Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

KARIES SEKUNDER

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Gigi dan Mulut
RS Islam Sultan Agung Semarang
Periode 11 Oktober 24 Oktober 2015

Disusun oleh :
Eny Rizqiani
012106147

Pembimbing :
Drg.Hj. Aning Susilowati

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Nama / NIM : Eny Rizqiani / 012106147


Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Fakultas : Kedokteran Umum
Diajukan : Oktober 2015
Perioode Kepaniteraan : 11 Oktober 24 Oktober 2015
Bagian : Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
Pembimbing : drg. Hj. Aning Susilowati

Telah diperiksa dan disetujui tanggal :

Pembimbing

drg. Hj.Aning Susilowati


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Karies sekunder merupakan salah satu kegagalan tumpatan yaitu timbulnya proses
karies baru dipermukaan gigi, dinding kavitas, di tepi dan di bawah tumpatan. Karies ini
dapat terjadi akibat preparasi kavitas yang kurang baik, restorasi yang kurang efektif,
terdapat celah disekitar tambalan amalgam, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut.
Terjadinya karies sekunder di bawah tambalan yang mungkin disebabkan karena
kebocoran tambalan sehingga bakteri dapat berpenetrasi ke jaringan gigi dan kembali
menyebabkan karies.
Karies sekunder merupakan karies yang umumnya ditandai dengan diskolorisasi
pada tepi tumpatan. Perubahan warna ini juga dapat disebabkan oleh korosi dari amalgam
atau pantulan cahaya dari amalgam melalui email yang relative transparan. Perubahan
warna pada daerah sekitar tumpatan dapat juga menunjukkan proses demineralisasi.
Umumnya berwarna putih atau kecokelatan.
Mengingat sulitnya mendiagnosa karies sekunder, maka karies baru yang berupa
lesi di sekitar tumpatan dapat di lihat dengan ketajaman mata dengan ketentuan gigi
bersih dan kering. Walaupun karies mungkin dapat saja dilihat dengan mata telanjang,
kadang-kadang diperlukan bantuan radiografi untuk mengamati daerah-daerah pada gigi
dan menetapkan seberapa jauh penyakit itu merusak gigi.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Mengetahui etiologi dan patofisiologi karies sekunder
1.2.2 Mengetahui cara mendiagnosis karies sekunder
1.2.3 Mengetahui penatalaksanaan dari karies sekunder
1.3 MANFAAT
1.3.1 menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran gigi dan mulut
1.3.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu gigi dan mulut
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. H
Alamat : Mugas Barat 15 Rt 4 Rw 3 Mugasari
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Guru
Tanggal periksa : 17 Oktober 2015

II. RIWAYAT KASUS


1. Keluhan Utama : gigi ngilu jika minum air dingin
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli gigi Puskesmas Pandanaran dengan keluhan gigi rahang
kanan bawah ngilu, keluhan ini muncul sejak 1bulan yang lalu. Ngilu dirasakan jika
pasien minum air dingin, berkumur saat wudhu. Gigi tersebut pernah ditambal 10 tahun
yang lalu. Pasien sudah membeli obat di apotik untuk mengatasi ngilunya tetapi keluhan
tidak berkurang.
3. Riwayat Perawatan
Gigi : pasien pernah melakukan pencabutan gigi dan perawatan gigi
4. Riwayat Kesehatan
o Kelainan darah : (-)
o Gangguan nutrisi : (-)
o Kelainan jantung : (-)
o Kelainan imunologi : (-)
o Tekanan darah : (-)
o Diabetes mellitus : (-)
o Lain-lain : (-)
5. Obat-obatan yang telah/sedang dijalani : Pasien pernah menggunakan antinyeri.
6. Keadaan social / kebiasaan : pasien berobat dengan BPJS, kesan social ekonomi cukup
7. Riwayat Keluarga
o Kelainan darah : (-)
o Kelainan endokrin : (-)
o Diabetes mellitus : (-)
o Kelainan jantung : (-)
o Kelainan saraf : (-)
o Alergi : (-)
o Lain-lain : (-)

III. PEMERIKSAAN KLINIS


1. Extra Oral
a. Muka : simetris
b. Pipi kiri : tidak ada kelainan
Pipi kanan : tidak ada kelainan
c. Bibir atas : tidak ada kelainan
Bibir bawah : tidak ada kelainan
d. Kelenjar submandibularis kiri : tidak teraba/ tidak ada kelainan
Kelenjar submandibularis kanan : tidak teraba/ tidak ada kelainan
e. Kelenjar submentalis : tidak teraba/ tidak ada kelainan
f. Kelenjar leher : tidak teraba/ tidak ada kelainan
g. Kelenjar sublingualis : tidak teraba/ tidak ada kelainan
h. Kelenjar parotis : tidak teraba/ tidak ada kelainan

2. Intra Oral

a. Jaringan Lunak
- Mukosa : tidak ada kelainan
- Lidah : Tidak ada kelainan
- Ginggiva : Tidak ada kelainan
- Palatum : Tidak ada kelainan
b. Jaringan keras
Nonmeklatur WHO
1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8

- Tulang Rahang : tidak ada kelainan


- Gigi Geligi
a. Inspeksi : tambalan pada 4.6, caries + pada 4.6
b. Sondage : superficial
c. Perkusi :-
d. Palpasi :-
e. Thermis :+
f. Tekanan :-

IV. DIAGNOSIS SEMENTARA


Karies sekunder 4.6

V. RENCANA PERAWATAN
- Pro tumpat rujuk ke sejawat dokter gigi
- Pengobatan : paracetamol sprn

VI. EDUKASI
- Menjaga kebersihan rongga mulut dengan menggosok gigi 2x sehari sesudah makan dan
sebelum tidur
- Pengobatan yang diberikan sifatnya hanya sementara
- Disarankan periksa ke dokter gigi untuk penatalaksanaan selanjutnya
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karies Sekunder

Karies sekunder menurut Tarigan (1995) merupakan salah satu kegagalan tumpatan

yaitu timbulnya proses karies baru dipermukaan gigi, dinding kavitas, di tepi dan di bawah

tumpatan.

Sedangkan Tarigan Kidd dan Bechal (1991), karies sekunder adalah karies yang tetap

terjadi dijaringan sekitar tumpatan sehingga menggagalkan usaha penumpatan tersebut.

Karies sekunder biasa disebut karies rekuren.

3.1.1 Etiologi Karies Sekunder.

Bagian gigi yang menghadap kepermukaan tumpatan merupakan daerah yang

paling mudah terserang karies. Hal ini disebabkan oleh karena celah yang terdapat

pertemuan kedua permukaan ini merupakan tempat yang baik untuk berkumpulnya

kuman, cairan ludah, dan molekul atau ion (Tarigan, 1995).

Pemeriksaan histologik lesi dini karies sekunder memberikan beberapa

indikasi tentang bagaimana lesi dibentuk. Bila tumpatan telah di letakkan, email

disekitar tumpatan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu email permukaan dan email

pada dinding kavitas. Oleh karena itu lesi karies sekunder terdiri dari dua bagian (

Lihat gambar 2.1). Suatu lesi luar yang dibentuk pada permukaan gigi sebagai

akibat dari karies pertama dan kavitas lesi dinding yang hanya akan terlihat bila ada

bakteri, cairan, molekul, atau ion hidrogen diantara tumpatan dan dinding kavitas.
Celah di sekitar tepi tumpatan yang tidak terdeteksi ini secara klinik dikenal dengan

celah mikro.

Gambar 2.1 Diagram mengenai karies sekunder. Lesi karies terlihat dalam dua
bagian: lesi luar yang dibentuk pada permukaan gigi akibat serangan pertama dan lesi
dinding kavitas terbentuk ssebagai akibat kebocoran antara restorasi dan dinding kavitas
(dikutip dari Kidd dan Beckhal, 1991)

Banyak metode yang dibuat selama 25 tahun ini untuk menguji sifat

kebocoran tepi bahan tumpatan baik pada pemeriksaan laboratorium atau

langsung di dalam mulut. Pemeriksaan dilakukan dengan beberapa cara termasuk

dengan cara pewarnaan, isotop radioaktif, scaning electron microscopy, dan

karies buatan. Dari semua percobaan ini menyimpulkan bahwa semua yang ada

saat ini bocor. Hal ini berarti bahwa timbulnya karies berjalan terus, pada

akhirnya semua tumpatan akan mengakibabkan kegagalan. (Kidd dan Bechal

1991).
3.1.2 Penegakan Diagnosa Karies Sekunder.

Karies sekunder merupakan karies yang umumnya ditandai dengan

diskolorisasi pada tepi tumpatan. Perubahan warna ini juga dapat disebabkan oleh

korosi dari amalgam atau pantulan cahaya dari amalgam melalui email yang

relative transparan. Perubahan warna pada daerah sekitar tumpatan dapat juga

menunjukkan proses demineralisasi. Umumnya berwarna putih atau kecokelatan

(Fadhilah Tuti, 2010 ).

Mengingat sulitnya mendiagnosa karies sekunder, maka karies baru yang

berupa lesi di sekitar tumpatan dapat di lihat dengan ketajaman mata dengan

ketentuan gigi bersih dan kering. Namun lesi pada tepi ginggiva memerlukan

suatu fotograf bite-wing (Kidd and Beckhal, 1991).

Mengenai validitas pemeriksaan radiografi bite-wing pada karies sekunder

restorasi amalgam, dapat disimpulkan pemeriksaan radiografi bite-wing cukup

valid digunakan untuk menegakkan diagnosis sekunder karies restorasi amalgam,

validitas pemeriksaan radiografis akan lebih tinggi bila ditunjang oleh

pemeriksaan/tanda klinis seperti terjadinya diskolorasi luas pada restorasi

amalgam yang kecil, tepi tumpatan yang pecah, fissure yang dalam (parit) pada

tepi restorasi, serta grey discoloration mempunyai sentivitas 50% dan spesifikasi

91% dalam mendeteksi karies sekunder (Adam Malik, 2007)

3.2 Tumpatan Amalgam Klas II

3.2.1 Teknik preparasi Amalgam Klas II


Definisi restorasi Klas II adalah bila telah mengenai permukaan mesial

atau distal gigi posterior. Walaupun lesi klas II terjadi pada permukaan proksimal,

umumnya dianggap sebagai kavitas campuran yaitu suatu kavitas yang mengnai

dua permukaan salah satunya adalah permukaan oklusal. Sehingga dalam praktek

kavitas klas II dibagi menjadi mesial-oklusal, distal-oklusal, atau Mesial-Oklusal-

distal. (Baum,Philips,Lund, 1997).

Preparasi kavitas Klas II terdiri dari oklusal dove tail dan proksimal box,

yang dihubungkan oleh isthmus. Preparasi kavitas Klas II mulai dari oklusal yang

mempunyai bentuk retensi dan resistensi berupa dovetail lock(Margaretha, S dan

Retno Hayati, S. 1986 cit. Elvy Syahni 2002).

A. Preparasi outline oklusal

1. Preparasi outline oklusal meliputi daerah karies, pit dan fisur

prekaries.

2. Jaringan karies dapat di jangkau dengan melalui preparasi pada

permukaan oklusal yang terkena karies, sampai kedalaman kurang

lebih 1,5 mm dengan menggunakan bur fissure atau pear shaped

bur dengan kecepatan tinggi.

3. Dinding kavitas dibuat konvergen kearah oklusal.kavitas dibuat

sedikit undercut.

4. Dasar kavitas sebaiknya datar atau sedikit konkaf.

5. Sisa jaringan keries dapat dibersihkan dengan round bur putaran

rendah atau dengan eskavator.


6. Internal line angle dibulatkan untuk mengurangi tekanan

pengunyahan.

7. Cavo surface angle dibuat tajam.

8. Bagian dalam kavitas diisi dengan basis.

B. Pembentukan Istmus

Itsmus adalah daerah tersempit dekat proksimal box. Idealnya lebar

itsmus lebih kurang 1/3 jarak antar tonjol sulung. Itsmus lebih baik dibuat

lebih baik dibuat lebih sempit dan dalam.

C. Preparasi Proksimal Box

1. Pembentukan proksimal box dilakukan deangan cara menempatkan

posisi bur sejajar dangan aksis panjang gigi.

2. Dinding bukal dan lingual diperluas sampai ke daerah self

Cleaning. Daerah kontak bebas, diketahui dari ujung sonde yang

dapat bergerak bebas di daerah gingivo-bukal dan gingivo-lingual

dari sebelahnya.

3. Dinding bukal dan lingual proksimal box dibentuk sedikit

konvergen,

4. Dinding gingival ditempatkan sedikit di bawah gingival bebas

sesuai dengan dalamnya karies.


5. Lebar dinding gingival sekurang-kurangnya 1mm dan tegak lurus

sumbu gigi dan harus didukung oleh dentin.

6. Internal line angle dibulatkan untuk mengurangi tekanan kunyah.

7. Pembuatan sudut kavo surface margin 900, sehingga enamel

didukung dengan baik oleh dentin.

8. Sudut axial pulpa line angle dibulatkan, untuk membulatkan maka

miringkan bur 450 ke dasar kavitas.

Gambar 2.2. Bentuk preparasi kavitas Klas II amalgam


(dikutip dari Kidd and Beckhal, 1991)

9. Sisa jaringan karies dapat diambil dengan round bur berkecepatan

rendah atau dengan menggunakan ekskavator tajam.

10. Dinding kavitas dan dasar ginggiva dihaluskan dengan Hatchet

atau instrument tangan yang tersedia lainnya. Kavitas tersebut

kemudian dibersihkan dengan air dan kemudian dikeringkan

dengan semprotan udara.

11. Letakkan bahan pelindung pulpa seperti Calcium Hydroxide di atas

kavitas yang dalam di atasnya diletakkan semen sebagai basis.

Dinding kavitas dan carvo surface angle dapat diberi vanish.


Gambar 2.3 Bentuk preparasi kavitas Klas II amalgam

(dikutip dari Kidd and Beckhal, 1991)

D. Pemasangan Matriks band

Penggunaan matriks band bertujuan untuk :

1. Mengembalikan daerah kontak pada gigi sulung

2. Mencegah perluasan dan kelebihan bahan restorasi kejaringan

gingival.

3. Menahan dan memudahkan kondisi amalgam

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, matriks harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

1. Mudah dipasang dan dilepas

2. Tidak menimbulkan trauma pada jaringan

3. Tidak bereaksi terhadap bahan tumpatan

Untuk mengembalikan bentuk interproksimal secara tepat dan baik

dapat diperoleh dengan menggukan wedge yang dimasukan ke dalam

celah interdental, di bawah dinding gingival untuk menahan matriks

berkontak dengan servikal gingival margin.


Gambar 2.4 pemasangan retainer matriks band
(dikutip dari Kidd and Beckhal, 1991)

3.2.2 Amalgam

Amalgam merupakan bahan tambal tertua dengan komposisi merkuri

(43% - 54%), perak, timah, zinc dan tembaga. Bahan tambal merkuri pertama

dipakai oleh dokter gigi di Perancis pada tahu 1810. Kemudian penggunaan

meluas dibeberapa negara karena sifat kekerasannya, daya tahannya dan hargn ya

yang murah. Pada tahun 1985 formula amalgam di standardisasi dengan formula

fase gamma-2-amalgam. Formula ini mengandung 50 persen cairan merkuri

(raksa) dan 50 persen bubuk campuran perak, timah, tembaga, merkuri dan zinc.

Pada tahun 1970, formula amalgam diperbaharui dengan amalgam nongamma.

Kandungannya tetap sama dengan formula gamma-2, tetapi dengan kandungan

tembaga yang lenih tinggi. (Pratiwi Donna, 2007).

MenurutDonna Pratiwi (2007) amalgam memiliki kekurangan dan

kelebihan sebagai berikut:

A. Kekurangan Amalgam
Ikatan bahan amalgam dengan gigi bersifat mekanis. Artinya , untuk dapat

melekat pada gigi memerlukan bentuk lubang tertentu sehingga diperkuka

tindakan pengeboran yang lebih besar. Otomatis stuktur gigii yang terbuang

juga lebih banyak.

Beberapa opini kontradiktif tentang amalagam sebagai bahan tambal

karena adanya kandungan merkuri yang dianggap berbahaya untuk kesehatan.

Alasannya karena bahan merkuri bersifat racun sehingga dapat menimbulkan

gangguan fisik maupun psikologis. Akan tetapi, jumlah merkuri yang

dilepaskan tambalan amalgam dan jumlahnya yang ditemukan didalam darah

sangatlah kecil. WHO dan Pusat Kontrol Penyakit dan Pencegahannya di

Amerika juga sudah menyatakan bahwa amalgam aman untuk diaplikasikan,

termasuk bagi wanita hamil, anak-anak, dan penderita diabetes, kecuali pada

kasus-kasus tertentu terjadi

alergi.

B. Keuntungan amalgam

Kelebihan utama amalgam adalah daya tahannya yang tinggi terhadap

beban pengunyahan. Kemungkinan penggantian tambalan amalgam juga lebih

jarang daripada komposit. Harganya juga lebih relative lebih murah

dibandingkan dengan komposit.

Adapun proses pengolahan amalgam adalah sebagai berikut ( Baum,

Phillips dan Land. 1997) :


1. Dengan menggunakan amalgam pistol letakkan amalgam pada lantai

gingival. Dengan pemampat akan mengisi lebih efektif daerah yang

penting dengan arah vertikal.

2. Dalam pemampatan lapisan berikutnya pita matriks bias ditekan

kearah titik kontak dari gigi tetangga untuk memastikan kontak yang

baik dengan bahan setelah pita dilepas.

3. Amalgam ditekan kedalam kavitas secara merata untuk merata untuk

menghilangkan daerah kosong dan untuk mengisi dengan hati-hati dan

konsisten seluruh daerah retensi dan undercut.

4. Dengan menggunakan ujung eksplorer sebagai pengukir, bentuk dan

ketinggian linger tepi dibangun dan kelebihan amalgam dikurangi.

5. Pita matriks dengan hati-hati dibuka dari sekitar gigi sehingga titik

kontak yang diperbaiki tidak terganggu.

6. Dengan menggunakan ujung pengukir buang kelebihan amalgam dan

bentuk permukaan proksimal dibentuk untuk membentuk embrasure

bukal, lingual, dan gingival yang normal.

7. Pemburnisan paling baik dilakukan setelah amalgam mulai mengeras.

Sisi cembung dari ekskavator sendok besar (besar dan kecil) bisa

digunakan pada daerah proksimal dan lingkir tepi, sedangkan pengukir

malam dibulat adalah sangat efektif pada regio oklusal.


Gambar 2.5 amalgam yang ditambahkan pada kavitas
(dikutip dari Kidd and Beckhal, 1991)

3.3 Pencegahan dan Penanganan Karies Sekunder

Sangat penting pemberitahuan kepada pasien bahwa penumpatan tidak

menyebabkan jaringan gigi sekitar tumpatan menjadi imun terhadap karies. Bila

tumpatan bocor maka penyebaran demineralisasi terjadi di sepanjang kavitas. Menurut

Kidd dan Bechal (1991) ada beberapa cara tentang cara pencegahan karies senkunder,

diantaranya adalah :

3.3.1 Pengendalian Plak dan Teknik Penumpatan

Telah kita ketahui bahwa karies terbentuk diantara penumpukan plak.

Batas antara tumpatan dan gigi merupakan daerah yang yang potensial terhadap

kumungkinan terjadinya plak, sehingga beberapa aspek dalam preparasi kavitas

sangat relevan dengan usaha pencegahan karies sekunder. Batas antara gigi dan

tumpatan harus dapat dibersihkan dengan mudah. Dahulu dikatakan bahwa batas

tepi kavitas harus terletak diantara yang bisa bersih sendiri (self cleaning area)

akan tetapi sekarang ini diketahui bahwa cara ini tidak dapat diandalkan dalam
upaya pengendalian plak. Karena itu, tepi kavitas biasanya harus dapat dilalui

oleh serabut sikat gigi, benang gigi dan lain-lain. Hal ini berarti pada permukaan

oklusal tepi kavitas tidak berakhir pada bagian fisur yang dalam di mana plak

cenderung untuk berkumpul kecuali fisur yang sudah tertutup.

Tepi bukoaxial dan bukolingual daerah proksimal kavitas klas II tidak

boleh berada pada dititik kontak tetapi harus ditarik ke embrasur sehingga mudah

dibersihkan dengan sikat gigi. Pada pasien dengan menggunakan benang gigi

tumpatan tidak perlu diperluas sampai ke embrasur.

Pelekatan tepi kavitas di daerah yang dapat dibersihkan mempunyai

keuntungan tambahan yaitu dokter gigi dapat memproleh jalan masuk yang baik

pada waktu meletakkan tumpatan dan pada kunjungan berikutnya pemeriksaan

kembali ada tidaknya karies sekunder dapat dengan mudah dilakukan.

Tumpatan berparit merupakan masalah yang biasa pada tumpatan

amalgam dan merupakan predisposisi bagi retensi plak dan dapat mengakibatkan

karies sekunder. Pada tahun 1892 G.V Black sudah menaruh perhatian pada

tumpatan berparit ini dan mengatakan bahwa kerusakan ini disebabkan oleh

tekanan pengunyahan. Selain itu timbulnya amalgam berparit ini dapat mungkin

dapat dikurangi dengan lebih memperhatikan beberapa detil preparasi kavitas.

Sudut tepi amalgam misalnya, harus dibuat lebih besar 70 derajat karena jika

kurang dapat mengakibatkan tumpatan mudah pecah.

Walaupun parit pada tepi tumpatan merupakan predisposisi bagi akumulai

plak dan dapat menyebutkan karies sekunder, tumpatan berparit tidak perlu

diganti. Penelitian menunjukkan bahwa penggantian tumpatan sering


menimbulkan kegagalan yang sama seperti tumpatan sebelumnya. Oleh karena itu

pada tepi tumpatan berparit yang luas mungkin lebih tepatnya diperbaiki saja.

Bisa juga tumpatan berparit ini dibiarkan saja akan tetapi harus diamati dengan

baik sehingga masih bisa berfungsi sedikit lama lagi dan tentu saja hal ini

dilakukan hanya pada pasien dengan kondisi kebersihan mulut baik atau tidak

mudah terserang karies.

Pengawasan plak lebih mudah dilakukan pada tumpatan yang halus.

Porselen yang halus dan mengkilap merupakan permukaan yang tidak mudah

ditempati plak. Tumpatan logam harus dipoles untuk mumudahkan pembersihan

plak.

2.3.2. Penanganan Karies Sekunder

Masalah yang biasa timbul pada tumpatan amalgam adalah kerusakan atau

pecahnya daerah tepi yang biasa disebut tumpatan berparit (ditching). Walaupun

menyebabkan plak mudah melekat dan menimbulkan karies sekunder amalgam

tidak harus diganti. Bila tidak terlihat adanya karies maka lesi harus diawasi atau

diperbaiki bagian yang pecahnya saja. Jika kemudian ditemukan karies sekunder

maka seluruh tumpatan dibuang dan diganti dengan tumpatan baru.


BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pasien datang ke Puskesmas Pandanaran pada hari sabtu, 17 Oktober 2015 dengan
keluhan gigi rahang kanan bawah ngilu, keluhan ini muncul sejak 1bulan yang lalu.
Ngilu dirasakan jika pasien minum air dingin, berkumur saat wudhu. Gigi tersebut pernah
ditambal 10 tahun yang lalu. Pasien sudah membeli obat di apotik untuk mengatasi
ngilunya tetapi keluhan tidak berkurang.

Pada pemeriksaan didapatkan :


Gigi Geligi
a. Inspeksi : tambalan pada 4.6, caries + pada 4.6
b. Sondage : superficial
c. Perkusi :-
d. Palpasi :-
e. Thermis : +
f. Tekanan : -

Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif di dapatkan diagnosis


sementara yaitu karies sekunder. Penatalaksanaan pada karies sekunder adalah seluruh
tumpatan dibuang dan diganti dengan tumpatan baru.

Anda mungkin juga menyukai