Anda di halaman 1dari 17

5

apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan

hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis

ginjal (Tortora, 2011)

2. Fisiologi

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat

terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma

darah melalui glomerolus dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam

jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di

ekskresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin. (Price

dan Wilson, 2004).

Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:

a. Mempertahankan kesimbangan H2O dalam tubuh

b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri

c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh

d. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian

akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang di amibl dari

darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke

ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih.

Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan,


6

maka urin yang ditampung dikandung kemh akan dikeluarkan lewat uretra

(Sherwood, 2011).

Tiga proses utama akan terjaid di nefron dalam pembentukan urin, yaitu

filterasi, reabsorbsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtasi

sejumlah cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerolus ke kapsula

Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, du filtrasi secara bebas

sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerolus dalam kapsula bowman hampir

sama dengan plasma. Awalnya zak akan di filtrasi secara bebas oleh kapiler

glomerolus , kemudian di reabsorbsi parsial, reabsorbsi lengkap dan kemudian di

sekresi (Sherwood, 2011).

B. Defenisi

Gagal ginjal kromis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah) (Brunner & Suddarth, 2001).

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan

metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur

ginjal yang progresif dengan manufestasi penumpukan sisa metabolik (toksik

uremik) didalam darah (Arif Muttaqin, 2011).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

penurunana fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan

cukup lanjut. Hal ini apabila laju filtrasi glomerolus kurang dari 50ml/menit

(Arjatmo Tjokonegoro, 2001).


7

Kriteria penyakit GGK menurut Kidnesy Disease Outcomer Quality

Initiative (KDOQI, 2001), adalah:

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan

struktural dan fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan

manifestasi:

a. Kelainan patologis

b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin

2. GFR <60 ml/menit/1,73m2

C. Etiologi

Menurut Harisson (2012), begitu banyak kondisi klinis yang bisa

menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya,

respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi

klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari

ginjal sendiri dan dari luar ginjal.

1. Penyakit dari ginjal

a. Penyakit pada saringan (glomerolus) : glomerolunefritis

b. Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis

c. Batu ginjal : nefrolitiasis

d. Kista di ginjal : polcytis kidney, trauma langsung pada ginjal

e. Keganasan pada ginjal

f. Sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur


8

2. Penyakit umum diluar ginjal

a. Penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b. Dyslipidemia

c. Infeksi di badan : tbc paru, malaria, hepatitis

d. Preeklamsi

e. Obat-obatan

f. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

Faktor resiko GGK terdiri dari diabetes mellitus, berusia lebih dari lima

puluh tahun, dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakti gonjal

(Harrison, 2012).

D. Patofisiologi

Patofisiologi GGK pada awalnya tergantung dari penyakit yang

mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada

diabetes mellitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi

nefropati diabetik, dimana terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga

terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi glomerular semua itu akan menyebabkan

berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada glomerulosklerosis (Sudoyo,

2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan GGK. Tekanan darah yang

tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi

penurunan filrasi (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney

Disease (NIDDK), 2014).

Pada glomerolunefritis, saat antige dari luar memicu antibody spesifik dan

membentuk imun yang kompleks yang terdiri dari antigen, antibobi, dan sistem

komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam


9

glomerolus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan

menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel

glomerolus (Sudoyo, 2009).

Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada neftron

yang masih sehat sebagai kompensasai ginjal akibat pengurangan nefron.

Namun, proses kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh

proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2012). Proses

tersebut akan menyebabkan penururnan fungsi nefron secara progresif. Selain

itu, aktivitas dari renin-angiotensin-aldosteron juga berkontribusi terjadinya

hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini di

sebabkan karena aktivitas reni-angintensin-aldosteron menyebabkan peningkatan

tekana darah dan vasokontriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011).

Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.

Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu kesimbangan

glomerulo tubular sehingga trjadi peningkatan intake natrium yang akan

menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel

(Harrison, 2012). Rebsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen

tubulus menuju kapiler peritubular sehinga dapat terjadi hipertensi (Tortora,

2011). Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak

pemuluh darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan

gangguan filtrasi dan meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad 2014).

Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewatai

glomeroulus dan keluar besamaan dengan urin, contohnya seperti eritrosit,

leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh
10

mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehinga

cairan dapat berpindah dari intravaskuler menuju interstitial. Sistem renin-

angiotensin-aldosteron juga memiki peranan dalam hal ini. Perpindahan cairan

dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan aliran darah ke

ginjal. Turunny aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem renin-

angiotensin-aldosteron sehingga meningkatkan aliran darah (Tortora, 2011).

Gagal ginjal kronik menyebabkan insufiisensi produksi eritroprotein (EPO).

Eritroprotein merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur

diferensiasi dan proliferasi prekurso eritrosit. Gangguan EPO menyebabkan

terjadinya penurunan produksi eritrosit dan mengakibatan anemia (Harrison,

2012).

E. Manifestasi Klinis

Pasien GGK stadium 1 sampai 3 (dengan GFR30 mL/menit/1,73m2)

biasanya memliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini masih belum

ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-gejala tersebut

dapat ditemukan pada GGK stadium 4 dan 5 (dengan GFR<30

mL/menit/1,73m2) bersaman dengan poliuria, hematuria, dan edema. Selain itu,

ditemukan juga uremia yang ditandai dnegan peningkatan limbah nitrogen

didalam darah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dalam

tubuh yang pada keadan lanjtu akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua

sisem organ tubuh (Arora, 2014).


11

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk mengatasi GGK menurut Smeltzer dan Bare (2004)

yaitu:

1. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Mengoptimalkan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit

b. Pengawasan terhadap berat badan, cairan dan urin

c. Berikan diet tinggi kalori dan rendah protein, diet protei 20-40 g/hr dan

tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea uremia,

menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan

kalium dan garam berlebihan.

d. Mengontrol hipertensi keseimbangan garam dan cairan. Biasanya

diusahakan hingga tekanan vena juga harus meningkat dan terdapat

edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-

1000 mg/hari) atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan

untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin

memerlukan suplemen natrium klodirda atau natrium bikarbonat oral.

Pengawasan dilakukan melalu berat badan, urine dan pencatatan

keseimbanagan cairan

2. Penatalaksanan Medis

a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal hinjal yang

serius, seperi hiperkalemia, perikarditis dan kejang, dialisis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat


12

dikonsumsi secara bebas, menghilankan kecenderungan pendarahan, dan

membantu menyembuhnkan luka.

b. Koreksi Hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat

adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan

darah, hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila

terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi

intake kalium, pemberian natrium bikarbonat, dan pemberian infus

glukosa.

c. Koreksi Anemia

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.

Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misal

adanya insufisiensi koroner.

d. Koreksi Asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atapunparenteral.

Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga megatasi asidosis.

e. Pencegahan Hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-

hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi urin.


13

e. Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan

mengguanakan mesin

f. Transplantasi ginjal

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh

faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a. Laju endapan darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan

hipoalbuminemia.

b. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum

dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan meninggi akibat

pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid,

dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum

lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens

kreatinin yang menurun.

c. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan

d. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginkal lebih lanjut bersama

dengan menurunnya diuresis

e. Hipokalemia dan hiperpofatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis

vitamin D3 pada GGK

f. Posphate alkaline : meningi akibat gangguan metabolisme tulang,

terutama isoenzim fofatase lindi tulang


14

g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada

gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)

h. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan

peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase

i. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang

menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,

semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

2. Radiologi

Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau

adanya suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses diagnostik akan

memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak

puasa.

3. Intra Vena Pielografi (VIP)

Untuk menilai sistem pelviokalisis dan ureter.

4. USG

Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, keadatan

perenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalisis, ureter proksimal, kandung

kemih.

5. EKG

Untuk melihat kemungkinan hipertofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, gangguan elkektrolit (hiperkalemia).

(Doenges, E Marilynn, 2000)


15

H. Komplikasi

Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan

kolaboratif dalam perawatan mencakup:

1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme,

dan masukan diet berlebih.

2. Perikartditis efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi aibat retensi cairan dan natrium serta malfunsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritroprotein, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan

darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadara

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal.

( SmeltzerC, Suzanne, 2002)


16

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)

A. Pengkajian

(Doenges, E Marilynn, 2000)

1. Anamnesa

Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara

atau interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.

Anamnesa mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat kesehatan

sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat

imunisasi, riwayat kesehatan lingkungan dan tempat tinggal.

a. Identitas

Meliputi identitas kien yaitu: nama lengkap, tempat tanggal lahir,

jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,

No.RM, diagnosa medis, dan alamat. Identitas panenaggung jawab :

nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan

klien, dan alamat.

b. Keluhan utama

Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah

secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukam

untuk menguragi keluhan, obat apa yang digunakan.

Keluhan utama yang didapat biasany bervariasi, mulai dari urin

output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan


17

kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa

kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di

anamnesa meiputi paliative, provocatie, quantity, region, radiaton,

severity scala dan time.

Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji penurunan urin output,

penurunan kesdaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya

perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan perubahan pemenuhan

nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja pasien meminta pertolongan untk

mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.

d. Iwayat penyakit dahulu

Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi daluran kemih, payah

jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benign prostat hipertrofi, dan

prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi

sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan

penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi

penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat oemakaian obat-obatan

masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumentasikan.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami

penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa diterapkan dalam

keluarg, ada atau tidaknya riwayat infeksi sistem perkemihan yang


18

berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pad

akeluarga.

f. Riwayat psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindkan dialisis

akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri

(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.

g. Lingkungan dan tempat tinggal

Mengkaji lingkungan tempat tingal klien, mengenai kebersihan

lingkungan tempat tinggal, area lingkungan rumah, dll.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum dan TTV

1) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat

2) Tingkat kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana

dapat memperngaruhi sistem saraf pusat

3) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan

darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat

b. Sistem pernapasan

Klien bernapas dengan bau urin (fetor uremik), respon uremia didapatkan

adany pernapasan kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan

upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menunmpuk

di sirkulasi.
29

D. Discharge Planning

Pemberian informasi pada klien dan keluarganya tentang:

1. Obat : beritahu klien dan keluarga tentang daftar nama obat, dosis, waktu

pemberian obat. Jangan mengonsumsi obat-obatan tradisional dan vitamin

tanpa instruksi dokter. Konsumsi obat secara teratur. Jika merasakan ada efek

samping dari obat segera cek ke rumah sakit. Perhatikan aktivitas ketika

selesai meminum obat yang memiliki efek samping mengantuk.

2. Diet : pertahankan diet seperti yang dianjurkan dokter seperti mengonsumsi

makanan tinggi kalori dan rendah protein. Banyak mengonsumsi makanan

rendah natrium dan kalium.keluarga harus meperhatikan benar-benar pola

makan klien. Minumlah banyak-banyak cairan. Jangan membiasakan diri

untuk menahan buang air kecil. Pertahankan berat badan normal. Timbang

berat badan secara teratur. Hindari minuman alkohol termasuk bir, anggur,

iski dan minuman keras lainnya.

3. Latihan: melatih membuat jantung lebih kuat, menurunkan tekanan darah,

dan membantu membuat klien tetap sehat. Cara terbaik untuk mulai

berolahraga perlahan-lahan dan lakukan lebih berat untuk membuat klien

lebih kuat. Lakukan beberapa kegiatan yang sudah dijadwalkan bersama

dokter dan perawat secara rutin.


30

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupaka

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreersibel dimana kemampuan tubuh

gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam

darah) (Brunner & Suddarth, 2001).

Faktor resiko GGK terdiri dari diabetes mellitus, berusia lebih dari lima

puluh tahun, dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakti gonjal (Harrison,

2012).

Trnasplantasi ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik, akantetapi

mempunyai beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek

samping obat-obatan imunosupresidan rejeksi kronik yang belum bisa diatasi.

Keuntungan transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling baik

dibandingkan dialisis,

B. Saran

Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan rekan

mahasiswa perawat, sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit

gagal ginjal kronis menjadi bekal dalam pengaplikasian dan dalam praktik bila

menghadapi kasus yang kami bahas ini. Untuk pasien dengan gagal ginjal kronis

dibutuhkan kerja sama yang baik guna melancarkan segala proses keperawatan

agar memudahkan penyembuhan. Untuk perawata agar memberikan

penatalaksanaan yang tepat dan membantu pasien selama proses penyembuhan.


31

DAFTAR PUSTAKA

Arora P, 2014. Crhonic Kidney Disease. Medspace [Online Jurnal] [Diunduh 15 Mei

2015] http://emedicine.medspace.com/article/238798-overview

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Perioperatif, Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, Amin. Hardi, Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi.

Yogyakarta: Media Action Publishing

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna Publishing

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

Tjokonegoro, Gerard J, Derrickson, Bryan H. 2011. Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II).

FKUI: Jakarta

Tortora, Gerard J, Derrickson, Bryan H. 2011. Principles of Anatomy an Physiology

International Student Version. Vol 2

Anda mungkin juga menyukai