Anda di halaman 1dari 16

Makalah Ilmu Hadits

TAKHRIJ HADITS

OLEH :

KELOMPOK 6

KARTINI (60800114072)

DHIYA FITHIYANI AZHARI (60800114069)

A.MUH.SUTAMI (60800114071)

DHIAURRAHMA (60800114070)

JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH & KOTA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2014
A. Pengertian Takhrij al-Hadits

Secara etimologi kata Takhrij berasal dari akar kata


mendapat tambahan tasydid/syiddah pada ra (ain fiil) menjadi
yang berarti menampakkan, mengeluarkan menerbitkan, menyebutkan dan
menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak atau sesuatu
yang masih tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar. Penampakan dan
pengeluaran di sini tidak mesti berbentuk fisik yang konkret, tetapi menakup
nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran sperti makna kata istikhraj
yang diartikan istinbath yang berarti mengeluuarkan hokum dari nash/teks Al-
quran dan hadis.

Mahmud Thahhan, memberikan batasan takhrij dari aspek etimonologi


dalam arti (kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah).
M. Syuhudi Ismail dalam mengutip beberapa pendapat ulama ditemukan lima
pengertian takhrij al-Hadits yakni :

1. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para


periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan
metode periwayatan yang mereka tempuh.
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan
oleh guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya
dikemukakakn berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau
temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari
pada penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3. Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan summber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para
mukharrij-nya langsung (yakni para periwayat yang juga sebagai
penghimpunan bagi hadis yang mereka riwayatkan)
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya,
yakni kita-kitab hadis, yang didalamnya disertakan metode
periwayatannya dan sanadnya masing-masing, serta diterangkan
keadaan para periwayatnya dan kualitas hadisnya
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis para sumbernya yang
asli, yakni berbagai kita, yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara
lengkap dengan sanadnya masing-masing : kemudiian, untuk
kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.

Menurut istilah yang biasa digunakan oleh ulamahadis, istilah takhrij


mempunyai beberapa pengertian diantaranya :

1. Al-takhrij berarti menjelaskan hadis kepada orang dengan menjelaskan


hadis kepada orang lain dengan menyebutkan para perawinya dalam
sanad. Al-takhrij dalam pengertian ini telah dilakukan oleh para perawi
hadis yang telah menghimpun hadis kedalam kitab hadis yang mereka
susun.
2. Al-takhrij berarti mengeluarkan hadis dari sumber kitab asal dan
meriwayatkannya berdasarkan susunan riwayatnya sendiri, dengan
menjelaskan para perawinya dari kitab asal. Al-takhrij dalam pengertian
ini telah banyak dilakukan oleh ulama hadis.
3. Al-takhrij berarti menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumbernya yang asal, yaitu berbagai kitab, dengan menjelaskan
kekuatan hokum hadisnya. Banyak ulama dan pengkaji hadis sampai hari
ini menggunakan al-takhrij dalam pengertian ini.

Al-takhrij dalam pengertian pertama dan kedua sudah tidak digunakan


lagi sebab pada masa sekarang tidak ada lagi periwayatan hadis. Yang masih
kekal digunakan oleh ulama sampai hari ini adalah al-takhrij dalam pengertian
ketga. Sesuai dengan pengertian ketiga ini, menurut definisi ulama
mutaakhkhiran, al-takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak hadis
pada sumber asalnya dalam berbagai kitab yang meriwayatkan hadis dengan
sanadnya, lalu menjeaskan kekuatan hukumnya dimana perl

Selain itu, takhrij secara bahasa juga mengandung pengertian yang


bermacam-macam, dan yang popular diantaranya adalah :

1. Al-istinbath (mengeluarkan)
2. Al-tadrib (melatih atau membiasakan)
3. Al-tawjih (memperhadapkan)

Secara terminology, takhrij berarti mengembalikan (menelusuri kembali


ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak
memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan
tentang staus hadis-hadis tersebut dari segi sahih atau dhaif, ditolak atau
diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau
hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya

Dari definisi tersebut telihat bahwa hakikat dari takhrij al-hads adalah
penelusuran atau pencarian hadis sebagai sumbernya yang asli yang didalamya
dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya

B. Tujuan Takhrij al-Hadits

Mengetahui takhrij dan metodenya adalah sesuatu yang sangat urgen,


khususnya bagi seseorang yang bergelut dalam penelitian hadis. Karena dengan
mengetahui takhrij secara utuh dan menyeluruh seorang peneliti mampu melacak
hadis sampai kepada sumber aslinya. Untuk itu, tujuan takhrij dalam kaitannya
dengan penelitian hadis, secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut :

a) Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih
dahulu tidak diketahui sumbernya. Tanpa kegiatan takhrij terlebih dahulu,
maka sulit mengetahui, sanad dan matn yang terkandung dalam hadis
yang dimaksud. Tetapi, dengan adanya takhrij maka segala-galanya
dapatdiketahui. Khususnya sumber pengambilannnya dan susunan sanad
serta hadis yang bersangkutan. Karena itu, tujuan takhrij daam hal ini
adalah :
1) Mengetahui asal-usul hadis atau sumber rujukan hadis
2) Mengetahu asal-usul periwayat yang tergabung dalam susunan
sanad
3) Mengetahui matn berbagai pernyataan yang terkandung dalam
matn hadis
b) Perlu diketahui bahwa salah satu rangkaian penelitian hadis adalah kritik
atau penilaian terhadapa sanad (naqd al-sanad) dan matn (naqd al-matn)

Pada aspek sanad, kemungkinan hadis yang diteliti memiliki lebih


dari satu sanad. Mungkin saja, salah satu sanad hadis itu berkualitas
dhaif, sedangak yang lainnya berkualitas shahih. Untuk dapat
menentukan sanad berkuaitas shahih, maka terlebih dahulu harus
diketahui seluruh riwayat hadis yang bersangkutan. Pada aspek matn :
kemungkinan hadis yang diteliti memiliki redaksi matn itu memiliki illat
atau syuzuz. Sehingga ia bermasalah, sedang yang lainnya tidak
bermasalah. Untuk dapat menentukan matn yang bermasalah atau tidak,
maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh redaksi yang termuat dala
matn hadis yang bersankutan.

c) Hadis yang diteliti adalah sanad dan matnnya. Terkadang pada aspek
sanad, ditemukan periwayat lain sebagai syahid dan mutabi yang
mendukung (cooroboration) pada sanad yang diteliti. Pada aspek matn,
terkadang pula ditemukan lafal yang dianggap samar-samar dan sukar
dimengerti maksudnya. Kaitannya dengan ini, takhrij bertujuan untuk
memberikan pemahaman (al-syarh) secara utuh dan menyeluruh
mengenai keadaan sanad dan matn hadis.

Adapun tujuan pokok takhrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah :

1) Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin
diteliti terdapat dalam buku-buku hadis atau tidak
2) Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja yang
didapatkan
3) Mengetahui ada berapa tempat hads tersebut dengan sanad yang
berbeda didalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk
hadis
4) Mengetahui kualitas hadis (makbul/diterima atau mardud/tertolak)

Dari berbagai uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan takhrij
adalah :

1) Untuk mengetahui asal usul hadis


2) Untuk membantu penentuan kualitas hadis
3) Untuk mengetahui pemahaman (al-syarh) hadis yang diteliti

C. Manfaat takhrij al-hadits

Faedah dan manfaat takhrij cukup banyak di antaranya yang dapat dipetik
oleh yang melakukannya adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui referensi beberapa buku hadis. Dengan takhrij seseorang
dapat mengetahui siapa perawi suatu hadis yang diteliti dan didalam kitab
hadis apa saja hadis tersebut didapatkan
2) Menghimpun sejumlah sanad hadis. Dengan takhrij seseorang dapat
menemukan sebuah hadis yang akan diteiti di sebuah atau beberapa
buku induk hadis. Misalnya terkadang dibeberapa tempat didalam kitab
Al-Bukhari saja, atau didalam kitab-kitab lain. Dengan demikian ia
menghimpun sejumlah sanad
3) Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang
terputus (munqathi) dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadis serta kejujuran dalam periwayatan
4) Mengetahui status suatu hadis. Terkadang ditemukan sanad suatu hadis
dhaif, tetapi melalui sanad lain hukumnya shahih
5) Meningkatkan suatu hadis yang dhaif menjadi hasan li ghayrihi karena
adanya dukungan sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
Atau meningkatnya hadis hasan menjadi shahih lil ghayrihi dengan
ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya
6) Mengetahui bagaimana para imam hadis menilai suatu kualitas hadis dan
bagaimana kritikan yang disampaikan
7) Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad
dan matan suatu hadis

D. Metode Takhrij al-Hadits

Didalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan


sebagai pedoman, yaitu sebagai berikut :

a) Takhrij menurut lafal pertama matan hadis


b) Takhrj menurut lafal-lafal yang terdapat didalam matan hadis
c) Takhrij menurut perawi pertama
d) Takhrij menurut tema hadis
e) Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan tentang metode-metode


takhrij
a) Takhrij melalui lafaz pertama matan hadis

Metode ini sangat bergantung pada lafal pertama matan hadis. Hadis-
hadis dengan metode ini dikodifikasi berdasarkan lafal pertamanya menurut
urutan huruf-huruf hijaiyyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertama dari lafal
pertamanya alif, ba, ta, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan
metode ini haruslah terlebih dahulu mengetahui secara pasti lafal pertama dari
hadis yang akan di takhrijnya, setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya
pada kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua,
ketiga dan seterusnya.

Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan


yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang besar
bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang sedang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, sebagian kelemahan dari metode ini adalah apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafal pertamannya sedikit saja, maka akan
sangat sulit untuk menemukan hadis yang dimaksud.

b) Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadis

Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam


matan hadis, baik berupa isim (nama benda) atau fiil (kata kerja). Hadis-hadis
yang dicantumkan adalah berupa potongan atau bagian dari hadis, dan para
ulama yan meriwayatkannya beserta nama kitab-kitab induk hadis yang dikarang
mereka, dicantumkan dibawah potongan hadis-hadis tersebut.

Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan


pencarian hadis berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang
penggunaannya.

Beberapa keistimewaan metode ini adalah sebagai berikut :

1) Metode ini sangat mempercepat pencarian hadis


2) Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadis-
hadisnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab,
juz, bab, dan halamannya
3) Memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat
dalam matan hadis

Selain mempunyai keistimewaan, metode ini juga mempunyai kelemahan,


yang diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat


ilmunya secara memadai karena metode ini menuntut untuk mampu
mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata dasarnya. Seperti kata
mutaammidan mengharuskan mencarinya melalui kata amida
2) Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang
menerima hadis dari Nabi saw. Karenanya, untuk mengetahui nama
sahabat, harus kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini
3) Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga
orang yang mencarinya haris menggunakan kata-kata lain

c) Takhrij melalui perawi hadis pertama

Metode ini sangat berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik
perawi tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada
Nabi saw. Atau dari kalangan tabiin, apabila hadis tersebut mursal. Para
penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij dan
setelah itu, barulah mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab itu
dan selanjutnya, mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang tertera
dibawah perawi pertama tersebut

Keuntungan dengan metode ini adalah bahwa masa proses takhrij dapat
diperpendek Karena dengan metode ini, diperkenalkan sekaligus para ulama
hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-kitabnya. Akan tetapi kelemahan dari
metode ini adalah ia tidak dapat digunakan dengan baik apabila perawi pertama
hadis yang hendak diteliti itu tidak diketahu dan demikian juga, merupakan
kesulitan tersendiri untuk mencari hadis di antara hadis-hadis yang tertera di
bawah setiap perawi pertamanya yang jumlahnya kadang-kadang cukup banyak
d) Takhrij berdasarkan tema hadis

Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadis. Oleh karena itu,
untuk melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan
tema dari suatu hadis yang akan ditakhrij dan kemudian baruu mencarinya
melalui tema itu pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Sering
kali, suatu hadis memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian,
seorang mukharrij harus mencrinya pada tema-tema yang mungkin dikandung
oleh hadis tersebut.

Diantara keistimewaan metode ini adalah bahwa metode ini menuntut


pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan tentang
lafal pertamanya, pengetahuan bahasa arabdengan perubahan katanya atau
pengetahuan lainnya. Metode ini juga mendidik ketajaman pemahaman hadis
pada diri peneliti, memperkenalkan kepadanya maksud hadis yang dicarinya dan
hadis-hadis yang senada dengannya. Akan tetapi, metode ini juga tidak luput dari
berbagai kekurangan, terutama apabila kandunga hadis sulit disimpulkan oleh
seorang peneliti, sehinggan dia tidak dapat menentukan temanya, maka metode
ini tidak mungkin diterapkan. Demikian juga, apabila pemahaman si mukharrij
tidak sesuai dengan pemahaman penyusunan kitab, maka dia akan mencari
hadis tersebut di tempat yang salah.

e) Takhrij berdasarkan status hadis

Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyususn hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis
berdasarkan statusnya. Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahhnya
proses takhrij. Hal ini karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam
kitab yang berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit sehingga tidak
memerlukan upaya yang rumit. Namun, karena cakupannya sangat terbatas,
dengan sedikitnya hadis-hadis yang dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini
sekaligus menjadi kelemahan dari metode ini

Demikianlah metode-metode takhrij hadis yang dapat dipergunakan oleh


para peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw. Dari segi
sanad dan matanya, terutama dari segi statusnya, yaitu ditemua (maqbul) dan
ditolak (mardud)nya suatu hadis

Disamping itu, akhir-akhir ini telah dilakukan takhrij habis dengan


mempergunakan teknologi komputer yang hasilnya lebih cepat menemukan
hadis yang dicari dan lebih mudah melakukan transfer copian hadisnya.
Termasuk kegiatan kritik sanad sudah lebih lebih singkat dan simple. Diantara
model takhrij hadis melalui CD Rom adalah yaitu program hadis Mausuah al-
Hadits al-Syarif- yang khusus menawarkan takhrij hadis untuk kutub Tisah.
Selain itu ada pula program Alfiyah dan Maktabah Syamilah, terutama berguna
bagi hadis-hadis yang sulit dilacak karena tidak termuat pada kutub tisah atau
program Mausuah. Teknologi ini sangat membantu karena menawarkan
berbagai menu, baik untuk en-takhrij, maupun mengkritik para periwiyat, ketika
memberikan penjelasan (syarah) hadis

1. Takhrij al-Hadits Berdasarkan Kosa Kata Hadis

Kitab kamus hadis atau Mujam al-Hadis merupakan kebutuhan pokok


dalam mentakhrij hadis. Kamus-kamus hadis, telah banyak beredar dikalangan
masyarakat dengan berbagai model penyajiannya. Oleh sebagian masyarakat,
tampaknya masih merasakan sulit dalam mempergunakan kamus-kamus hadis
dalam rangka mentakhrij hadis. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan sebagaimana yang dimaksud, perlu adanya upaya pengetahuan
mengenai metode takhrij al-Hadis melalui kitab kamus hadis.

Cara yang sangat popular dalam mentakhrij hadis melalui lafalnya adalah
menggunakan alat bantu berupa Mujam (kamus Hadis) karya A. J. Wensink,
yang berjudul Al-Mujam al-Mufahras li Alfazh al-Hadist al-Nabawiy

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pencari hadis dalam


mentakhrij hadis melalui kitab Mujam ini adalah harus mengetahui salah satu
lafal hadis yang hendak dicari. Karena penyusunan kosa katanya menurut
system alfabetis maka setiap lafal yang diketahui harus dikuasai dahulu kata
dasar lafal tersebut. Kata dasar ini yang selanjutnya ditelusuri abjad (hijaiyah)
mana kata tersebut termuat. Setelah ditemukan kata dasar yang dicari barulah
disesuaikan derivasi lafal yang dipakai dalam hadis yang sedang dilacak.
Perlu ditambahkan bahwa, lebih baik bila pencari hadis menelusuri lafal-
lafal yang jarang dipakai, atau menjadi kosa kata khas (bukan tema) hadis
tersebut, karena semakin khas lafal tersebut akan semakin mudah proses
percepatan pencarian hadis.

2. Takhrij al-Hadits Berdasarkan Tema Hadis

Takhrij hadis berdasarkan tema hadis biasa dikenal dengan metode


mawdhui yakni takhrij hadis berdasar pada pengetahuan tema pokok yang
dipahami dari suatu hadis. Pencarian hadis berdasarkan tema atau topic
masalah tertentu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab
himpunan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukkan
teks hadis menurut para ahli periwayatnya masing-masing. Padahal untuk
memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis menurut para periwayatnya
masing-masing.

Kitab mujam hadis yang sangat popular menggunakan metode bi al-


mawduiy adalah Miftah Kunuz al-Sunnah, karya Arnold John Wensinc, dan telah
ditahqid (diedit) oleh Syekh Muhammad Fuad Abd l-Baqy

Kitab Miftah ini, mengemukakan berbagai topik, baik yng berkenaan


dengan masalah-masalah yang berkaitn dengan nama. Untuk setiap topik
biasanya disertai beberapa sub topic da untuk setiap sub topik dikemukakan data
hadis dan kitab yangmemuatnya

3. Takhrij al-Hadits Dengan Komputer Melalui CD Room Hadis

Mencari hadis dengan menggunakan perangkt komputer, disebut pula


sebagai kegiatan takhrij hadis. Untuk tujuan itu, diperlukan alat bantu berupa CD
Room Hadis yang telah banyak beredar dikalangan masyarakat tertentu.

Takhrij al-hadits dengan menggunakan CD Hadis tersebut, dapat


dilakukan melalui beberapa cara,dan dengan ketentuan bahwa terlebih dahulu
akan ditawarkan pilihan kitab rujukan yang dikehendaki. Dalam hal ini CD hadis
yang tersedia membatasi pada Sembilan kitab (al-kutub al-tisah) sebagaimana
yang menjadi rujukan Mujam al-Mufahras karya A. J. Wensinck yang telah
disebutkan. Adapun ketentuan-ketentua yang harus ditempuh yaitu dengan
memilih salah satu cara sebagai berikut :

1) Penelusuran hadis bermula dari lafal yang dikuasai, yang dilakukan


dengan dua cara yaitu melalui fasilitas pilihan huruf yang telah
disediakan CD Hadis, atau dengan menuliskan sendiri lafal itu pada
tempat yang telah disediakan
2) Penelusuran hadis Nabi saw. Berangkat dari bab yang umumnya
memuat hadis tersebut, misalnya dibuka bab qunut itu sendiri, bila
tidak dijumpai, maka dapat diakses pada bab shalat, demikian
seterusnya
3) Penelusuran hadis berankat dari rawi yang paling atas, da;am hal ini
lebih rumit karena harus mencari lebih dahulu secara detail periwayat
yang dimaksud, misalnya riwayat ibn umar, maka tampilan akan
memaparkan seluruh riwayat ibn umar yang tidak hanya berkenaan
dengan qunut saj, tetapi bercampur dengan hadis-hadis dengan tema
lainnya.
4) Penelusuran hadis melalui nomor hadis
5) Penelusuran hadis melalui tema-tema yang disedaiakn CD. Hadis
Nabi saw. Itu sendiri

4. Itibar Hadis untuk Menentukan Kuantitas Hadis

Setelah dilakukan kegiatan takhrij dan seluruh sanad hadis telah


terhimpun maka langkah selanjutna dilakukan kegiatan Itibar(al-Itibar). Kata al-
Itibar merupakan mashdar. Menurut bahasa kata ini berakar dari dari hurup yang
berarti menembus dan melewati sesuatu. Mahmud Tahhan mengemukakan arti
al-Itibar menurut bahasa adalah : Peninjauan terhadap berbagai hal dengan
maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis

Menurut teminologi ilmu hadis, al-Itibar berarti menyertakan sanad-sanad


yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya
tampak hanya terdapat seorang periwayat saja. Dengan menyertakan sanad-
sanad yang lain akan dapat diketahui apakah ada periwayat lain ataukan tidak
ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud
Dengan dilakukannya al-Itibar, maka akan terlihat dengan jelas bundle
jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama periwayatnya, dan metode
periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan.
Jadi kegunaan al-Itibar adalah ilustrasi visual keadaa sanad hadis seluruhnya
dilihat dari ada atau tidak ada periwayat pendukung (corroboration) lain yang
berada pada level syahid atau mutabi. Pengertian syahid (jamaknya yaitu
syawahid) ialah periwayat pendukung lain yang berposisi sebagai sahabat Nabi.
Sedangkan mutabi (biasa juga disebut tabi dengan jamak tawabi) ialah
periwayat pendukung lain bukan sahabat Nabi

Demi memperjelas visualisasi proses periwayatan suatu hadis, maka


kegiatan al-Itibar, memerlukankontruksi skema untuk seluruh sanad hadis yang
diteliti. Ada tiga hal urgen yang perlu mendapat perhatian dalam kontruksi
skema, yakni :

1) Jalur seluruh sanad


2) Nama-nama periwayat untuk seluruh sanad
3) Metoe tahammul yang digunakan oleh masing-masing periwayat.

Unsur matn harus dicantumkan untuk membedakan materi hadis apa


yang sedang diteliti. Saat melukiskan jalur-jalur sanad, garisnya harus jelas
sehingga dapat dibedakan antarajalur sanad yang satu dengan lainnyaa. Arah
jalur sanad mengarah dari bawah ke atas untuk menggambarkan proses
penyadaran riwayat di mulai dari sanad yang terdekat dengan mukharrij. Untuk
efisiensi, penyatuan garis jalur dilakukan apabila nama periwayat dan shighat
tahmmul yang digunakan tidak berbeda. Pembuatan unsur sanad dan matn
diupayakan saling berbeda propertinya agar mudah dibedakan mana usur hadis
yang berategori matn, sanad (periwayat) dan atau mukharrij. Posisi Nabi Saw.
Sebagai sumber riwayat selalu terintegrasi dengan matn, agar dengan mudah
dapat diketahhuimateri hadis yang sedang diteliti. Matn hadis dan Nabi saw.
Ditempatkan pada posisi puncak skema dalam satu kotak untuk menunjukkan
kedudukan beliau yang terhormat dan jelas matn hadis apa yang sedang
diverifikasi. Penempatan kotak seorang periwayat dilakukan secara hati-hati
dengan memperhatikan sinerginya dengan periwayat lain sesuai level thabaqat
atau generasi yang seharusnya di tempati oleh setiap periwayat.
Penilaian kuantitas hadis yaitu dengan melihat dari jumlah para periwayat
yang melakukan transmisi hadis dari segi kuantitasnya hadis dapat klasifikasikan
antara hadis mutawatir dan hadis ahad. Mutawatir menurut bahasa berarti
mutatabi yakni yang dating berikut, atau yang beriring-iringan antara satu
dengan lainnya tidak ada jarak.

Karena kedudukan hadis mutawatir menjadi sangat kuat maka


konsekuensinya, hadismutawatir tidak lagi melalui proses penelitian dan kritikan
karakter periwayatnya, cukup dipastikan kemutawatirannya. Jadi, integritas
spiritual pribadi (adalah) dan kapasitas intelekual (dhabith) periwayat mutawatir
tidak harus dibuktikan. Kemutawatiran sebuah rwayat sudah cukup menjadi bukti
diterimanya riwayat itu, sedangkan historitasnya tidak perlu didiskusikan.
Termasuk dalam hal ini, jika ada periwayat non-muslim yang ikut menyaksikan
kemutawatiran sebuah riwayat, asalkan bersama sejumlah periwayat muslim
yang ikut meriwayatkannya. Sebuah hadis yang periwayatnya tunggal pada level
(thabaqah) pertama dan setelah itu menyebar pada periwayat tingkat berikutnya
tidak dianggap mutawatir. Karena tawaturnya suatu riwayat harus dimulai dari
level sahaba. Hadis mutawatir dari segi periwayatan tergolong qathiy al-wurud.
Maksudnya, kebenaran riwayatnya autentik dan meyakinkan

Hadis yang tidak memenuhi kriteria mutawatir dikategorikan hadis ahad.


Menurut bahasa al-ahad berarti wahid atau satu. Khabar wahid artinya suatu
beritayang disampaikan oleh satu orang. Definisi hadis ahad secara singkat
adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis mutawatir atau defines
lain hadis ahad adalah hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga
sampai kepada sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan pengertian
zhanni dan tidak sampai kepada qathI dan yakin ulama hadis cenderung
mendefinisikan hadis ahad seperti diatas karena ulama hadis hanya membagi
dua bagian hadis ditinjau dari segi kuantitasnya, yaitu : hadis mutawatir dan
hadis ahad

Hadis ahad terbagi lagi yaitu : hadis masyhur dang hair masyhur. Dan
hadisghair masyhur terdiri dari hadis aziz dan hadis gharib. Dalam pada itu,
ulama ushul cenderung membagi hadis dari segi kuantitasnya terbagi tiga, yakni :
mutawatir, masyhur, dan ahad. Menurut ulama hadis definisi hadis masyhur
adalah hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari dua orang tetapi belum mencapai
derajat mutawatir. Hadis aziz adalah hadis yang periwayatnya tidak kurang dari
dua orang dalam semua thabaqat. Adapun hadis gharib, yaitu hadis yang hanya
diriwayatkan oleh seorang periwayat.
Daftar Pustaka

Sahrani, Sohari. 2010. ULUMUL HADITS. Bogor : Ghalia Indonesia. Hlm


129

Puyu, Darsul S. 2012. METODE TAKHRIJ AL-HADIS MENURUT KOSA


KATA. Makassar : Alauddin University Press. Hlm 34

Khon, Abdul Majid. 2007. ULUMUL HADIS. Jakarta : Amzah. Hlm 115

STUDI HADITS MAUDUI. Makassar : Alauddin University press. Hlm 62

Alwi, Zulfahmi. 2011. KEKUATAN HUKUM HADIS DALAM TAFSIR AL-


MARAGHI. Makassar: Alauddin University Press. Hlm 67

Anda mungkin juga menyukai