Anda di halaman 1dari 5

KHILAFAH KEWAJIBAN SYARI, JANJI ALLAH DAN KABAR

GEMBIRA DARI RASULULLAH.

PENDAHULUAN

Setiap bulan Rajab Hizbut Tahrir begitu juga halnya Hizbut Tahrir Indonesia selalu menyelenggarakan
kegiatan dalam rangka mengenang runtuhnya Khilafah yang terakhir , khusus di Indonesia kegiatan-
kegiatan Hizbut Tahrir yang dilaksanakan di 36 Kota besar dengan peserta selalu ratusan ribu orang
,tahun ini mendapatkan tantangan yang tidak seperti biasanya pada tahun-tahun sebelumnnya, tantangan
tersebut berupa pembubaran dan penghadangan dari salah satu ormas dan pelarangan dari pihak
kepolisian yang itu juga akibat dari tekanan ormas yang tidak menginginkan Hizbut Tahrir Indonesia
menyelenggarakan kegiatan yang menurut mereka bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.

Kegiatan tahun ini Hizbut Tahrir Indonesia mengambil tema Khilafah kewajiban Syari, Jalan
kebangkitan umat dengan bentuk kegiatannya adalah Masyirah panji Rasulullah yang bertujuan untuk
mengenalkan panji Rasulullah Saw berupa Ar Roya yaitu bendera berwarna Hitam bertuliskan lafadz
tauhid berwana putih berfungsi sebagai panji, dan Al Liwa yaitu bendera berwana putih bertuliskan
Lafadz tauhid berwarna hitam berfungsi sebagai bendera kenegaraan. Kegiatan lainnya adalah Tabligh
akbar dan Indonesia Khilafah Forum (IKF) kegiatan khusus untuk para tokoh masyarakat dipungkas
dengan acara International Khilafah Forum di Jakarta.

Meskipun ada tantangan Hizbut Tahrir Indonesia tetap berhasil menyelenggarakan kegiatan rajab tersebut
meski ada yang disederhanakan, ada yang dipindah tempatnya, dan ada juga yang format kegiatannya
diganti, dan itu terjadi disebagian kecil kota saja sebagian besarnya seperti banyak diberitakan Hizbut
Tahrir Indonesia berhasil menyelenggarakan kegiatannya.

Adanya tantangan dawah/kegiatan Hizbut Tahrir menunjukan bahwa ide-ide yang disosialisasikan
ditengah-tengah masyarakat dengan berbagai format oleh Hizbut Tahrir telah diterima sehingga
menimbulkan respon dari penerima pesan yaitu masyarakat, diantara respon yang negative terhadap
ide-ide Hizbut Tahrir termasuk juga pendapat dari ormas yang gigih menghadang kegiatan dawah Hizbut
Tahrir beranggapan bahwa Khilafah itu bukan kewajiban syari menurut pendapat ini yang diwajibkan itu
adalah pemimpin apapun itu sebutannya tidak harus Khilafah, khilafah itu hanya berumur 30 tahun
selanjutnya adalah sebuah kerajaan, realita sejarah Khilafah yang dihhiasi dengan pertumpahan darah
akibat perebutan kekuasaan, Khilafah mengancam kebinekaan dan khilafah tidak cocok untuk diterapkan
dizaman sekarang dan Indonesia.

Pada makalah ini akan diulas mengenai argumentasi Hizbut Tahrir tentang wajibnya khilafah dan
sanggahan-sanggahan terhadap pendapat pendapat yang kontra terhadap ide utama Hizbut Tahrir yaitu
Khilafah serta argumentasi bahwa Khilafah merupakan janji Allah swt dan kabar gembira dari Rasulullah
saw.
PENGERTIAN KHILAFAH

Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam yang dalam istilah modern disebut dengan negara Islam (ad
daulah al Islamiyyah) atau sistem pemerintahan Islam (nizham al hukm fi al Islam). Dalam istilah para
fuqaha terdahulu, Khilafah disebut juga dengan istilah Imamah atau Darul Islam. (Wahbah Az Zuhaili, Al
Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 8/407)

Definisi Khilafah adalah:

Kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia untuk menerapkan hukum-hukum
Syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. (Taqiyuddin An Nabhani, Al
Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/13)

Pengertian ini sekaligus menjelaskan muatan dari Khilafah yakni: ukhuwah, syariah dan dakwah.
Khilafah mempunyai 3 (tiga) tugas pokok yang tak dapat terlaksana secara sempurna kecuali dengan
adanya Khilafah, yaitu; pertama, mempersatukan umat Islam di seluruh dunia di bawah satu pemimpin
dan satu negara. Kedua, menerapkan hukum-hukum Syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam
segala bidang kehidupan. Ketiga, menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad
pembebasan.

Khilafah disebut juga dengan istilah Immah al-Kubra (Kepemimpinan Agung) atau Imrah al-Muminn
(Pemerintahan kaum Mukmin). Ketiga istilah tersebut adalah sinonim (sama artinya (Dr. Dhiya adh-Dhin
ar-Rais, An-Nazhriyyah as-Siyasiyyah al-Islamiyah, hlm. 92-103). Khilafah yang juga disebut dengan
Imamah, menurut Imam al-Mawardi ditetapkan sebagai pengganti kenabian dalam urusan memelihara
agama dan mengurus urusan dunia (Al-Mawardi, Al-Ahkm as-Sulthniyyah, hlm. 3).

DALIL KEWAJIBAN KHILAFAH

Dalil dari al Quran, bahwa Allah Swt telah berfirman menyeru Rasul saw :

Putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (QS. al-Maidah [5]: 48)

Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya
mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.(QS. al-
Maidah [5]: 49).

Seruan kepada Rasul saw untuk memutuskan perkara diantara mereka sesuai dengan apa yang
diturunkan oleh Allah juga merupakan seruan bagi umat Beliau saw. Mafhumnya adalah hendaknya umat
Beliau mewujudkan seorang hakim setelah Rasulullah saw untuk memutuskan perkara diantara mereka
sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Perintah dalam seruan ini bersifat tegas. Karena yang
menjadi obyek seruan adalah wajib. Sebagaimana dalam ketentuan ushul, ini merupakan indikasi yang
menunjukkan jazm (tegas). Hakim yang memutuskan perkara diantara kaum muslim setelah wafatnya
Rasulullah saw adalah Khalifah. Sistem pemerintahan menurut sisi ini adalah sistem Khilafah. Terlebih
lagi bahwa penegakan hudud dan seluruh ketentuan hukum syara adalah sesuatu yang wajib. Kewajiban
ini tidak akan terlaksana tanpa adanya penguasa. kaidah syaria menyatakan:




Suatu kewajiban yang tidak dapat sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu adalah wajib.
Dengan demikian, berarti bahwa mewujudkan penguasa yang akan melaksankan syariat (hukum-hukum
Islam) adalah wajib. Sedangkan peguasa yang sesuai dengan kriteria itu adalah Khalifah, dan sistem
pemerintahannya adalah sistem Khilafah. Yakni bahwa mewujudkan penguasa yang menegakkan syariat
hukumnya adalah wajib. Penguasa menurut sisi ini adalah Khalifah dan sistem pemerintahannya adalah
sistem khilafah.

Adapun dalil dari as-Sunah, telah diriwayatkan dari Nafi, ia berkata : Abdullah bin Umar telah berkata
kepadaku : aku mendengar Rasulullah saw pernah bersabda :

Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat kelak
tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di pundaknya tidak terdapat baiat, maka ia mati
seperti kematian jahiliyah (HR. Muslim)

Nabi saw telah mewajibkan kepada setiap muslim agar dipundaknya terdapat baiat. Beliau juga mensifati
orang yang mati sedangkan di pundaknya tidak terdapat baiat bahwa ia mati seperti kematian jahiliyah.
Baiat tidak akan terjadi setelah Rasulullah saw kecuali kepada Khalifah, bukan yang lain. Hadits tersebut
mewajibkan adanya baiat di atas pundak setiap muslim. Yakni adanya Khalifah yang dengan
eksistensinya itu terealisasi adanya baiat di atas pundak setiap muslim. Imam muslim meriwayatkan dari
al-Araj dari Abu Hurairah dari Nabi saw, Beliau pernah bersabda :

Seorang imam tidak lain laksana perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangnya dan
menjadikannya pelindung (HR. Muslim)

Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abi Hazim, ia berkata : aku mengikuti mejelis Abu Hurairah
selama lima tahun, dan aku mendengar ia menyampaikan hadits dari Nabi saw, Beliau pernah bersabda :
:



Dahulu Bani Israel diurusi dan dipelihara oleh para nabi, setiap kali seorang nabi meninggal digantikan
oleh nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku, dan akan ada para Khalifah, dan
mereka banyak, para sahabat bertanya : lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi
bersabda : penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama, berikanlah kepada mereka hak mereka,
dan sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban mereka atas apa yang mereka diminta
untuk mengatur dan memeliharanya (HR. Muslim)

Di dalam hadits-hadits ini terdapat sifat bagi Khalifah sebagai junnah yakni perisai. Sifat yang diberikan
Rasul saw bahwa imam adalah perisai merupakan ikhbar (pemberitahuan) yang di dalamnya terdapat
pujian atas eksistensi seorang imam. Ini merupakan tuntutan. Karena pemberitahuan dari Allah dan Rasul
saw, jika mengandung celaan merupakan tuntutan untuk meninggalkan, yakni larangan. Dan jika
mengandung pujian maka merupakan tuntutan untuk melakukan. Dan jika aktivitas yang dituntut
pelaksanaannya memiliki konsekuensi tegaknya hukum syara, atau pengabaiannya memiliki konsekuensi
terabaikannya hukum syara, maka tuntutan itu bersifat tegas. Dalam hadits ini juga terdapat
pemberitahuan bahwa orang yang mengurus kaum muslim adalah para Khalifah. Maka hadits ini
merupakan tuntutan mengangkat Khalifah. Terlebih lagi, Rasul saw memerintahkan untuk mentaati para
Khalifah dan memerangi orang yang hendak merebut kekuasaannya dalam jabatan khilafahnya. Ini
artinya perintah untuk mengangkat Khalifah dan menjaga keberlangsungan khilafahnya dengan cara
memerangi semua orang yang hendak merebutnya. Imam Muslim telah meriwayatkan bahwa Rasul saw
pernah bersabda :




Dan siapa saja yang telah membaiat seorang imam lalu ia telah memberikan genggaman tangannya
dan buah hatinya, maka hendaklah ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, dan jika datang
orang lain yang hendak merebut kekuasaannya maka penggallah orang lain itu (HR. Muslim).

Perintah mentaati imam merupakan perintah untuk mengangkatnya. Dan perintah memerangi orang yang
hendak merebut kekuasaannya merupakan qarinah (indikasi) yang tegas atas wajibnya kelangsungan
eksistensi Khalifah yang satu.
Sedangkan dalil berupa ijma sahabat, maka para sahabat ridhwanaLlh alayhim telah bersepakat atas
keharusan pengangkatan Khalifah (pengganti) bagi Rasulullah saw setelah Beliau wafat. Mereka telah
bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah, lalu Umar bin Khaththab sepeninggal Abu
Bakar, dan sepeninggal Umar, Utsman bin Affan. Telah nampak jelas penegasan ijmak sahabat terhadap
wajibnya pengangkatan Khalifah dari penundaan pengebumian jenazah Rasulullah saw, lalu mereka lebih
menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah (pengganti) Beliau. Sementara mengebumikan jenazah
setelah kematiannya adalah wajib. Para sahabat adalah pihak yang berkewajiban mengurus jenazah Rasul
saw dan mengebumikannya, sebagian dari mereka lebih menyibukkan diri untuk mengangkat Khalifah,
sementara sebagian yang lain diam saja atas hal itu dan mereka ikut serta dalam penundaan pengebumian
jenazah Rasul saw sampai dua malam. Padahal mereka mampu mengingkarinya dan mampu
mengebumikan jenazah Rasul saw. Rasul saw wafat pada waktu dhuha hari Senin, lalu disemayamkan
dan belum dikebumikan selama malam Selasa, dan Selasa siang saat Abu Bakar dibaiat. Kemudian
jenazah Rasul dikebumikan pada tengah malam, malam Rabu. Jadi pengebumian itu ditunda selama dua
malam dan Abu Bakar dibaiat terlebih dahulu sebelum pengebumian jenazah Rasul saw. Maka realita
tersebut merupakan ijmak sahabat untuk lebih menyibukkkan diri mengangkat Khalifah dari pada
mengebumikan jenazah. Hal itu tidak akan terjadi kecuali bahwa mengangkat Khalifah lebih wajib
daripada mengebumikan jenazah. Juga bahwa para sahabat seluruhnya telah berijmak sepanjang
kehidupan mereka akan wajibnya mengangkat Khalifah. Meski mereka berbeda pendapat mengenai
seseorang yang dipilih sebagai Khalifah, mereka tidak berbeda pendapat sama sekali atas wajibnya
mengangkat Khalifah baik ketika Rasul saw wafat, maupun ketika para Khulafaur Rasyidin wafat. Maka
ijmak sahabat itu merupakan dalil yang jelas dan kuat atas wajibnya mengangkat Khalifah.

Anda mungkin juga menyukai