Anda di halaman 1dari 21

Bakteri Mycobacterium leprae

BAKTERI Mycobacterium leprae

1
Bakteri Mycobacterium leprae

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena berkay rahmat dan
hidayah-Nya kami telah mampu menyelesaikan makalah berjudul Bakteri
Mycobacterium leprae. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Mikrobiologi II.

Kami menyadari bahwa selama penulisan makalah ini kami banyak


mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terutama dari Tim dosen MIkrobiologi II
dan juga rekan-rekan yang telah memberikan motivasi sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki


banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu , kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi kami dan bagi pembaca. Amiin.

Penulis

2
Bakteri Mycobacterium leprae

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................i

Daftar isi................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A................................................................................................................La
tar Belakang Masalah................................................................................1
B.................................................................................................................Ru
musan Masalah..........................................................................................2
C.................................................................................................................Tu
juan Makalah.............................................................................................3
D................................................................................................................Ke
gunaan Makalah.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................4

A................................................................................................................Ti
njauan Pustaka...........................................................................................4
1...........................................................................................................Pe
ngertian dan sejarah Mycobacterium leprae........................................4
2...........................................................................................................Ep
idemiologi............................................................................................5
3...........................................................................................................Eti
ologi.....................................................................................................6
3.1................................................................................................M
orfologi........................................................................................6
3.2................................................................................................K
oloni dan Sifat Pertumbuhan.......................................................7
4...........................................................................................................M
acam-macam Penyakit kusta atau lepra...............................................8
B.................................................................................................................Pe
mbahasan...................................................................................................9
1..........................................................................................................St
udy kasus Mycobacterium leprae.......................................................9

3
Bakteri Mycobacterium leprae

2..........................................................................................................Pa
tologi klinis Mycobacterium leprae....................................................10
3..........................................................................................................Pe
meriksaan laboratorium Mycobacterium leprae.................................12
4..........................................................................................................Ge
jala Klinis............................................................................................13
5..........................................................................................................Pe
ngobatan dan Pencegahan...................................................................15

BAB III PENUTUP.............................................................................................18

Kesimpulan............................................................................................................18

Saran......................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kusta merupakan penyakit tertua yang sampai sekarang masih ada. Kusta
berasaldari bahasa India kustha, dikenal sejak 1400 tahun sebelum
masehi.Kusta merupakanpenyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat
karena dapat menyebabkan ulserasi, mutilasidan deformitas. Penderita
kusta tidak hanya menderita akibat penyakitnya saja tetapi juga karena
dikucilkan masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, penulis akan membahas
penyakitkusta lebih mendalam dalam makalah ini.

Jumlah kusta diseluruh dunia selama 12 tahun terakhir ini telah menurun
85 % disebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar
pada tahun 1997 kuranglebih890.000 penderita.Walaupun penyakit ini
masih problem kesehatan masyarakat di 55negara atau wilayah, 91 % dari
jumalah kasus berada di 16 negara, dan 82 %nya di limanegara yaitu
Brazil, India, Indonesia, Myanmar, dan Nigeria. Di indonesia, jumlah
kasuskusta yang tercatat pada akhir Maret 1997 adalah 31.699 orang,
distribusi juga tidak merata,yang tertinggi antara lain di Jawa Timur, Jawa
Barat dan Sulawesi Selatan. Prevalensi diIndonesia per 10.000 penduduk
adalah 1,57.

4
Bakteri Mycobacterium leprae

Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah


Mycobacterium Leprae yang bersifat intrasellular obligat. Saraf perifer
sebagai afinitaspertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organlain kecuali susunan saraf pusat. ( sumber :
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin UI).

Penyakit lepra atau kusta disebabkan oleh adanya infeksi kronis, bersifat
menular dan menyebabkan cacat, terutama pada hidung, jari-jari tangan
dan kaki serta kulit. Penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium
leprae.
Ada tiga bentuk M. leprae yaitu :
a. Bentuk Tuberkuloid (T).
Bentuk ini bersifat tidak menular dan agak mudah disembuhkan.
Pasien tetap penyakit ini memiliki daya tahan Imunologi yang kuat.
b. Bentuk Lepromatosus (L)
Bentuk ini bersifat sangat menular, sukar disembuhkan dan lama.
Penularan bentuk Lepromatosus disebabkan kontak yang erat dan lama
dan system pertahanan tubuh dari pasien sudah tidak aktif lagi.
c. Bentuk T.L (Kombinasi bentuk tuberkoloid dan Lepromatosus).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, kami merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Mycobacterium leprae dan bagaimana sejarah
ditemukannya Mycobacterium leprae?
2. Bagaimana Epidemiologi Mycobacterium leprae?
3. Bagaimana Etiologi Mycobacterium leprae?
4. Bagaimana cirri-ciri Penyakit kusta atau lepra?
5. Bagaimana kasus yang pernah terjadi di masyarakat yang
disebabkan Mycobacterium leprae?
6. Bagaimana Patologi klinis Mycobacterium leprae yang terjadi?
7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium Mycobacterium leprae yang
terjadi?
8. Bagaimana gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae?
9. Bagaimana cara pengobatannya?

C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun untuk
mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Pengertian dan sejarah Mycobacterium leprae ;
2. Epidemiologi;
3. Etiologi;
4. Ciri-ciri Penyakit kusta atau lepra;

5
Bakteri Mycobacterium leprae

5. Study kasus Mycobacterium leprae;


6. Patologi klinis Mycobacterium leprae;
7. Pemeriksaan laboratorium Mycobacterium leprae;
8. Gejala klinis;
9. Pengobatan;

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara


teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
informasi kepada konsumen untuk mengetahui Penyakit yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium leprae.

BAB II

PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian dan Sejarah

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal


sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang
sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,
hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas
Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di
Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse
lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan
oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer
Hansenpada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang
telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai
penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya,
melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang
begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk
mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta.

Lepra (penyakit Hansen) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh
adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit,
selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata.

6
Bakteri Mycobacterium leprae

Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan
asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk
batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium sp., M. leprae belum dapat dikultur pada
laboratorium.

Konon, kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh
peradaban Tiongkok kuna, Mesir kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa
yang cacat permanen karena kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan
penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis, beberapa
kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai belahan dunia, seperti
India dan Vietnam.

2. Epidemiologi

Masalah epidemiologi yang disebabkan penyakit ini belum bisa dipecahkan,


karena cara penularannya sendiri belum diketahui dengan pasti, hanya
berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit
yang lama dan erat. Penyebaran penyakit kusta dari suatu benua, negeri dan
tempat; ke benua, negeri dan tempat lain sampai tersebar ke seluruh dunia
disebabkan oleh perpindahan orang-orang yang telah terkena penyakit
tersebut.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman mencpai permukaan kulit melalui


folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu ( jarang didapat). Dalam
urin dan sputum dapat banyak mengandung M. leprae yang berasal dari
traktus respiratorus atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi
pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada
orang dewasa.

Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta.
India adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan
Myanmar.

3. Etiologi

7
Bakteri Mycobacterium leprae

Gambar Mycobacterium leprae dari lesi kulit.

Klasifikasi Ilmiah Mycobacterium leprae

Kingdom : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Ordo : Actinomycetales

Subordo : Corynebacterneae

Genus : Mycobacterium

Spesies : M.leprae

3.1. Morfologi

Mycobacterium leprae berbentuk basil atau batang dengan ukuran 3-8 m


x 0,5 m, merupakan bakteri tahan asam dan alcohol dan merupakan
Gram postif. Bakteri ini tidak terlalu mudah menular dan memiliki waktu
inkubasi yang lama. DNA Plasmid Mycobacterium Leprae dapat
menginfeksi sel syaraf manusia. Plasmid ini dapat hidup terpisah dari

8
Bakteri Mycobacterium leprae

kromosom bakteri dan tubuh bakteri itu sendiri ketika menginvasi sel
tubuh manusia. Kurang dari 5 persen orang yang terinfeksi M. Leprae
terkena penyakit kusta. Hal ini disebabkan oleh factor imun respon pada
masing-masing individu.

3.2. Koloni dan Sifat Pertumbuhan


Micobakteria adalah bakteri aerob obligat. Energi didapat dari oksidasi
senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan.
Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat
dari bakteri lain, waktu pembelahan adalah sekitar 18 jam. Suhu
pertumbuhan optimum 37 C. Koloni cembung, kering dan kuning
gading.

3.3. Struktur Sel

Penelitian dengan mikroskop electron tampak bahwa M. leprae


mempunyai dinding yang terdiri atas 2 lapisan, yakni lapisan padat
terdapat pada bagian dalam yang terdiri atas peptidoglikan dan lapisan
transparan pada bagian luar yang terdiri atas lipopolisakarida dan

9
Bakteri Mycobacterium leprae

kompleks protein-lipopolisakarida. Dinding polisakarida ini adalah suatu


arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan
20nm.

4. Macam-macam Penyakit

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit,
saraf, dan membran mukosa. Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan
lagi menjadi kusta tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa
(penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline leprosy).

Kusta multibasiler, dengan tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang
sering ditemukan. Terdapat lesi kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid
namun jumlahnya lebih banyak dan tak beraturan; bagian yang besar dapat
mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan saraf tepi dengan kelemahan dan
kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil dan dapat menjadi seperti kusta
lepromatosa atau kusta tuberkuloid.

Kusta tuberkuloid ditandai dengan satu atau lebih hipopigmentasi makula kulit
dan bagian yang tidak berasa (anestetik).

Kusta lepormatosa dihubungkan dengan lesi, nodul, plak kulit simetris, dermis
kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang
menyebabkan penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis (hidung
berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali terlambat.

Tidak sejalan dengan mitos atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak
menyebabkan pembusukan bagian tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh
Paul Brand, disebutkan bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada
anggota gerak sering menyebabkan luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat
menyebabkan masalah pada penderita AIDS.

B. PEMBAHASAN
1. Study Kasus Mycobacterium leprae

10
Bakteri Mycobacterium leprae

Di Indonesia, kusta atau lepra merupakan salah satu penyakit yang tak
lekang dimakan zaman. Penyakit satu ini tetap bercokol dan mengubah
kehidupan orang yang pernah dihinggapinya. Salah satunya Adi Yosep
(31). Kusta tak asing lagi bagi Adi dan keluarganya.
Awalnya, ibu dari Adipengidap kusta cukup parahdiserang mulai dari
gangguan di kulit muka berupa benjolan-benjolan hingga kuman
menyerang saraf tangan sang ibu. Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun
1997, giliran Adi terkena. Muncul bercak putih tanpa rasa sakit di
tangannya. Tanda itu sudah ada sejak SMP, tetapi empat tahun kemudian
baru diperiksakan karena melebar, katanya.
Setelah didiagnosis kusta, Adi menjalani pengobatan gratis di sebuah
puskesmas di Kota Kudus selama setahun dan sembuh total. Sekalipun
tanda-tanda kusta sebagian menghilang, tetapi stigma sebagai pengidap
kusta masih terekam. Tidak banyak masyarakat tahu tentang penyakit
kusta. Yang ada di masyarakat adalah gambaran keliru tentang sakit kusta
sebagai kutukan, guna-guna, sangat menular, dan tidak tersembuhkan.
Dulu, tetangga saya tidak berani bertamu. Kalau ada perlu, mereka
berbicara lewat jendela, ujar pendiri Perhimpunan Mandiri Kusta itu.
Penyakit kusta dapat rnenunjukkan gejala yang mirip dengan banyak
penyakit lain. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis
penyakit kusta secara tepat dan membedakannya dengan penyakit yang
lain agar tidak membuat kesalahan yang merugikan pasien.
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda kardinal atau
tanda utama) yaitu :
1. Bercak Kulit yang mati rasa
2. Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga
disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :
a. gangguan fungsi sensoris (mati rasa)
b. gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis
c. gangguan fungsi otonorn: kulit kering: retak, edema,
pertumbuhsn rambut yang terganggu
3. Ditemukan bakteri tahan asam

2. Patologi Mycobacterium leprae


Mekanisme penularan yang tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis
telah dikemukakan seperti adanya kontak dekat dan penularan dari udara.
Selain manusia, hewan yang dapat tekena kusta adalah armadilo,
simpanse, dan monyet pemakan kepiting. Terdapat bukti bahwa tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita kusta, dan
diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan
pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum
diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap

11
Bakteri Mycobacterium leprae

individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor


penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya bahwa penularannya disebabkan oleh kontak
antara orang yang terinfeksi dan orang yang sehat. Dalam penelitian
terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk kontak lepra lepromatosa
beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina hingga 55,8 per
1000 per tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M. leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah
kulit dan mukosa hidung. Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa
menunjukkan adanya sejumlah organisme di dermis kulit. Bagaimanapun
masih belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah
ke permukaan kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya
bakteri tahan asam di epitel deskuamosa di kulit, Weddel et al melaporkan
bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis. Dalam
penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M. leprae yang
besar di lapisan keratin superfisial kulit di penderita kusta lepromatosa.
Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat
keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukaosa hidung telah dikemukakan oleh Schffer pada 1898.
Jumlah dari bakteti yang berasal dari mukosa hidung di kusta lepromatosa,
menurut Shepard antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri.
Pedley melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa
memperlihatkan adanya bakteri di sekret hidung mereka. Davey dan Rees
mengindikasi bahwa sekret hidung dari pasien lepromatosa dapat
memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya.
Saat ini diperkirakan bahwa kulit dan saluran pernapasan atas menjadi
gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan McDougall telah sukses
mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit yang ditekan sistem
imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan pencobaan
pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak
ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang
paling dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun
demikian pendapat mengenai kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa
peneliti berusaha mengukur masa inkubasinya. Masa inkubasi minimum
dilaporkan adalah beberapa minggu, berdasarkan adanya kasus kusta pada
bayi muda. Masa inkubasi maksimum dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini
dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang yang pernah
terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah non-

12
Bakteri Mycobacterium leprae

endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari
kusta adalah 3-5 tahun.

3. Pemeriksaan Laboratorium Mycobacterium leprae

Pemeriksaan Bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakan


diagnosis dan pengamatan pengobatan, sediaan dibuat dari keretakan kulit
atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan
asam, antara lain dengan ZIEHL NEELSEN. Bakterioskopik negative pada
seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung m.
leprae.
Cara pengambilan bahan ialah dengan menggunakan scalpel steril setelah
tempat tersebut didesinfeksikan, lalu diusahakan agar tempat tersebut,
dengan jalan dipijit, menjadi Iskemik agar kerokan jaringan itu
mengandung sesedikit mungkin darah yang akan mengganggu gambaran
sedian. Irisan yang dibuat harus sampai di dermis melampaui Sub
epiderma clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak
mengandung sel Virchow (sel lepra) yang didalamnya mengandung basil
M.Lepra. jaringan itu dioleskan digelas asal, difiksasi diatas api, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yang klasik, yaitu ZIEHI NEELSEN. Untuk
perawatan ini dapat digunakan modifikasi ZIEHI NEELSEN dan cara lain
dengan segala kelebihan & kekurangannya disesuaikan dengan keadaan
setempat.
Cara lain mengambil bahan kerokan dengan alat semacam scalpel kecil
tumpul atau bahan olesan dengan kapas lidi. Sebaiknya diambil dari
daerah Septum nasi, selanjutnya dikerjakan seperti biasa.
Pada pemeriksaan Histopatologik, Makrofag dalam jaringan yang berasal
dari Monosit di dalam darah ada yang mempunyai nama khusus, antara
lain sel Kupffer dari hati, sel Alveolar dari paru, sel Glia dari otak, dan
yang dari kulit disebut Stiosit. Salah satu tugas makrofag adalah
melakukan Fagositetis.
Granuloma adalah akumulasi makrofag dan atau derivate-
derivatnya.gambaaran histopalogik bagi tipe tuberkoloid adalah kerusakan

13
Bakteri Mycobacterium leprae

saraf yang lebih nyata, tidak ada hasil atau hanya sedikit non-solid. Bagi
lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone)
ialah suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak
patologik, ada sel vircho dengan banyak hasil.

4. Gejala klinis

Lesi pada paha


Bakteri penyebab lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga
gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata
muncul pada tahun ke-5-7).Gejala dan tanda yang muncul tergantung
kepada respon kekebalan penderita.
Setelah basil M.Leprae masuk kedalam tubuh, bergantung pada kerentanan
orang tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika
rentan setelah masa tunasnya dilampaui akan timbul gejala penyakitnya.
Untuk selanjutnya tipe apa yang akan terjadi pada derita C.M.I
(Cellmediated Immunity) penderita terhadap M.Leprae yang Intraseluler
Obligat itu, kalau C.M.I tinggi kearah Lepromatosa, agar proses
selanjunya lebih jelas.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena Deformitar
atau cacat tubuh orang awampun dengan mudah dapat menduga kearah
penyakit kusta. Yang penting bagi kita sebagai dokter dan ahli kesehatan
lainnya, bahkan barang kali para ahli kecantikan, adalah dapat
mendiagnosis, setidaknya menduga kearah penyakit kusta terutama bagi
kelainan kulit yang masih berupa Makula yang Hipopigmentasi,
hiperpigmentasi, dan Eritematosa. Kelainan kulit yang tanpa komplikasi
pada penyakit kusta dapat hanya berbentuk Makula saja, Infiltrat saja, atau

14
Bakteri Mycobacterium leprae

keduanya. Harus berhati-hati dan buatlah diagnosis banding dengan


banyak pennyakit kulit lainnya yang hampir menyerupainya. Sebab
penyakit kusta ini mendapat julukan The Greatest Immitator pada ilmu
penyakit kulit. Penyakit kulit lain yang harus diperhatikan sebagai
diagnosis banding antara lain adalah : Dermatofitosis, Tinea, versikolor,
Pitiriasisrosea, Pitiriasisalba, dermatitis seboroika, Granuloma Anulare,
Xantomatosis, Skleroderma, Leukomia Kutis, Tuberkolosis Kutis
Verukosa, dan BirthMark.
Reaksi kusta adalah interupsi dangan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi imun itu dapat
menguntungkan, tetapi dapat pula merugikan yang disebut reaksi imun
patologik, dan reaksi kusta ini tergolong didalamnya.
Gejala klinis reaksi reversal ialah penambahan atau perluasan lesi yang
ada, tetapi bukan modus, tanpa atau dengan gejala neuritis dari yang
ringan sampai yang berat. Gejala neoriris ini penting diperhatikan, oleh
karena sangat menentukan pemberian pengobatan dengan korpis teroid,
perlu tidaknya,serta dosisnya, sebab tanpa gejala neuritis tidak perlu
pengobatan dengan kortikosteroid.

5. Pengobatan dan Pencegahan


Untuk pencegahannya sendiri, dulu perubahan bentuk anggota tubuh
akibat lepra menyebabkan penderitanya diasingkan dan diisolasi.
Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk, tetapi
penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial.

Tidak perlu dilakukan isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam
bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan
kepada orang lain.
Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra
dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama
yang memiliki resiko tertular.
Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak
memiliki resiko tertular.
Obat anti kusta yang banyak dipakai saat ini adalah DOS (Diamino Difenil
Sulfom ) lalu Klofazimin dan Rifampisin,DDS mulai dipakai sejak 1948
dan pada tahun 1952 di Indonesia, jadi sudah lebih dari 30 tahun
pemakaian, klofazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan Hogerzeil dan
rifampisin sejak tahun 1970.

15
Bakteri Mycobacterium leprae

Pengertian relapse atau kambuh pada kusta ada 2 kemungkinan, yaitu


relapse sensitive (persistent) dan relase resisten, pada relase sensitive,
decara klinis, bakteriokopik, histopatologik, dapat dinyatakan, penyakit
sekonyong konyong aktif kembali dengan timbulnya lesi batu dan
bakterioskopik positif kembali.
Resitensi terhadap DOS ada yang sekunder dan ada yang primer,resitansi
sekunder terjadi karena :
1. Monoterapi DOS.
2. Dosis terlalu rendah.
3. Memakan obat tidak teratur.
4. Pengobatan terlalu lama, setelah 4-24 tahun.

Hanya terjadi pada kusta Multibasilar, tetapi tidak pada Pausibasilat , oleh
karena S.I.S penderita tinggi dan pengobatannya relative singkat.
Resistensi primer, bila orang ditulari oleh M.Lepra yang telah
resistensi,yang manifestasinya dapat dalam segala tipe (TT, BT, BB, BL,
LL) bergantung pada S.I.S penderita derajat resistensi yang rendah masih
dapat diobati dengan dosis DDS yang lebih tinggi, sedang pada derajat
resistensi yang tinggi DDS tidak dapat dipakai lagi, adanya M.D.T ini
adalah sebagai usaha untuk :

a. mencegah dan mengobati resistensi.


b. Memperpendek masa pengobatan.
c. Mempercepat pemutusan mata rantai penularan.

Dalam penyusunan kombinasi obat itu perlu diperhatikan antara lain :

- Efek terapeutik obat.


- Efek samping obat.
- Harga obat.
- Kemungkinan penerapannya.

Kalau kombinasinya terlalu kompleks, terlalu mahal, tidak dapat


dilaksanakan dan sebaliknya jika kombinasinya terlalu sederhana dan
terlalu murah, akan mengundang resistensi baru. Pengertian MDT pada saat
ini ialah DDS sebagai obat dasar ditambah dengan obat-obat lain. Dosis
DDS ialah 1-2 mg/kg berat badan setiap hari. Mengenai efek sampingnya
lihat pengobatan Dermatitis Herpetifurmis.

Protionamid / etionamid Dosisnya 5-10 mg/kg berat badan setiap hari. Di


Indonesia obat ini tidak atau jarang dipakai. Mengenai beberapa sifat lebih
lanjut obat-obat tersebut dapat dilihat pada tabel 10-5. oleh karena
distribusi klofarimin dalm jaringan tidak merata MIC-nya sukar dicari.
MDT dengan beberapa alternatifnya telah ditetapkan pada rapat konsultasi

16
Bakteri Mycobacterium leprae

kusta nasional (RKKN) yang kiranya sesuai dan dapat ditetapkan.


Di Indonesia , untuk kusta multibasilar (LL, BL, BB) adalah sebagai
berikut :

1. Rifampisin 600 mg setiap bulan.


2. DDS 100 mg setiap hari.
3. Klofazimin 300 mg setiap bulan, diteruskan 50mg sehari atau
100mg sehari atau 3x100 mg setiap minggu. Kombinasi obat ini
diberikan 2 tahun sampai 3 tahun denagn syarat bakteri eskopis masih
positif, pengobatan harus dilanjutkan sampai bakteriokopis negative.
Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan
,dan secara bakteriokopis minimal setiap tiga bulan. Jadi besar
kemungkinan pengobatan kusta multibasilet ini hanya selama 2-3 tahun.
Hal ini adalah waktu yang relative sangat singkat dan dengan batasan
waktu yang tegas, jika dibandingkan dengan cara sebelumnya yang
memerlukan waktu minimal 10 thn sampai seumur hidup.

Kalau susunan MDT tersebut tidak dapat dilaksanakan, dapat diberikan


MDT alternative, yang bermacam-macam, baik macam obat, dosis, dan
cara pemberiannya. Kalau MDT alternatifpun tidak dapat dilaksanakan
terpaksa dilakukan monoterapi dengan DDS saja, sambil menunggu tiba
saatnya untuk MDT bagi yang melaksanakan MDT alternative, kalau
keadaannya memungkinkan baru berpindah ke MDT rekomendasi, salah
satu contoh MDT alternative adalah :

- Rifampisin 1200 mg sebagai dosis tunggal sekali saja.


- DDS 100mg setiap hari untuk seterusnya.

17
Bakteri Mycobacterium leprae

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan diatas dapat disimpulkan bahwa :

A. Mycobacterium leprae adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri


yang tahan asam M. leprae juga merupakan bakteri aerobik, gram
positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel lilin yang
merupakan ciri dari spesies Mycobacterium sp. M. leprae belum dapat
dikultur pada laboratorium.

B. Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang


ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansenpada
tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah
lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut
sebagaipenyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah
penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai
konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih
diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya
diderita oleh pasien kusta.

18
Bakteri Mycobacterium leprae

C. Berdasarkan Epidemiologinya, Menurut anggapan klasik


penyebaran kusta atau lepra terjadi melalui kontak langsung antar
kulit yang lama dan erat. Penyebaran penyakit kusta dari suatu benua,
negeri dan tempat; ke benua, negeri dan tempat lain sampai tersebar
ke seluruh dunia disebabkan oleh perpindahan orang-orang yang telah
terkena penyakit tersebut.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman mencpai permukaan kulit


melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu ibu ( jarang
didapatDapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
daripada orang dewasa.

Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita


kusta. India adalah negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti
oleh Brasil dan Myanmar.

D. Penyebarannya yang diduga bukan hanya kontak langsung antar


kulit penderita dan orang yang sehat. Tapi juga dapat ditemukan pada
mukosa hidung dengan bahan pemeriksaan secret hidung. Yang
menandakan bahwa infeksi M. leprae banyak menginfeksi saluran
pernafasan yang kemudian bisa menyebar keseluruh jaringan organ
kecuali susunan saraf pusat. Masa inkubasinya pun bisa menghabiskan
waktu yang lama, berkisar rata-rata 3,5 tahun setelah dilakukan
percobaan pada hewan mencit.

E. Pemeriksaan Bakterioskopik digunakan untuk membantu


menegakan diagnosis dan pengamatan pengobatan, sediaan dibuat dari
keretakan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan
terhadap basil tahan asam, antara lain dengan ZIEHL NEELSEN.
Bakterioskopik negative pada seorang penderita, bukan berarti orang
tersebut tidak mengandung M. leprae.

Dan pemeriksaan Histopatologik, Makrofag dalam jaringan yang


berasal dari Monosit di dalam darah yang dapat menyebabkan
Granuloma, yaitu akumulasi makrofag dan atau derivate-derivatnya.
Gambaran histopalogik bagi tipe tuberkoloid adalah kerusakan saraf
yang lebih nyata, tidak ada hasil atau hanya sedikit non-solid.

F. Gejala klinis reaksi reversal ialah penambahan atau perluasan lesi


yang ada, tetapi bukan modus, tanpa atau dengan gejala neuritis dari
yang ringan sampai yang berat. Gejala neoriris ini penting

19
Bakteri Mycobacterium leprae

diperhatikan, oleh karena sangat menentukan pemberian pengobatan


dengan korpis teroid, perlu tidaknya,serta dosisnya, sebab tanpa gejala
neuritis tidak perlu pengobatan dengan kortikosteroid.
G. Obat anti kusta yang banyak dipakai saat ini adalah DOS (Diamino
Difenil Sulfom ) lalu Klofazimin dan Rifampisin,DDS mulai dipakai
sejak 1948 dan pada tahun 1952 di Indonesia, jadi sudah lebih dari 30
tahun pemakaian, klofazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan
Hogerzeil dan rifampisin sejak tahun 1970.

B. Saran
Sejalan dengan simpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai
berikut :
1. Orang yang sehat tidak melakukan kontak langsung dengan
penderita kusta atau lepra, yaitu bersentuhan kulit dengan penderita
agar tidak tertular penyakit dari penderita lepra.
2. Jika memang sudah tertular atau terjangkit bisa melakukan
pemeriksaan ke Rumah Sakit dan melakukan pengobatan sesuai
anjuran atau dosis yang telah ditentukan oleh Dokter.
3. Agar setiap orang menjaga kesehatan dengan membersihkan badan
dan lingkungan, juga disertai berolahraga secara teratur agar system
imun dalam tubuh lebih kuat dan makan makanan yang bergizi
seimbang.

20
Bakteri Mycobacterium leprae

DAFTAR PUSTAKA

http://indonesiaindonesia.com/f/11391-lepra/

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/kusta-lepra-atau-penyakit-
morbus-hansen/

http://ruswantoadipradana.blogspot.com/2010/08/tinggi-jumlah-kasus-penyakit-kusta-
di.html

http://sudarjanto.multiply.com/journal/item/11608/Penyakit_Zaman_Doeloe_yang_Bel
um_Hilang

http://www.sith.itb.ac.id/profile1/pdf/bisel/Kusta1.pdf

id.wikipedia.org/wiki/Mycobacterium_leprae

21

Anda mungkin juga menyukai