Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN FISIOTERAPI KARDIOVASKULOPULMONAL

(BRONKITIS)

Disusun oleh :

Ni Komang Dewi Semariasih 1402305024

Ida Ayu Made Pradnyanini 1402305025

Ni Putu Dita Kristinayanti 1402305026

Ni Kadek Merry Marth Ardyastin 1402305027

I Gst Ayu Dwi Laksmi 1402305028

Komang Ayu Trisnadewi 1402305029

Ni L Wyn Diastini P 1402305030

Km Ratih Deandra P 1402305031

Putu Rian Pradhiva 1402305032

Kadek Karisma Prakasa 1402305034

A A Istri Ayesa F A 1402305035

Ni Luh Ayu Srianti Dewi 1402305046

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BRONKITIS

A. Definisi
Menurut Mustika, Dara (2010) Bronkitis adalah peradangan/inflamasi pada saluran nafas bagian
perifer yaitu bronkiolus. Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak
(menebal) sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. Terjadi juga hiperinflasi alveoli
merupakan yakni alveolus terisi udara berlebih karena udara yang terjebak (air-trapping).
Bronkitis di bagi menjadi 2 : Bronkitis akut dan Bronkitis kronis :
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabang-cabangnya, yang
mengakibatkan terjadinya edema dan pembentukan mukus. Bronkitis akut pada umumnya
ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu, biasanya kurang dari 6
minggu), rata-rata 10-14 hari.
Bronkitis kronik yaitu penyakit di saluran nafas yang diakibatkan oleh rekasi peradangan
pada bronkus dan cabangnya yang berlangsung lama dengan dahak yang banyak terjadi hampir
setiap hari, minimal tiga bulan dalam setahun selama dua tahun berturut-turut.
B. Etiologi
Virus pada saluran respirasi adalah salah satu penyebab paling umum pada bronchitis akut
Merokok adalah penyebab yang predominan terdahap bronchitis kronik
1. Acute Bronkitis
a. Virus yang paling sering ditemukan sebagai penyebab bronchitis akut adalah
influenza A dan B
Parainfluenza
respiratory syncytial virus
corona virus, meskipun agen etiologi hanya ditemukan pada sedikit kasus.
b. Bronchitis akut biasanya dapat pula disebabkan oleh infeksi dari
chlamydia pneumonia
streptococcus pneumonia
Moraxella catarrhalis
haemophilus influenza
2. Kronik Bronkitis
Perkiraan menunjukkan bahwa 85%-90% orang yang terkena bronchitis kronik
merupakan perokok. Penelitian menunjukkan bahwa pipa rokok, cerutu dan marijuana
menyebabkan kerusakan yang mirip. Dimana merokok mengganggu
a. Gerakan ciliari
b. Menghambat fungsi dari makrofag pada alveolar
c. Menyebabkan hipertropi dan hyperplasia pada kelenjar mucus.

2
Merokok juga dapat meningkatkan hambatan pernafasan melalui konstriksi otot polos
pada bagian medial vagus.
C. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel globet
meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan dan
akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan penting dalam
menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan
terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih lanjut terjadi sebagai akibat
perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin terjadi
perubahan paru yang irreversible, kemungkinan mengakibatkan emphysema dan
bronchiectasis (Smeltzer & Bare, 2001)
D. Faktor Risiko
a. Merokok
Merokok memiliki kandungan yang secara histologi dapat menyebabkan inflamsi saluran
napas, hipertrofi kelenjar sekresi mukosa dan hiperplasia sel goblet dimana secara
langsung dapat memicu terjadi bronkitis.
b. Hiperesponsif saluran pernapasan
Inflamsi di saluran pernapasan penderita bronkitis menyebabkan modifikasi saluran
pernapasan. Inflamasi ini akan menyebabkan peningkatan sel inflamasi di sirkulasi dan
secara tidak langsung akan meningkatkan proses inflamasi sehingga dapat menyebabkan
hiperesponsif saluran pernapasan.
c. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernapasan dan obstruksi saluran napas juga bisa
diakibatkan pemaparan terhadap abu, debu, gas kimia selama bekerja walaupun efeknya
kurang jika dibandingkan dengan asap rokok.
d. Polusi udara
e. Faktor genetic
f. Infeksi saluran pernapasan
E. Gejala Klinis

3
1. Batuk Produktif
==> biasanya berlangsung lama, jumlah sputum banyak terutama pada pagi hari (bangun
tidur)
2. Haemaptoe
==> terjadi karena nekrosis atau destruksi mukosa bronkhus mengenai pembuluh darah
sehingga pembuluh darah pecah dan timbul pendarahan
3. Sesak napas atau dispnea
==> biasanya akibat fibrosis paru dan emfisema. Kadang ditemukan suara mengi (wheezing)
akibat adanya obstruksi bronkus.
4. Demam Berulang
==> bronkhitis merupakan penyakit yang berjalan kronis, sering mengalami infeksi berulang
pada bronkhus sehingga sering timbul demam
F. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
b. Inspeksi
statis : wajah tampak pucat dan kelelahan, bentuk dada barrel chest, postur kiposis
dinamis : pola nafas abdominal meningkat, kiposis saat berjalan dan base tungkai lebar
c. Palpasi : adanya spasme pada otot-otot pernafasan
d. Perkusi : Terdengar suara paru yang hipersonor
e. Auskultasi : Terdapat bunyi ronkhi pada lobus/paru yang terkena
f. Pemeriksaan Gerak Fungsi Dasar
- Aktif : gerakan inspirasi ekspirasi kurang maksimal akibat sesak nafas dan
spasme otot pada otot pernafasan
- Pasif : tidak dilakukan
- Isometrik : tidak dilakukan
g. Pemeriksaan Spesifik
a) Pemeriksaan Ekspansi Thoraks
Pemeriksaan ekspansi thoraks menggunakan midline dengan mengukur pada 3 titik yaitu
pada axilla, ics v, dan xiphoideus sehingga didapatkan hasil ekspansi thoraks yang menurun
b) Pemeriksaan sesak nafas menggunakan Borg Scale
6WMT merupakan test sederhana yang praktis yang memerlukan jalur sepanjang 100
kaki (30 meter) tidak memerlukan peralatan latihan yang rumit maupun tenaga pengawas
yang sarat pengalaman dan latihan khusus.
Test ini untuk mengukur jarak yang dapat ditempuh pasien dengan berjalan dalam waktu
6 menit. Test ini secara keseluruhan mengevaluasi respon semua sistem organ yang terlibat
seperti pernafasan, jantung dan sirkulasi, darah, neuromuskular dan metabolisme otot.
Prosedur pelaksanaan 6 minute walking test
1. Tidak memerlukan pemanasan sebelum tes dimulai
2. Jika perlu dilakukan pengulangan latihan hendaknya dilakukan pada waktu yang sama
dengan hari sebelumnya, untuk mengurangi intraday variability

4
3. Pasien hendaknya duduk dikursi yang dekat dengan titik awal selama 10 menit.
4. Dilakukan pemeriksaan apakah ada kontraindikasi, pengukuran denyut nadi dan tekanan
darah, pastikan bahwa pakaian dan sepatu sudah tepat bagi pasien.
5. Suruh pasien berdiri dan hitung keadaan dyspnea dan fatigue dengan memakai skala Borg
sebelum memulai latihan
6. Atur penghitung putaran pada posisi nol dan timer untuk 6 menit, dan bergeraklah ke
posisi start.
7. Berikan instruksi pada pasien bahwa test ini menilai seberapa jauh pasien dapat berjalan
selama 6 menit dan tidak boleh berlari.
8. Pasien dapat memperlambat jalannya, berhenti atau istirahat jika perlu.
9. Posisikan pasien pada garis start.
10. Pengawas harus berdiri dekat garis strat selama latihan.
11. Jangan berjalan bersama pasien.
12. Segera setelah pasien mulai berjalan hidupkan timer.
13. Jangan berbicara kepada siapapun selama test.
14. Perhatikan pasien dan jangan lupa untuk menghitung putaran yang telah dilalui.
15. Beritahu waktu test setiap menit ke 2, 4 dan 6 (berhenti)
Prosedur setelah pelaksanaan 6MWT
1. Rekam dypsnea dan fatigue pasca latihan dengan skala Borg
2. Jika memakai pulse oximeter, ukur SpO2 dan jumlah pulse dari oxymeter dan kemudian
lepas sensor. Catat jumlah putaran dan berapa jauh jarak tempuh yang dicapai

c) Pemeriksaan spasme otot


Pemeriksaan dilakukan dengan cara palpasi otot tersebut untuk mengetahui otot-otot
pernafasan yang mengalami spasme.
d) Pemeriksaan Sputum

5
Pemeriksaan sputum dengan cara auskultasi berdasarkan suara yang kita dengarkan untuk
mengetahui letak dan banyak sputum pada penderita
e) Pemeriksaan antropometri
Tes antropometri dilakukan untuk mengevaluasi mobilitas thorax. Pengembangan chest dapat
juga diukur dengan meteran pada 3 tempat yaitu: axilla, ICS 4-5 dan processus xipoid.
Dimulai saat pasien full expirasi lalu deep inspirasi, catat hasil penambahan pengembangan
sangkar thorax

G. Intervensi

Tujuan yang hendak ingin dicapai pada kasus bronkitis dapat dibagi menjadi dua yakni tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek ialah mampu mengurangi atau
menghilangkan nyeri dan nafas yang tidak normal, membersihkan jalan nafas, mengurangi
spasme otot pernafasan. Sedangkan untuk tujuan jangka panjang ialah mampu meningkatkan
ketahanan dan kekuatan otot pernafasan serta memberi motivasi kepada pasien dan keluarganya
Modalitas fisioterapi untuk penalaksanaan pada kasus bronchitis, yaitu:

1. Infra Merah
Tujuan: untuk mendapatkan relaksasi lokal dan mengurangi-menghilangkan nyeri pada
daerah dada dan punggung juga untuk memperbaiki sirkulasi darah (vasodilatasi
pembuluh darah) serta meningkatkan ekspansi thorax.
Infra Merah menghasilkan panas, kemudian panas dari penyinaran tersebut memunculkan
vasodilatasi pada pembuluh darah sehingga pemberian nutrisi dan oksigen pada jaringan
menjadi meningkat memberikan efek berupa peningkatan proses metabolisme, sehingga
terjadinya kenaikan temperature pada jaringan otot dan membantu merileksasikan otot-
otot pernapasan, meningkatkan sirkulasi aliran darah sehingga zat-zat yang
menyebabkan radang akan terangkut bersamaan dengan sirkulasi darah dan kemampuan
otot untuk berkontraksi sehingga dengan adanya rileksasi dan peningkatan sirkulasi aliran
darah menyebabkan penurunan spasme, penurunan spasme inilah menyebabkan
berkurangnya nyeri yang dialami oleh pasien. Sehingga karena adanya penurunan nyeri
dan rileksasi otot maka pasien akan lebih nyaman untuk bernapas dan ekspansi thorax
akan meningkat dari sebelumnya.
2. Breathing Exercise
6
Merupakan latihan napas yang terdiri atas pernapasan diafragma dan purse lips breathing.
Tujuan breathing exercise ini untuk meningkatkan ventilasi, mengatur frekuensi dan pola
napas, memperbaiki fungsi diafragma, memperbaiki mobilitas sangkar thorax dan
mengatur kecepatan pernapasan shg napas lebih efektif. Latihan ini juga untuk
meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan
kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak terkoordinasi,
melambatkan frekuensi pernapasan dan mengurangi kerja pernapasan.
3. Postural Drainage
Merupakan posisi tubuh dengan menggunakan gravitasi untuk membantu mengalirkan
sekresi (mukus) dari segmen paru-paru pasien. Pada setiap sisi posisi, bronchus
segmental pada area yang akan dialirkan harus tegak lurus dengan lantai.
Tujuan: untuk mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluran nafas yang lebih
besar, meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan napas.
4. Clapping
Menepuk dinding dada dengan tangan.
Tujuan: untuk mengeluarkan sekresi bronkus yang kental dan melekat dari bronkeolus ke
bronkus lalu ke trakea.
Untuk melakukannya, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan
ibu jari menyentuh jari telunjuk. Tepukan pada dinding dada akan membantu melepaskan
sputum/secret.
5. Batuk Efektif
Latihan batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan sekret secara
maksimal.
6. Terapi latihan (Mobilisasi sangkar Thorak)
Latihan ini meliputi gerakan-gerakan pada trunk dan anggota gerak atas, dapat dilakukan
bersamaan dengan breathing exercise. Sehingga otot-otot pernafasan dan otot bantunya
yang mengalami ketegangan akan menjadi rilex.
7. Edukasi
Pemberian edukasi kepada pasien adalah hal hal yang harus dilakukan oleh pasien yaitu
pengaturan posisi yang bertujuan untuk memperoleh rileksasi dari seluruh tubuh terutama
pada thorak juga mengontrol pernafasan diafragma pasien agar dapat mencapai gerakan
respirasi penuh, yaitu :

7
1. Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas ringan dan tidak memaksa.
2.Pasien diminta untuk menghindari asap rokok dan polusi udara dengan menggunakan
masker.
3. Pasien diminta untuk banyak minum air putih.
4. Pasien di anjurkan melanjutkan latihan nafas sendiri di rumah,
5. Istirahat jika terjadi keluhan sesak nafas / nyeri dada saat sedang aktifitas, pakai jaket
bila udara dingin
6. Pasien diminta untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Pelaksanaan Fisioterapi:
1. Infra Merah
Persiapan alat:
persiapkan lampu infra merah,
perhatikan sebelumnya kabel dan tombol on/ offnya apa sudah sesuai atau tidak.
Persiapan pasien:
Pasien dalam kondisi rileks
Area yang akan diterapi bebas dari kain atau pakaian
Terapis memberikan informasi efek rasa hangat yang muncul pada sinar infra
merah, apabila pasien merasakan panas yang berlebihan saat terapi berlangsung
diharapakan dapat memberitahu terapis.
Pelaksanaan:
Lakukan tes sensibilitas tajam tumpul pada area otot yang akan diterapi kemudian
posisikan pasien senyaman mungkin. Pada area terapi bebas dari kain atau pakaian.
Persiapkan alat Infra Merah dengan mengarahkan sinar infra merah tepat tegak lurus
pada otot yang akan diterapi dengan jarak 45cm dengan waktu penyinaran 10 menit pada
setiap bagian. Fisioterapi tetap mengontrol keadaan pasien apa terlalu panas atau tidak.
Setelah selesai terapi alat dimatikan dan diletakkan dengan rapi.
2. Breathing Exercise (Pernapasan Diafragma & Purse Lips Breathing)
Persiapan pasien:
pasien dalam posisi rileks,
duduk di tepi bed atau semi fowler
Pelaksanaan:
Pernapasan diafragma: pasien dengan posisi tidur 45 derajat/ semi fowler, tangan
terapis ada di dada pasien dan di perut pasien. Perintahkan pasien untuk
melakukan inspirasi dan ekspirasi. Pergerakan perut > dari pada pergerakan dada.

8
Purse lips breathing: Pasien diinstruksikan untuk menarik nafas panjang melalui
hidung dan mengeluarkannya secara pelan- pelan melalui mulut dengan mencucu
pengulangan 2-5 kali. Dengan perbandingan 1:3
3. Postural Drainage dan Clapping
Persiapan Alat: Bantal
Persiapan Pasien: Pasien pada posisi gravitasi untuk memudahkan pengeluaran sekret .
Pelaksanaan: Terapis melakukan clapping pada daerah sesuai segmen yang berisi sekret
dengan posisi tangan membentuk seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan ibu jari
menyentuh jari telunjuk (arcus) dengan gerakan fleksi ekstensi. Tepukan pada dinding dada
akan membantu melepaskan sputum/secret. Perhatikan keadaan pasien, bila pasien mulai nyeri
dada dan jantung berdebar segera hentikan.

Apeks paru:

Posis pasien semi fowler bersandar


kekanan, kekiri, lalu kedepan tergantung
posisi lesi.

Anterior bronkus :

Berbaring telentang dengan bantal di


bawah lutut yang sedikit fleksi.

Bronkus posterior kanan:

Berbaring pd sisi kiri, wajah menoleh 45


derajat ditunjang oleh bantal.

9
Bronkus posterior kiri:

Berbaring pd sisi kanan, wajah menoleh


45 derajat ditunjang oleh bantal hingga
dada terangkat.

Lobus medius kanan:

Berbaring pd sisi kiri, kaki terangkat 35


cm.

Lobus lingula kiri:

Berbaring pd sisi kanan, kaki terangkat


35 cm.

Lobus bawah bgn apikal:

Berbaring telungkup, bantal menyangga


panggul.

4. Batuk Efektif
Persiapan Pasien
Pasien duduk tegak dengan kedua kaki menapak.
Pelaksanaan
Terapis menginstrusikan agar pasien menarik nafas dalam sebanyak dua kali.
Lalu saat menarik nafas yang ketiga, pasien diminta untuk membatukkan
sebanyak dua kali.
10
Setelah itu terapis menginstruksikan agar pasien menarik nafas secara biasa.
5. Mobilisasi Sangkar Thorak
Persiapan Pasien
Pasien tidur terlentang
Selain itu juga dapat dalam posisi duduk rileks
Pelaksanaan
Pasien diberi contoh oleh terapis kemudian disuruh untuk mengulanginya
Pasien di intruksikan mengambil nafas panjang melalui hidung bersamaan dengan
itu pasien menggerakkan kedua lengannya keatas
Kemudian di intruksikan untuk menghembuskannya secara pelan-pelan melalui
mulut sambil kedua tangannya diturunkan. Ulangi 1-8 kali.

H. Edukasi

Edukasi terhadap pasien bronchitis terkait dengan upaya pencegahan, pada pasien pediatric yang
diberikan edukasi lebih kepada orang tua dan pengasuh karena pasien anak-anak kebanyakan
belum bisa sepenuhnya memahami dan melaksanakan instruksi yang diperlukan.

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien bronchitis, yaitu :


Kebutuhan untuk imunisasi karena akan mengurangi risiko bronkitis karena diberikan
pertahanan tambahan terhadap organisme penyebab.
Pentingnya menghindari asap tembakau (aktif dan pasif)
Pentingnya menghindari polusi udara, seperti : asap kayu, pelarut dan pembersih
Pentingnya mencari perhatian medis untuk infeksi pernafasan yang berkepanjangan
Bagaimana caranya melakukan home treatment (perawatan di rumah) setidaknya tiga
sampai empat kali atau kurang dari itu tergantung pada kondisi pasien saat ini.
Pentingnya nasal hygiene (kebersihan hidung). Pasien harus menekankan pentingnya
meniup hidung secara menyeluruh dan sesering mungkin.
Untuk pasien pediatric, perlu diedukasi untuk bersekolah. Pasien dapat bersekolah,
kecuali pada saat mengalami acute bronchitis dengan demam (Orang tua harus tahu
11
bahwa sekali tanda-tanda infeksi berkurang, nafsu makan kembali, kewaspadaan,
kekuatan, dan perasaan kesejahteraan muncul kembali, anak dapat kembali ke sekolah.)

DAFTAR PUSTAKA

Fayyas, Jazeela. 2017. Bronchitis.Medscape.http://emedicine.medscape.com/article/297108-


overview#a1 diakses pada tanggal 13 april 2017
Kairunisha, Ani. 2012. Patofisiologi Bronkitis. http://www.academia.edu/8657084/Bronkitis_
Bronchitis diakses pada tanggal 19 april 2017
Kim,victor and Gerard J. Criner. (2012).Chronic Bronchitis and Chronic Obstructive Pulmonary
Disease.American Thoracic Society Journal
.http://www.atsjournals.org/doi/pdf/10.1164/rccm.201210-1843Cl
Murti, Adhim Kumala. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Bronkitis Kronis Di Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mustika, Dara. 2014. Bronkitis. https://www.academia.edu/bronkitis diakses tanggal 20 April


2017.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah ,Edisi 8. Jakarta :
EGC
Zaudyasari, Bintari. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Bronchitis Acute di Rumah
Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

12

Anda mungkin juga menyukai