Anda di halaman 1dari 3

DIABETES MELITUS

Diabetes mellitus adalah penyakit yang dalam tingkat nyata memperlihatkan gangguan
metabolism karbohidrat, sehingga didapati hiperglikemia dan glukosuria.

Kriteria Diagnostik

Pembahasan tentang criteria lebih mudah bila kita mengikuti langkah-langkah kegiatan
waktu berhadapan dengan pasien. Batas-batas untuk diagnosis adalah sebagai berikut:

1. Bila gejala diabetes nyata, tetapkan kadar gula darah sewaktu atau pada waktu puasa.
Pada orang dewasa, kadar plasma vena sewaktu > 11 mmol/1 (2,0 g/1) atau kadar waktu
puasa > 8 mmol/1 (1,4 g/1) memastikan diagnosis. Kadar glukosa sewaktu < 8mmol/1
(1,4 g/1) dan kadar glukosa waktu puasa < 6 mmol/1 (1,0 g/1) meniadakan diagnosis.
2. Jika hasil pemeriksaan meragukan, tetapkan kadar glukosa darah 2 jam sesudah diberikan
75 g glukosa per-os sehabis puasa satu malam.
Kadar glukosa plasma vena sesudah 2 jam >11 mmol/1 (2,0 g/1) memastikan diagnosis.
Kadar < 8mmol/1 (1,4 g/1) ialah normal dan harga antara 8-11 mmol/1 (1,4 g/1 2,0 g/1)
disebut toleransi glukosa terganggu.
3. Kalau tidak ada gejala diabetes, paling sedikit satu glukosa darah yang menyimpang
diperlukan sebagai tambahan untuk memastikan diagnosis.

Kriteria di atas dapat dipakai pada wanita hamil maupun pasien lain yang dicurigai sakit
diabetes, walaupun tindakannya mungkin berbeda.

Klaifikasi

Penggolongan menurut umur pada waktu penyakit mulai tidak digunakan lagi. Istilah
diabetes yuvenilis dulu dipakai untuk kelompok pasien yang memerlukan insulin. Ternyata
diabetes tidak terbatas umur. Klasifikasi baru mencoba mengelompokkan semua bentuk diabetes
secara terpisah. Golongan penderita kadar glukosa diantara normal dan diabetes dianggap terpiah
dari golongan penderita dengan intoleransi glukosa nyata. Pada penggolongan ini :

1. Perubahan kea rah gejala diabetes jelas atau timbulnya gangguan toleransi glukosa nyata
tanpa gejala hanya terjadi sebanyak 1-5 % per tahun. Banyak penderita yang toleransi
glukosanya kembali normal dan sisanya menetap.
2. Pengobatan dengan obat hipoglikemia oral hamper tidak mempengaruhi perubahan kea
rah diabetes.
3. Komplikasi akibat mikroangiopati pada mata dan ginjal pada umumnya tidak timbul.
Tetapi beberapa penelitian membuktikan kenaikan frekuensi morbiditas dan mortalitas akibat
aterosklerosis dalam golongan ini, Dengan batas 140 mg/dl untuk kadar puasa dan 200 mg/dl
untuk kadar 2 jam dianggap tidak perlu lagi mengadakan penyesuaian dengan umur penderita.

Daftar pustaka : Kapita selekta kedokteran UI

Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,


kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 % kecuali di dua tempat yaitu di
Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3 dan di Manado 6%.

Suatu penelitian yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban
yaitu di kelurahan kayu putih adalah 5,69 %, sedangkan di daerah rural yang dilakukan oleh
Augusta Arifin, di suatu daerah di Jawa Barat Tahun 1995 angka itu hanya 1,1 %. Di sini jelas
ada perbedaan antara prevalensi di daerah urban dan rural. Hal ini menunjukkan bahwa gaya
hidup mempengaruhi kejadian diabetes. Tetapi di Jawa Timur angka itu tidak berbeda yaitu
1,43% di daerah urban dan 1,47% di daerah rural. Hal ini mungkin disebabkan tingginya
prevalensi DM terkait malnutrisi (DMTM) atau sekarang disebut diabetes tipe lain di daerah
rural di Jawa Timur, yaitu sebesar 21,2% dari seluruh diabetes di daerah itu.

Penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah depok didapatkan prevalensi DM tipe 2
sebesar 14,7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makassar prevalensi
diabetes terakhir tahun 2005 yang mencapai 12,5%. Pada tahun 2006, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bekerja sama denga Bidang Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kesehatan melakukan Serveilans Faktor Resiko Penuyakit Tidak
Menular di Jakarta yang melibatkan 1591 subjek, terdiri dari 640 laki-laki dan 951 wanita.
Survei tersebut melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1% dengan
DM yang terdeteksi sebesar 3,8% dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Berdasarkan
data ini diketahui bahwa kejadian DM yang belum terdiagnosis masih cukup tinggi, hamper 3x
lipat dari jumlah kasus DM yang sudah terdeteksi.

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan oleh peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian
dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang
akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastic.

Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO, Indonesia akan menempati
urutan nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta prang pada tahun
2025, naik 2 tingkat dibandingkan tahun 1995.

Ilmu penyakit dalam jilid III

Gambaran Klinik
1. Genetik : diketahui adanya diabetes mellitus pada keluarga.
2. Non Genetik :
a. Riwayat kehamilan abnormal, yaitu abortus yang berulang-ulang, lahir mati,
malformasi ; toksemia gravidarum; berat bayi lebih dari 4,5 kg; glukosuria renal
waktu hamil dan diabetes gestational.
b. Obesitas dengan family diabetes mellitus;
c. Aterosklerosis premature; penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskuler; arteri
sklerosis obliterans; gangguan yang tidak dapat diterangkan, jerawat, bisul yang
kumat-kumat semasa remaja.
d. Problema mata : refraksi yang bervariasi, ukuran kacamata yang berubah-ubah, sering
ganti kacamata; katarak senilis pada usia kurang dari 50 tahun dan perdarahan retina
atau viterum.
e. Neuropati yang tidak dapat diterangkan di atas berusia 50 tahun
f. Tanda-tanda glukosuria seperti gout, hiperuresemia dll.

Anda mungkin juga menyukai