Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Kata waria sudah menjadi makanan telinga kita sehari-hari. Memang

dalam peristilahannya, waria adalah seorang laki-laki yang berbusana dan

bertingkah laku sebagaimana layaknya seorang wanita. Istilah ini awalnya

muncul dari masyarakat Jawa Timur yang merupakan akronim dari wanita tapi

pria pada tahun 1983-an. Paduan dari kata wanita dan pria.

Sedangkan istilah lain yang lazim digunakan untuk kaum ini adalah

Banci yang kemudian mengalami metamorfosa dengan melahirkan kata bencong.

Wadam kependekan dari wanita adam. Istilah ini kurang begitu populer lagi.

Wandu berasal dari bahasa Jawa yang mungkin artinya wanito dhudhu (wanita

bukan). Pernah juga ada istilah binan, namun penggunaannya juga kian berkurang

menjadi kata yang umum. Kaum ini juga terkenal kreatif dalam menghasilkan

kosakata baru, yang acap membingungkan kita kaum kebanyakan dikarenakan

kaum semacam ini cenderung menggunakan istilah yang ditujukan bagi

komunitasnya belaka. Kata Waria inilah yang kini menjadi kata baku dalam

bahasa Indonesia.

Waria dan diskriminasi, bagai dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan.

Keberadaan waria ditengah masyarakat merupakan suatu fenomena yang ikut

meramaikan fakta sosial baru di dalam masyarakat. Hal ini menimbulkan adanya

suatu pandangan-pandangan yang beraneka ragam di dalam masyarakat, mulai

dari pemberian cap bahwa mereka sampah masyarakat, penyakit sosial,

berperilaku negatif, sumber penyakit hingga tidak diakui eksistensi sosialnya.

Universitas Sumatera Utara


Tetepi ada juga yang menilai waria sebagai manusia yang seutuhnya, sama

seperti manusia lainnya. Bisa merasakan rasa sayang, senang, sakit hati dan sedih.

Waria hanyalah manusia biasa. Ada stigma negatif dari masyarakat terhadap

waria, sampai-sampai ada sikapnya tidak berpikir secara etis dan kritis merupakan

persepsi yang kurang dari nilai-nilai kemanusiaan.

Keberadaan waria di tengah-tengah masyarakat sama halnya dengan

keberadaan setiap individual manusia lainnya. Ada yang bersikap baik dan ada

pula yang bersikap tidak baik. Ada yang memiliki nilai-nilai moral, etika dan

estetika serta sebaliknya adapula yang kurang bermoral, tidak memiliki etika dan

estetika. Semua itu kembali lagi kepada sikap pribadi perorangan masing-masing

individu. Kebanyakan dari kaum waria mencoret citranya sendiri. Dengan gaya

hidup waria yang dinilai berlebihan dalam mengeksplorasi keerotisan. Pergaulan

waria yang yang banyak memiliki teman perempuan nakal menjadikan sebagian

besar kaum waria berprofesi sebagai mucikari (penjual wanita). Selain itu

kebanyakan dari mereka pun berprofesi menjadi seorang PSK (Pekerja Seks

Komersil). Hal ini membuat perspektif pandangan masyarakat semakin memburuk

terhadap mereka. Menyukai sesama jenis dan identik dengan sikap yang bergonta

ganti pasangan mengakibatkan penilaian masyarakat bahwa waria itu sebagai

manusia yang kotor dan sumber penyakit.

Dalam kenyataannya, tidak semua citr negatif yang ditujukan kepada

waria itu benar. Dalam perspektif lain, tidak sedikit pula waria yang terlahir dari

sentuhan keindahan masyarakat yang tanpa ragu mengakuinya. Mereka tumbuh

dan berbaur dengan masyarakat tanpa menyinggung status sosialnya. Tidak

sedikit dari kaum waria menjadi sukses dengan bakat-bakat serta potensi yang

Universitas Sumatera Utara


dimilikinya. Dengan bakat seperti kebanyakan perempuan yang dimilikinya, kaum

waria banyak yang menjadi perancang busana, make up artist, artis dan pengusaha

yang membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Contohnya seperti Ivan

Gunawan dan juga Oscar Lawalata yang merupakan designer papan atas

Indonesia, kemudian Dorce yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Banyak hal

positif yang dilakukan oleh presenter yang cukup akrab menyapa para pemirsa

televisi setiap harinya.

Dalam kenyataannya hidup sebagai waria yakni hanya sekedar beratribut

sebagaimana perempuan hidup. Sebagai waria adalah suatu kondisi kejiwaan dan

kulturual sekaligus sehingga seorang waria tidak hanya sebatas merasakan dirinya

waria, tetapi hidup dalam kultural itu sendiri, dalam berbagai dimensi dan

ragamnya untuk diterima di dalam ruang-ruang sosial yang ada. Karena itu,

sebagai waria tidak sama dengan menjadi homoseks sebagaimana yang banyak

dilihat dalam konteks relasi seksual semata.

Hidup sebagai waria mengandung makna bahwa waria selalu berusaha

menjadi bagian dari berbagai ruang sosial. Selebihnya mereka pun memiliki ruang

pribadi dan menjalin hubungan sosial antar sesama kaum waria. Mereka

cenderung melakukan perkelompokan dikarenakan adanya rasa persamaan dan

juga latar belakang. Komunikasi yang terjalin dalam hubungan ini bersifat lebih

akrab dan juga hangat, itulah yang dinamakan dengan komunikasi antarpribadi.

Dalam komunikasi antarpribadi ini, para waria menggunakan lambang-

lambang tertentu ataupun berupa komunikasi dalam bentuk verbal berupa

penggunaan bahasa binan atau waria. Bahasa ini memang sangat berbeda dengan

tatanan bahasa Indonesia. Mereka menggunakan bahasa ini sebagai sandi dalam

Universitas Sumatera Utara


berkomunikasi akrab dengan sesama kaum waria, namun tidak jarang ada

beberapa kata bahasa binan ini menjadi bahasa gaul dan juga populer di kalangan

masyarakat.

Kita lihat saja bagaimana kata peres bisa sangat popular digunakan

sebagai pengganti untuk istilah kata gila. Memanggil teman kita dengan sebutan

Nek, dan sebuatan pria dengan istilah lekong. Itu semua tidak hanya

digunakan oleh para waria sebagai bahasa mereka berkomunikasi, namun sudah

menjadi istilah umum bagi siapa saja. Bahasa waria atau bahasa binan ini memang

sudah lazim didengarkan, namun lebih sering lagi, ketika kita bertemu dengan

sekumpulan waria ketika mereka sedang berkomunikasi satu sama lain.

Penelitian ini akan dilakuan di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan

Amplas Sumatera Utara. Pemilihan lokasi penelitian dikarenakan wilayah ini

banyak terdapat para waria yang tinggal dan juga menyewa rumah/kost di daerah

ini. Wilayahnya dianggap oleh para waria cukup strategis antara kota Medan dan

lintas luar kota Medan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

sejauhmana penggunaan bahasa binan dalam proses komunikasi antarpribadi di

kalangan para waria di kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Sumatera

Utara.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut, Bagaimanakah penggunaan bahasa binan

terhadap proses komunikasi antarpribadi di kalangan waria di kelurahan Sitirejo II

Kecamatan Medan Amplas Sumatera Utara?

Universitas Sumatera Utara


I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga

dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan

diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dibatasi pada penggunaan bahasa binan yang dilakukan oleh

para kaum waria dalam proses hubungan komunikasi antarpribadi dengan

sesama waria

2. Objek penelitian adalah para kaum waria di lingkungan kelurahan Sitirejo

II Kecamatan Medan Amplas Sumatera Utara.

3. Penelitian dilakukan dari April-Juni 2010

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan arah pelaksanaan penlitian, yang

menguraikan apa yang akan dicapai dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan

peneliti dan pihak lain yang berhubungan dengan penelitian tesebut :

Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bahasa sandi/khusus atau yang populer disebut bahasa

binan yang digunakan oleh responden yakni para kaum waria

2. Untuk mengetahui proses komunikasi antarpribadi yang terjalin antara

sesama waria

3. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan bahasa binan terhadap proses

komunikasi antarpribadi di kalangan para waria.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah atau

mempeluas khasanah penelitian di Departemen Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

peneliti mengenai komunikasi verbal dan komunikasi antar pribadi.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontibusi atau

masukan yang positif bagi para kaum waria di kota Medan.

I.6 Kerangka Teori


Setiap penelitian memerlukan kejelasan ttitik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun

kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari

sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39).

Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi,

dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan

menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala

tersebut (Rakhmat, 2004:6).

Dalam penelitian ini, teori teori yang dianggap relevan diantaranya

adalah Komunikasi, Komunikasi Verbal, Komunikasi Antarpribadi dan Self-

disclosure.

I.6.1 Komunikasi

Istilah komunikasi dalam bahasa inggris communication berasal dari

kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti

sama. Komunikasi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Hal ini

sangat diperlukan dalam rangka menjalin hubungan dengan sesama sehubungan

dengan sifat manusia sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang

Universitas Sumatera Utara


lain. Komunikasi digunakan sebagai jembatan yang menghubungkan manusia

yang satu dengan yang lainnya (Effendy, 2003 : 27). Dewasa ini, ilmu komunikasi

berkembang menjadi ilmu yang dianggap penting sehubungan dengan dampak

sosial yang menjadi kendala bagi kehidupan manusia akibat perkembangan

teknologi.

Harold Lasswell (Mulyana, 2005 : 62), menerangkan cara terbaik untuk

menggambarkan komunikasi adalah dengan mnjawab pertanyaan-pertanyaan

berikut : Who Says What In Which Channel To Whom Wtih What Effect ? (Siapa

Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa ?).

Jawaban bagi pertanyaan paradigma Lasswell merupakan unsur-unsur proses

komunikasi yang meliputi komunikator, pesan, media, komunikan dan efek

(Effendy, 2004 : 253).

I.6.2 Komunikasi Verbal

Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh maka setiap hari sebenarnya

setiap orang dalam berkomunikasi antarpribadi telah melaksanakan pengiriman

pesan-pesan yang bersifat verbal maupun nonverbal.

Dalam komunikasi tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-

kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda

nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tangan. Dan hal demikan setiap

saat dilakukan oleh siapa saja tanpa kecuali. Sebenarnya jika kita jujur maka

pelaksanaan komunikasi antarpribadi setiap hari terbanyak melibatkan prilaku non

verbal sebagai penguat pesan-pesan verbal yang diucapkan.

Goffman (1971) dan De Lozier (1976) Little John (1978) merinci perilaku

verbal seperti bahasa jarak atau prosemik; bahasa gerak anggota tubuh atau

Universitas Sumatera Utara


kinesik dan perilaku yang terletak antara verbal dan nonverbal yang disebut

dengan paralinguistik.

Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat

menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat

didalamnya. Perilaku verbal dan nonverbal yang memiliki/mengandung pesan

dapat menghasilkan suatu suasana yang menunjukkan erat tidaknya hubungan

antara dua orang atau dekat atau jauhnya jarak sosial (Liliweri, 1991:31).

I.6.3 Bahasa Binan

Pada dekade 1990-an ini, khalayak pendengar radio dan penonton televisi

mau tak mau mendengar suatu jenis bahasa baru yang kata-katanya ada yang

sepintas dengar terkendali, akan tetapi konteks penggunaan dan maknanya,

setidaknya pada awal, terkesan tidak pada tempatnya; ada yang asing sama sekali;

dan ada pula yang menggunakan gaya bahasa khas waria yang latah atau dilatah-

latahkan.

Setidaknya sejak tahun 1960-an di kalangan wadam/waria dan homo/gay

digunakan bahasa khusus yang dikenal dengan nama Omong Cong atau Omong

Ces, hingga saat ini yang diberi nama Bahasa Binan. Sebagian dari kata bahasa

binan ini kemudian masuk ke dalam bahasa informal umum, seperti kata nepsong,

trimse' kamse', dan puncaknya saat ini dengan penggunaan begitu banyak kata

Bahasa Binan dalam Bahasa Gaul.

Hal yang boleh dikatakan baru dalam media elektronik dalam dekade

1990-an ini adalah meluasnya penggunaan ragam bahasa yang awalnya berasal

dari ragam yang dipakai oleh komunitas kaum gay /homoseks. Dengan perkataan

lain, ragam bahasa yang dalam komunitas asalnya dikenal sebagai bahasa binan

Universitas Sumatera Utara


kemudian menjadi apa yang dinamakan bahasa gaul dan digunakan oleh mereka

yang bukan waria dan bukan (atau belum diketahui) gay. Sejauh yang kita

ketahui, di kepulauan Nusantara ini tercatat adanya enam jenis proses

pembentukan kata-kata bahasa binan (Oetomo:2003:63).

Kata-kata bahasa binan dibentuk dengan dua proses, yakni :

1. Proses perubahan bunyi dalam kata yang berasal dari bahasa daerah

atau bahasa Indonesia

2. Proses penciptaan kata atau istilah baru atau pun penggeseran makna

kata atau istilah (plesetan) yang sudah ada dalam bahasa daerah atau

bahasa Indonesia.

I.6.4 Komunikasi Antarpribadi

Dikutip oleh Liliweri (1991 : 12), Devito menjelaskan komunikasi

merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan telah diterima oleh orang lain

atau sekelompok orang lain dengan efek dan efek umpan balik yang berlangsung.

Untuk memperjelas pengertian komunikasi antarpribadi Devito memberikan

beberapa ciri komunikasi antar pribadi :

1. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide atau

gagasan bajwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka

tanpa rasa takut atau malu, kedua-duanya saling mengerti dan memahami

pribadi masing-masing.

2. Empati

Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain.

3. Dukungan

Universitas Sumatera Utara


Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan

dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau

hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membnatu

seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta

meraih tujuan yang didambakan.

4. Rasa Positif

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan yang positif, rasa

positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga

atau berprasangka yang menggangu jalinan interaksi.

5. Kesamaan

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila

memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia,

ideologi dan sebagainya.

I.6.5 Self-Disclosure

Menurut Devito (1997:231-232), teori self disclosure atau pembukaan diri

merupakan proses mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi

yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi guna memahami suatu

tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan

kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah dikatakan atau

dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian-kejadian yang baru saja

kita saksikan.

Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar

pribadi adalah sebgai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua

orang

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut

akan menyukai diri kita, sehingga ia akan semakin membuka diri kepada

kita.

3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung

memiliki sifat-sifat sebagai berikut : kompeten, terbuka, ekstrover,

fleksibel, adaptif dan inteligen.

4. Membuka diri pada orang lain merupakan dasar relasi yang

memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun

dengan orang lain.

5. membuka diri berarti berarti bersikap realistis, maka di dalam pembukaan

diri kita haruslah jujur, tulus, dan autentik.

Teori Self Disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama

menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan merupakan

proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan seterusnya.

I.7 Kerangka Konsep

Teori-teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat

menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut

Nawawi (2001 : 56) kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang

bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan

dicapai. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus

dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Universitas Sumatera Utara


Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari

salah maksud dalam memahami konsep penelitian dalam membatasi penelitian,

tetapi batasan konsep diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun

indikator variabel/komponen (Bungin, 2005: 92).

Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan

bahasa binan dalam proses komunikasi antarpribadi di kalangan waria .

I.8 Model Teoritis

Berdasarkan komponen yang akan diteliti dalam kerangka konsep maka

dibentuk suatu model teoritis yaitu :

Gambar I.1
Model Teoritis

Komunikasi verbal di kalangan waria


Penggunaan Bahasa Binan

Proses Komunikasi Antarpribadi


Tingkat keterbukaan diri

I.9 Komponen Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di

atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian, perlau dibuat operasional

komponen terkait sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel I.1
Komponen Operasional
Komponen Teoritis Komponen Operasional
1. Asal-usul bahasa
2. Fungsi Bahasa
3. Gramatika
4. Keterbukaan (Self-Disclosure)
Dasar hubungan yang sehat
Keterbukaan lebih disukai
Sifat positif
a. Kompeten
Bahasa Binan Dalam Proses b. Terbuka
Komunikasi Antarpribadi di c. Ekstrovet
Kalangan Waria d. Fleksibel
e. Adaptif
f. Inteligen
Terjalinnya komunikasi intim
Bersikap realistis
5. Empati
6. Dukungan
7. Rasa positif
8. Kesamaan

1. Usia
2. Agama
Karakteristik Responden
3. Tingkat pendidikan
4. Pekerjaan

I.10 Defenisi Operasional


Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya untuk mengukur suatu komponen. Dengan kata lain defenisi

operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain

yang ingin menggunakan komponen yang sama (Singarimbun, 1995 : 46).

Defenisi operasional dari komponen penelitian ini adalah :

1. Penggunaan bahasa Binan dalam proses komunikasi antarpribadi di

kalangan waria :

a. Asal usul bahasa adalah bagaimana proses terciptanya bahasa binan di

kalangan waria di Kelurahan Siti Rejo II Kecamatan Medan Amplas.

Universitas Sumatera Utara


b. Fungsi bahasa adalah makna dari penggunaan bahasa binan tersebut di

kalangan waria di Kelurahan Siti Rejo II Kecamatan Medan Amplas.

c. Gramatika adalah susunan tata bahasa dalam suatu bahasa, dalam

penelitian ini adalah tata bahasa binan di kalangan waria di Kelurahan

Siti Rejo II Kecamatan Medan Amplas.

d. Keterbukaan (Self-Disclosure) adalah proses yang terjadi antara

komunikator dan komunikan dalam saling mengungkapkan segala ide

atau gagasan bajiwa permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan

terbuka tanpa rasa takut atau malu, kedua-duanya saling mengerti dan

memahami pribadi masing-masing di kalangan waria di Kelurahan Siti

Rejo II Kecamatan Medan Amplas.

Dasar hubungan yang sehat adalah sebuah awal hubungan yang

baik dan akan berproses secara baik. Dasar ini menjadi sebuah awal

jalinan hubungan di kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo

Kecamatan Medan Amplas.

Keterbukaan lebih disukai adalah adanya keterusterangan dalam

menjalin hubungan di kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo

Kecamatan Medan Amplas.

Sifat positif adalah sifat baik yang dimiliki oleh orang yang terbuka

di kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan

Amplas. Ada 6 sifat positif :

1. Kompeten : memiliki kemampuan yang handal di kalangan para

waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

Universitas Sumatera Utara


2. Terbuka : sikap selalu apa adanya dan terus terang pada diri

seseorang di kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo

Kecamatan Medan Amplas.

3. Ekstrovet : keterbukaan diri total seseorang di kalangan para

waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

4. Fleksibel : mampu seseorang mengikuti situasi yang ada di

kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan

Amplas.

5. Adaptif : seseorang mampu menyesuaikan diri di kalangan para

waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

6. Inteligen : kecakapan seseorang dalam bersikap dan berpikir di

kalangan para waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan

Amplas.

Terjalinnya komunikasi intim adalah terjalinnya komunikasi timbal

balik ketika berkomunikasi satu sama lain antara para waria di

Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

Bersikap realistis adalah bersikap tulus, jujur dan autentik antara

para waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

e. Empati adalah kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya

kepada orang lain. Dalam hal ini bagaimana para waria di Kelurahan

Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas mampu memproyeksikan diri

mereka

f. Dukungan adalah setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan

mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan

Universitas Sumatera Utara


demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk

mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih

bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang

didambakan. Dukungan ini sangat dibutuhkan oleh para waria di

Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas.

g. Rasa Positif adalah setiap pembicaraan yang disampaikan dapat

tanggapan yang positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang

berkomunikasi untuk tidak curiga atau berprasangka yang menggangu

jalinan interaksi, begitupun rasa positif yang diharapkan oleh para

waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan Amplas ketika mereka

menjalin komunikasi.

h. Kesamaan adalah suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun

lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan

pandangan, sikap, usia, ideologi dan sebagainya. Kesamaan ini sangat

dibutuhkan oleh para waria di Kelurahan Siti Rejo Kecamatan Medan

Amplas.

2. Karakteristik Responden

a. Usia adalah jumlah umur responden mulai lahir sampai saat mengisi

kuesioner.

b. Agama, keyakinan agama yang dianut responden meliputi agama

Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

c. Tingkat pendidikan responden meliputi tamat SD, tamat SMP, tamat

SMA, Akademi dan Universitas.

d. Pekerjaan adalah mata pencarian responden.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai