nyeri dada, tidak ada kram/odema ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah, tidak ada tanda-tanda sianosis, clubing finger, capillary time
<2 detik, tidak ada asites, suara jantung S1 dan S2 normal (lup dup), tidak ada
kelainan lainnya.
6) Sistem Persyarafan
Membuka dan menutup mata dengan rangsang nyeri, nilai E: 2. Respon verbal
tidak berespon, nilai V: 1. Respon terhadap perintah reaksi menghindari nyeri,
nilai M: 4. Berdasarkan pemeriksaan didapatkan total nilai GCS dengan nilai 7.
Kesadaran Somnolen, pupil isokor, refleks pasien terhadap cahaya kanan dan kiri
positif, tidak ada nyeri, tidak ada kejang dan tremor, pasien saat ini mengalami
Aphasia.
Pemeriksaan syaraf kranial:
1) Syaraf kranial I/olfaktorius: Pasien dapat membedakan bau-bauan, fungsi
penciuman baik.
2) Syaraf kranial II/optikus: Pasien dapat melihat dengan jelas.
3) Syaraf kranial III/okulomotoris: Bola mata pasien dapat mengikuti arah
jari perawat.
4) Syaraf kranial IV/troklear: Pasien dapat menggerakkan bola mata ke atas
ke bawah.
5) Syaraf kranial V/trigeminus: Pasien tidak dapat mengatup giginya.
23

6) Syaraf kranial VI/abdusen: Pasien dapat menggerakkan bola matanya ke


samping.
7) Syaraf kranial VII/fasialis: Pasien dapat menggerakkan dahi dan
mengerutkan muka.
8) Syaraf kranial VIII/auditori: Pasien dapat mendengar suara.
9) Syaraf kranial IX/glasofaringeus: Pasien tidak mampu menelan.
10) Syaraf kranial X/vagus: Pasien tidak mampu bersuara/bercicara.
11) Syaraf kranial XI/asesorius: Pasien tidak dapat menggerakkan kepala dan
bahunya.
12) Syaraf kranial XII/hipoglosus: Pasien tidak dapat menjulurkan lidah.
Masalah Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan serebral

7) Uji koordinasi
Uji ekstremitas bawah negatif, uji kestabilan tubuh negatif.
8) Eliminasi urine
Produksi urine pada tanggal 14 Januari 2013 yaitu 1.000ml, dengan warna
kecoklatan, bau khas amoniak, kencing normal.
9) Eliminasi alvi
Bibir terlihat lembab, pasien tidak dapat mengunyah dengan baik, gusi tidak
ada peradangan, lidah tidak ada peradangan, mukosa lembab, tidak ada
pembesaran tonsil, rectum tidak ada massa, hemoroid tidak ada, bising usus
terdengar 20 kali selama 1 menit, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada
benjolan pada abdomen.
10) Sistem tulang/otot/integumen
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, adanya kelemahan otot, adanya
kelumpuhan pada otot, adanya kekakuan otot pada separuh tubuh sebelah kanan,
tidak ada nyeri, tidak ada pembengkakkan, adanya kekakuan, tidak ada
peregangan pada otot, adanya kekakuan pada tonus otot, ukuran otot simetris,
kekuatan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah 0044 tidak ada pergeseran
tulang, tidak ada peradangan, tidak ada luka, tidak ada patah pulang, tulang
belakang normal.
Masalah Keperawatan: Gangguan mobilitas fisik.
24

11) Kulit dan rambut


Keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada riwayat alergi, suhu kulit terasa
hangat, warna kulit normal, tekstur kulit kasar, tidak terdapat lesi, tidak ada
jaringan parut, tekstur rambut lurus, distribusi rambut halus, bentuk kuku simetris.
12) Sistem penginderaan
Penglihatan pasien baik, pergerakan bola mata normal, visus mata kanan 6/6,
visus mata kiri 6/6, sklera normal berwarna putih, kornea bening, tidak ada
menggunakan alat bantu kaca mata dan alat bantu lainnya.
Fungsi pendengaran pasien baik, bentuk hidung simetris, tidak ada lesi, tidak
ada patensi, tidak ada obstruksi, tidak ada nyeri tekan pada sinus, tidak ada
kelainan pada cavum nasal dan septum nasal, tidak ada sekresi, polip dan keluhan
lainnya.
13) Leher dan kelenjar limfe
Tidak ada masa pada kelenjar limfe, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe
tidak teraba, kelenjar tiroid teraba, mobilitas leher terbatas.
14) Sistem reproduksi
Kebersihan alat genetalia pasien cukup, tidak ada kemerahan, tidak ada
kelainan dan hernia. Payudara simetris, putting menonjol, tidak ada produksi ASI.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


1) Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Keluarga pasienmengatakan : semoga ibu saya segera sembuh.
2) Nutrisi metabolisme
Saat ini pasien menjalani diet cair karena adanya kesukaran menelan.
Adapun status pola makan pasien selama sakit dan sebelum sakit, diuraikan
dalam tabel berikut ini:
25

Tabel 3.1 Pola makan pasien selama sakit dan sebelum sakit

Pola Makan Selama Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 4 kali sehari 3 kali sehari
Porsi 200 cc 1 porsi
Nafsu makan pasien Nafsu makan
Nafsu makan
berkurang pasien baik
Nasi, lauk, pauk,
Jenis makanan Diet entrasol
sayur-sayuran.
Jenis minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 1000 cc/hari 1500 cc/hari
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Gangguan menelan Napsu makan baik

Masalah Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi


3) Pola istirahat dan tidur
Keluarga pasien mengatakan pasien sebelum sakit tidur malam 7-8jam dan
2 jam pada siang hari, sedangkan pada saat sakit pasien terlihat sering tidur.
4) Kognitif
Pasien tidak dapat berespon saat perawat memberikan asuhan keperawatan.
5) Konsep diri (gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Menurut data dari keluarga di dapatkan konsep diri pasien adalah sebagai
berikut:
Gambaran diri: Pasien menyukai anggota tubuhnya
Ideal diri: Pasien berharap agar segera sembuh
Identitas diri: Pasien adalah seorang perempuan.
Harga diri: Pasien tidak malu dengan penyakitnya.
Peran: Pasien seorang ibu rumah tangga.
6) Aktivitas sehari-hari
Menurut data yang di dapatkan dari keluaarga, pasien tidak bekerja
7) Nilai pola keyakinan
Dalam tindakan keperawatan keluarga mengatakan tidak ditemukan tindakan
yang bertentangan dengan keyakinan.
26

3.1.5 Sosial Spritual


1) Kemampuan berkomunikasi
Pasien tidak mampu berkomunikasi akibat kekerusakan pada area bicara
pada hemisfer otak yang sering terjadi pada pasien dengan stroke. Hubungan
dengan keluarganya baik, keluarga pasien cukup kooperatif dengan segala
tindakan yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada pasien, pasien
menggunakan waktu luang hanya beristirahat ditempat tidur, selama sakit pasien
tidak pernah beribadah.
Masalah keperawatan: Kerusakan komunikasi verbal

3.1.6 Data Penunjang


Tabel 3.2 Pemeriksaan Penunjang pada Tanggal 14 Januari 2013
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
1 WBC 11.44x10 4.00-10.00
2 RBC 5.66x10 3.50-5.50
3 HGB 11.1 g/dl 11.0-16.0
4 PLT 294x10 150-400
5 Glukosa S 102 <200
6 Creatinin 1,0 0,17-1,5

3.1.7 Penatalaksanan Medis


Tanggal 14 Januari 2013
1) Infus Nacl : D10% 20 tpm/IV
2) Injeksi Ceftriaxone 1 gram 2x1/IV
3) Injeksi Neurobion 1 ampul 2x1/IV
4) Injeksi Ranitidine 30 mg 2x1/IV
5) Injeksi Remopain 30 mg 3x1/IV
6) Kalnex 250 mg 3x1/PO
7) Diet entresol 4x200cc
27

3.2 Analisa Data


Data Obyektif dan Data Kemungkinan
No Masalah
Subyektif Penyebab
1 DS: keluarga pasien Peningkatan Gangguan
mengatakan: ibu saya Tekanan perfusi
tampak gelisah Intrakranial jaringan
DO: (TIK) serebral
- Tingkat
kesadaran
pasien
Somnolen.
- Nilai GCS : E :
2, V : 1, M : 4,
total nilai
adalah 7.
- Pasien tampak
gelisah,
- pasien tampak
tidak nyaman.
- TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 72 kali/menit
RR : 22 kali/menit
T : 36,2C.
2 DS: Keluarga pasien Kelemahan otot Gangguan
mengatakan : ibu mobilitas fisik
saya mengalami
kelemahan otot pada
bagian badan sebelah
kanan sejak terserang
stroke
DO:
- Skala kekuatan
otot
ekstremitas
atas dan
ekstremitas
04
bawah 04
- Kelemahan
otot pada sisi
sebelah kanan
- Pasien tidak
mampu
beraktivitas
3 DS: Keluarga pasien Efek dari kekerusakan Kerusakan
mengatakan : pasien pada area bicara pada komunikasi verbal
sulit di ajak bicara hemisfer otak.
sejak sakit 6 hari yang
28

lalu.
DO:
- Pasien tampak
tidak mampu
mengekspresik
an perasaannya
- pasien tidak
berespon saat
di ajak
berkomunikasi
- Pasien
mengalami
gangguan
bicara.

4 DS: Keluarga pasien Kelemahan otot dalam Ketidakseimbangan


mengatakan : sejak di mengunyah dan nutrisi : kurang dari
rawat di RS ibu saya di beri menelan. kebutuhan tubuh.
makan melewati selang.
DO:
- Pasien tidak mampu
mengunyah
makanan,
- Terpasang slang
nasogastrik
29

3.3 Prioritas Masalah


1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kekerusakan
pada area bicara pada hemisfer otak.
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
30

3.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi Rasional

1. Gangguan perfusi jaringan dalam waktu 1x7 jam tidak 1. Kaji faktor penyebab dari 1. Deteksi dini untuk
serebral berhubungan terjadi peningkatan TIK pada situasi/keadaan memprioritaskan intervensi
dengan peningkatan pasien. individu/penyebab koma/
tekanan intrakranial (TIK). - Nilai GCS Meningkat penurunan perfusi jaringan dan
- Pasien tidak gelisah penyebab peningkatan TIK.
- pasien tampak nyaman 2. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 2. Suatu keadaan normal bila
jam sirkulasi serebral terpelihara
dengan baik
3. Evaluasi pupil 3. Reaksi pupil dan pergerakan
kembali bola mata
merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak.
4. Monitor temperatur dan 4. Panas merupakan refleks dari
pengaturan suhu lingkungan. hipotalamus. Peningkatan
kebutuhan oksigen akan
menunjang peningkatan TIK
5. Kurangi rangsangan ekstra dan 5. Memberikan suasana yang
berikan rasa nyaman seperti tegang dapat mengurangi
masase punggung, respons psikologis dan
lingkunganyang tenang, sentuhan memberikan istirahat untuk
yang ramah dan mempertahankan TIK yang
suasana/pembicaraan yang tidak rendah.
gaduh.

30
31

6. Kaji peningkatan istirahat dan 6. Tingkah nonverbal ini dapat


tingkah laku pada pagi hari. merupakan indikasi
peningkatan TIK
ataumemberikan reflek nyeri
di mana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang
tidak menurun dapat
meningkatkan TIK
7. Observasi tingkat kesadaran GCS. 7. Perubahan kesadaran
menunjukan peningkatan TIK
dan berguna menentukan
lokasi perkembangan
penyakit
8. Kolaborasi dalam pemberian 8. Menghentikan perdarahan
terapi injeksi Kalnex 250 mg

31
32

Rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi
2. Gangguan mobilitas fisik Dalam waktu 1x7 jam pasien 1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingkat
berhubungan dengan mampu melaksanakan observasi terhadap peningkatan kemampuan kliendalam
kelemahan otot. aktivitas fisik sesuai dengan kerusakan. Kaji secara teratur melakukan aktivitas
kemampuannya. fungsi motorik.
- Meningkatnya kekuatan 2. Ubah posisi pasien tiap 2 jam. 2. Menurunkan risiko
terjadinya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang
jelek pada daerah yang
tertekan.
3. Ajarkan pasien untuk melakukan 3. Gerakan aktif memberikan
latihan gerakan aktif pada massa, tonus dan kekuatan
ekstremitas yang tidak sakit. otot, serta memperbaiki
fungsi jantung dan
pernapasan
4. Lakukan gerakan pasif pada 4. Otot volunter akan
ekstremitas yang sakit. kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakan.
5. Bantu pasien melakukan latihan 5. Untuk memelihara
ROM (range of moction), fleksibilitas sesuai
perawatan diri sesuai toleransi. kemampuan

32
33

6. Bantu pasien dalam memenuhi 6. Memandikan pasien


ADL seperti membantu pasien merupakan salah satu cara
mandi, mengganti pakaian, memperkecil infeksi
menyisir rambut, mengganti nasokomial. Agar terlihat
pengalas tempat tidur. rapi. Menyisir rambut
merupakan bentuk
fisioterapi. Merupakan salah
satu kebutuhan fisiologis
manusia.
7. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi 7. Peningkatan
untuk latihan fisik pasien. kemampuandalam mobilitasi
ekstremitas dapat
ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterapi

33
34

Rasional
Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi

3. Kerusakan komunikasi Dalam waktu 1x7 jam 1. Kaji tipe disfungsi misalnya 1. Membantu menentukan
verbal berhubungan dengan pasien dapat menunjukan pasien tidak mengerti tentang kerusakan area pada otak
efek dari kekerusakan pada pengertian terhadap :masalah kata-kata atau masalah berbicara dan menentukan kesulitan
area bicara pada hemisfer komunikasi. atau tidak mengerti bahasa klien dengan sebagian atau
otak. - mampu sendiri. seluruhproses komunikasi,
mengekspresikan klien mungkin mempunyai
perasaannya masalah dalam
- mampu mengguanakan mengertikan kata-kata
bahasa isyarat, (afasia, area Wernicke, dan
- Terciptanya suatu kerusakan pada area
komunikasi di mana Broca).
kebutuhan klien dapat 2. Bedakan afasia dengan disatria. 2. Dapat menentukan pilihan
dipenuhi, intervensi sesuai dengan
- Pasien mampu merespon tipe gangguan.
setiap berkomunikasi 3. Beri peringatan bahwa pasien di 3. Untuk kenyamanan yang
secara verbal maupun ruangan ini mengalami gangguan berhubungan dengan situasi
isyarat. berbicara, sediakan bel khusus individu
bila perlu.
4. Antisipasi dan bantu kebutuhan 4. Membantu menurunkan
pasien frustasi oleh karena
ketergantungan atau
ketidaknyamanan
berkomunikasi ingatan dan
kata-kata.

34
35

5. Kolaborasi: konsultasi ke 5. Mengkaji kemampuan


ahli terapi bicara verbal individual dan
sensorik motorik dan
fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi deficit
dan kbutuhan terapi.

35
36

Diagnosa keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) intervensi Rasional

4. Resiko ketidak seimbangan Dalam waktu 1x7 jam 1. Observasi tekstur, turgor kulit. 1. Mengetahui status nutrisi
nutrisi : kurang dari kebutuhan nutrisi pasien pasien.
kebutuhan tubuh terpenuhi
berhubungan dengan - Asupan dapat masuk
kelemahan otot dalam sesuai kebutuhan,
mengunyah dan menelan. - Terdapat kemampuan
menelan.

2. Lakukan oral hygiene. 2. Kebersihan mulut


merangsang nafsu makan

3. Observasi intake dan output 3. Mengetahui keseimbangan


nutrisi. nutrisi pasien.

5. 4. Tentukan kemampuan pasien 4. Untuk menetapkan jenis


dalam mengunyah, menelan, dan makana yang akan diberikan
refleks batuk. pada pasien.

36
37

6. 5. Berikan makanan dengan 5. Pasien dapat berkonsentrasi


perlahan pada lingkungan yang pada mekanisme makan
tenang. tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
7. 6. Kolaborasi dengan tim dokter 6. Mungkin diperlukan untuk
untuk memberikan cairan melalui memberikan cairan
IV atau makanan melalui selang. pengganti dan juga makanan
jika pasien tidak mampu
untuk memasukan segala
sesuatu melalui mulut.

37
38

3.5 Implementasi
Hari/Tanggal/Jam : Senin, 14 Januari 2013 16.00 WIB
Tanda tangan dan
No. Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1 Diagnosa 1: S:Keluarga pasien mengatakan :
1. Mengkaji faktor penyebab dari situsai/penyebab koma/penurunan ibu saya sudah tidak gelisah
perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK lagi
2. Mengobservasi tanda-tanda vital O:
TTV: - tingkat kesadaran pasien
TD : 120/80 mmHg somnolen
N : 72 kali/menit - nilai GCS 7
RR : 22 kali/menit - Pasien tampak tenang
T : 36,2C. A: Masalah teratasi sebagian
3. Mengevaluasi pupil P : Lanjutkan intervensi
4. Mengurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman, lingkungan (TRI SILAWATI)
yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang
NIM: 2010.C.02a.0078
tidak gaduh.
5. mengbservasi tingkat kesadaran GCS pasien yaitu dengan total nilai 7.
6. Pemberian injeksi Kalnek 250 mg.
2 Diagnosa 2: S: Keluarga pasien mengatakan :
1. mengkaji mobilitas fisik pasien yaitu 4 (total care) ibu saya belum bisa
2. mengubah posisi pasien beraktivitas seperti biasa.
3. membantu pasien dalam memenuhi ADL yaitu membantu pasien O:
mandi, mengganti pakaian, menyisir rambut, dan mengganti pengalas - pasien belum mampu
tempat tidur. melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan
kemampuannya,

38
39

- pasien masih tampak


lemah.
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3 Diagnosa 3: S: Keluarga pasien mengatakan :
1. mengkaji ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi ibu saya belum mampu untuk
2. menentukan bahwa pasien mengalami Aphasia (gangguan bicara) berbicara
3. Memberi peringatan bahwa pasien diruangan ini mengalami O:
gangguan berbicara - pasien belum mampu untuk
4. Mengantisipasi dan membantu kebutuhan pasien. berkomunikasi,
- pasien belum mampu
merespon setiap
berkomunikasi secara
verbal maupun isyarat.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
4 Diagnosa 4: S: Keluarga pasien mengatakan:
1. mengobservasi tekstur dan turgor kulit ibu saya sudah bisa menelan
2. mengobservasi intake dan output nutrisi makanan
3. menentukan kemampuan pasien dalam mengunyah dan menelan O:
- selang nasogastrik sudah
tidak terpasang lagi,
- asupan masuk sesuai
kebutuhan,
- sudah terdapat kemampuan
untuk menelan.
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi

39
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis mencoba membandingkan konsep teori mengenai


asuhan keperawatan pada pasien dengan Stroke Hemoragik dengan pasien
kelolaan penulis yaitu pada Ny. M dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik di
Ruang Rawat H (Persyarafan) BLUD RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar kepada
pasien harus melalui proses keperawatan yang terdiri dari lima tahapan yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perncanaan/intervensi, implementasi dan
evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian yang teliti dan cermat untuk mengenal masalah yang
terjadi pada pasien agar dapat memberikan arah pada tindakan keperawatan
selanjutnya. Dalam pengkajian yang penulis lakukan, sumber data utama adalah
dari keluarga pasien Ny. M dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik. Sedangkan
data lainnya didapatkan dari perawat, dan sumber catatan rekam medik pasien.
Pada pasien Ny M ditemukan data-data yang sebagian besar sama seperti
teori yang dikemukakan Arif Muttaqin (2008) namun ada pula beberapa hal yang
berbeda dari teori yang telah dikemukakan seperti berikut ini:
4.1.1 B1 (Breathing)
Pada teori menyebutkan pada pasien dengan Stroke Hemoragik terjadinya
batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
dan peningkatan frekuensi pernapasan, namun pada pengkajian yang dilakukan
pada Ny M tidak di temukan batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Hal ini
diakibatkan tidak meningkatnya produksi sekret pada saluran pernapasan pasien
sehingga pasien Ny M tidak mengalami masalah pada sistem pernapasan.
4.1.2 B2 (Blood)
Menurut teori pasien dengan Stroke Hemoragik akan mengalami renjatan
(syock hipovolemik), tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi

40
41

hipertensi massif (tekanan darah >200 mmHg), namun pada saat pengkajian yang
dilakukan pada Ny M tidak di temukan adanya renjatan (syock hipovolemik), dan
juga tekanan darah dalam batas normal. Hal ini di akibatkan karena pasien sudah
menjalani perawatan selama 6 hari di Rumah Sakit.
4.1.3 B3 (Brain)
Pada teori menyebutkan pengkajian pada brain yaitu terjadinya defisit
neurologis (tergantung pada lokasi lesi/pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny M ditemukan adanya defisit
neurologis. pada pengkajian antara konsep teori dan fakta ditemukan adanya
kesamaan.
4.1.4 B4 (Bladder)
Pada teori menyebutkan pada pasien stroke terjadi inkontinensia urine
sementara pada saat konfusi, juga adanya ketidakmampuan mengendalikan
kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Yang di temukan
pada pasien Ny M tidak mengalami masalah dalam eliminasi uri, hal ini
disebabkan karena pasien sudah menjalani perawatan yang cukup lama sehingga
pada pada pengkajian Bladder tidak ada masalah/gangguan.
4.1.5 B5 (Bowel)
Pada teori menyebutkan pada pasien stroke terjadi kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.Pola defekasi biasnya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adapun pada saat pengkajian dengan
pasien NY M tidak di temukan mual muntah pada fase akut, dan pola defekasi
tidak terjadi konstipasi. Hal ini dikarenakan perawatan yang dilakukan pada
pasien Ny M sudah cukup lama sehingga peristaltik usus tidak terjadi penurunan
jadi pasien tidak mengalami konstipasi. Pada pengkajian didapatkan Ny M
mengalami kesulitan menelan hal ini terjadi karena manifestasi klinis dari stroke
hemoragik yaitu dispagia sehingga pasien Ny M mengalami kesulitan dalam
menelan.
4.1.6 B6 (Bone)
Pada teori menyebutkan pasien dengan Stroke akan mengalami kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik yang paling umum
42

adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada kulit, jika
pasien kurang oksigen, kulit akan pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pada saat pengkajian pada Ny M yang
ditemukan hampir sama sehingga tidak ditemukan kesenjangan pada pengkajian
system Bone.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Data yang dikumpulkan dengan proses pengkajian dianalisa sehingga dapat
memiliki suatu kesimpulan tentang masalah pasien yang dinyatakan dalam
diagnosa keperawatan.
Menurut Arif Muttaqin (2008) dalam bukunya yang Berjudul Buku Ajar
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Persarafan
mencantumkan 7 diagnosa utama yaitu sebagai berikut:
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,
menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan control otot/koordinasi.
5) Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
6) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder,
perubahan tingkat kesadaran.
7) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan
cairan yang tidak adekuat.
Adapun dari hasil pengkajian di Klinik terhadap pasien Ny. M maka
masalah yang teridentifikasi ada 4 masalah keperawatan yaitu:
43

1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intraranial (TIK), karena pasien yang tampak gelisah dan juga hasil
pemeriksaan GCS pasien dengan total nilai 7.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, di
dapatkannya hemiparese pada bagian tubuh sebelah kanan.
3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kekerusakan
pada area bicara pada hemisfer otak. Pasien mengalami Aphasia/gangguan
bicara.
4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan. Hal ini di tandai
dengan adanya alat bantu makan yaitu terpasang selang nasogastrik pada
pasien.
Dari penjabaran diatas tentu adanya kesenjangan antara diagnosa pada
konsep teori maupun diagnosa yang ditentukan penulis berdasarkan prioritas
masalah pada pasien Ny M. Mengapa pada teori diagnosa: defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol otot/koordinasi tidak penulis angkat karena hal ini
sudah tercantum dalam diagnosa gangguan mobilitas fisik karena kelemahan otot
sehingga menyebabkan pasien tidak mampu memenuhi ADL maka terjadilah
defisit perawatan diri.
Selanjutnya mengapa penulis tidak mengangkat diagnosa: ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan
batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaran,
karena pada saat pengkajian pasien tidak mengalami peningkatan produksi sekret
pada saluran pernapasan sehingga tidak ditemukan adanya batuk.
Diagnosa selanjutnya, gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan
dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat. Pada saat pengkajian
masalah tersebut tidak diangkat karena pasien mampu untuk memenuhi
kebutuhan BAB, sehingga tidak ada masalah dalam eliminasi bowel.
Selanjutnya mengapa penulis tidak mengangkat diagnosa: Risiko gangguan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan masalah pada kulit, dan diagnosa ini sudah termasuk
44

pada gangguan mobilitas fisik dimana pada intervensi yang dilakukan penulis
membantu untuk mengubah posisi pasien upaya ini menurunkan risiko terjadinya
iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang tidak lancar pada area yang tertekan
dan membantu pasien memenuhi ADL seperti membantu pasien mandi,
mengganti pakaian, menyisir rambut, juga mengganti pengalas tempat tidur untuk
menjaga kebersihan kulit pasien, upaya ini mencegah dari terjadinya infeksi
nasokomial.
Selanjutnya mengapa pada diagnosa: ketidak seimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan
menelan penulis mengangkatnya sebagai resiko akan terjadi ketidakseimbangan
nutrisi karena ada kemungkinan asupan pasien yang tidak adekuat karena
gangguan menelan yang sering terjadi pada pasien dengan stroke namun pada
pasien Ny M terpasang alat bantu makan yaitu slang nasogastrik sehingga
kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.

4.3 Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka untuk mengatasi masalah
pasien di perlukan tahap yang disebut tahap perencanaan keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah pendeskripsian utuh perilaku spesifik yang di
harapkan dari pasienatau tindakan yang harus di lakukan oleh perawat.
Perencanaan yang dilakukan sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan yang
diangkat dalam kasus Sroke Hemoragik pada Ny M, yaitu sebagai berikut:
4.3.1 Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan
individu/penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan
tik, monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam, evaluasi pupil, monitor temperatur dan
pengaturan suhu lingkungan, kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman
seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh, kaji peningkatan istirahat dan tingkah
laku pada pagi hari, observasi tingkat kesadaran GCS. Kolaborasi dalam dalam
pemeberian terapi injeksi Kalnex 250 mg.
45

4.3.2 Diagnosa 2: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan


otot.
Intervensi meliputi: kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan. kaji secara teratur fungsi motorik, ubah posisi pasien tiap 2 jam,
ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerakan aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit, lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit, bantu pasien melakukan
latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi, bantu pasien dalam memenuhi adl
seperti bantu pasien mandi, mengganti pakaian, menyisir rambut, mengganti
pengalas tempat tidur, kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
pasien.
4.3.3 Diagnosa3: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari
kekerusakan pada area bicara pada hemisfer otak.
Intervrensi meliputi: kaji tipe disfungsi misalnya pasien tidak mengerti tentang
kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri, bedakan
afasia dengan disatria, beri peringatan bahwa pasien di ruangan ini mengalami
gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu, antisipasi dan bantu
kebutuhan klien, kolaborasi : konsultasi ke ahli terapi bicara.
4.3.4 Diagnosa4: Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam
mengunyah dan menelan.
Intervensi meliputi: observasi tekstur, turgor kulit, lakukan oral hygiene,
observasi intake dan output nutrisi, tentukan kemampuan pasien dalam
mengunyah, menelan, dan refleks batuk, berikan makanan dengan perlahan pada
lingkungan yang tenang, kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan
melalui IV atau makanan melalui selang.
Semua perencanaan ini telah disusun berdasarkan masalah pasien dan pada
konsep teori yang terdapat di dalam Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan (2008), sehingga tidak ditemukannya
kesenjangan antara teori dan kasus stroke hemoragik yang terjadi pada Ny M.
46

4.4 Implementasi
Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah disusun dimana dalam pelaksanaan dilakukan secara
mandiri maupun tim. Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny M
dilakukan selama 2 hari dari tanggal 14 Januari 2013.
4.4.1 Tindakan yang telah dilakukan untuk diagnosa gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) meliputi:
mengaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan penyebab peningkatan TIK, memonitor tanda-
tanda vital, mengevaluasi pupil, mengurangi rangsangan ekstra dan memberikan
rasa nyaman, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh, mengobservasi tingkat kesadaran GCS,
memberikan terapi injeksi Kalnex 250 mg. Adapun hal yang tidak di lakukan
penulis berdasarkan intervensi yang sudah di rencanakan yaitu mngkaji
peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari karena penulis saat itu tidak
dinas saat pagi hari, kemudian pada masase dan pengukuran tekanan darah setiap
4 jam tidak dilakukan karena keterbatasan waktu yang dimiliki penulis.
4.4.2 Implementasi yang dilakukan berdasarkan diagnosa: Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan otot yaitu mengkaji mobilitas yang ada dan
observasi terhadap peningkatan kerusakan, mengubah posisi pasien, membantu
pasien dalam memenuhi ADL yaitu mebantu pasien mandi, mengganti pakaian,
menyisir rambut, dan mengganti pengalas tempat tidur. Adapun beberapa hal
yang tidak dilakukan berdasarkan intervensi yaitumengubah posisi tiap 2 jam,
melakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang sakit, membantu pasien
melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi, hal ini dikarenakan
keterbatasan waktu penulis untuk melaksanakan intervensi. Selanjutnya
berkolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik pasien tidak dilakukan
karena tidak memungkinkannya dilakukan tindakan tersebut.
4.4.3 Implementasi untuk diagnosa kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan efek dari kekerusakan pada area bicara pada hemisfer otak yaitu:
mengkaji tipe ketidakmampuan pasien dalam berkomunikasi, menentukan pasien
47

mengalami aphasia., memberi peringatan bahwa pasien di ruangan ini mengalami


gangguan berbicara, mengantisipasi dan membantu kebutuhan pasien. Adapun
untuk berkolaborasi dengan ahli terapi bicara sediakan bel khusus tidak di
lakukan karena waktu dan ketersediaan alat yang tidak memungkinkan.
4.4.4 Implementasi pada diagnosa selanjutnya resiko ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam
mengunyah dan menelan. yaitu: mengobservasi tekstur dan turgor kulit,
mengobservasi intake dan output nutrisi, menentukan kemampuan pasien dalam
mengunyah, menelan.
Berdasarkan intervensi hal-hal yang belum dilakukan yaitu berkolaborasi dengan
tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang,
karena pada saat penulis praktik lapangan pasien sudah terpasang infus dan selang
nasogastrik.
Dalam melaksanakan intervensi diatas faktor yang menghambat yaitu
persediaan alat-alat maupun waktu yang terbatas. Hal ini dapat dikerjakan karena
sesuai dengan keadaan pasien dan juga ditunjang dari sarana yang ada, juga
partisifasi aktif dari keluarga yang bersifat kooperatif saat penulis melakukan
asuhan keperawatan.

4.5 Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap pengukuran keberhasilan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien. Untuk menilai/mengevaluasi
keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan, Penulis melihat dan
membandingkan dengan kriteria tujuan yang ada di rencana keperawatan. Hal
yang dievaluasi adalah perilaku/keadaan yang ditujukan oleh Ny M sesuai yang
dinyatakan dalam tujuan dan kriteria hasil yang ada. Hasil evaluasi terhadap
masalah yang timbul pada pasien Ny M setelah berakhirnya perawatan selama 2
(dua) hari oleh penulis yaitu:
Pada masalah gangguan perfusi jaringan serebral teratasi sebagian karena
pasien sudah tampak tidak gelisah namun nilai pengukuran GCS belum
normal/belum ditemukannya peningkatan.
48

Kemudian pada masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi karena


pasien belum mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
dan pasien masih tampak lemah.
Pada masalah kerusakan komunikasi verbal masalah ini belum teratasi
karena belum terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan pasien dapat
dipenuhi, pasien belum mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal
maupun isyarat. Setelah dilakukan perawatan selama 7 (tujuh) hari pasien masih
dirawat di Ruang rawat H (persarafan) BLUD RS dr. Doris Sylvanus. Untuk
masalah yang belum teratasi diteruskan oleh perawat di Ruang H.
Resiko Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh karena
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan, pada masalah ini teratasi karena
pada hari ke 2 pengkajian slang nasogastrik yang terpasang pada pasien sudah di
lepas hal ini menunjukan pasien sudah mampu untuk menelan.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dalam memberikan asuhan keperawatan dilaksanakan dengan pendekatan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Pengkajian yang dilakukan pada Ny M yaitu mengobservasi keadaan
umum pasien yaitu pasien Ny M mengalami penurunan kesadaran dan mengalami
gangguan bicara/aphasia. Selanjutnya pada pengkajian B1 (breathing) tidak
ditemukan batuk dan sesak napas, B2 (blood): tekanan darah dalam batas normal,
B3 (brain) terjadinya defisist neurologis, B4 (bladder) normal atau tidak adanya
inkontinensia urine, B5 (bowel) terjadi kesulitan menelan, dan yang terakhir
pengkajian B5 (bone) terjadinya hemiparalisis.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Ny. M didapatkan prioritas
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial (TIK).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kekerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak.
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
Perencanaan yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang
teridentifikasi dan mengacu pada landasan teori. Pelaksanaan tindakan dilakukan
secara mandiri dan kolaboratif. Rencana dapat dilaksanakan dengan baik berkat
adanya kerjasama antara penulis dengan keluarga pasien serta dukungan dari
perawat di Ruang Perawatan H (Persarafan) di BLUD RS dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya. Dalam evaluasi masalah pada gangguan perfusi jaringan serebral
teratasi sebagian karena nilai pengukuran GCS belum normal. Kemudian pada
masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi karena pasien belum mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dan pasien masih
tampak lemah. Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh karena kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan, pada masalah ini

49
50

teratasi sebagian karena pada hari ke 2 pengkajian, slang nasogastrik yang


terpasang pada pasien sudah di lepas dan pasien sudah mampu untuk menelan.
Pada masalah kerusakan komunikasi verbal masalah ini belum teratasi karena
belum terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan pasien dapat dipenuhi,
pasien belum mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat. Faktor pendukung dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
adalah sifat kooperatif yang ditunjukkan oleh keluarga pasien, selain itu juga
karena keberadaan petugas kesehatan lain yang juga membantu dalam pemberian
informasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan.
5.2 Saran
Dilihat dari kesimpulan yang sudah ditarik, maka penulis mempunyai
beberapa saran kepada pasien, perawat, pihak Institusi Pendidikan serta
pelaksanaan pelayanan kesehatan seperti dibawah ini :
1.1.1 Bagi Pasien dan Keluarganya.
Bagi pasien dan keluarga perlu menjalin kerjasama dan rasa saling percaya
terhadap perawat maupun tim kesehatan lainnya sehingga dapat mempermudah
dalam proses asuhan keperawatan dan diharapkan juga menggunakan fasilitas
kesehatan untuk mencegah penyakit menjadi semakin parah.
1.1.2 Bagi Perawat
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif mencakup
aspek bio-psiko-sosial-spiritual, sehingga mampu meningkatkan mutu asuhan
keperawatan yang diberikan.
1.1.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Bagi Rumah Sakit hendaknya melengkapi standar asuhan keperawatan pada
setiap penyakit atau masalah kesehatan yang lazim ada, atau terjadi khususnya
dalam hal ini pada kasus Stroke Hemoragik sehingga dalam setiap asuhan
keperawatan yang diberikan selalu mengacu pada standar tersebut. Dengan
demikian mutu pelayanan akan meningkat.
1.1.4 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi pelopor dalam memperkenalkan ilmu
keperawatan kepada masyarakat, khususnya mengenai kasus Stroke Hemoragik.
DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, Fransisca (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Judith, Wilkinson (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Mutaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto
Mutaqin, Arif (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Tarwoto, dkk (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Rekam Medik BLUD RS dr. Doris Sylvanus. Jumlah kasus Stroke Hemoragik
tahun 2012. Diambil pada tanggal 4 Feruari 2013
http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemorrhagic di unduh pada tanggal 5
Februari 2013 pukul 15.45 WIB
Nilaaprininaim.wordpress.com/2011/06/20/stroke-hemoragik di unduh pada
tanggal 15 Februari 2013 pukul 18.00 WIB

51

Anda mungkin juga menyukai