Dosen Pembimbing:
Ns. Sukma Ayu Candra K, M.Kep.,Sp.Kep.J
Oleh :
Aida Berlian 1510002
Cahyani Tri F 1510007
Martha Ayu Agustin 1510031
Riska Eldyani AP 1510046
Rizky Novitasari S 1510048
Tyas Solit Naomiyah 1510053
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan
karuniaNya sehingga kami diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah Keperawatan Jiwa 2 adapun
judul makalah ini yaitu Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Psikososial
Ganggan Kesehatan Hubungan Sosial
Dalam proses pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan
dorongan baik materi atau moril dan dari semua pihak. Maka dari itu kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah
ini dengan keadaan senang hati dan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan untuk pembelajaran untuk
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak bisa berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Damayanti, 2008).
Isolasi juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam
(Nanda I, 2012).
Isolasi sosial merupakan upaya pasien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain, maupun komunikasi dengan orang lain (Iyus,
2014)
2.2 Etiologi
Menurut stuart dan sundeen (2007) faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi mencakup:
1) Faktor perkembangan
Penyebab dari faktor perkembangan yaitu: kurangnya komunikasi antar
keluarga karena keluarga adalah tempat tutama yang memberikan pengalaman
bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Damayanti, 2008)
2) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan factor pendukung terjadinya gangguan berhubungan
dan dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut
oleh satu anggota keluarga (Damayanti, 2008)
3) Faktor biologis
Faktor biologis juga termasuk factor pendukung gangguan jiwa. Karena
gangguan jiwa dapat diturunkan pada anggota keluarga yang lainnya
(Damayanti, 2008)
b. Faktor presipitasi
Stressor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal:
1) Stressor sosial budaya
Dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan kestabilitas
keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan
pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit
atau dipenjara.
2) Stressor biokimia
a) Teori dopamine: kelebihan dopamine padam esokortikal dan
mesolimbic merupakan indikasi terjadinya isolasi sosial
b) Menurunnya Mono Amino Oksidasi didalam darah akan
meningkatkan dopamine dalam otak. Karena fungsi MAO menurunkan
dopamine, sehingga menurunnya MAO merupakan indikasi terjadinya
isolasi sosial
c) Faktor endokrin
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien isolasi
sosial. Dan prolactin mengalami penurunan karena dihambat.
1. Proses terjadinya masalah
1) Pola asuh keluarga
Pada anak yang tidak dikehendaki atau hamil diluar nikah membuat
mengeluarkan komentar-komentar negative, merendahkan, hingga
menyalahkan anak menyebabkan harga diri kronis yang membuat isolasi
sosial.
2) Koping individu tidak efektif
Saat individu menghadapi kegagalan menyalahkan orang lain,
ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan
menarik diri lingkungan, serta tidak mampu menerima realitas dengan rasa
syukur mengakibatkan harga diri rendah kronis yang membuat isolasi sosial.
3) Gangguan tugas perkembangan
Kegagalan menjalin hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis,
tidak mampu mandiri dalam mengerjakan tugas dan menyelesaikan pekerjaan,
ketergantungan pada orang tua merupakan penyebab harga diri rendah kronis
sehingga membuat isolasi sosial.
4) Stress internal dan eksternal
Stress yang disebabkan oleh ansietas yang berkepanjangan dan bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya mengakibatkan
harga diri rendah kronis yang membuat isolasi sosial.
2. Tanda dan gejala
a. Gejala subjektif
1) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon vebal kurang dan sangat singkat
4) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Pasien merasa tidak berguna
8) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Pasien merasa ditolak
b. Gejala objektif
1) Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri dikamar
4) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
5) Pasien tampak sedih,ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata berkurang
7) Kurang spontan
8) Apatis
9) Ekspresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Masukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urin dan feses
15) Aktivitas menurun
16) Kurang energy
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nn. S umur 20 tahun. Pasien datang ke UGD RSJ JIWA Menur dengan keluarganya.
Berdasarkan hasil pengkajian, pasien tampak merasa tidak berguna, sulit berkomunikasi, sulit
tidur, wajah tampak letih, sering menunduk ketika berkomunikasi dengan oranglain dan
pandangan mata sering beralih. Data keluarga mengatakan bahwa pasien sering masuk ke
kamar jika kedatangan tamu karena merasa malu dan tidak nyaman. Jika berbicara dengan
oranglain Nn.S cukup mengeluarkan kata-kata seperlunya saja. Selain itu, Nn.S mengatakan
mempunyai riwayat kurang menyenangkan yaitu di bully oleh teman-teman sebayanya ketika
kelas satu SMA karena bentuk tubuhnya yang gemuk, pendek dan berjerawat pada wajahnya.
Pasien tampak tidak bisa menerima kondisi fisiknya saat ini sehingga enggan melihat dirinya
sendiri di cermin. Pasein mengatakan jika mempunyai masalah pasien tidak mau
menceritakan masalahnya dan memendamnya. Hasil TTV di dapatkan : TD=130/80 mmHg,
S= 36, N= 88 x/menit RR= 20 x/menit BB=52 Kg, TB=152 cm . tidak mempunyai riwayat
penyakit menular dan penyakit genetik.
BAB IV
PEMBAHASAN
I. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 6 September 2017.
Tanggal Pengkajian : 7 September 2017
Ruang Rawat : Ruang mawar
Nomor Rekam Medik :135****
Diagnosa Medis : Gangguan Hubungan Sosial
A. Identitas
Nama Pasien : Nn. S
Usia : 20tahun
JenisKelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Bahasa Dominan : Bahasa Indonesia
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Jl. Siwalankerto timur, Surabaya
B. Alasan Masuk
Pasien tampak merasa tidak berguna, sulit berkomunikasi, wajah tampak letih,
sering menunduk, dan sulit tidur. Keluarga mengatakan pasien sering masuk ke
kamar jika kedatangan tamu karena merasa malu dan tidak nyaman. Jika berbicara
dengan oranglain Nn.S cukup mengeluarkan kata-kata seperlunya saja.
C. Fisik
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Tanda-tanda vital : TD :130/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
S : 36 x/mnt
N : 88 X/mnt
45
dm
5. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
Pasien mengatakan orang terdekat yang sangat dia percaya adalah
ibunya
b. Peran serta dalam Kelompok :
Pasien mengatakan dulu aktif dalam kegiatan karang taruna, namun
sekarang pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain karena
merasa orang lain hanya akan menggunjingnya bahwa dirinya
berjerawat, pendek, dan gemuk .
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Pasien mengatakan merasa minder dalam bersosialisasi dengan orang
lain
Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan Koping
6. Kultural dan spiritual
a. Bagaimana kebutuhan pasien terhadap spiritual dan pelaksanaanya ?
Pasien mengatakan tetap menjalankan kewajiban shalat 5 waktu
b. Apakah pasien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan
spiritualnya setelah mengalami kekerasan atau penganiayaan ?
Pasien tidak mengalami kekerasan/ penganiayaan sehingga tidak ada
masalah dalam spiritualnya
c. Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu ?
Pasien mengatakan ketika setelah shalat, rasa cemasnya sedikit berkurang
E. Status Mental
1. Penampilan
a. Cacat Fisik : Tidak Ada, pasien tidak tampak memiliki kecacatan
fisik.
b. Kontak Mata : Ada, namun terkadang pasien mengalihkan kontak
mata ketika berbicara dengan orang lain
c. Pakaian : Rapi, mengguanakan pakaian dengan rapi
d. Perawatan Diri : Pasien dapat melakukan aktivitas mandi secara
mandiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
F. Tingkah Laku
G. Pola Komunikasi
PolaKomunikasi PolaKomunikasi
Jelas Aphasia
Koheren Perseverasi
Bicara Kotor Rumination
Inkoheren Tangensial
Neologisme Banyak Bicara/dominan
Asosiasi Longgar Bicara Lambat
Flight Of ideas Sukar Berbicara :
Lainnya :
Perilaku Jelaskan
Senang Tidak ada masalah
Sedih Pasien tampak sedih dan tidak bisa
menerima kondisi fisiknya
Patah Hati Tidak ada masalah
Putus Asa Tidak ada masalah
Gembira Tidak ada masalah
Euforia Tidak ada masalah
Curiga Tidak ada masalah
Lesu Tidak ada masalah
Marah/Bermusuhan Tidak ada masalah
Lain Lain
I. Proses Pikir
Perilaku
Jelas
Logis
Mudahdiikuti
Relevan
Binggung
Bloking
Delusi
ArusCepat
Asosiasi Lambat
Curiga
Memori Jangka Pendek Health : Utuh :
J. Persepsi
Perilaku Jelaskan
Halusinasi Pasien mengatakan tidak melihat,
mendengar bayangan sosok orang lain
Ilusi Pasien mengatakan tidak ada hal-hal yang
membuatnya berilusi
Depersonalisasi Pasien tidak pernah merasa dirinya adalah
wanita cantik
Derealisasi Pasien merasa kurang nyaman ketika ada
orang asing yang bertamu dirumah dan
hanya dikamar
Halusinasi Jelaskan
Pendengaran Pasien mengatakan tidak mendengarkan
bisikan, pendengaran pasien normal.
Penglihatan Pasien mengatakan penglihatan normal, dan
pasien mengatakan tidak melihat sosok lain
yang menghampirinya
Perabaan Pasien mengatakan tidak ada yang aneh
dengan indera perabaannya
Pengecapan Pasien mengatakan tidak merasa ada yang
aneh pada indera pengecapan
Penghidu Pasien mengatakan tidak mencium bau apa-
apa yang dapat mengganggunya
Lain Lain
DO
- Px sering menunduk
ketika berkomunikasi
dengan oranglain dan
pandangan mata sering
beralih.
- Pasien tampak tidak
bisa menerima kondisi
fisiknya saat ini
sehingga enggan
melihat dirinya sendiri
di cermin.
IV. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan/Kriteria evaluasi Intervensi
Keperawatan
1. Harga Diri Rendah Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien
Situasional b.d beberapa kali pertemuan, untuk membina
perubahan peran pasien mampu : hubungan saling
sosial 1. mengetahui kekuatan percaya dengan
pribadi, orang lain
2. melakukan perilaku 2. Gali perasaan pasein
yang dapat sehubungan dengan
meingkatkan kehilangan.
kepercayaan diri, 3. Beri pasien support
3. Mempertahankan rasa dan biarkan klien
aman, tenteram, memutuskan
percaya diri, harga sesuatu untuk
diri dan martabat dirinya, misalnya
klien dalam hal
memotivasi.
Keliat, Budi Anna. 2012. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta. EGC
Yusuf, AH dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.